2, Juli 2015 : 63 – 68 63
ABSTRACT
The diversity and the abudance of the mangrove crab (Scylla spp.) has been carried out in mangrove forests
Block Bedul Alas Purwo National Park. Sampling was carried out in 8 different station sites during day and
night by using descriptive quantitative methods. The resuls showed that the diversity and the abudance of scylla
were low (H '= 0.315; N= 0.0011 individuals / m².) The researd station which were located at the high topografi
has contributed to the low level of diversity and abudance value of the Scylla spp. Abiotic factor such as,
temperature, pH, salinity, substrat type, and the tide have not significant effect to the diversity and abudance of
Scylla spp.(p> 0.05).
keanekaragaman dan kelimpahan kepiting oleh masuknya air laut saat pasang dan air
bakau. tawar dari sungai. Berdasarkan daur hidup
Pengukuran suhu dalam penelitian ini kepiting dalam menjalani kehidupannya
dilakukan terhadap tanah, air dan udara, melewati berbagai kondisi perairan. Pada saat
dengan hasil pengukuran hampir sama di setiap pertama kali kepiting ditetaskan, suhu air laut
stasiun. Hal ini dapat disebabkan adanya umumnya berkisar 25ºC – 27ºC dan salinitas
pengaruh penetrasi cahaya matahari, ada atau 29‰ – 33‰. Kebiasaan kepiting mentoleransi
tidaknya naungan oleh tumbuhan mangrove salinitas bervariasi tergantung pada keadaan
dan kondisi cuaca pada saat pengamatan seperti suhu dan salinitas perairan ketika kepiting
intensitas cahaya matahari yang dapat bakau berpindah tempat.
mempengaruhi suhu. Suhu air berada pada Pengaruh keberadaan pasang surut
kisaran 30,99ºC sampai 32,76ºC, suhu tanah menunjukkan adanya penggenangan air yang
berada pada kisaran 28,39ºC sampai 28,63ºC ada di dalam ekosistem, yang dapat berakibat
sedangkan suhu udara berada pada kisaran langsung terhadap keberadaan kepiting bakau.
28,32ºC sampai 29,04ºC. Kisaran suhu ini Hasil pengukuran pasang air laut menunjukkan
masih sangat bagus untuk kehidupan kepiting kisaran tinggi air pasang 8,50 cm sampai 72,42
bakau, sesuai dengan hasil penelitian Wahyuni cm dengan rerata 33,93 cm. Perbedaan pasang
dan Ismail (1987) bahwa kepiting bakau dapat surut air laut dipengaruhi oleh topografi dari
tumbuh cepat pada perairan dengan kisaran setiap stasiun yang menentukan seberapa besar
suhu 28.8ºC sampai 36.0ºC. Hal ini pasang air laut yang dapat masuk dan
menunjukkan bahwa suhu rata-rata di Hutan menggenangi. Keadaan ini mempengaruhi
Mangrove Blok Bedul Segoro Anak Taman keadaan habitat dan daya adaptasi dari kepiting
Nasional Alas Purwo dapat menunjang bakau. Pada stasiun 1, 2, 6 dan 7 memiliki letak
pertumbuhan dan perkembangan kepiting lebih rendah, sehingga pasang air laut tinggi
bakau.Pengaruh Derajat keasaman (pH) yang menyentuh sampai bagian belakang
memiliki peran penting sebagai informasi dasar stasiun dan sirkulasi nutrisi di stasiun tersebut
karena perubahan yang terjadi di air tidak saja cukup tinggi sehingga dapat dijadikan referensi
berasal dari masukan bahan-bahan asam atau yang baik bagi kepiting bakau. Pasang terendah
basa ke perairan, tetapi juga perubahan secara terjadi di stasiun 3, 4 dan 8, disebabkan
tidak langsung dari aktivitas metabolik biota letaknya yang tinggi bahkan bentuk muka
perairan (Winarno, 1996). Derajat keasaman permukaan tanah dan permukaan air
yang tinggi mendukung keberadaan organisme membentuk tebing yang curam. Hal ini
pengurai untuk menguraikan bahan-bahan menyebabkan pasang air laut yang kecil.
organik yang jatuh di lingkungan mangrove, Topografi dari setiap stasiun sangat
sehingga tanah mangrove mempunyai tingkat menentukan seberapa besar pasang air laut
keasaman yang tinggi. Semakin tinggi nilai pH yang masuk dan menggenangi.
maka proses deminiralisasi bahan organik yang Pengaruh dari substrat yang banyak
dihasilkan oleh bahan serasah semakin cepat mengandung lumpur sangat cocok bagi
sehingga menyebakan melimpahnya bahan kehidupan kepiting bakau terutama untuk
organic untuk kebutuhan kepiting bakau. Hasil melangsungkan perkawinan di perairan. Selain
pengukuran nilai pH dalam penelitian ini itu substrat adalah tempat untuk melepaskan
adalah berkisar antara 5,50 sampai 6,58. karapas kepiting atau pergantian kulit. Cara
Kisaran nilai pH yang diperoleh termasuk kepiting melakukan pelepasan yaitu kepiting
dalam katagori baik bagi pertumbuhan dan masuk terlebih dahulu ke dalam lubang yang
perkebangan kepiting bakau, hal ini sesuai mempunyai substrat lunak hingga karapasnya
dengan pendapat Wahyuni dan Ismail (1987) kembali mengeras. Hal ini sesuai dengan
yang menyatakan bahwa kepiting bakau dapat pendapat Prianto (2007) bahwa substrat di
hidup pada kondisi perairan asam, yaitu pada sekitar hutan mangrove sangat mendukung
daerah bersubstrat lumpur dengan pH rata-rata kehidupan kepiting bakau, terutama untuk
6,5. melangsungkan perkawinannya dan melakukan
Pengaruh salinitas dibutuhkan dalam pergantian kulit yang berada di perairan.
kehidupan kepiting bakau, melalui perubahan Pengamatan terhadap subtrat di hutan
osmolaritas media air akan menentukan tingkat mangrove Blok Bedul Segoro Anak Taman
kerja osmotik (beban osmotik) yang akan Nasional Alas Purwo meliputi pengamatan
menentukan tingkat kelangsungan hidup dan fraksi subtrat dan bahan organik. Berdasarkan
pertumbuhan kepiting. Berdasarkan hasil Segitiga Millar didapatkan fraksi subtrat
pengamatan, nilai salinitas berkisar antara berupa pasir, debu, dan liat dengan presentase
10,22‰ sampai 19,77‰ dengan rerata 3,66 ‰. yang hampir sama di semua stasiun, sehingga
Kanna (2002) menyatakan bahwa kepiting menghasilkan kelas tekstur yang sama, yaitu
bakau dapat hidup dengan baik pada kisaran silty clay. Liat berdebu (Silty-clay) memiliki
salinitas 10‰ – 35‰. Tinggi rendahnya nilai ciri agak licin, dapat membentuk bola dalam
salinitas di daerah mangrove sangat ditentukan
68 Pengaruh Faktor Abiotik... (Gita, dkk)
keadaan kering, sukar dipijit tetapi mudah Kanna, 2002, Budi Daya Kepiting Bakau
digulung serta memiliki daya lekat yang tinggi. Pembenihan dan Pembesaran. Yogyakarta:
Penelitian ini juga mengukur bahan organik Penerbit Kanisius.
dalam substrat, dengan hasil bervariasi dalam Keenan, C.P. dan Blackshaw, A. 1999. Mud
setiap stasiun penelitian. Kisaran kandungan Crab Aquaculture and Biology.
bahan organik tersebut antara 1,92 % sampai Proceedings of an international scientific
3,26 %. Kandungan bahan organik dalam forum held in Darwin. Darwin: ACIAR
substrat sangat diperlukan oleh kepiting bakau Proceedings No. 78: 21-24
untuk kebutuhan makannya, karena jenis Krebs, C. J. 1989. Ecological Metodology.
kepiting bakau mengambil makanan bukan New York: Harper Collins Publisher.
hanya dari bahan makanan yang terkandung Pramudji. 2001. Dinamika Areal Hutan
dalam air, tetapi juga bahan organik yang Mangrove di Kawasan Pesisir Teluk
terkandung dalam tanah. Kotania. Seram Barat. Oseana. Vol. 26 (3),
2001 : 9-16.
KESIMPULAN Prianto, E. 2007. Peran Kepiting Sebagai
Spesies Kunci (Keystone Spesies) pada
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat Ekosistem Mangrove. Prosiding Forum
disimpulkan bahwa Indeks keanekaragaman Perairan Umum Indonesia IV. Banyuasin:
jenis kepiting bakau setiap stasiun pengamatan Balai Riset Perikanan Perairan Umum.
di hutan mangrove Blok Bedul Taman Pratiwi, 2009. Komposisi Keberadaan
Nasional Alas Purwo H ' = 0,315 yang Krustasea di Mangrove Delta Mahakam
tergolong dalam keanekaragaman rendah, Kalimantan Timur. Jakarta. Pusat Penelitian
kelimpahan kepiting bakau (Scylla spp.) di Oseanografi. Vol. 13(1). 2009: 65-76.
hutan mangrove Blok Bedul Taman Nasional Romimuhtarto, 2009, Biologi Laut Ilmu
Alas Purwo adalah 0,0011 individu/m² yang Pengetahuan Tentang Biota Laut. Jakarta:
tergolong dalam kelimpahan rendah dan faktor Penerbit Jambatan.
abiotik berupa suhu, pH, salinitas, pasang surut Soegianto. 1994. Ekologi Kuantitatif.
dan substrat berpengaruh tidak signifikan Surabaya: Penerbit Usaha Nasional.
(p>0,05) terhadap keanekaragaman dan Soviana, Wira. 2004. Hubungan kerapatan
kelimpahan kepiting bakau. Mangrove Terhadap Kelimpahan Kepiting
bakau di Teluk Buo, Kecamatan Bungus
DAFTAR PUSTAKA Teluk Kabung, Padang Sumatra Barat.
Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu
Brower. J. E dan Zar. J. H. 1977. Field and Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Laboratory Methode for General Ecology. Sulastini. 2011. Mangrove Taman Nasional
Dubuque: WM.C. Brown Company Alas Purwo Banyuwangi. Banyuwangi:
Publisher. Balai Taman Nasional Alas Purwo.
Herlinah. Sulaiman dan Tenriulo A. 2010. Wahyuni, I. S. dan W. Ismail. 1987. Beberapa
Pembesaran Kepiting Bakau (Skylla Catatan tentang (Scylla serrata) di Daerah
serrata) di Tambak dengan Pemberian Muara Dua, Segara Anakan, Cilacap.
Pakan Berbeda. Sulawesi: Balai Riset Semarang: Prosiding pada Kongres
Perikanan Budidaya Air Payau. Nasional Biologi V.