Anda di halaman 1dari 6

Jurnal ILMU DASAR Vol. 16 No.

2, Juli 2015 : 63 – 68 63

Pengaruh Faktor Abiotik terhadap Keanekaragaman dan Kelimpahan


Kepiting Bakau (Scylla spp.) di Hutan Mangrove Blok Bedul Taman
Nasional Alas Purwo

The Influence of Abiotic Factors on The Diversity and Abudance of Mangrove


Crabs (Scylla spp.) in Blok Bedul Alas Purwo National Park Mangrove Forest

Rina Sugiarti Dwi Gita*), Sudarmadji, Joko Waluyo


Magister Biologi, Fakultas MIPA , Universitas Jember
*)
Email: rina_gita16@yahoo.com

ABSTRACT

The diversity and the abudance of the mangrove crab (Scylla spp.) has been carried out in mangrove forests
Block Bedul Alas Purwo National Park. Sampling was carried out in 8 different station sites during day and
night by using descriptive quantitative methods. The resuls showed that the diversity and the abudance of scylla
were low (H '= 0.315; N= 0.0011 individuals / m².) The researd station which were located at the high topografi
has contributed to the low level of diversity and abudance value of the Scylla spp. Abiotic factor such as,
temperature, pH, salinity, substrat type, and the tide have not significant effect to the diversity and abudance of
Scylla spp.(p> 0.05).

Keywords : abiotic factors, abundance, diversity, mud crab, regression

PENDAHULUAN formasi vegetasi, dan salah satu tipe vegetasi


yang ada di Taman Nasional Alas Purwo
Hutan mangrove adalah habitat bagi banyak adalah formasi hutan mangrove yang hidup di
satwa, seperti mamalia, amfibi, reptil, aves, daerah pasang surut berombak tenang
insekta dan berbagai biota lainnya. Beberapa berpotensi tumbuh di Taman Nasional Alas
jenis satwa yang hidup di sekitar perakaran Purwo (Sulastini, 2011).
mangrove, baik di substrat yang keras maupun Berubahnya susunan vegetasi mangrove
lunak (lumpur) antara lain adalah jenis kepiting akibat dari illegal logging dan bencana alam
bakau, kerang dan golongan invertebrata tersebut, dapat menyebabkan terjadinya sebuah
lainnya (Romimuhtarto, 2009). zonasi pada kepiting, sehingga berpengaruh
Kepiting bakau (Scylla spp.) tergolong terhadap susunan kepadatan kepiting bakau
dalam famili Portunidae yang hidup hampir di (Pramudji, 2001). Tujuan penelitian ini adalah
seluruh perairan pantai terutama pada pantai mengetahui keanekaragaman kepiting bakau
yang ditumbuhi mangrove, perairan dangkal (Scylla spp.), mengetahui kelimpahan kepiting
yang dekat dengan hutan mangrove, estuari, bakau (Scylla spp.), dan mengetahui pengaruh
dan pantai berlumpur yang berperan dalam faktor abiotik terhadap keanekaragaman dan
peranan ekologis lainnya (Kanna, 2002). kelimpahan kepiting bakau (Scylla spp.) di
Kepiting bakau kepadatannya dipengaruhi hutan mangrove Blok Bedul Taman Nasional
oleh ketersediaan makanan alami yang berupa Alas Purwo.
daun serasah mangrove dan juga buah
mangrovenya. Mangrove Blok Bedul Taman METODE
Nasional Alas Purwo telah mengalami
pencemaran baik karena ekowisata maupun Lokasi pengambilan sampel dan data lapang yaitu di
kegiatan ekonomi lainnya misalnya keramba. Hutan Mangrove Blok Bedul Taman Nasional Alas
Hal itu sangat menarik untuk dijadikan Purwo, Desa Sumbersari, Kecamatan Purwoharjo,
penelitian karena kepiting bakau sangat Kabupaten Banyuwangi. Alat yang digunakan dalam
penelitian ini meliputi: kamera digital merk Sony
terpengaruh oleh kepadatan dan kelimpahan
(DSC-W170) 18.0, GPS (Global Positioning
(Romimuhtarto, 2009). Taman Nasional Alas System) merek Garmin (60 CSx), seng penanda
Purwo merupakan kawasan pelestarian alam stasiun ukuran 20 cm x 30 cm, kantong plastik
yang memiliki kekhasan bentang alam ataupun dengan ukuran 10 cm x 20 cm, sampel penelitian
64 Pengaruh Faktor Abiotik... (Gita, dkk)

