Anda di halaman 1dari 11

1.

Identifikasi Masalah

2. Latar Belakang
Sumiati dan Asra (2009: 3) mengelompokkan faktor-faktor yang mempengaruhi
pembelajaran kimia dikelompokkan dalam tiga kategori utama yang merupakan
komponenkomponen penunjangnya yaitu: guru, isi atau materi pembelajaran, dan siswa.
Interaksi antara tiga komponen utama melibatkan metode pembelajaran, media pembelajaran,
dan penataan lingkungan tempat belajar, sehingga tercipta situasi pembelajaran yang
memungkinkan terciptanya tujuan yang telah direncanakan sebelumnya. Seorang guru
hendaknya mempunyai 3 kepribadian yang fun, attractive, and competent. Fun berarti
menjadi seorang guru yang menyenangkan menjadikan proses belajar menjadi
menyenangkan. Karena dengan menjadi guru yang menyenangkan bagi peserta didik, maka
guru akan lebih mudah dalam menyampaikan suatu pembelajaran dan anak didikpun jadi
lebih senang dalam menerima pelajaran sehingga pelajaran akan lebih mudah dipahami dan
tidak membosankan.
Setelah dilakukan wawancara dengan guru kimia, Bu Arina Maisa S.Pd. ternyata guru
kimia di SMA Teuku Umar Semarang basic pendidikannya dari pendidikan biologi bukan
dari
pendidikan kimia. Beliau menjelaskan bahwa menjadi guru biolagi dan guru kimia adalah
tuntutan dari yayasan mengingat tak ada guru lulusan kimia di sekolah. Beliau waktu di
sekolahnya dahulu kebetulan menyukai pelajaran kimia, beliau mempelajari kembali materi
tentang kimia untuk SMA, saling sharing ilmu dengan guru kimia lain, mengikuti pertemuan
Musyawarah Guru Mata Pelajaran Kimia (MGMP Kimia), mencari literatur atau sumber
referensi tentang mata pelajaran kimia SMA.

Sebuah pernyataan yang patut menjadi renungan bagi para guru adalah apa yang
diungkapkan oleh Andi Wira Gunawan dalam buku “Genius Learning Strategy”, bahwa
sesungguhnya tidak ada mata pelajaran yang membosankan, yang ada adalah guru yang
membosankan, suasana belajar yang membosankan. Hal ini terjadi karena proses belajar
berlangsung secara monoton dan merupakan proses perulangan dari itu ke itu juga tiada
variasi.
Proses belajar hanya merupakan proses penyampaian informasi satu arah, siswa terkesan
pasif menerima materi pelajaran. Competent berarti seorang guru harus mempunyai
kompetensi. Kompetensi Pendidik Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru, pada pasal 10 ayat (1) menyatakan bahwa “Kompetensi guru sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
Kompetensi pedagogik adalah kemampuan pemahaman terhadap peserta didik,
perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan
peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Kompetensi kepribadian adalah kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian
yang mantap, stabil, dewasa, arif, berwibawa, dan berakhlak mulia yang menjadi teladan bagi
peserta didik. Kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul
secara efektif dengan peserta didik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan
masyarakat sekitar. Mengenai profesionalitas, berdasarkan pengamatan kami salah seorang
guru model yang kami amati belum professional, karena karena tidak memenuhi kualifikasi
akademik sebagai guru SMA yaitu tentang ketidaksesuaian progam studi saat kuliah dengan
mata pelajaran yang diampuh. Berikut kualifikasi akademiik guru SMA sesuai dengan
Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan
Kompetensi Guru: Guru pada SMA/MA, atau bentuk lain yang sederajat, harus memiliki
kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) program
studi yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan/diampu, dan diperoleh dari program
studi yang terakreditasi. Namun beliau sudah cukup lama mengajar kimia yang bukan basic
dari pendidikannya, beliau sudah baik dalam menguasai materi. Beliau sudah memahami
bagian mana materi yang perlu dipraktikan dan bagian mana yang bisa diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari.
