Anda di halaman 1dari 17

Mukodas Arif Subekti "Pendidikan memang bukan segalanya, tapi pendidikan adalah awal dari

segalanya,,,"

telusuri

BERANDA

FEB

PENGEMBANGAN TES BERBICARA DENGAN ANCANGAN KOMUNIKATIF

Oleh: Mukodas Arif Subekti, M.Pd.

BAB I

LATAR BELAKANG

1.1. Alasan Pemilihan Judul

Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta
didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Pembelajaran
bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang lain,
mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa
tersebut, dan menemukan kemampuan analitis dan imaginatif yang ada dalam dirinya.

Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk
berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta
menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia.

Pembelajaran sebagai sarana untuk penguasaan berbahasa mengandung unsur terkait yang paling
dipertimbangkan dan dilakukan oleh pengajar, yaitu tujuan, materi, kegiatan belajar mengajar, guru,
siswa dan penilaian (Pringgawidagda, 2002)

Pembelajaran berbahasa dengan menggunakan pendekatan komunikatif berorientasi pada fungsi


bahasa sebagai alat komunikasi. Tujuan pembelajarannya adalah mengembangkan kompetensi
komunikatif yang meliputi kompetensi gramatikal, sosiolunguistik, wacana dan kompetensi strategi.
Kompetensi komunikatif merujuk kepada kemampuan kita menggunakan bahasa untuk interaksi sosial
dan komunikatif, yaitu mengetahui kapan saat yang tepat membuka percakapan dan bagaimana, topik
apa yang sesuai untuk situasi atau peristiwa ujaran tertentu, bentuk sebutan apa yang harus digunakan,
kepada siapa dan dalam situasi apa, serta bagaimana menyampaikan, menafsirkan dan merespon tindak
ujar.
Aspek kebahasaan berupa kata, kalimat, paragraf dengan mempertimbangkan ejaan dan tanda
baca dalam bahasa tulis serta unsur-unsur prosodi yang berupa intonasi, nada, irama, tekanan, tempo
dalam bahasa lisan. Pelaksanaan pembelajaran aspek kebahasaan dalam pendekatan komunikatif
sangat penting, karena ketika ketika pembelajar dilatih untuk dapat berkomunikasi dan
mengembangkan kompetensi komunikatifnya bisa dengan cara mengungkapkan gagasan, pikiran, ide,
pendapat, persetujuan, dan keinginan dengan menggunakan kata, kalimat, paragraf yang merupakan
aspek kebahasaan. Oleh karena itu makalah ini dibuat dengan judul "Pengembangan Tes Berbicara
dengan Ancangan Komunikatif".

1.2. Pentingnya Berbicara dalam Penguasaan Bahasa

Berbicara adalah salah satu aspek keterampilan berbahasa. Aspek-aspek keterampilan bahasa lainnya
adalah menyimak, membaca, dan menulis. Keempat aspek tersebut berkaitan erat, antara berbicara
dengan menyimak, berbicara dengan menulis, dan berbicara dengan membaca.

Keterampilan berbicara menunjang keterampilan bahasa lainnya. Pembicara yang baik mampu
memberikan contoh agar dapat ditiru oleh penyimak yang baik. Pembicara yang baik mampu
memudahkan penyimak untuk menangkap pembicaraan yang disampaikan. Berbicara dan menyimak
merupakan kegiatan berbahasa lisan, dua-duanya berkaitan dengan bunyi bahasa. Dalam berbicara
seseorang menyampaikan informasi melalui suara atau bunyi bahasa, sedangkan dalam menyimak
seseorang mendapat informasi melalui ucapan atau suara. Berbicara dan menyimak merupakan dua
kegiatan yang tidak dapat dipisahkan, kegiatan berbicara selalu disertai kegiatan menyimak, demikian
pula kegiatan menyimak akan didahului kegiatan berbicara. Keduanya sama-sama penting dalam
komunikasi.

Manusia adalah mahluk sosial. Manusia baru akan menjadi manusia bila ia hidup dalam lingkungan
manusia. Kesadaran betapa pentingnya berbicara dalam kehidupan manusia dalam bermasyarakat
dapat mewujudkan bermacam aneka bentuk. Lingkungan terkecil adalah keluarga, dapat pula dalam
bentuk lain seperti perkumpulan sosial, agama, kesenian, olah raga, dan sebagainya.