adalah kepiting bakau yang terdapat di sepanjang HASIL DAN PEMBAHASAN


garis transek di dalam plot pada delapan buah
stasiun permanen. Data yang diperoleh dari KEANEKARAGAMAN KEPITING
penelitian ini berupa data biotik yaitu jumlah dan BAKAU (SCYLLA SPP.)
jenis kepiting bakau (Scylla spp.) yang terdapat di
hutan mangrove Blok Bedul Taman Nasional Alas
Indeks keanekaragaman jenis kepiting bakau
Purwo dan data Abiotik berupa pengukuran suhu, setiap stasiun pengamatan di hutan mangrove
pH, salinitas, tipe substrat, dan pasang surut air laut. Blok Bedul Segoro Anak Taman Nasional Alas
Setelah diidentifikasi ditentukan pula indek Purwo dengan rerata sebesar 0,315. Tingkat
keanekaragaman jenis dan kelimpahan jenis keanekaragamannya di setiap stasiun adalah
kepiting bakau sebagai berikut: rendah, Sedangkan indeks keanekaragaman
jenis kepiting bakau di hutan mangrove Segoro
Menganalisis Indek Keanekaragaman Kepiting Anak Blok Bedul Taman Nasional Alas Purwo
Bakau (Scylla spp.) secara keseluruhan adalah 2,521 yang masih
Nilai indeks keanekaragaman didapatkan dengan tergolong dalam kategori rendah dikarenakan
pengolahan data menggunakan Microsoft Excel dan pada stasiun tersebut letak topografi lebih
dapat dihitung dengan menggunakan rumus dari tinggi dan pasang surut tidak sampai ke
Shannon Wiener sebagai berikut: belakang sehingga air lebih cepat menghilang.
n n Hal ini sesuai dengan penelitian Pratiwi (2009)
H '    i ln i
N N bahwa nilai keanekaragaman pada krustacea
Keterangan: kawasan mangrove di Delta Mahakam
H ' = indek keanekaragaman Shanon Wiener tergolong ke dalam kategori rendah yaitu
ni =  tiap jenis
berkisar antara 0,80 – 3,0. Kelimpahan Jenis
Kepiting Bakau (Scylla spp.) Terlihat rata-rata
N =  total (Krebs, 1989). kelimpahan kepiting bakau 0,0011 individu/m².
Kelimpahan kepiting bakau tertinggi terdapat
Tingkat keanekargaman menurut Brower dan di stasiun dua yaitu 0,0018 individu/m² dan
Zar (1977) sebagai berikut: data kelimpahan terendah terdapat di stasiun
H '  3,32 = keanekaragaman rendah delapan yaitu 0,0006 individu/m².
3,32  H '  9,97 = keanekaragaman sedang
H '  9,97 = keanekaragaman tinggi PENGARUH FAKTOR ABIOTIK
TERHADAP KEANEKARAGAMAN DAN
Menganalisis Kelimpahan Kepiting Bakau KELIMPAHAN KEPITING BAKAU
(Scylla spp.) (SCYLLA SPP.)
Nilai kelimpahan didapatkan dengan pengolahan Pengukuran faktor abiotik suhu dilakukan
data menggunakan Microsoft Excel dan digunakan terhadap tanah, air dan udara. Suhu air berada
rumus sebagai berikut: pada kisaran 30,99 ºC sampai 32,76 ºC, suhu
n air terendah pada stasiun 7 dan suhu air
N  i
A tertinggi pada stasiun 1. Hasil pengukuran suhu
Keterangan: tanah ini hampir sama dengan hasil pengukuran
N = Kelimpahan Kepiting Bakau (ind/ m²)) suhu udara yaitu suhu tanah terendah pada
stasiun 1 dan tertinggi pada stasiun 4. Untuk
ni = Jumlah Individu
suhu udara tertinggi pada kisaran 28,32 ºC
A = Luas (m²) sampai 29,04 ºC. Suhu udara terendah pada
Adapun persamaan regresi linear dijelaskan stasiun 4 dan suhu udara tertinggi pada pada
sebagai berikut. stasiun 3, ini terlihat hampir sama sedangkan
Y  a  bX suhu maksimum yang agak berbeda.
Keterangan: Derajat keasaman (pH) hasil penelitian di
Y = nilai prediksi (perkiraan) dari variabel Y
hutan mangrove Blok Bedul Segoro Anak
berdasarkan nilai variabel X yang dipilih (F1)
Taman Nasional Alas Purwo terendah sebesar
a = konstanta atau titik potong Y , merupakan
5,50 pada stasiun 6 dan tertinggi pada stasiun 2
nilai perkiraan bagi Y ketika X = 0
sebesar 6,58 dengan rerata 6,31. Hasil
b = Koefisien regresi atau kemiringan garis atau
pengukuran pasang air laut menunjukkan
perubahan rata-rata pada Y untuk setiap unit
kisaran tinggi air pasang 8,50 sampai 72,42 cm
perubahan pada variabel X (F1).
dengan rerata 19,77.
X = sembarang nilai variabel bebas yang dipilih.
Jurnal ILMU DASAR Vol. 16 No. 2, Juli 2015 : 63 – 68 65