an (Bintari, 2014). Tercapainya tujuan pendidikan bergantung pada bagaimana proses belajar
mengajar yang dijalankan secara profesional. Proses belajar mengajar merupakan inti dari
kegiatan pendidikan di sekolah. Dalam proses belajar mengajar terjadi
interaksi antara pendidik dan peserta didik (Hakim, 2009). Peserta didik mengalami proses
pendidikan, sedangkan pendidik mengolah kegiatan pembelajaran beserta peranan lainnya
agar kegiatan belajar mengajar menjadi efektif Winarno (2009) dalam Chotimah (2011)
menyatakan pembelajaran yang berkualitas memiliki pengaruh yang signifikan dalam
menghasilkan lulusan yang berkualitas. Untuk menghasilkan proses pembelajaran yang
berkualitas, terdapat
banyak aspek yang turut memengaruhi diantaranya adalah pengajar (guru dan dosen) yang
profesional dan berkualitas dengan kualifikasi yang diamanatkan oleh Undang-Undang Guru
dan Dosen, penggunaan metode mengajar yang menarik dan bervariasi, perilaku belajar
peserta didik yang positif, dan penggunaan media pembelajaran yang tepat dalam mendukung
proses
belajar itu sendiri (Wijayati, 2008).

Berdasarkan hasil analisis kesulitan belajar siswa kelas X di SMAN X Kota Tangerang
Selatan untuk tiap indikator dapat dilihat bahwa kesulitan belajar yang dipengaruhi oleh
aspek jasmani diperoleh sebesar 74,5% (kriteria sedang), aspek psikologi sebesar 69,78%
(kriteria sedang). Aspek sosial sebesar 68% (kriteria sedang), aspek sarana dan prasarana
sebesar 58,75% (kriteria sedang), aspek metode belajar sebesar 77% (kriteria tinggi), dan
aspek guru sebesar 77,17 (kriteria tinggi). Adapun indikator aspek guru mempengaruhi
kesulitan belajar siswa sebesar 77,17% dengan kriteria tinggi (Sudijono, 2009). Indikator
guru merupakan indikator tertinggi yang mempengaruhi kesulitan belajar sebab peran
seorang guru sangat mempengaruhi siswa dalam belajar. Bisa dilihat dari cara guru mengajar
kepada siswa. Hal ini sangat menentukan dalam keberhasilan belajar. Menurut Darminto
(2006) faktor yang paling dominan yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran salah
satunya adalah kualitas guru. Sikap dan kepribadian. guru, dasar pengetahuan dalam
pendidikan, penguasaan teknikteknik mengajar, dan kemampuan menyelami alam pikiran
setiap individu siswa merupakan hal yang sangat penting. Oleh karena itu, guru sebagai
motivator, guru sebagai fasilitator, guru sebagai inovator, dan guru sebagai konduktor
masalahmasalah individu siswa, perlu menjadi acuan selama proses pendidikan berlangsung
(Arifin, 2004). Hal ini menunjukkan bahwa indikator guru dan metode belajar memiliki peran
yang sangat besar dalam keberhasilan belajar siswa kelas X pada mata pelajaran kimia di
SMAN X Kota Tangerang Selatan. Oleh sebab itu, untuk mengurangi tingkat kesulitan
belajar siswa, faktor guru dan metode belajar perlu ditingkatkan, misalnya dalam memilih
dan menentukan pendekatan dan metode yang sebaiknya disesuaikan dengan kemampuannya,
kekhasan bahan pelajaran, keadaan sarana dan keadaan siswa
Upaya pemerintah untuk terus mengembangkan profesi pendidik sebagai profesi yang kuat
dan dihormati sejajar dengan profesi lainnya terlihat dari lahirnya UU No 14 tahun 2005
tentang Guru dan Dosen yang berusaha mengembangkan profesi pendidik melalui
perlindungan hukum. Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan profesionalisme guru
diantaranya meningkatkan kualifikasi dan persyaratan jenjang pendidikan yang lebih tinggi
bagi tenaga pengajar mulai tingkat persekolahan sampai perguruan tinggi. Upaya lain yang
dilakukan pemerintah adalah program sertifikasi, dan pembentukan PKG (Pusat Kegiatan
Guru, MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran), maupun KKG (Kelompok Kerja Guru).