Setiap manusia dituntut terampil berkomunikasi, terampil menyatakan pikiran, gagasan, ide, dan
perasaan. Terampil menangkap informasi-informasi yang didapat, dan terampil pula menyampaikan
informasi-informasi yang diterimanya. Kehidupan manusia setiap hari dihadapkan dalam berbagai
kegiatan yang menuntut keterampilan berbicara. Contohnya dalam lingkungan keluarga, dialog selalu
terjadi, antara ayah dan ibu, orang tua dan anak, dan antara anak-anak itu sendiri. Di luar lingkungan
keluarga juga terjadi pembicaraan antara tetangga dengan tetangga, antar teman sepermainan, rekan
kerja, teman perkuliahan dan sebagainya. Terjadi pula pembicaraan di pasar, di swalayan, di pertemuan-
pertemuan, bahkan terkadang terjadi adu argumentasi dalam suatu forum. Semua situasi tersebut
menuntut agar kita mampu terampil berbicara.

Berbicara berperan penting dalam pendidikan keluarga. Tata krama dalam pergaulan diajarkan secara
lisan. Adat kebiasaan, norma-norma yang berlaku juga seringkali diajarkan secara lisan. Hal ini berlaku
dalam masyarakat tradisional maupun masyarakat modern. Berbicara merupakan keterampilan dalam
menyampaikan pesan melalui bahasa lisan kepada orang lain. Penggunaan bahasa secara lisan dapat
pula dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi berbicara secara langsung
adalah sebagai berikut: (a) pelafalan; (b) intonasi; (c) pilihan kata; (d) struktur kata dan kalimat; (e)
sistematika pembicaraan; (f) isi pembicaraan; (g) cara memulai dan mengakhiri pembicaraan; dan (h)
penampilan.

Berbicara dan menyimak adalah dua kegiatan yang berbeda namun berkaitan erat dan tak terpisahkan.
Kegiatan menyimak didahului oleh kegiatan berbicara. Kegiatan berbicara dan menyimak saling
melengkapi dan berpadu menjadi komunikasi lisan, seperti dalam bercakap-cakap, diskusi, bertelepon,
tanya-jawab, interviu, dan sebagainya. Kegiatan berbicara dan menyimak saling melengkapi, tidak ada
gunanya orang berbicara bila tidak ada orang yang menyimak. Tidak mungkin orang menyimak bila tidak
ada orang yang berbicara. Melalui kegiatan menyimak siswa mengenal ucapan kata, struktur kata, dan
struktur kalimat.

Berbicara dan membaca berbeda dalam sifat, sarana, dan fungsi. Berbicara bersifat produktif, ekspresif
melalui sarana bahasa lisan dan berfungsi sebagai penyebar informasi. Membaca bersifat reseptif
melalui sarana bahasa tulis dan berfungsi sebagai penerima informasi. Bahan pembicaraan sebagian
besar didapat melalui kegiatan membaca. Semakin sering orang membaca semakin banyak informasi
yang diperolehnya. Hal ini merupakan pendorong bagi yang bersangkutan untuk mengekspresikan
kembali informasi yang diperolehnya antara lain melalui berbicara.

Kegiatan berbicara maupun kegiatan menulis bersifat produktif-ekspresif. Kedua kegiatan itu
berfungsi sebagai penyampai informasi. Penyampaian informasi melalui kegiatan berbicara disalurkan
melalui bahasa lisan, sedangkan penyampaian informasi dalam kegiatan menulis disalurkan melalui
bahasa tulis. Informasi yang digunakan dalam berbicara dan menulis diperoleh melalui kegiatan
menyimak ataupun membaca. Keterampilan menggunakan kaidah kebahasaan dalam kegiatan berbicara
menunjang keterampilan menulis. Keterampilan menggunakan kaidah kebahasaan menunjang
keterampilan berbicara.