Berdasarkan hasil pengamatan, nilai HASIL ANALISIS REGRESI LINIER


salinitas berkisar antara 10,22 ‰ sampai 19,77 FAKTOR ABIOTIK TERHADAP
‰ dengan rerata 3,66 ‰. Salinitas terendah KELIMPAHAN KEPITING BAKAU
pada stasiun 8 dan salinitas tertinggi pada
Hasil analisis regresi linier sederhana
stasiun 1. Kandungan C-organik dalam substrat
menggunakan software SPSS 20, diperoleh
dengan hasil bervariasi dalam setiap stasiun
model regresi sebagai berikut.
penelitian. Kisaran kandungan bahan organik
Y  0,001  0,547 X
antara 1,92 % sampai 3,26 % dengan rerata
2,58 %. Kandungan C-organik tertinggi berada Keterangan:
pada stasiun 7 dan 8. Hasil pengukuran C- Jika X  0 maka Y2  0,001
organik pada setiap stasiun tidak Jika X  1 maka Y2  0,548
memperlihatkan perbedaan yang mencolok Nilai konstanta a memiliki arti bahwa ketika
pada stasiun 1 sampai 8. variabel faktor abiotik ( X ) bernilai nol atau
Substrat tanah hasil penelitian dianalisis di
Laboratorium Tanah Fakuktas Pertanian kelimpahan kepiting bakau (Y ) tidak
Universitas Jember. Hasil Laboratorium Tanah dipengaruhi oleh faktor abiotik, maka rata-rata
dicocokkan dengan segitiga Millar untuk kelimpahan kepiting bakau bernilai 0,001.
menentukan kelas tekstur dari substrat. Sedangkan koefisien regresi b memiliki arti
bahwa jika variabel faktor abiotik ( X )
HASIL ANALISIS REGRESI LINIER meningkat sebesar satu satuan, maka
FAKTOR ABIOTIK TERHADAP kelimpahan kepiting bakau akan meningkat
KEANEKARAGAMAN KEPITING sebesar 0,548. Berdasarkan hasil analisis
BAKAU regresi linier sederhana, dapat diketahui bahwa
Analisis regresi linier sederhana setelah faktor abiotik berpengaruh tidak signifikan
dilakukan PCA untuk mengetahui pengaruh terhadap kelimpahan kepiting bakau. Hasil
faktor abiotik ( X ) terhadap keanekaragaman pengaruh faktor abiotik terhadap kelimpahan
(Y1 ) dan pengaruh faktor abiotik ( X ) terhadap memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,787
dimana nilai tersebut > 0,05.
kelimpahan kepiting bakau (Y2 ) dengan
Hasil perhitungan menunjukkan nilai indek
persamaan berikut. keanekaragaman jenis ( H ' ) kepiting bakau
Y  0,315  0,002 X sebesar 0,315 (Tabel 4.2). Tinggi rendahnya
Keterangan: keanekaragaman jenis dapat dilihat dari jumlah
Jika X  0 maka Y1  0,315 jenis yang ditemukan serta kelimpahan di alam.
Jika X  1 maka Y1  0,317 Menurut Brower dan Zar (1977), apabila H ' =
Nilai konstanta a memiliki arti bahwa ketika 3,32 maka keanekaragaman jenis kepiting
bakau tergolong rendah. Keanekaragaman
variabel faktor abiotik ( X ) bernilai nol atau
kepiting bakau ditemukan di delapan stasiun
keanekaragaman kepiting bakau (Y ) tidak penelitian didapatkan 1 famili Portunidae, 1
dipengaruhi oleh Faktor abiotik, maka rata-rata genus dan 2 spesies yang terdiri atas Scylla
keanekaragaman kepiting bakau bernilai 0,315. tranquebarica dan Scylla olivacea.
Sedangkan koefisien regresi b memiliki arti Indek keanekaragaman jenis kepiting bakau
bahwa jika variabel faktor abiotik ( X ) tertinggi berada di stasiun tujuh yaitu H ' =
meningkat sebesar satu satuan, maka 0,368, karena di stasiun tujuh kerapatan pohon
keanekaragaman kepiting bakau akan mangrove cukup tinggi sehingga banyak
meningkat sebesar 0,317. Berdasarkan hasil menghasilkan serasah atau luruhan daun
analisis regresi linier sederhana, dapat mangrove yang merupakan asupan terpenting
diketahui bahwa faktor abiotik berpengaruh bagi kepiting bakau. Hal ini sesuai dengan
tidak signifikan terhadap keanekaragaman pendapat Soviana (2004) yang menyatakan
kepiting bakau. Hasil pengaruh faktor abiotik bahwa salah satu faktor yang berpengaruh
terhadap keanekaragaman memiliki tingkat terhadap keanekaragaman kepiting bakau
signifikansi sebesar 0,946 dimana nilai tersebut adalah ketersediaan makanan alami yang
> 0,05. berasal dari mangrove dan adanya luruhan
daun mangrove. Indek keanekaragaman pada
urutan ke dua berada di stasiun dua yaitu H ' =
0,362. Hal ini dikarenakan di stasiun dua
66 Pengaruh Faktor Abiotik... (Gita, dkk)

tumbuhan mangrove Rizhophora banyak di stasiun 7 yaitu sebesar 0.0016 individu/m²