Hal yang penting dan perlu dilakukan pemerintah adalah membangun kemandirian di
kalangan guru. Kemandirian tersebut akan menumbuhkan sikap profesional dan inovatif pada
guru dalam melaksanakan peran dan tugasnya mendidik masyarakat menuju kehidupan yang
lebih baik dan berkualitas. Profesionalisme guru dan tenaga kependidikan masih belum
memadai utamanya dalam hal bidang keilmuannya. Misalnya guru Biologi dapat mengajar
Kimia atau Fisika. Ataupun guru IPS dapat mengajar Bahasa Indonesia. Mutu dan
profesionalisme guru memang belum sesuai dengan harapan. Banyak diantaranya
yang tidak berkualitas dan menyampaikan materi yang keliru sehingga mereka tidak
atau kurang mampu menyajikan dan menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar
berkualitas (Dahrin, 2000). Hasil lain yang lebih memprihatinkan adalah penelitian dari
Konsorsium Ilmu Pendidikan (2000) memperlihatkan bahwa 40% guru SMP dan 33% guru
SMA mengajar bidang studi di luar bidang keahliannya. Paparan ini menggambarkan sekilas
kualitas guru di Indonesia. Bagaimana dapat dikatakan profesional jika penguasaan materi
mata pelajaran yang diampu masih kurang, dan bagaimana dikatakan profesional jika masih
ada 33% guru yang mengajar di luar bidang keahliannya.
Menurut Suryadi dalam Suwarna (2004), predikat guru profesional dapat dicapai dengan
memiliki empat karakteristik profesional, yaitu:
1. Kemampuan profesional (professional capacity), yaitu kemampuan intelegensi, sikap, nilai,
dan keterampilan serta prestasi dalam pekerjaannya. Secara sederhana, guru harus menguasai
materi yang diajarkan.
2. Kompetensi upaya profesional (professional effort), yaitu kompetensi untuk
membelajarkan siswanya.
3. Profesional dalam pengelolaan waktu (time devotion).
4. Imbalan profesional (professional rent) yang dapat menyejahterakan diri dan keluarganya.

Arifin (2000) mengemukakan guru Indonesia yang profesional dipersyaratkan


mempunyai:
1. Dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi
dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21;
2. Penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendidikan yaitu ilmu
pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep
belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat
ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan
masyarakat Indonesia;
3. Pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan. Profesi guru merupakan
profesi yang berkembang terus menerus dan berkesinambungan antara LPTK dengan praktek
pendidikan. Kekerdilan profesi guru dan ilmu pendidikan disebabkan terputusnya program
pre-service dan in-service karena pertimbangan birokratis yang kaku atau manajemen
pendidikan yang lemah. Profesi guru menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen harus memiliki prinsip-prinsip profesional seperti tercantum pada
pasal 5 ayat 1, yaitu: ”Profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang
memerlukan prinsip-prinsip profesional sebagai berikut:
1. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme.
2. Memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang
tugasnya.
3. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya.
4. Mematuhi kode etik profesi.
5. Memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan tugas.
6. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerjanya.
7. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan profesinya secara berkelanjutan.
8. Memperoleh perlindungan hukum dalam rnelaksanakan tugas profesionalnya.
9. Memiliki organisasi profesi yang berbadan hukum”.
Lebih lanjut dalam PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal
28 disebutkan bahwa ”pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi
sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rokhani, serta memilki kemampuan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”.
2. Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Profesionalisme Guru
Menurut Ani M. Hasan (2003), faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya
profesionalisme guru antara lain:
a. Masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara utuh. Hal ini disebabkan oleh
banyak guru yang bekerja di luar jam kerjanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari
sehingga waktu untuk membaca dan menulis untuk meningkatkan diri tidak ada;
b. Kemungkinan disebabkan oleh adanya perguruan tinggi swasta sebagai pencetak guru yang
lulusannya asal jadi tanpa mempehitungkan outputnya kelak di lapangan sehingga
menyebabkan banyak guru yang tidak patuh terhadap etika profesi keguruan;
c. Kurangnya motivasi guru dalam meningkatkan kualitas diri karena guru tidak
dituntut untuk meneliti sebagaimana yang diberlakukan pada dosen di perguruan tinggi.
Secara lebih rinci, Akadum (1999) mengemukakan bahwa ada lima penyebab
rendahnya profesionalisme guru:
a. Masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara total,
b. Rentan dan rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi
keguruan,
c. Pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari
pengambilan kebijakan dan pihak-pihak terlibat. Hal ini terbukti dari masih
belum mantapnya kelembagaan pencetak tenaga keguruan dan kependidikan,
d. Masih belum smooth-nya perbedaan pendapat tentang proporsi materi ajar
yang diberikan kepada calon guru,
e. Masih belum berfungsinya PGRI sebagai organisasi profesi yang berupaya
secara maksimal meningkatkan profesionalisme anggotanya. Kecenderungan PGRI bersifat
politis memang tidak bisa disalahkan, terutama untuk menjadi pressure group agar dapat
meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Namun demikian di masa mendatang PGRI
sepantasnya mulai mengupayakan profesionalisme para anggotanya. Dengan melihat adanya
faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru, pemerintah berupaya
untuk mencari alternatif untuk meningkatkan profesi guru.

Guru profesional harus mampu menguasai ilmu pengetahuan tentang bahan yang diajarkan,
karakteristik siswa, metode, dan sumber bahan. Uno (2012:64) guru yang memilki
kompetensi profesional perlu menguasai antara lain:
1. Disiplin ilmu pengetahuan sebagai sumber bahan ajaran
2. Bahan ajar yang di ajarkan
3. Pengetahuan tentang karakteristik siswa
4. Pengetahuan tentang filsafat dan tujuan pendidikan
5. Pengetahuan serta penguasaan metode dan model mengajar
6. Penguasaan tentang prinsip-prinsip tehnologi pembelajaran
7. Pengetahuan terhadap penilaian,dan mampu merencanakan, memimpin, guna kelancaran
proses pendidikan.
Proses belajar dan hasil belajar para peserta didik bukan saja ditentukan oleh sekolah, pola,
struktur dan isi kurikulum, akan tetapi sebagian besar ditentukan oleh kompetensi guru yang
mengajar dan membimbing mereka. Menurut Hamalik (2008:36) menyatakan bahwa: "guru
yang kompeten akan lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif,
menyenangkan, dan akan lebih mampu mengelola kelas, sehingga belajar peserta didik
berada pada tingkat optimal".

Guru profesional adalah guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk
melakukan tugas pendidikan dan pengajaran. Menurut Kunandar (2009:77) “kompetensi
profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang
mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan subtansi keilmuan
yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuannya”.
Indikatornya sebagai berikut: a Memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah, b.
Memahami struktur, konsep, dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan
materi
ajar, dan c. Menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk itu secara umum, seorang guru harus memiliki empat kompetensi dalam
melaksanakan tugas dan peran mereka sebagai guru, adapun kompetensi tersebut meliputi
kompetensi pedagogik, personal, profesional dan sosial. 1. Kompetensi Pedagogik
Sebelum melaksanakan proses belajar mengajar guru harus mempunyai peran dalam
pembelajaran tatap muka sebagaimana yang di kemukan oleh Moon (Uno, 2011:22) 1.
merencanakan pembelajaran, 2. melaksanakan pembelajaran, dan 3. mengevaluasi hasil
pembelajaran. Untuk lebih jelasnya kegiatan yang berkenaan dengan kemampuan pedagogik
tersebut dapat di uraikan sebagai berikut:
1. Kemampuan Merencanakan Pembelajaran.
Menurut Uno (2011:22) kemampuan dalam perencanaan proses belajar mengajar, guru harus
memperhatikan komponen dalam sistem pembelajaran yang meliputi:
1. Membuat dan merumuskan TIK
2. Menyiapkan materi yang relevan dengan tujuan, waktu, fasilitas, perkembangan ilmu,
kebutuhan.
