Anda di halaman 1dari 5

Nama : Narinda Wahyu Marthasiwi

NIM : 170351616570
Offering :B

Katinon, Seduhan Lazim Masyarakat Ekspratriat


Masalah yang masih menjadi hal krusial bagi negara ini salah satunya adalah
peredaran dan penyalahgunaan narkoba. Permasalahan nasional ini menjadi
perhatian serius bagi pemerintah Indonesia karena berdampak pada rusaknya
generasi penerus bangsa[1]. Segala bentuk perhatian dan penanganan atas
penyalahgunaan narkoba telah diupayakan karena semakin merebaknya
penyalahgunaan narkoba yang terus terjadi [2] .
Efek akibat penyalahgunaan narkoba juga semakin beragam dirasakan, serta
upaya yang dilakukan untuk mengatasinya juga tidak mudah dilaksanakan. Penyalah
guna ialah orang pengguna narkoba yang tidak memiliki hak atau melawan hukum.
Apabila penyalah guna telah melakukan tindakannya secara terus menerus, maka
dipastikan orang tersebut berada dalam keadaan ketergantungan pada narkoba[2].
Kondisi seseorang yang mengalami ketergantungan ditandai dengan dorongan
dalam diri untuk mengonsumsi dengan takaran yang semakin meningkat.
Sedangkan apabila penggunaannya dikurangi, maka akan menimbulkan gejala fisik
dan psikis yang khas[3].

a. Penggolongan dan Perolehan


Semakin berkembangnya permasalahan narkotika, Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM) menemukan temuan baru yakni narkotika jenis katinon, dalam
temuannya BPOM menyatakan bahwa unsur senyawa katinon adalah narkoba jenis
baru yang tak lazim ditemukan. Katinon mulanya ditemukan pada tumbuhan Khat
dengan nama latin Cathaedulis atau biasa disenut sirih arab. Dalam perolehannya,
senyawa ini disintesis dengan hasil kadar kekuatannya sekian kali lipat lebih kuat
dibandingkan dengan yang masih alami. Hasil sintesis senyawa inilah yang
disalahgunakan sehingga dimasukkan dalam kelompok psikotropika. Kenampakan
sintesis katinon berupa serbuk kristal putih atau kecoklatan dan dikemas dalam
kapsul bahkan dapat dikemas dalam bnetuk tablet sebagai pengganti pil ekstasi[4].
Pada beberapa negara, tanaman Khat bukanlah bahan terlarang dalam
penggunanannya,meskipun pada beberapa Negara di Eropa, penggunaan katinon
tetap dalam pengawasan. Berdasarkan konvensi PBB untuk zat-zat psikotropika
pada tahun 1971, katinon termasuk ke dalam golongan I. Katinon alami yang berasal
dari tanaman Khat termasuk dalam golongan III, sedangkan katinon sintesis yakni
amfepramone dan pyrovalerone termasuk golongan IV [5]. Berdasarkan Undang-
undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, katinon
termasuk ke dalam narkotika golongan I, namun senyawa metilon yang merupakan
derivat dari katinon belum tercantum dalam Undang-undang tersebut karena pada
saat Undang-undang ini disusun, sintesis dari senyawa ini belum dibuat [6].