ditemukan dari depan sampai belakang stasiun diikuti stasiun 5 dan 6 yaitu sebesar 0.0012
dengan kerapatan mangrove yang tinggi individu/m². Kelimpahan kepiting bakau
sehingga serasah yang dihasilkan sebagai tergolong dalam kategori rendah dikarenakan
sumber nutrisi cukup tinggi serta dikarenakan kepiting yang didapat di setiap stasiun ternyata
adanya pasang surut yang menyentuh sampai tidak semua plot terisi oleh kepiting, namun
belakang stasiun sehingga dapat dijadikan banyak yang masih kosong. Adanya alat yang
referensi yang baik bagi Scylla tranquibarica digunakan untuk menangkap kepiting kurang
dan Scylla olivacea untuk berkembang biak. kuat sehingga mengakibatkan kepiting dewasa
Hal ini sesuai dengan pendapat Herlinah (2010) dapat merobek jebakan yang digunakan untuk
bahwa kepiting bakau di alam menempati menangkap kepiting, sehingga kepiting dapat
kawasan hutan mangrove masih dipengaruhi mudah lepas. Selain itu umpan yang digunakan
oleh adanya pasang surut. Indek masih kurang sehingga kepiting yang masuk
keanekaragaman ke tiga yaitu H ' = 0,359 hanya mendapatkan maksimal 2 buah kepiting
berada di stasiun satu, stasiun lima dan stasiun saja. Akibatnya pengukuran kelimpahan juga
enam, karena di stasiun tersebut hampir sama dapat kurang optimal. Hal ini mengakibatkan
letak topografi maupun komposisi vegetasi adanya kelimpahan yang minim untuk
mangrovnya. Pasang surut tidak menyentuh mendapatkan kepiting. Selain kepiting mudah
sampai belakang stasiun karena topografi lebih untuk keluar predator mudah mengambil
tinggi dari stasiun 1 dan 2 sehingga pasang kepiting di dalam perangkap dengan cara
surut tidak tergenang lama dan air merobek bubu kepiting.
meninggalkan stasiun lebih cepat. Sedangkan Kelimpahan disebabkan adanya kerapatan
pada urutan terakhir yaitu pada stasiun delapan mangrove yang relatif lebih tinggi dan kondisi
dengan indek keanekaragaman H ' = 0,281, fraksi substrat yang relatif masih alami
stasiun 3 yaitu H ' = 0,60, dan stasiun 4 yaitu merupakan salah satu penyebab utama
H ' = 0,173. Hal ini dikarenakan pada stasiun kehadiran kepiting bakau, karena menjamin
tersebut letak topografi lebih tinggi dan pasang kelangsungan proses biologi reproduksi dan
surut tidak sampai ke belakang sehingga air ketersediaan makanan alami. Hal ini sesuai
lebih cepat menghilang. dengan pendapat Hill (1982) menyatakan