1.3. Mengapa Tes Komunikatif

Penggunaan pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa sangat tepat. Hal ini didasari
atas beberapa pertimbangan (Pringgawidagda, 2002: 132-133), yakni:

a) Bahasa sebagai alat komunikasi

b) Tujuan pembelajaran bahasa dengan pendekatan komunikatif adalah pengembangan kompetensi


komunikatif, sedangkan anak manusia dilahirkan untuk dapat berkomunikasi dalam rangka membentuk
kompetensi komunikatif.

c) Pendekatan komunikatif berorientasi pada pembelajar untuk aktif, kreatif, dan produktif (AKREP).
d) Pendekatan komunikatif mementingkan konteks.

e) Pembelajaran pendekatan komunikatif senantiasa melibatkan aspek linguistik bahasa.

Kesalahan berbahasa bukanlah cela, tetapi dianggap wajar. Kesalahan itu justru menunjukkan bahwa di
dalam diri pembelajar sedang terjadi proses belajar.

1.4. Apa Cakupan Kemampuan yang Diukur

Cakupan kemampuan yang diukur dalam berbicara yaitu dimaksudkan untuk mengukur tingkat
kemampuan mengungkapkan diri secara lisan. Tingkat kemampuan berbicara ini ditentukan oleh
kemampuan untuk mengungkapkan isi pikiran sesuai dengan tujuan dan konteks pembicaraan yang
sedang dilakukan, bagaimana isi pikiran disusun sehingga jelas dan mudah dipahami, dan diungkapkan
dengan bahasa yang dikemas dalam susunan tata bahasa yang wajar, pilihan kata-kata yang tepat, serta
lafal dan intonasi sesuai dengan tujuan dan sifat kegiatan berbicara yang sedang dilakukan.

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1. Hakikat Pendekatan Komunikatif

Munculnya pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa bermula dari adanya perubahan-
perubahan dalam tradisi pembelajaran bahasa di Inggris pada tahun 1960-an menggunakan pendekatan
situasional (Tarigan, 1989: 270). Dalam pembelajaran bahasa secara situasional, bahasa diajarkan
dengan cara mempraktikkan/melatihkan struktur-struktur dasar dalam berbagai kegiatan berdasarkan
situasi yang bermakna. Namun, dalam perkembangan selanjutnya, seperti halnya teori linguistik yang
mendasari audiolingualisme ditolak di Amerika Serikat pada pertengahan tahun 1960-an dan para pakar
linguistik terapan Inggris pun mulai mempermasalahkan asumsi-asumsi yang mendasari pengajaran
bahasa situasional. Menurut mereka, tidak ada harapan/masa depan untuk meneruskan mengajar
gagasan yang tidak masuk akal terhadap peramalan bahasa berdasarkan peristiwa-peristiwa situasional.
Howatt (Tarigan, 1989: 270) mengemukakan apa yang dibutuhkan adalah suatu studi yang lebih cermat
mengenai bahasa itu sendiri dan kembali kepada konsep tradisional bahwa ucapan-ucapan mengandung
makna dalam dirinya dan mengekspresikan makna serta maksud-maksud pembicara dan penulis yang
menciptakannya.
Ida Bagus Putrayasa (2007) menambahkan mengenai teori dasar pendekatan komunikatif ini adalah
bahasa merupakan alat komunikasi sosial. Artinya sebagai berikut.

a) Bahasa itu bagi orang per orang adalah alat untuk mengungkapkan perasaan, pikiran, maksud, dan
sebagainya kepada orang lain. Apa yang ada pada dirinya (misalnya informasi) disampaikan kepada
orang lain agar orang lain pun memilikinya. Alat yang dipakai untuk menyampaikan itu adalah Bahasa.

b) Bahasa adalah salah satu alat yang dipakai orang untuk berkomunikasi. Alat yang lain masih banyak,
misalnya: kentongan, gerak anggota tubuh, siulan, dan sebagainya.

Ida Bagus Putrayasa (2007) juga mengemukakan implikasinya dalam kelas yakni sebagai berikut.

a. Harus ada interaksi verbal, baik antara guru dan siswa maupun siswa dan siswa.

b. Guru tidak usah terlalu banyak berbicara, menjelaskan, atau menggurui, tetapi menciptakan
suasana yang baik agar siswa senang belajar dan senang berbicara.

c. Guru mendorong pengembangan kemampuan berkomunikasi siswanya. Lebih baik murid berani
berbicara dan mengemukakan pandapat meskipun dengan bahasa yang kurang baik dan kurang benar
daripada diam karena takut salah.

d. Hilangkan hambatan psikologis seperti takut salah, sungkan, malu, dan sebagainya.

e. Beri tugas: masalah dan memecahkan masalah.

