Anda di halaman 1dari 7

UJIAN TENGAH SEMESTER

Nama/Nim : Santri Ayu/1721508040


Mata Kuliah : HUKUM ACARA PIDANA
Semester : VI
Program Studi : Hukum Keluarga
Dosen : RUSDIONO, SHI.,SH.,MH.
1. Tujuan dibentuknya Hukum Acara Pidana.
Tujuan hukum acara pidana telah ditentukan di dalam KUHAP yang
telah dijelaskan sebagai berikut : “Tujuan dari hukum acara pidana adalah
untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran
yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan
ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan mencari
siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran
hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan
guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan
dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan.”
Menurut Van Bemmelen mengemukakan tiga tujuan hukum acara
pidana yaitu:
1) Mencari dan mengemukakan kebenaran.
2) Pemberian keputusan oleh hakim.
3) Pelaksanaan keputusan.
Dari ketiga tujuan tersebut, yang paling penting karena menjadi
tumpuan kedua fungsi berikutnya, ialah mencari kebenaran. Setelah
menemukan kebenaran yang diperoleh melalui alat bukti dan bahan bukti
itulah hakim akan sampai kepada putusan (adil dan tepat) yang kemudian
dilaksanakan oleh jaksa. Menurut Andi Hamzah, tujuan acara pidana mencari
kebenaran itu hanyalah merupakan tujuan antara. Tujuan akhir sebenarnya
ialah mencapai suatu ketertiban, ketentraman, kedamaian, keadilan, dan
kesejahteraan dalam masyarakat.
2. Asas-asas yang menjiwai Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang
KUHAP.
Adapun asas yang menjiwai KUHAP adalah:
a. Asas Legalitas
Asas legalitas adalah suatu jaminan dasar bagi kebebasan individu
dengan memberi batas aktivitas apa yang dilarang secara tepat dan
jelas.Asas ini juga melindungi dari penyalahgunaan wewenang hakim,
menjamin keamanan individu dengan informasi yang boleh dan dilarang.
Setiap orang harus diberi peringatan sebelumnya tentang perbuatan-
perbuatan ilegal dan hukumannya. Jadi berdasarkan asas ini, tidak satu
perbuatan boleh dianggap melanggar hukum oleh hakim jika belum
dinyatakan secara jelas oleh suatu hukum pidana dan selama perbuatan
itu belum dilakukan.
Dengan demikian, perbuatan seseorang yang cakap tidak mungkin
dikatakan dilarang, selama belum ada ketentuan yang melarangnya, dan
ia mempunyai kebebasan untuk melakukan perbuatan itu atau
meninggalkannya, sehingga ada nash yang melarangnya.Ini berarti
hukum pidana tidak dapat berlaku ke belakang terhadap suatu perbuatan
yang belum ada ketentuan aturannya, karena itu hukum pidana harus
berjalan ke depan.
b. Asas Keseimbangan
Dalam setiap penegakan hukum harus berlandasrkan prinsip
keseimbangan yang serasi antara perlindungan terhadap harkat dan
martabat manusia dengan, perlindungan terhadap kepentingan dan
ketertiban masyarakat. Artinya aparat penegak hukum dalam
melaksanakan fungsi dan wewenang penegakan hukum, tidak boleh
berorientasi kepada kekuasaan semata-mata.
c. Asas Praduga Tak Bersalah
Maksudnya adalah setiap orang yang sudah disangka, ditangkap,
ditahan, dituntut dan atau dihadapkan dimuka sidang pengadilan, wajib
dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang
menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.
d. Prinsip Pembatasan Penahanan
Batas jangka waktu wewenang menahan yang dibenarkan hukum
kepada penyidik tidak boleh lebih dari 20+40 = 60 hari. Lewat dari itu,
penahanan dengan sendirinya batal demi hukum, dan tersangka harus
dibebaskan.
e. Asas Ganti Rugi dan Rehabilitasi
Permohonan tuntutan ganti kerugian dalam hal ini diajukan ke
sidang praperadilan jika perkaranya belum atau tidak diajukan ke
pengadilan. Tetapi apabila perkaranya telah dimajukan ke sidang
pengadilan, tuntutan ganti rugi dimajukan ke pengadilan. Adapun tujuan
tuntutan ganti kerugian dibebankan kepada negara c.q. Departemen
Keuangan.