Nilai indek keanekaragaman merupakan bahwa perairan hutan mangrove sangat cocok
indikator banyak sedikitnya macam jenis pada untuk kehidupan kepiting bakau, karena
suatu daerah tertentu. Soegianto (1994) menjamin ketersediaan sumber makanan
menyatakan bahwa suatu komunitas tidak akan seperti bentos dan serasah.
memiliki nilai indek keanekaragaman yang Faktor abiotik yang diukur saat pagi hari
tinggi apabila di dalam komunitas tersebut dan sore hari pada penelitian ini meliputi suhu,
terdapat satu atau lebih jenis yang pH, salinitas, pasang surut dan substrat. Dari
dominansinya mencolok jauh di atas sebagian hasil analisis regresi linier sederhana dapat
diketahui bahwa pengaruh faktor abiotik
besar jenis lainnya. Pada penelitian ini jumlah berpengaruh secara tidak signifikan terhadap
tiap spesies tidak sama dan tidak merata, ada keanekaragaman kepiting bakau karena
beberapa spesies yang jumlahnya ditemukan memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,946
dalam jumlah yang besar sehingga yang berarti nilai tersebut > 0,05. Faktor
menyebabkan keanekargaman suatu ekosisitem abiotik berpengaruh secara tidak signifikan
kecil. Jumlah individu yang tidak merata setiap terhadap kelimpahan kepiting bakau karena
spesies berkaitan dengan pola adaptasi masing- memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,787
masing spesies dan tersedianya habitat yang yang berarti nilai tersebut > 0,05. Adanya
menunjang seperti pasang surut, makanan dan pengaruh faktor abiotik seperti pengaruh
meningkatnya suhu menyebabkan
kondisi lingkungan. meningkatnya metabolisme dari kepiting bakau
Hasil perhitungan menunjukkan kelimpahan tersebut, karena dengan meningkatnya suhu
jenis kepiting bakau berkisar antara 0,0006- akan menyebabkan penguapan tinggi, sehingga
0,0018 individu/m². Jenis kelimpahan kepiting dapat menyebabkan substrat tanah menjadi
bakau tertinggi adalah Scylla transquebarica kering kemudian kepiting bakau akan sulit
yaitu sebesar 0.72 individu/m² dan terendah untuk melangsungkan perkawinan dan
Scylla olivacea yaitu sebesar 0.27 individu/m². melakukan pergantian kulit, maka kepiting
Kelimpahan tertinggi pada stasiun 2 yaitu bakau akan banyak mengalami kematian.
sebesar 0.0018 individu/m² dan tertinggi kedua Dengan demikin akan mengurangi jumlah
Jurnal ILMU DASAR Vol. 16 No. 2, Juli 2015 : 63 – 68 67