3. Merancang metode yang di sesuaikan dengan situasi dan kondisi siswa.
4. Menyediakan sumber belajar, dalam hal ini guru berperan sebagai fasilitator dalam
pengajaran.
5. Media, dalam hal ini guru berperan sebagai mediator dengan memerhatikan relevansi
(seperi juga materi), efektif dan efesien.
6. Pada dasarnya perencanaan pembelajaran merupakan suatu rencana mengajar guru
yang di rumuskan secara sistimatis, rinci dan jelas.
2. Kemampuan Guru dalam Proses Belajar mengajar
Guru dalam melaksanakan tugas mengajar harus memiliki kompetensi kinerja profesi.
Menurut Syaifudin (2011: 50) bahwa: Kompetensi kinerja profesi keguruan (generic
teaching
competencies) dalam penampilan aktual dalam proses belajar mengajar, minimal memiliki
empat kemampuan yaitu :
1. Merencanakan proses belajar mengajar,
2. Melaksanakan dan memimpin/mengelola proses belajar mengajar,
3. Menilai kemajuan proses belajar mengajar, dan
4. Menguasai bahan pelajaran.
3. Kemampuan Mengevaluasi Pembelajaran
Penilaian atau evaluasi hasil belajar siswa merupakan salah satu cara untuk mengetahui
seberapa jauh tujuan pembelajaran dapat tercapai, agar mampu mereformasi kondisi peserta
didik dari yang tidak baik menjadi baik. Menurut Syah (2013:139) mengatakan evaluasi
“Penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah di tetapkan dalam
sebuah program”.
2. Kompetensi Kepribadian
Kompetensi mengajar merupakan hal urgen yang harus dimiliki oleh setiap guru dalam
jenjang pendidikan apapun. Menurut Kunandar (2009:75) mengemukakan kompetensi
kepribadian “kemampuan personal yang mencerminkan kpribadian yang mantap, stabil,
dewasa, arif dan berwibawa, menjadi telandan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia”.
3. Kompetensi Profesional Kata profesional berasal dari kata sifat yang berarti pencaharian.
Menurut Sudjana (Usman, 2010:14). Profesi adalah “Pekerjaan yang bersifat profesional
adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang khusus dipersiapkan
untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat
memperoleh pekerjaan lain”.
4. Kompetensi Sosial. Seorang guru sama seperti manusia lainnya adalah makhluk sosial,
yang dalam hidupnya berdampingan dengan manusia lainnya. Menurut Uno, (2007:19)
kompetensi sosial yang dimiliki seorang guru artinya “menyangkut kemampuan
berkomunikasi dengan peserta didik dan lingkungan mereka seperti orang tua, tetangga, dan
sesama teman”
D. Prestasi Belajar
Prestasi merupakan hasil yang telah dicapai oleh peserta didik, yaitu tingkah laku yang
dinyatakan dalam bentuk skor (angka). Prestasi diperoleh berkat adanya belajar. Menurut
Syah (2013:148) mengatakan “Pada prinsipnya, pengungkapan hasil belajar ideal meliputi
segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa”.
Menurut Hamalik (2009: 27) belajar adalah "modifikasi atau memperteguh kelakuan
melalui pengalaman artinya belajar merupakan suatu hasil atau tujuan”.

