Anda di halaman 1dari 24

BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. S
Umur : 72 tahun
Agama : Islam
Status : Menikah
Alamat : Sidoarum ¾, Jakenan, Pati, Jawa Tengah
Pekerjaan : saat ini pasien sudah tidak bekerja

II. ANAMNESA

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis kepada pasien


dan istrinya pada tanggal 13 April 2018 di poliklinik saraf RSUD RAA Soewondo
Pati dan tanggal 16 April 2018, pukul 15.00 di rumah pasien.
1. Keluhan Utama : Tangan gemetaran terus menerus
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke polikilinik saraf RSUD RAA Soewondo Pati
dengan keluhan kedua tangan gemetar dan kontrol karena obat habis.
Tangan kiri sering gemetar sejak + 10 tahun lalu, diikuti gemetar tangan
kanan + 6 tahun kemudian. Kedua tangan gemetar terus menerus tidak
terkendali, semakin hebat terutama saat beraktivitas dan sedang berpikir,
sehingga mengganggu aktivitas pasien seperti kesulitan memegang sendok
dan menulis.
Istri pasien mengatakan bahwa ketika pasien berbicara suaranya
lebih kecil, kurang jelas, lambat, dan sering diulang-ulang sejak +4 tahun
lalu. Pasien merasa badannya membungkuk condong ke depan dan
kesulitan berjalan. Berjalan menjadi kaku dan lebih lambat. Pasien juga
mengeluh sering “ngeces” (keluar liur). BAK & BAB tidak ada keluhan.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat hipertensi, diabetes, hiperkolesterol dan asam urat disangkal.
Pasien tidak pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya dan tidak pernah
menjalani operasi.
4. Riwayat Trauma :
Pasien tidak pernah mengalami jatuh ataupun cedera kepala sebelumnya.
5. Riwayat Penyakit Keluarga :
Keponakan pasien mengalami keluhan serupa. Riwayat hipertensi,
diabetes dalam keluarga disangkal.

1
6. Riwayat Kebiasaan :
Pasien tidak mengkonsumsi alkohol ataupun merokok.
7. Riwayat Obat-obatan :
Pasien mengkonsumsi obat rutin dari poliklinik saraf. Riwayat alergi obat
disangkal.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 16 April 2018.
A. Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : 15 (E4M6V5)
Tanda Vital
- Tekanan Darah : 120/70 mmHg
- Nadi : 78 x/menit, regular, isi cukup
- Laju Napas :18x/menit, regular
- Suhu Tubuh : 36,6 oC
B. Status Internus
- Kepala/leher : normosefali, deformitas (-), bengkak (-)
pembesaran KGB -/-
pembesaran kelenjar tiroid -/-
- Mata : Refleks cahaya +/+
Konjungtiva anemis -/-
Pupil isokor, 3mm/3mm
- Telinga/hidung : deformitas (-), nyeri (-), sekret (-)
septum nasi di tengah
- Mulut/faring : mukosa hiperemis (-)
Tonsil T1-T1 dan uvula ditengah
- Thorax
o Paru
Inspeksi : bentuk dada normal dan simetris
gerak napas tertinggal (-)
Palpasi : tactile fremitus Simetris, sama kuat
ekspansi normal
Perkusi : bunyi sonor pada semua lapang paru
Auskultasi : vesikuler, wheezing -/-, ronki -/-
o Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba 2 jari, 1 cm lateral dari MCLS,
thrill (-)
Perkusi : pekak, batas jantung normal