keanekaragaman dan kelimpahan kepiting oleh masuknya air laut saat pasang dan air
bakau. tawar dari sungai. Berdasarkan daur hidup
Pengukuran suhu dalam penelitian ini kepiting dalam menjalani kehidupannya
dilakukan terhadap tanah, air dan udara, melewati berbagai kondisi perairan. Pada saat
dengan hasil pengukuran hampir sama di setiap pertama kali kepiting ditetaskan, suhu air laut
stasiun. Hal ini dapat disebabkan adanya umumnya berkisar 25ºC – 27ºC dan salinitas
pengaruh penetrasi cahaya matahari, ada atau 29‰ – 33‰. Kebiasaan kepiting mentoleransi
tidaknya naungan oleh tumbuhan mangrove salinitas bervariasi tergantung pada keadaan
dan kondisi cuaca pada saat pengamatan seperti suhu dan salinitas perairan ketika kepiting
intensitas cahaya matahari yang dapat bakau berpindah tempat.
mempengaruhi suhu. Suhu air berada pada Pengaruh keberadaan pasang surut
kisaran 30,99ºC sampai 32,76ºC, suhu tanah menunjukkan adanya penggenangan air yang
berada pada kisaran 28,39ºC sampai 28,63ºC ada di dalam ekosistem, yang dapat berakibat
sedangkan suhu udara berada pada kisaran langsung terhadap keberadaan kepiting bakau.
28,32ºC sampai 29,04ºC. Kisaran suhu ini Hasil pengukuran pasang air laut menunjukkan
masih sangat bagus untuk kehidupan kepiting kisaran tinggi air pasang 8,50 cm sampai 72,42
bakau, sesuai dengan hasil penelitian Wahyuni cm dengan rerata 33,93 cm. Perbedaan pasang
dan Ismail (1987) bahwa kepiting bakau dapat surut air laut dipengaruhi oleh topografi dari
tumbuh cepat pada perairan dengan kisaran setiap stasiun yang menentukan seberapa besar
suhu 28.8ºC sampai 36.0ºC. Hal ini pasang air laut yang dapat masuk dan
menunjukkan bahwa suhu rata-rata di Hutan menggenangi. Keadaan ini mempengaruhi
Mangrove Blok Bedul Segoro Anak Taman keadaan habitat dan daya adaptasi dari kepiting
Nasional Alas Purwo dapat menunjang bakau. Pada stasiun 1, 2, 6 dan 7 memiliki letak
pertumbuhan dan perkembangan kepiting lebih rendah, sehingga pasang air laut tinggi
bakau.Pengaruh Derajat keasaman (pH) yang menyentuh sampai bagian belakang
memiliki peran penting sebagai informasi dasar stasiun dan sirkulasi nutrisi di stasiun tersebut
karena perubahan yang terjadi di air tidak saja cukup tinggi sehingga dapat dijadikan referensi
berasal dari masukan bahan-bahan asam atau yang baik bagi kepiting bakau. Pasang terendah
basa ke perairan, tetapi juga perubahan secara terjadi di stasiun 3, 4 dan 8, disebabkan
tidak langsung dari aktivitas metabolik biota letaknya yang tinggi bahkan bentuk muka
perairan (Winarno, 1996). Derajat keasaman permukaan tanah dan permukaan air