Kompetensi merupakan komponen utama dari standar profesi di samping kode etik
sebagai regulasi perilaku profesi yang ditetapkan dalam prosedur dan sistem pengawasan
tertentu. Kompetensi diartikan dan dimaknai sebagai perangkat perilaku efektif yang terkait
dalam eksplorasi dan investigasi, menganalisis dan memikirkan, serta memberikan perhatian
dan tujuan tertentu secara efektif dan efisien (Mulyasa, 2008:26). Kompetensi bukanlah akhir
dari suatu upaya melainkan suatu proses yang berkembang dan belajar sepanjang hayat.
Pengertian kompetensi tersebut dapat disimpulkan bahwa kompetensi guru merupakan
kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara
bertangungjawab dalam melaksanakan profesinya sebagai guru ( pendidik maupun pengajar)
Tuntutan agar guru bekerja secara profesional tidak mungkin di abaikan guna
mempersiapkan SDM yang siap menghadapi perkembangan zaman. Tuntunan tersebut
dijabarkan dalam Undang-Undang No 14 Tahun 2005 Bab IV pasal 10 bahwa kompetensi
meliputi: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi
profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi (Sisdiknas, 2006:8).
Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan
mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar
kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan. Kompetensi sosial adalah
kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul
secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/ wali
peserta didik dan masyarakat sekitar. Keempat kompetensi tersebut yang mempengaruhi
kinerja guru dalam kelas secara langsung adalah kompetensi pedagogik dan kompetensi
profesional.
Secara sederhana, minat adalah kecenderungan dan kegairahan yang tinggi terhadap
sesuatu. Kondisi belajar mengajar yang efektif adalah minat dan perhatian dalam belajar.
Minat merupakan sumber motivasi yang mendorong untuk melakukan apa yang mereka
inginkan bila mereka bebas memilih (Hurlock, 1989:114). Minat menjadi sumber motivasi
yang kuat untuk belajar dan menjadi penyebab partisipasi serta keaktifan siswa dalam
kegiatan pembelajaran. Tanpa adanya minat belajar dalam diri siswa, maka mengakibatkan
hasil pembelajaran kurang optimal. Siswa yang memiliki minat terhadap subjek tertentu
cenderung untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap subjek tersebut
(Muhammad Abu Dzar : 2006). Guru memiliki peranan yang penting untuk membangkitkan
minat belajar siswa. Guru harus kreatif menciptakan metode pembelajaran karena cara
mengajar guru dapat mempengaruhi tinggi atau rendahnya minat belajar siswa. Minat pada
dasarnya adalahpenerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu diluar
diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, maka semakin besar minatnya.
Hasil penelitian menunjukan kompetensi profesional guru sangat berpengaruh terhadap
minat belajar kimia siswa kelas XII IPA 1 dan IPA 2 di MAN 1 Semarang. Hal berikut sesuai
dengan teori yang dikemukakan oleh Sanjaya (2008) bahwa kompetensi profesional guru
sangat
berperan penting bagi guru karena berkaitan langsung dengan kinerja yang ditampilkan
keilmuan sesuai bidang, 2.Mengelola program belajar mengajar, 3.Mengelola kelas,
4.Menggunakan media pembelajaran/ teknologi, dan 5.Menilai prestasi siswa. Kompetensi
tersebut dimiliki guru kimia di kelas XII IPA 1 dan IPA 2 di MAN 1 Semarang dengan baik,
yaitu guru kimia menguasai keilmuan sesuai bidangnya dengan mengaplikasikan ilmunya
sesuai
dengan bidang yang telah ia tekuni sebelumnya. Guru mampu mengelola program belajar
mengajar dan mengelola kelas dengan baik. Hal itu dibuktikan dengan guru selalu
mengkondisikan kelas agar lebih nyaman dalam proses pembelajaran. Guru mampu
menggunakan media pembelajaran dengan baik dengan menampilkan power point maupun
video pembelajaran yang mendukung. Selain itu guru kimia di MAN 1 Semarang juga
memiliki
catatan prestasi masing-masing siswa dan memberikan motivasi kepada siswa untuk
profesional
guru mempengaruhi motivasi atau minat pada siswa. Adapun indikator dari minat menurut
Sardiman (2007) adalah sebagai berikut 1. Tekun menghadapi tugas, 2. Ulet menghadapi
kesulitan (tidak mudah putus asa), 3. Menunjukan minat terhadap macam-macam masalah, 4.