Contoh: berilah pelajaran yang bersifat bermain-main, kuis, teka-teki (seperti yang sering anda tonton di
televisi).

f. Upayakan agar siswa mau berbicara dan menggunakan bahasa, apapun wujudnya. Bahasa
indonesia bercampur bahasa bali/bahasa daerah pun tidak apa-apa.

g. Suruh siswa mengajukan pertanyaan secara lisan. Bagi murid menjadi dua kelompok besar (deretan
bangku): kelompok 1 bertanya, kelompok 2 menjawab, begitu bergantian.

h. Kembangkan imajinasi anak dengan bahasa. Seperti:

Andaikata saya menjadi ….

Buat rangkaian cerita dari kata jarum sampai doa.

Pendekatan komunikatif adalah suatu pendekatan yang bertujuan untuk membuat kompetensi
komunikatif sebagai tujuan pembelajaran bahasa, juga mengembangkan prosedur-prosedur bagi
pembelajaran 4 keterampilan berbahasa (menyimak, membaca, berbicara, dan menulis), mengakui dan
menghargai saling ketergantungan bahasa. Ciri utama pendekatan komunikatif adalah adanya 2
kegiatan yang saling berkaitan erat, yakni adanya kegiatan-kegiatan komunikatif fungsional (functional
communication activies) dan kegiatan-kegiatan yang sifatnya interaksi sosial (social interaction activies).
Kegiatan komunikatif fungsional terdiri atas 4 hal, yakni:
a. Mengolah infomasi.

b. Berbagi dan mengolah informasi.

c. Berbagi informasi dengan kerja sama terbatas.

d. Berbagi informasi dengan kerja sama tak terbatas.

Kegiatan interaksi sosial terdiri atas 6 hal, yakni:

a. Improvisasi lakon-lakon pendek yang lucu.

b. Aneka simulasi.

c. Dialog dan bermain peran.

d. Sidang-sidang konversasi.

e. Diskusi.

f. Berdebat.

David Nunan (dalam Djiwandono 2008) berpendapat ada delapan aspek yang berkaitan erat dengan
pendekatan komunikatif yaitu:

a. Teori Bahasa Pendekatan Komunikatif berdasarkan teori bahasa menyatakan bahwa pada
hakikatnya bahasa adalah suatu sistem untuk mengekspresikan makna, yang menekankan pada dimensi
semantik dan komunikatif daripada ciri-ciri gramatikal bahasa. Oleh karena itu, yang perlu ditonjolkan
adalah interaksi dan komunikasi bahasa, bukan pengetahuan tentang bahasa.

b. Teori belajar yang cocok untuk pendekatan ini adalah teori pemerolehan bahasa kedua secara
alamiah.

c. Tujuan mengembangkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi (kompetensi dan performansi


komunikatif).

d. Silabus harus disusun searah dengan tujuan pembelajaran dan tujuan yang dirumuskan dan materi
yang dipilih sesuai dengan kebutuhan siswa.

e. Tipe kegiatan tukar menukar informasi, negosiasi makna atau kegiatan lain yang bersifat riil.

f. Peran guru fasilitator proses komunikasi, partisipan tugas dan tes, penganalisis kebutuhan,
konselor, dan manajer proses belajar.

g. Peran siswa pemberi dan penerima, sehingga siswa tidak hanya menguasai bentuk bahasa, tapi juga
bentuk dan maknanya.
h. Peranan materi pendukung usaha meningkatkan kemahiran berbahasa dalam tindak komunikasi
nyata. Prosedur-prosedur pembelajaran berdasarkan pendekatan komunikatif lebih bersifat evolusioner
daripada revolusioner. Adapun garis kegiatan pembelajaran yang ditawarkan mereka adalah: penyajian
dialog singkat, pelatihan lisan dialog yang disajikan, penyajian tanya jawab, penelaah dan pengkajian,
penarikan simpulan, aktivitas interpretatif, aktivitas produksi lisan, pemberian tugas, pelaksanaan
evaluasi.