b. Pemanfaatan Katinon di Bidang Kesehatan dan Sosial Ekonomi


Pada abad ke 17 dan 18, perdagangan kopi di Negara Yaman berada pada
puncaknya, tetapi kemudian mengalami penurunan akibat dari adanya kompetisi
produksi kopi di Indonesia, Amerika Selatan dan Timur, serta Afrika. Sebagai
gantinya, tanaman Khat menjadi primadona tanaman budidaya yang ditanam pada
dua pertiga dari lahan di negara tersebut. Hingga pada saat itu, petani tanaman
Khat memeroleh penghasilan hingga lima kali lebih banyak dibandingkan saat
menanam tanaman budidaya lain termasuk kopi. Khat juga menjadi komoditas
ekspor negara Ethiopia yang tumbuh paling cepat. Tidak kurang dari 93.000 hektar
lahan yang dikhususkan untuk produksi tanaman Khat dan menjadi tanaman
terbesar kedua setelah kopi. Pada saat itu, peredaran tanaman Khat menjadi bisnis
yang menggiurkan di Negara Ethiopia dengan keuntungan yang sangat
berkemungkinan kecil mengalami penurunan, hingga diperkirakan perputaran uang
yang terjadi sebesar 80 juta dolar setiap harinya[7].
Bagi masyarakat sosial di Afrika Timur, Arab Saudi Selatan dan Yaman, sudah
menjadi kebiasaan umum menguyah tanaman Khat. Kebiasaan lain yang
menyertainya adalah kegiatan memetik daun kemudian meletakkannya di satu sisi
mulut. Orang –orang yang mengunyah khat merasakan efek rangsangan psiko
dalam bentuk euforia dan kegembiraan dari senyata katinon dalam tanaman khat
tersebut. Dalam lingkungan sosial tradisional, kegiatan diskusi dan interaksi sosial,
biasa diselingi dengan kegiatan mengunyah tanaman khat[7].
Terdapat klaim positif dalam aspek fisiologis setelah mengunyah khat, yakni
efek penambahan energi yang kuat bagi pekerja, siswa dan pedagang. Banyak
pengguna khat yang melaporkan bahwa mereka merasakan perasaan lebih bahagia
dan lebih waspada, serta memiliki tingkat energi yang lebih besar setelah
mengonsumsi tanaman khat, bahkan banyak dari mereka menyangkal jika ada
dampak negatif dari mengkonsumsi tanaman tersebut[8].

c. Kasus Penyalahgunaan dan Kaitannya


Pada tahun 2018, Bea Cukai dan Badan Narkotika Nasional (BNN)
mengungkapkan bahwa adanya upaya penyelundupan 15.000 ektasi dan 68 kg daun
khat. Hal ini diungkap berkat adanya kerjasama yang sinergis antara BNN dan Bea
Cukai yang berhasil menggagalkan penyelundupan ekstasi yang dikirim dari Belgia
sedangkan Katinon dari Ethiopia.
Berdasarkan pemaparan dari Dr. Al Buchri Hudein, SpKj, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Katinon termasuk zat stimulan untuk sistem saraf pusat
sehingga memberikan sensasi rasa senang, karena merangsang ujung-ujung saraf.
Kecenderungan katinon menjadi candu karena zat ini merangsang saraf pusat yang
membuat orang lebih bersemangat, tidak mengantuk, merasakan euforia dan rasa
percaya diri. Efek ini berlangsung selama 4-6 jam, pengguna akan merasa kembali
normal, mengantuk, lemas, dan depresi seketika efek dari katinon hilang[4].
Efek merugikan pada jangka panjang adalah[9]:
1. Peningkatan tekanan darah yang berakibat pada stroke
2. Depresi berat
3. Anoreksia akibat hilangnya nafsu makan seketika
4. Insomnia
5. Halusinasi berlebih
6. Gangguan irama jantung
7. Gangguan psikotik

d. Aspek Hukum
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009,
katinon termasuk ke dalam narkotika golongan I terdapat dalam lampiran nomor
urut 3 tentang Narkotika. Katinon merupakan obat keras yang termasuk dalam
lampiran Permenkes yang penggunaannya harus memenuhi persyaratan tertentu,
yang apabila persyaratan tersebut tidak terpenuhi, maka pengguna maupun
pengedar akan dikenai tuntutan secara hukum (pidana)[9].
Berdasarkan Surat Keputusan MenKes No. 633/Ph/62/b, tanggal 25 Juni 1962,
tentang Obat Keras dinyatakan bahwa amfetaminum, metilamfetaminum dan
garam-garamnya,termasuk obat keras, ketentuan ini lebih diperkuat lagi dalam
lampiran PerMenKes No. 124/1993, di mana dinyatakan bahwa obat-obatan yang
mengandung unsur unsur amphetamine termasuk jenis obat keras tertentu[9].
Berdasarkan uraian tersebut, kationin dapat digolongkan sebagai jenis obat
ekstasi yang secara peraturan tunduk pada ketentuan yang ada dalam PerMenKes
No. 124/1993, diperbarui lagi menjadi PermenKes nomor 13 tahun 2014 tentang
Perubahan Penggolongan Narkotika. Peraturan lebih konkrit adalah tentang
kationin yang termasuk ke dalam hukum positif, yang apabila pengguna jenis obat
tersebut diproduksi oleh pabrik maupun diproduksi secara gelap, maka dapat
menjadikan penggunanya dikenai sanksi hukum dan para pengedar dikenai sanksi
hukum pula[9].