2
Auskultasi : S1/S2 normal, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen
o Inspeksi : datar, bekas luka (-)
o Auskultasi : bising usus normal, bruits (-)
o Perkusi : timpani
o Palpasi : nyeri tekan epigastrik (-)
hepatomegali (-), splenomegali (-)
- Ekstremitas : akral hangat
deformitas (-), edema (-)
CRT <2 detik
C. Status Neurologis
1. Fungsi Luhur
- Kesadaran
o Kualitatif : compos mentis
o Kuantitatif : E4M6V5
- Orientasi : baik
- Daya ingat
o Baru : baik
o Lama : baik
- Gerakan abnormal : tidak ditemukan
- Gangguan berbahasa
o Afasia motorik : -
o Afasia sensorik : -
2. Koordinasi dan Keseimbangan
- Rebound Phenomenon : (+)
- Tes point to point : (-), tremor (+)
- Tes pastpointing test : (-), tremor (+)
- Tes konfrontasi vertikal : (-)
- Tes konfrontasi horizontal : (-)
- Tes Romberg : tidak dilakukan
3. Saraf Otonom
- Miksi : normal
- Defekasi : normal
- Sekresi Keringat : normal
4. Nervi Cranialis

Nervus Kranialis Kanan Kiri


N. I (Olfactorius)
Daya Penghidu Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N. II (Opticus)
a. Daya penglihatan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
b. Lapang pandang Baik Baik

3
c. Fundus okuli Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N. III (Oculomotorius)
a. Ptosis (-) (-)
b. Gerak mata keatas (+) (+)
c. Gerak mata kebawah (+) (+)
d. Gerak mata media (+) (+)
e. Ukuran pupil 3 mm 3 mm
f. Bentuk pupil Bulat, reguler Bulat, reguler
g. Refleks cahaya langsung (+) (+)
h. Strabismus divergen (-) (-)
i. Diplopia (-) (-)
N. IV (Trochlearis)
a. Gerak mata lateral bawah (+) (+)
b. Strabismus konvergen (-) (-)
c. Diplopia (-) (-)
N. V (Trigeminus)
a. Menggigit (+) (+)
b. Membuka mulut (+) (+)
c. Sensibilitas (+) (+)
d. Refleks kornea (+) (+)
d. Refleks bersin Tidak dilakukan Tidak dilakukan
f. Refleks masseter Tidak dilakukan Tidak dilakukan
g. Refleks zigomatikus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N. VI (Abducens)
a. Pergerakan mata (ke (+) (+)
lateral)
b. Strabismus konvergen (-) (-)
c. Diplopia (-) (-)
N. VII (Facialis)
a. Kerutan kulit dahi Simetris Simetris
b. Mengerutkan dahi Simetris Simetris
c. Mengangkat alis Simetris Simetris
d. Menutup mata Simetris Simetris
e. Sulcus nasolabialis Simetris Simetris
f. Meringis Simetris Simetris
g. Tik fasial Tidak dilakukan Tidak dilakukan
h. Lakrimasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
i. Daya kecap 2/3 depan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N. VIII (Vestibulocochlearis)
a. Mendengarkan suara Tidak dilakukan Tidak dilakukan
berbisik
b. Tes Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
c. Tes Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan

4
d. Tes Schwabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan
e. Nistagmus (-) (-)
f. Tes Romberg Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N. IX (Glossopharyngeus)
a. Arkus faring Simetris Simetris
b. Uvula Di tengah Di tengah
c. Daya kecap 1/3 belakang Tidak dilakukan Tidak dilakukan
e. Sengau (-) (-)
f. Tersedak (-) (-)
N. X (Vagus)
a. Arkus faring Simetris Simetris
c. Daya kecap 1/3 belakang Tidak dilakukan Tidak dilakukan
d. Bersuara (+) (+)
e. Menelan (+) (+)
N. XI
a. Memalingkan muka (+) (+)
b. Sikap bahu Simetris Simetris
c. Mengangkat bahu (+) (+)
N. XII (Hypoglossus)
a. Sikap lidah Normal Normal
b. Menjulurkan lidah Normal Normal
c. Artikulasi Normal Normal
d. Tremor lidah Normal Normal
e. Trofi otot lidah Normal Normal
f. Fasikulasi lidah Normal Normal

 Sikap : kepala dan leher bungkuk ke depan, lengan dan tungkai fleksi
(Stooped/Bent Posture)