Lebih senang bekerja mandiri, 5. Cepat bosan pada tugas yang rutin, 6. Tidak mudah
melepaskan hal yang diyakini, dan 7. Senang memecahkan masalah ataupun soal. Hal
tersebut
sesuai dengan hasil wawancara dengan siswa kelas XII IPA 1 bahwa siswa selalu
mengerjakan
tugas secara individu atau mandiri dan merasa tertantang dengan masalah ataupun materi
baru.
Berdasarkan hasil kuisioner yang dibagikan kepada siswa dapat dilihat pada gambar 1.
Bahwa
kompetensi profesional guru di MAN 1 Semarang cukup tinggi dengan perolehan rata-rata
3,21
untuk seluruh indikator. Selain itu pada gambar 2. minat siswa terhadap pelajaran kimia juga
menunjukkan hasil yang relatif sebanding dengan perolehan rata-rata 3.01. Maka dapat
diketahui bahwa kompetensi profesional guru sangat berpengaruh terhadap minat belajar
kimia.
Kompetensi profesional guru dinilai menggunakan lima indikator yang berisi tentang
1.Kesiapan mengajar guru, 2.Kejelasan guru menyampaikan materi, 3.Penggunaan media, 4.
Pengelolaan kelas, dan 5.Evaluasi pembelajaran.
Kesiapan guru dalam mengajar merupakan indikator pertama yang digunakan dalam
penelitian ini dengan menggunakan kuisioner yang diberikan kepada siswa sejumlah lima
soal.
Rata-rata siswa menjawab guru telah mempersiapkan materi pembelajaran dengan baik.
Menurut hasil wawancara siswa kelas XII IPA guru selalu datang tepat waktu dan telah
mempersiapkan materi pembelajaran sesuai dengan media pembelajaran yang akan
digunakan.
Guru juga menghubungkan materi kimia dengan kehidupan sekitar. Indikator ke-dua
menjelaskan tentang penjelasan guru pada saat pembelajaran kimia berlangsung. Responden
mengatakan bahwa guru dalam menyampaikan materi jelas dan mudah untuk dipahami. Hal
tersebut relevan dengan hasil analisis kuisioner yang diberikan kepada responden.
Penggunaan media saat pembelajaran merupakan indikator ke-tiga yang digunakan.
Penggunaan media oleh guru pada proses pembelajaran adalah power point dan beberapa
video
yang menunjang proses pembelajaran. Hasil wawancara dengan guru menyatakan bahwa
siswa
harus diberikan apresiasi terlebih dahulu sebelum mengikuti pelajaran agar siswa fokus
dengan
materi yang akan disampaikan. Indikator ke-empat adalah pengelolaan kelas. Guru mengelola
kelas dengan membentuk kelompok dan memberikan kesempatan untuk bertanya tentang
materi
yang diajarkan. Selanjutnya adalah indikator ke-lima yaitu evaluasi pembelajaran. Evaluasi
pembelajaran dilakukan guru dengan cara memberikan tugas dan mereview materi yang telah
diajarkan sebelumnya. Tugas tidak hanya diberikan dalam bentuk pekerjaan rumah
melainkan
dengan mencari informasi yang berada di internet. Selanjutnya guru akan memeriksa hasil
dari
tugas tersebut dengan memberikan nilai tambah kepada yang mampu mengerjakan tugasnya
dengan baik. Berdasarkan hasil kuisioner dan wawancara dengan guru maupun siswa dapat
diketahui bahwa kompetensi profesional guru kimia di MAN 1 Semarang sudah baik
3. Akibat masalah terhadap proses dan hasil belajar
4. Solusi (Way Out)
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai