Mata Kuliah : HUKUM ACARA PIDANA Semester : VI Program Studi : Hukum Keluarga Dosen : RUSDIONO, SHI.,SH.,MH. 1. Tujuan dibentuknya Hukum Acara Pidana. Tujuan hukum acara pidana telah ditentukan di dalam KUHAP yang telah dijelaskan sebagai berikut : “Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan.” Menurut Van Bemmelen mengemukakan tiga tujuan hukum acara pidana yaitu: 1) Mencari dan mengemukakan kebenaran. 2) Pemberian keputusan oleh hakim. 3) Pelaksanaan keputusan. Dari ketiga tujuan tersebut, yang paling penting karena menjadi tumpuan kedua fungsi berikutnya, ialah mencari kebenaran. Setelah menemukan kebenaran yang diperoleh melalui alat bukti dan bahan bukti itulah hakim akan sampai kepada putusan (adil dan tepat) yang kemudian dilaksanakan oleh jaksa. Menurut Andi Hamzah, tujuan acara pidana mencari kebenaran itu hanyalah merupakan tujuan antara. Tujuan akhir sebenarnya ialah mencapai suatu ketertiban, ketentraman, kedamaian, keadilan, dan kesejahteraan dalam masyarakat. 2. Asas-asas yang menjiwai Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP. Adapun asas yang menjiwai KUHAP adalah: a. Asas Legalitas Asas legalitas adalah suatu jaminan dasar bagi kebebasan individu dengan memberi batas aktivitas apa yang dilarang secara tepat dan jelas.Asas ini juga melindungi dari penyalahgunaan wewenang hakim, menjamin keamanan individu dengan informasi yang boleh dan dilarang. Setiap orang harus diberi peringatan sebelumnya tentang perbuatan- perbuatan ilegal dan hukumannya. Jadi berdasarkan asas ini, tidak satu perbuatan boleh dianggap melanggar hukum oleh hakim jika belum dinyatakan secara jelas oleh suatu hukum pidana dan selama perbuatan itu belum dilakukan. Dengan demikian, perbuatan seseorang yang cakap tidak mungkin dikatakan dilarang, selama belum ada ketentuan yang melarangnya, dan ia mempunyai kebebasan untuk melakukan perbuatan itu atau meninggalkannya, sehingga ada nash yang melarangnya.Ini berarti hukum pidana tidak dapat berlaku ke belakang terhadap suatu perbuatan yang belum ada ketentuan aturannya, karena itu hukum pidana harus berjalan ke depan. b. Asas Keseimbangan Dalam setiap penegakan hukum harus berlandasrkan prinsip keseimbangan yang serasi antara perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia dengan, perlindungan terhadap kepentingan dan ketertiban masyarakat. Artinya aparat penegak hukum dalam melaksanakan fungsi dan wewenang penegakan hukum, tidak boleh berorientasi kepada kekuasaan semata-mata. c. Asas Praduga Tak Bersalah Maksudnya adalah setiap orang yang sudah disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan dimuka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap. d. Prinsip Pembatasan Penahanan Batas jangka waktu wewenang menahan yang dibenarkan hukum kepada penyidik tidak boleh lebih dari 20+40 = 60 hari. Lewat dari itu, penahanan dengan sendirinya batal demi hukum, dan tersangka harus dibebaskan. e. Asas Ganti Rugi dan Rehabilitasi Permohonan tuntutan ganti kerugian dalam hal ini diajukan ke sidang praperadilan jika perkaranya belum atau tidak diajukan ke pengadilan. Tetapi apabila perkaranya telah dimajukan ke sidang pengadilan, tuntutan ganti rugi dimajukan ke pengadilan. Adapun tujuan tuntutan ganti kerugian dibebankan kepada negara c.q. Departemen Keuangan. f. Penggabungan Pidana dengan Tuntutan Ganti Rugi Adapun bentuk ganti rugi pedata yang bisa digabungkan dengan pidana yaitu seperti: terbatas “kerugiab yang dialami” korban sebagai akibat langsung dari tindak pidana yang dilakukan terdakwa. Misalnya kerugian yang timbul akibat pelanggaran lalu lintas. g. Asas Unifikasi Ketetapan MPR RI Nomor 4 (MPR/1978), perlu mengadakan usaha peningkatan dan penyempurnaan hukum nasional dengan mengadakan: pembaruan kodifikasi, serta unifikasi hukum dalam rangkuman pelaksanaan secara nyata wawasan nusantara. h. Prinsip Diferensi Fungsional Yaitu penegasan pembagian tugas wewenang antara jajaran aparat penegak hukum secara instansional. KUHAP meletakkan suatu asas “penjernihan” (clarification) dan “modifikasi” (modification) fungsi dan wewenang antara setiap instansi penegak hukum. Penjernihan kelompok tersebut, diatur sedemikian rupa, sehingga tetap terbina saling korelasi dan koordinasi dalam proses penegakan hukum yang saling berkaitan dengan berkelanjutan antara satu instansi dengan instansi yang lain, sampai ke taraf proses pelaksanaan eksekusi dan pengawasan pengamatan pelaksanaan eksekusi. i. Prinsip Saling Koordinasi Hubungan penyidik dengan penuntut umum. Hubungan penyidik dengan hakim/pengadilan. j. Asas Peradilan Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan Artinya tidak bertele-tele dan berbelit-belit. Apalagi jika kelambatan penyelesaian kasus peristiwa tindak pidana itu disengaja, sudah barang tentu merupakan perkosaan terhadap hukum dan martabat manusia. k. Prinsip Peradilan Terbuka Untuk Umum Pada saat membuka persidangan pemeriksaan perkara seorang terdakwa, hakim ketua harus menyatakan “terbuka untuk umum”. Pelanggaran atas ketentuan ini atau tidak dipenuhinya ketentuan ini mengakibatkan putusan pengadilan “batal demi hukum” (Pasal 153 (4)). Tentu terhadap ketentuan ini ada kecualinya sepanjang mengenai perkara yang menyangkut “kesusilaan” atau yang duduk sebagai terdakwa terdiri dari “anak-anak”. Dalam hal ini persidangan dapat dilakukan dengan “pintu tertutup”. 3. Alasan-alasan dapat dilakukannya penahanan oleh aparat penegak hukum dalam setiap pemeriksaan. Alasan dapat dilakukannya penahanan oleh aparat penegak hukum dalam setiap pemeriksaan berdasarkan Pasal 21 ayat (1) KUHAP yaitu ; “Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.” Dan Pasal 21 ayat (2) KUHAP; “Penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap tersangka atau terdakwa dengan memberikan surat perintah penahanan atau penetapan hakim yang mencantumkan identitas tersangka atau terdakwa dan menyebutkan alasan penahanan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan atau didakwakan serta tempat ia ditahan.” 4. Pengertian saksi, Tersangka dan Terdakwa dan perbedaanya. a. Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang sesuatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri. b. Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. c. Adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di sidang pengadilan. Perbedaan saksi, tersangka dan terdakwa; Saksi, yaitu seseorang yang mempunyai informasi tangan pertama mengenai suatu kejahatan atau kejadian. Sedangkan Tersangka, berkas perkaranya masih dalam proses penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian. Sedangkan terdakwa, berkas perkaranya dalam proses penyidikan sudah diselesaikan oleh penyidik dan pada saat dilimpahkan oleh penyidik ke jaksa penuntut umum dinyatakan berkas lengkap dan sesegera mungkin berkas tersebut dilimpahkan oleh jaksa penuntut umum ke pengadilan negeri setempat untuk diperiksa oleh pengadilan. Ketika pengadilan sudah mulai memeriksa berkas perkara tersebut maka status seorang tersangka berubah menjadi seorang terdakwa. 5. Bahwa Hak Asasi Manusia sesungguhnya telah diakui dan dilindungi dalam KUHAP khususnya HAM bagi tersangka, terdakwa. Coba saudara jelaskan mengenai HAM tersebut. Pada dasarnya HAM yang dimaksud dalam penegakan HAM Terdakwa dan Tersangka terpenuhinya hak-hak Terdakwa dan Tersangka. Adapun hak tersangka dan terdakwa diatur dalam BAB VI KUHAP tentang Tersangka dan Terdakwa. KUHAP hadir menggantikan Het Herziene Inlandsch Reglement (HIR) sebagai payung hukum acara di Indonesia. Kitab yang disebut karya agung bangsa Indonesia ini mengatur acara pidana mulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, peradilan, acara pemeriksaan, banding di Pengadilan Tinggi, serta kasasi dan PK ke Mahkamah Agung. Harus diakui, bahwa kehadiran KUHAP dimaksudkan oleh pembuat undang-undang untuk "mengoreksi" pengalaman praktek peradilan masa lalu yang tidak sejalan dengan penegakan hak asasi manusia di bawah aturan HIR, sekaligus memberi legalisasi hak asasi kepada tersangka atau terdakwa untuk membela kepentingannya di dalam proses hukum. Tak jarang kita mendengar rintihan pengalaman di masa HIR seperti penangkapan yang berkepanjangan tanpa akhir, penahanan tanpa surat perintah dan tanpa penjelasan kejahatan yang dituduhkan. Demikian juga dengan "pemerasan" pengakuan oleh pemeriksa (verbalisant). Memang KUHAP telah mengangkat dan menempatkan tersangka atau terdakwa dalam kedudukan yang "'berderajat", sebagai makhluk Tuhan yang memiliki harkat derajat kemanusiaan yang utuh. Tersangka atau terdakwa telah ditempatkan KUHAP dalam posisi his entity and dignity as a human being, yang harus diperlakukan sesuai dengan nilai-nilai luhur kemanusiaan. KUHAP telah menggariskan aturan yang melekatkan integritas harkat harga diri kepada tersangka atau terdakwa, dengan jalan memberi perisai hak- hak yang sah kepada mereka. Pengakuan hukum yang tegas akan hak asasi yang melekat pada diri mereka, merupakan jaminan yang menghindari mereka dari perlakuan sewenang-wenang. Misalnya KUHAP telah memberi hak kepada tersangka atau terdakwa untuk segera mendapat "pemeriksaan" pada tingkat penyidikan maupun putusan yang seadil-adilnya. Juga memberi hak untuk memperoleh "bantuan hukum" pemeriksaan pengadilan. Demikian juga mengenai "pembatasan" jangka waktu setiap tingkat pemeriksaan mulai dari tingkat penyidikan, penuntutan dan penangkapan dan penahanan, ditentukan secara limitatif bagi semua instansi dalam setiap tingkat pemeriksaan. Bahkan untuk setiap penangkapan atau penahanan yang dikenakan, wajib diberitahukan kepada keluarga mereka. Dengan demikian tersangka atau terdakwa maupun keluarga mereka, akan mendapat kepastian atas segala bentuk tindakan penegakan hukum. Ini sejalan dengan tujuan KUHAP sebagai sarana pembaruan hukum, yang bermaksud hendak melenyapkan kesengsaraan masa lalu. Lahirnya hukum acara pidana nasional yang moderen sudah lama didambakan oleh semua orang. Masyarakat menghendaki hukum acara pidana yang dapat memenuhi kebutuhan hukum masyarakat yang sesuai dan selaras dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. KUHAP boleh dikatakan telah membangkitkan optimisme harapan yang lebih baik dan manusiawi dalam pelaksanaan penegakan hukum.