f. Penggabungan Pidana dengan Tuntutan Ganti Rugi
Adapun bentuk ganti rugi pedata yang bisa digabungkan dengan
pidana yaitu seperti: terbatas “kerugiab yang dialami” korban sebagai
akibat langsung dari tindak pidana yang dilakukan terdakwa. Misalnya
kerugian yang timbul akibat pelanggaran lalu lintas.
g. Asas Unifikasi
Ketetapan MPR RI Nomor 4 (MPR/1978), perlu mengadakan
usaha peningkatan dan penyempurnaan hukum nasional dengan
mengadakan: pembaruan kodifikasi, serta unifikasi hukum dalam
rangkuman pelaksanaan secara nyata wawasan nusantara.
h. Prinsip Diferensi Fungsional
Yaitu penegasan pembagian tugas wewenang antara jajaran aparat
penegak hukum secara instansional. KUHAP meletakkan suatu asas
“penjernihan” (clarification) dan “modifikasi” (modification) fungsi dan
wewenang antara setiap instansi penegak hukum. Penjernihan kelompok
tersebut, diatur sedemikian rupa, sehingga tetap terbina saling korelasi
dan koordinasi dalam proses penegakan hukum yang saling berkaitan
dengan berkelanjutan antara satu instansi dengan instansi yang lain,
sampai ke taraf proses pelaksanaan eksekusi dan pengawasan
pengamatan pelaksanaan eksekusi.
i. Prinsip Saling Koordinasi
 Hubungan penyidik dengan penuntut umum.
 Hubungan penyidik dengan hakim/pengadilan.
j. Asas Peradilan Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan
Artinya tidak bertele-tele dan berbelit-belit. Apalagi jika
kelambatan penyelesaian kasus peristiwa tindak pidana itu disengaja,
sudah barang tentu merupakan perkosaan terhadap hukum dan martabat
manusia.
k. Prinsip Peradilan Terbuka Untuk Umum
Pada saat membuka persidangan pemeriksaan perkara seorang
terdakwa, hakim ketua harus menyatakan “terbuka untuk umum”.
Pelanggaran atas ketentuan ini atau tidak dipenuhinya ketentuan ini
mengakibatkan putusan pengadilan “batal demi hukum” (Pasal 153 (4)).
Tentu terhadap ketentuan ini ada kecualinya sepanjang mengenai perkara
yang menyangkut “kesusilaan” atau yang duduk sebagai terdakwa terdiri
dari “anak-anak”. Dalam hal ini persidangan dapat dilakukan dengan
“pintu tertutup”.
3. Alasan-alasan dapat dilakukannya penahanan oleh aparat penegak hukum
dalam setiap pemeriksaan.
Alasan dapat dilakukannya penahanan oleh aparat penegak hukum
dalam setiap pemeriksaan berdasarkan Pasal 21 ayat (1) KUHAP yaitu ;
“Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap
seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak
pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang
menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan
diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak
pidana.”
Dan Pasal 21 ayat (2) KUHAP;
“Penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan oleh penyidik atau
penuntut umum terhadap tersangka atau terdakwa dengan memberikan surat
perintah penahanan atau penetapan hakim yang mencantumkan identitas
tersangka atau terdakwa dan menyebutkan alasan penahanan serta uraian
singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan atau didakwakan serta
tempat ia ditahan.”
4. Pengertian saksi, Tersangka dan Terdakwa dan perbedaanya.
a. Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan
penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang sesuatu perkara pidana
yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.
b. Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,
berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.
c. Adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di sidang
pengadilan.
Perbedaan saksi, tersangka dan terdakwa; Saksi, yaitu seseorang yang
mempunyai informasi tangan pertama mengenai suatu kejahatan atau
kejadian. Sedangkan Tersangka, berkas perkaranya masih dalam proses
penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian. Sedangkan terdakwa, berkas
perkaranya dalam proses penyidikan sudah diselesaikan oleh penyidik dan
pada saat dilimpahkan oleh penyidik ke jaksa penuntut umum dinyatakan
berkas lengkap dan sesegera mungkin berkas tersebut dilimpahkan oleh jaksa
penuntut umum ke pengadilan negeri setempat untuk diperiksa oleh
pengadilan. Ketika pengadilan sudah mulai memeriksa berkas perkara
tersebut maka status seorang tersangka berubah menjadi seorang terdakwa.
5. Bahwa Hak Asasi Manusia sesungguhnya telah diakui dan dilindungi dalam
KUHAP khususnya HAM bagi tersangka, terdakwa. Coba saudara jelaskan
mengenai HAM tersebut.
Pada dasarnya HAM yang dimaksud dalam penegakan HAM Terdakwa
dan Tersangka terpenuhinya hak-hak Terdakwa dan Tersangka. Adapun hak
tersangka dan terdakwa diatur dalam BAB VI KUHAP tentang Tersangka
dan Terdakwa.
KUHAP hadir menggantikan Het Herziene Inlandsch Reglement (HIR)
sebagai payung hukum acara di Indonesia. Kitab yang disebut karya agung
bangsa Indonesia ini mengatur acara pidana mulai dari penyelidikan,
penyidikan, penuntutan, peradilan, acara pemeriksaan, banding di Pengadilan
Tinggi, serta kasasi dan PK ke Mahkamah Agung.
Harus diakui, bahwa kehadiran KUHAP dimaksudkan oleh pembuat
undang-undang untuk "mengoreksi" pengalaman praktek peradilan masa lalu
yang tidak sejalan dengan penegakan hak asasi manusia di bawah aturan HIR,
sekaligus memberi legalisasi hak asasi kepada tersangka atau terdakwa untuk
membela kepentingannya di dalam proses hukum. Tak jarang kita mendengar
rintihan pengalaman di masa HIR seperti penangkapan yang berkepanjangan
tanpa akhir, penahanan tanpa surat perintah dan tanpa penjelasan kejahatan
yang dituduhkan. Demikian juga dengan "pemerasan" pengakuan oleh
pemeriksa (verbalisant).
Memang KUHAP telah mengangkat dan menempatkan tersangka atau
terdakwa dalam kedudukan yang "'berderajat", sebagai makhluk Tuhan yang
memiliki harkat derajat kemanusiaan yang utuh. Tersangka atau terdakwa
telah ditempatkan KUHAP dalam posisi his entity and dignity as a human
being, yang harus diperlakukan sesuai dengan nilai-nilai luhur kemanusiaan.
KUHAP telah menggariskan aturan yang melekatkan integritas harkat
harga diri kepada tersangka atau terdakwa, dengan jalan memberi perisai hak-
hak yang sah kepada mereka. Pengakuan hukum yang tegas akan hak asasi
yang melekat pada diri mereka, merupakan jaminan yang menghindari
mereka dari perlakuan sewenang-wenang. Misalnya KUHAP telah memberi
hak kepada tersangka atau terdakwa untuk segera mendapat "pemeriksaan"
pada tingkat penyidikan maupun putusan yang seadil-adilnya. Juga memberi
hak untuk memperoleh "bantuan hukum" pemeriksaan pengadilan.
Demikian juga mengenai "pembatasan" jangka waktu setiap tingkat
pemeriksaan mulai dari tingkat penyidikan, penuntutan dan penangkapan dan
penahanan, ditentukan secara limitatif bagi semua instansi dalam setiap
tingkat pemeriksaan. Bahkan untuk setiap penangkapan atau penahanan yang
dikenakan, wajib diberitahukan kepada keluarga mereka. Dengan demikian
tersangka atau terdakwa maupun keluarga mereka, akan mendapat kepastian
atas segala bentuk tindakan penegakan hukum. Ini sejalan dengan tujuan
KUHAP sebagai sarana pembaruan hukum, yang bermaksud hendak
melenyapkan kesengsaraan masa lalu.
Lahirnya hukum acara pidana nasional yang moderen sudah lama
didambakan oleh semua orang. Masyarakat menghendaki hukum acara pidana
yang dapat memenuhi kebutuhan hukum masyarakat yang sesuai dan selaras
dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. KUHAP boleh dikatakan
telah membangkitkan optimisme harapan yang lebih baik dan manusiawi
dalam pelaksanaan penegakan hukum.

Anda mungkin juga menyukai