e. Cara Mengedukasi Masyarakat


Adanya penemuan 2 lokasi ladang tanaman Khat yang berada di pekarangan
Villa Ever Green Cisarua, Bogor yang tidak jauh dari Sungai Desa Ciburial
membuktikan bahwa belum adanya peran warga dalam upaya tindakan preventif
mencegah penyalahgunaan narkotika ini, terutama jika ketidaktahuan warga
menyebabkan dampak fatal yang lebih buruk, pengonsumsian tanaman khat
misalnya. Ada kekhawatiran tentang bahaya kesehatan terkait dengan konsumsi
Khat [10].
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa Khat mengandung bahan kimia yang
merupakan stimulan otak aktif. Ini memiliki efek stimulan pusat yang memberikan
efek senang, yang pada umumnya diyakini dapat meningkatkan kapasitas untuk
bekerja dan mengatasi kelelahan. Pola penggunaan atas dasar ketidatahuan ini akan
memberi dampak buruk pada masyarakat. Rekomendasi berikut untuk mengurangi
bahaya Khat dibuat[10]:
1. Berusahalah untuk memperbaiki situasi masyarakat yang disebutkan di atas dan
memberikan nasihat tentang promosi kesehatan mengenai bahaya tanaman
Khat.
2. Meningkatkan kesadaran publik tentang bahaya kesehatan potensial dari
tanaman Khat
3. Mendukung penelitian ilmiah tentang Khat di berbagai institusi dan universitas
dan mengeksplorasi berbagai efek Khat pada kesehatan masyarakat.
4. Integrasikan pendidikan tentang Khat ke dalam kurikulum sekolah dasar dan
menengah.

DAFTAR PUSTAKA
[1] M. P. AMANDA, S. HUMAEDI, and M. B. SANTOSO, “Penyalahgunaan Narkoba
Di Kalangan Remaja (Adolescent Substance Abuse),” Pros. Penelit. dan
Pengabdi. Kpd. Masy., vol. 4, no. 2, pp. 339–345, 2017, doi:
10.24198/jppm.v4i2.14392.
[2] S. Purwatiningsih, “Penyalahgunaan Narkoba,” J. Heal. Sport, vol. II, no. 1, pp.
37–54, 2011, doi: 10.1073/pnas.0703993104.
[3] F. Merdeka, “Capaian 4 Tahun Badan Narkotika,” vol. 9, 2018.
[4] M. Adhariani, M. Maslahat, and R. Sutamihardja, “KANDUNGAN FITOKIMIA
DAN SENYAWA KATINON PADA DAUN KHAT MERAH (Catha edulis),” J. Sains
Nat., vol. 8, no. 1, p. 35, 2018, doi: 10.31938/jsn.v8i1.113.
[5] K. A. Lestari, I. Bagus, S. Darmajaya, B. Hukum, P. Fakultas, and H. Universitas,
“Narkotika jenis katinon dalam perspektif asas legalitas,” pp. 1–5.
[6] F. Aulia, NAPZA Ancaman Bahaya, Regulasi, dan Solusi Penanggulangannya, 1st
ed. yogyakarta: penerbit Gava Media, 2018.
[7] H. Douglas, M. Boyle, and N. Lintzeris, “The health impacts of khat: A
qualitative study among Somali-Australians,” Med. J. Aust., vol. 195, no. 11, pp.
666–669, 2011, doi: 10.5694/mja11.10166.
[8] A. Zeleke, W. Awoke, E. Gebeyehu, and F. Ambaw, “Khat chewing practice
and its perceived health effects among communities of Dera Woreda, Amhara
region, Ethiopia,” Open J. Epidemiol., vol. 03, no. 04, pp. 160–168, 2013, doi:
10.4236/ojepi.2013.34024.
[9] H. Pidana, F. Hukum, P. Ekstensi, and U. Udayana, “Narkotika Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 35,” vol. 1, no. 35, pp. 1–6, 2009.
[10] S. Thomas and T. Williams, “Khat ( Catha edulis ): A systematic review of
evidence and literature pertaining to its harms to UK users and society,” 2013,
doi: 10.1177/2050324513498332.

Anda mungkin juga menyukai