Pendekatan komunikatif dikaitkan dengan tes bahasa tentang konteks ekstra linguistik seperti
pendekatan pragmatik, namun cakupan yang lebih lengkap dan lebih luas, karena bertitik tolak dari
komunikasi sebagai fungsi utama dalam penggunaan bahasa. Peranan dan pengaruh unsur-unsur non-
kebahasaan yang lebih ditekankan pendekatan ini. Kemampuan komunikasi berkaitan dengan
penguasaan terhadap tiga komponen utama, yaitu (1) kemampuan bahasa (language competence)
meliputi struktur, kosakata, makna, (2) kemampuan strategis (strategic competence) yaitu kemampuan
untuk menerapkan dan memanfaatkan komponen-komponen kemampuan bahasa dalam berkomunikasi
lewat bahasa. (3) mekanisme psiko-fisiologis, yaitu proses psikis dan neurologis yang digunakan dalam
berkomunikasi lewat bahasa. Secara singkat kemampuan komunikatif sebagai kemampuan yang
digunakan untuk menggunakan bahasa sesuai dengan situasi nyata, baik secara reseptif maupun secara
produktif (ability to use language appropriately, both receptively and productively, in real situations).

2.2. Hakikat Tes Berbicara

Pengertian berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata


untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan (Tarigan,
2008:16). Pengertian tersebut menunjukkan dengan jelas bahwa berbicara berkaitan dengan
pengucapan kata-kata yang bertujuan untuk menyampaikan apa yang akan disampaikan baik itu
perasaan, ide atau gagasan.

Definisi berbicara juga dikemukakan oleh Brown dan Yule dalam Puji Santosa, dkk (2006:34).
Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi bahasa untuk mengekspresikan atau
menyampaikan pikiran, gagasan atau perasaan secara lisan. Pengertian ini pada intinya mempunyai
makna yang sama dengan pengertian yang disampaikan oleh Tarigan yaitu bahwa berbicara berkaitan
dengan pengucapan kata-kata.

Berdasarkan pendapat yang telah diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian berbicara
ialah kemampuan mengucapkan kata-kata dalam rangka menyampaikan atau menyatakan maksud, ide,
gagasan, pikiran, serta perasaan yang disusun dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan penyimak
agar apa yang disampaikan dapat dipahami oleh penyimak.

Tes berbicara adalah pengukuran untuk mengumpulkan informasi mengenaikemampuan


seseorang dalam keterampilan berbicara (Shihabuddin, 2009:197). Tes berbicara bukan hanya tes lisan,
melainkan tes penampilan, yaitu tes perbuatanlisan. Ini berarti yang dinilai bukan hanya
pembicaraannya, melainkan prosesperbuatan, tindakan, perilaku, dalam menghasilkan pembicaraan itu.
Tes kemampuan berbicara dimaksudkan untuk mengukur tingkat kemampuan mengungkapkan diri
secara lisan. Tingkat kemampuan berbicara ini ditentukan oleh kemampuan untuk mengungkapkan isi
pikiran sesuai dengan tujuan dan konteks pembicaraan yang sedang dilakukan, bagaimana isi pikiran
disusun sehingga jelas dan mudah dipahami, dan diungkapkan dengan bahasa yang dikemas dalam
susunan tata bahasa yang wajar, pilihan kata-kata yang tepat, serta lafal dan intonasi sesuai dengan
tujuan dan sifat kegiatan berbicara yang sedang dilakukan.

Ahmad Rofi’uddin dan Darmiyati Zuhdi (2002:169-171) mengemukakan bahwa secara umum,
bentuk tes yang dapat digunakan dalam mengukur kemampuan berbicara adalah tes subjektif yang
berisi perintah untuk melakukan kegiatan berbicara. Beberapa tes yang dapat digunakan antara lain:

1. Tes kemampuan berbicara berdasarkan gambar. Tes ini dilakukan dengan cara memberikan
pertanyaan sehubungan dengan rangkaian gambar atau menceritakan rangkaian gambar.