yang tinggi mendukung keberadaan organisme membentuk tebing yang curam. Hal ini
pengurai untuk menguraikan bahan-bahan menyebabkan pasang air laut yang kecil.
organik yang jatuh di lingkungan mangrove, Topografi dari setiap stasiun sangat
sehingga tanah mangrove mempunyai tingkat menentukan seberapa besar pasang air laut
keasaman yang tinggi. Semakin tinggi nilai pH yang masuk dan menggenangi.
maka proses deminiralisasi bahan organik yang Pengaruh dari substrat yang banyak
dihasilkan oleh bahan serasah semakin cepat mengandung lumpur sangat cocok bagi
sehingga menyebakan melimpahnya bahan kehidupan kepiting bakau terutama untuk
organic untuk kebutuhan kepiting bakau. Hasil melangsungkan perkawinan di perairan. Selain
pengukuran nilai pH dalam penelitian ini itu substrat adalah tempat untuk melepaskan
adalah berkisar antara 5,50 sampai 6,58. karapas kepiting atau pergantian kulit. Cara
Kisaran nilai pH yang diperoleh termasuk kepiting melakukan pelepasan yaitu kepiting
dalam katagori baik bagi pertumbuhan dan masuk terlebih dahulu ke dalam lubang yang
perkebangan kepiting bakau, hal ini sesuai mempunyai substrat lunak hingga karapasnya
dengan pendapat Wahyuni dan Ismail (1987) kembali mengeras. Hal ini sesuai dengan
yang menyatakan bahwa kepiting bakau dapat pendapat Prianto (2007) bahwa substrat di
hidup pada kondisi perairan asam, yaitu pada sekitar hutan mangrove sangat mendukung
daerah bersubstrat lumpur dengan pH rata-rata kehidupan kepiting bakau, terutama untuk
6,5. melangsungkan perkawinannya dan melakukan
Pengaruh salinitas dibutuhkan dalam pergantian kulit yang berada di perairan.
kehidupan kepiting bakau, melalui perubahan Pengamatan terhadap subtrat di hutan
osmolaritas media air akan menentukan tingkat mangrove Blok Bedul Segoro Anak Taman
kerja osmotik (beban osmotik) yang akan Nasional Alas Purwo meliputi pengamatan
menentukan tingkat kelangsungan hidup dan fraksi subtrat dan bahan organik. Berdasarkan
pertumbuhan kepiting. Berdasarkan hasil Segitiga Millar didapatkan fraksi subtrat
pengamatan, nilai salinitas berkisar antara berupa pasir, debu, dan liat dengan presentase
10,22‰ sampai 19,77‰ dengan rerata 3,66 ‰. yang hampir sama di semua stasiun, sehingga
Kanna (2002) menyatakan bahwa kepiting menghasilkan kelas tekstur yang sama, yaitu
bakau dapat hidup dengan baik pada kisaran silty clay. Liat berdebu (Silty-clay) memiliki
salinitas 10‰ – 35‰. Tinggi rendahnya nilai ciri agak licin, dapat membentuk bola dalam
salinitas di daerah mangrove sangat ditentukan
68 Pengaruh Faktor Abiotik... (Gita, dkk)

keadaan kering, sukar dipijit tetapi mudah Kanna, 2002, Budi Daya Kepiting Bakau
digulung serta memiliki daya lekat yang tinggi. Pembenihan dan Pembesaran. Yogyakarta:
Penelitian ini juga mengukur bahan organik Penerbit Kanisius.
dalam substrat, dengan hasil bervariasi dalam Keenan, C.P. dan Blackshaw, A. 1999. Mud
setiap stasiun penelitian. Kisaran kandungan Crab Aquaculture and Biology.
bahan organik tersebut antara 1,92 % sampai Proceedings of an international scientific
3,26 %. Kandungan bahan organik dalam forum held in Darwin. Darwin: ACIAR
substrat sangat diperlukan oleh kepiting bakau Proceedings No. 78: 21-24
untuk kebutuhan makannya, karena jenis Krebs, C. J. 1989. Ecological Metodology.
kepiting bakau mengambil makanan bukan New York: Harper Collins Publisher.
hanya dari bahan makanan yang terkandung Pramudji. 2001. Dinamika Areal Hutan
dalam air, tetapi juga bahan organik yang Mangrove di Kawasan Pesisir Teluk
terkandung dalam tanah. Kotania. Seram Barat. Oseana. Vol. 26 (3),
2001 : 9-16.
KESIMPULAN Prianto, E. 2007. Peran Kepiting Sebagai
Spesies Kunci (Keystone Spesies) pada
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat Ekosistem Mangrove. Prosiding Forum
disimpulkan bahwa Indeks keanekaragaman Perairan Umum Indonesia IV. Banyuasin:
jenis kepiting bakau setiap stasiun pengamatan Balai Riset Perikanan Perairan Umum.
di hutan mangrove Blok Bedul Taman Pratiwi, 2009. Komposisi Keberadaan
Nasional Alas Purwo H ' = 0,315 yang Krustasea di Mangrove Delta Mahakam
tergolong dalam keanekaragaman rendah, Kalimantan Timur. Jakarta. Pusat Penelitian
kelimpahan kepiting bakau (Scylla spp.) di Oseanografi. Vol. 13(1). 2009: 65-76.
hutan mangrove Blok Bedul Taman Nasional Romimuhtarto, 2009, Biologi Laut Ilmu
Alas Purwo adalah 0,0011 individu/m² yang Pengetahuan Tentang Biota Laut. Jakarta:
tergolong dalam kelimpahan rendah dan faktor Penerbit Jambatan.
abiotik berupa suhu, pH, salinitas, pasang surut Soegianto. 1994. Ekologi Kuantitatif.
dan substrat berpengaruh tidak signifikan Surabaya: Penerbit Usaha Nasional.
(p>0,05) terhadap keanekaragaman dan Soviana, Wira. 2004. Hubungan kerapatan
kelimpahan kepiting bakau. Mangrove Terhadap Kelimpahan Kepiting
bakau di Teluk Buo, Kecamatan Bungus
DAFTAR PUSTAKA Teluk Kabung, Padang Sumatra Barat.
Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu
Brower. J. E dan Zar. J. H. 1977. Field and Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Laboratory Methode for General Ecology. Sulastini. 2011. Mangrove Taman Nasional
Dubuque: WM.C. Brown Company Alas Purwo Banyuwangi. Banyuwangi:
Publisher. Balai Taman Nasional Alas Purwo.
Herlinah. Sulaiman dan Tenriulo A. 2010. Wahyuni, I. S. dan W. Ismail. 1987. Beberapa
Pembesaran Kepiting Bakau (Skylla Catatan tentang (Scylla serrata) di Daerah
serrata) di Tambak dengan Pemberian Muara Dua, Segara Anakan, Cilacap.
Pakan Berbeda. Sulawesi: Balai Riset Semarang: Prosiding pada Kongres
Perikanan Budidaya Air Payau. Nasional Biologi V.

Anda mungkin juga menyukai