2. Tes wawancara, yang digunakan untuk mengukur kemampuan bahasa yang sudah cukup memadahi.

3. Bercerita, yang dilakukan dengan cara mengungkapkan sesuatu (pengalamannya atau topik
tertentu).

4. Diskusi, dengan cara meminta mendiskusikan topik tertentu.

Komponen-komponen tersebut adalah sebagai berikut.

a. Bahasa lisan yang digunakan, meliputi:

1) lafal;

2) kosakata dan pilihan kata;

3) struktur bahasa;

4) gaya bahasa dan pragmatik.

b. Isi pembicaraan, meliputi:

1) hubungan topik pembicaraan dengan isi;

2) struktur isi;

3) kualitas isi;

4) kuantitas isi.

c. Teknik dan penampilan berbicara, meliputi:

1) tata cara berbicara sesuai dengan jenis pembicaraannya;


2) gerak-gerik dan mimik;

Sementara itu, Shihabuddin (2009:203-204) dengan lebih terperinci mengemukakan bahwa tes
berbicara itu bervariasi jika dilihat dari berbagai sudut pandang seperti berikut ini.

a. Jenis berbicara yang digunakan

1) Teknik bercakap-cakap

2) Teknik tanya jawab

3) Teknik wawancara

4) Teknik diskusi

5) Teknik debat

6) Teknik bermain peran

7) Teknik berbicara

8) Teknik berpidato

9) Teknik berceramah

10) Teknik lampiran (ekspos)

b. Kontak pembicara-pendengar

1) Teknik satu arah

2) Teknik dua/banyak arah

c. Teknik dan penampilan

1) Teknik langsung

2) Teknik tak langsung

d. Kesiapan pembaca

1) Teknik berbicara spontan

2) Teknik berbicara dengan persiapan

3) Teknik berbicara secara parsial (membacakan dan tidak membacakan)

e. Jenis bahasa yang digunakan


1) Lisan

2) Tulisan

2.3. Materi Tes Berbicara

Puji Santosa, dkk. (2007) mengatakan komponen materi tes kemampuan berbicara yakni:

a) Penggunaan bahasa lisan yang berfungsi sebagai media pembicaraan, meliputi kosakata, struktur
bahasa, lafal dan intonasi, ragam bahasa, dan kesantunan bahasa, keruntunan, dan sebagainya.

b) Pengunaan isi pembicaraan, yang tergantung pada apa yang menjadi topik pembicaraan.

c) Penguasaan teknik dan penampilan berbicara, yang disesuaikan dengan situasi dan jenis
pembicaraan, seperti bercakap-cakap, berpidato, berceritera dan sebagainya. Penguasaan teknik
penampilan ini penting sekali pada jenis-jenis berbicara formal, seperti berpidato, berceramah atau
diskusi.

2.4. Bentuk Tes Berbicara

2.4.1. Karakteristik Bentuk Tes

Puji Santosa, dkk. (2007) menyatakan materi tes yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan
berbicara adalah sebagai berikut:

a) Tes kemampuan berbicara berdasarkan gambar

Bentuk tes ini di sajikan dengan memberikan rangsangan berupa perangkat gambar yang merupakan
satu rangakaian cerita, dan testi diminta untuk menjawab pertanyaan sehubungan dengan rangkaian
gambar atau menceritakan rangakaian gambar.

b) Wawancara

Dipakai untuk mengukur kemampuan testi menggunakan bahasa dalam berkomunikasi. tes ini bisa
dipakai apabila testi memiliki kemampuan berbahasa yang cukup mewadahi.

c) Bercerita

Kemampuan berbicara yang berbentuk berbicara dapat dilakukan dengan cara meminta testi untuk
mengungkapkan sesuatu (pengalamannya atau topik tertentu).

d) Diskusi
Tes ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan testi menyampaikan pendapat, mempertahankan
pendapat, serta menanggapi ide atau pikiran yang disampaikan oleh peserta diskusi yang lain secara
kritis.

2.4.2. Prinsip Penyusunan Tes Berbicara

Prinsip penyusunan dari masing-masing tes berbicara adalah sebagai berikut:

a) Tes kemampuan berbicara berdasarkan gambar

1. Hendaknya soal tes berupa gambar yang mudah dipahami oleh siswa;

2. Hendaknya gambar disusun dengan urutan kejadian/waktu yang sesuai;

3. Pada waktu menyusun, soal-soal itu sudah dilengkapi dengan kunci jawaban serta pedoman
penilaiannya;

4. Hendaknya ditegaskan model jawaban apa yang dikehendaki oleh penyusun tes.

b) Wawancara

1. Buatlah daftar pertanyaan yang sesuai dengan tujuan yang ingin diinginkan oleh guru;

2. Hindari pertanyaan yang mengandung unsur negatif;

3. Pertanyaan hendaknya tidak bertele-tele;

4. Hendaknya pertanyaan tidak mengambil kalimat-kalimat yang disalin langsung dari buku;

5. Hendaknya diusahakan agar pertanyaannya bervariasi antara “Jelaskan”, “Mengapa”,


“Bagaimana”, “Seberapa jauh”, agar dapat diketahui lebih jauh penguasaan siswa terhadap bahan;

6. Dasar pertanyaan harus sesuai dengan taraf kemampuan siswa yang diuji.

c) Diskusi

1. Bentuklah kelompok dengan memperhatikan susunan kelompok dimana setiap kelompok harus
berimbang kemampuannya;

2. Berikan sebuah tema untuk masing-masing kelompok;

3. Hendaknya pemilihan tema tersebut mengandung pro dan kontra agar bisa menjadi bahan
pembicaraan yang menarik;

Setiap siswa dalam satu kelompok mendiskusikan tema tersebut dan masing-masing siswa memberikan
pendapatnya.
BAB III

RANCANGAN TES

3.1. Rumusan Tujuan

Adapun rumusan tujuan dari aspek menulis adalah:

Standar Kompetensi : Mengeskpresikan pikiran dan perasaan melalui


kegiatan bercerita.

Kompetensi Dasar : Bercerita dengan urutan yang baik, suara, lafal,


intonasi, gestur, dan mimik yang tepat.

Indikator :

1. Mampu bercerita dengan urutan yang baik, suara, lafal, intonasi, gestur, dan mimik yang tepat.

2. Mampu bercerita mengenai gambar/peragaan yang ditayangkan.

3. Memunculkan penampilan (performance).

3.2. Materi Tes

Materi tes yang akan diujikan yaitu bercerita mengenai gambar berangkai yang ditampilkan oleh
guru.

3.3. Bentuk Tes yang Dipilih

Bentuk tes yang dipilih dalam makalah ini, yaitu penulis menggunakan bentuk tes kemampuan berbicara
berdasarkan gambar. Bentuk tes ini di sajikan dengan memberikan rangsangan berupa perangkat
gambar yang merupakan satu rangakaian cerita.

3.4. Kisi-kisi

SEKOLAH MENENGAH PERTAMA


TAHUN AJARAN 2015

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia

Kelas : VII(tujuh)

Semester : I (Satu)

Standar Kompetensi : Mengeskpresikan pikiran dan perasaan melalui kegiatan bercerita.

Kompetensi Dasar : Bercerita dengan urutan yang baik, suara, lafal,


intonasi, gestur, dan mimik yang tepat.

Indikator

Tingkat Kognisi

Bentuk Tes

Butir Tes

1. Mampu bercerita dengan urutan yang baik, suara, lafal, intonasi, gestur, dan mimik yang tepat.

2. Mampu bercerita mengenai gambar/ peragaan yang ditayangkan.

3. Memunculkan penampilan (performance)

Pengetahuan dan pemahaman

Tes kemampuan berbicara berdasarkan gambar

Gambar berangkai

3.5. Komponen Tes

Komponen tes atau kelengkapan sebuah tes terdiri atas :

1. Gambar berangkai yang diberikan kepada siswa untuk dipahami kemudian diceritakan

2. Pedoman penilaian, tentang skor atau angka yang diberikan kepada siswa..

BAB IV
WUJUD TES

4.1.Identifikasi Tes

Tes ini adalah tes kemampuan berbicara berdasarkan gambar, sebab tes ini menggunakan pendekatan
komunikatif. Tes ini diajukan untuk siswa kelas VII pada semester 1.

4.2. Petunjuk Tes

Petunjuk tes kemampuan berbicara berdasarkan gambar adalah sebagai berikut:

1.Pahami gambar berangkai berikut ini.

(Masing-masing siswa diberikan gambar berangkai untuk dipahami)

2. Setelah kalian pahami, ceritakan gambar berangkai tersebut di depan kelas.

(Setelah siswa memahami gambar, siswa maju untuk menceritakan gambar berangkai tersebut.)

4.3. Soal

Pahami gambar di bawah ini sesuai dengan alur gambar, kemudian ceritakan di depan kelas!

4.4. Lembar Jawaban

Tes ini adalah tes kemampuan berbicara berdasarkan gambar, sehingga tidak dibutuhkan lembar
jawaban karena tes ini adalah tes praktik.

4.5. Cara Penilaian

a. Lafal, skor maksimal 10.

Aspek ini meliputi:

1) tekanan sesuai dengan standar, tidak tampak adanya pengaruh bahasa asing dan bahasa daerah;

2) ucapan yang dipahami;

3) sesekali timbul kesukaran memahami;

4) susah dipahami;
5) sama sekali tidak dapat dipahami.

b. Tata bahasa, skor maksimal 10.

Aspek ini meliputi:

1) hampir tidak membuat kesalahan;

2) sedikit sekali membuat kesalahan;

3) sering membuat kesalahan, sehingga kadang-kadang mengaburkan pengertian;

4) kesalahan tata bahasa dan susunan kata menyebabkan pembicaraan sukar dipahami;

5) kesalahan sedemikian banyaknya, sehingga tidak jelas alur pikirannya.

c. Kosakata, skor maksimal 10.

Aspek ini meliputi:

1) penggunaan kata-kata dan ungkapan baik sekali;

2) kadang-kadang digunakan kata dan istilah yang kurang tepat;

3) sering menggunakan kata-kata yang salah dan penggunaanya amat terbatas;

4) sering menggunakan kata yang salah menyebabkan pembicaraan sukar dipahami;

5) kosakata amat terbatas sehingga memacetkan pembicaraan.

d. Kefasihan, skor maksimal 10.

Aspek ini meliputi:

1) pembicaraan lancar sekali;

2) kelancaran sering mengalami gangguan;

3) kecepatan dan kelancaran tampaknya sering diganggu oleh kesulitan bahasa;

4) pembicaraan tersendat-sendat;

5) pembicaraan sering terhenti dan pendek-pendek.

e. Isi pembicaraan, skor maksimal 10.

Aspek ini meliputi:

1) alur pembicaraan sangat baik dan runtun;


2) alur topik pembicaraan sedikit tertukar;

3) alur pembicaraan masih dapat dipahami meskipun kurang runtun;

4) alur pembicaraannya tidak jelas sehingga menyimpang dari topik pembicaraan.

f. Pemahaman, skor maksimal 10.

Aspek ini meliputi:

1) dapat memahami masalah tanpa kesulitan;

2) dapat memahami percakapan dengan kecepatan yang normal dan dapat bereaksi secara tepat;

3) dapat memahami sebagian besar percakapan, tetapi lambat bereaksi;

4)

NILAI = Jumlah skor 6 aspek (poin a sampai f) / 6

dapat dikatakan tidak mampu memahami maksud percakapan betapa pun sangat bersahaja.

4.6. Kunci Jawaban

Kunci jawaban tentatif sesuai dengan kebijakan guru, yang terpenting adalah kesesuaian alur dan
cerita siswa saat menceritakan gambar berangkai tersebut.

REKOMENDASI

Tes ini adalah tes kemampuan berbicara berdasarkan gambar, sebab tes ini menggunakan
pendekatan komunikatif. Tes ini diajukan untuk siswa kelas VII pada semester 1.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Rofi’uddin dan Darmiyati Zuhdi. 2002. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di
Kelas Tinggi. Malang: Universitas Negeri Malang.

Djiwandono, M.S. 2008. Tes Bahasa, Pegangan bagi Pengajar Bahasa. Jakarta: Indeks.

Tarigan, Henry Guntur. 2008. Berbicara: Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung:
Angkasa.

Puji Santosa, dkk. 2007. Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD. Jakarta:
Universias Terbuka.

Pringgawidagda, Suwarna. 2002. Strategi Penguasaan Bahasa. Yogyakarta: Adicita Karya


Nusa.

Shihabuddin, H. 2009. Evaluasi Pengajaran bahasa Indonesia . Bandung: UPI.

Diposting 5th February 2018 oleh odazzander

0 Tambahkan komentar

Memuat

Anda mungkin juga menyukai