ANGGOTA GERAK
Kanan Kiri
ATAS
Sistem Motorik :
Gerakan Bebas Bebas
Kekuatan 5/5 5/5
Tonus Normotonus Normotonus
Trofi Eutrofi Eutrofi
Sensibilitas (+) (+)
Nyeri (+) (+)
Resting Tremor (+) (+)
Rigiditas (+) (+)
Refleks fisiologik :

5
Bisep (+) (+)
Trisep (+) (+)
Radius (+) (+)
Refleks patologis :
Hoffman (-) (-)
Tromner (-) (-)

ANGGOTA GERAK
Kanan Kiri
BAWAH
Sistem Motorik :
Gerakan Bebas Bebas
Kekuatan 5/5 5/5
Tonus Normotonus Normotonus
Trofi Eutrofi Eutrofi
Klonus (-) (-)
Sensibilitas (+) (+)
Nyeri (+) (+)

Refleks fisiologik :
Patella (+) (+)
Achilles (+) (+)
Refleks patologis :
Babinski (-) (-)
Chaddock (-) (-)
Oppenheim (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schaeffer (-) (-)
Mendel Bechterew (-) (-)
Rossolimo (-) (-)
Gonda (-) (-)
Klonus patella (-) (-)
Klonus kaki (-) (-)

RANGSANG
Kanan Kiri
MENINGEAL
Kaku Kuduk -
Kernig sign - -
Brudzinski I - -
Brudzinski II - -
Brudzinski III - -

6
RANGSANG
Kanan Kiri
RADIKULER
Tes Laseque - -
Tes Kernig - -
Tes Patrick - -
Tes Kontra Patrick - -

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


CT scan kepala tanpa kontras (+ 8 tahun yang lalu) di Magelang

V. RESUME
Telah diperiksa seorang laki-laki berusia 72 tahun dengan keluhan
kedua tangan gemetar dan kontrol karena obat habis. Tangan kiri sering
gemetar sejak + 10 tahun lalu, diikuti gemetar tangan kanan + 6 tahun
kemudian. Kedua tangan gemetar terus menerus tidak terkendali, semakin
hebat terutama saat beraktivitas dan sedang berpikir, sehingga
mengganggu aktivitas pasien seperti kesulitan memegang sendok dan
menulis.
Istri pasien mengatakan bahwa ketika pasien berbicara suaranya
lebih kecil, kurang jelas, lambat, dan sering diulang-ulang sejak +4 tahun
lalu. Pasien merasa badannya membungkuk condong ke depan dan
kesulitan berjalan. Berjalan menjadi kaku dan lebih lambat. Pasien juga
mengeluh sering “ngeces” (keluar liur). BAK & BAB tidak ada keluhan.
Keponakan pasien mengalami keluhan serupa.
Pada pemeriksaan fisik tanda-tanda vital didapatkan TD pasien
120/70 mmHg, Nadi 78 x/menit, RR 18 x/menit, suhu 36,6 oC,
pemeriksaan status generalis dalam batas normal.
Pada pemeriksaan neurologis didapatkan kesadaran compos
mentis, GCS 15. Terdapat resting tremor, rigiditas, stooped/bent posture.
Pemeriksaan CT-Scan tanpa kontras pernah diperiksa 8 tahun lalu
di Magelang.

VI. DIAGNOSIS
a. Diagnosis Klinis : Tremor, rigiditas, bent posture
b. Diagnosa Topis : Substansia nigra
c. Diagnosa Etiologi: Parkinson Disease

VII. TATALAKSANA
- Levopar tab 1-0-1
- THP (Trihexyphenidyl) 2mg 2x1
- Neurodex tab 1x1
VIII. PROGNOSIS

7
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam

8
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Penyakit parkinson adalah gangguan neurodegerative progresif dari sistem


saraf pusat, merupakan gejala kompleks yang dimanifestasikan oleh 6 tanda
utama : tremor saat istirahat, kekakuan, bradikinesia-hipokinesia, posisi tubuh
fleksi, kehilangan refleks postural, freezing phenomenon. Tanda-tanda motorik
tersebut merupakan akibat dari degenerasi neuron dopaminergik pada sistem
nigrostriatal. Penyakit ini memiliki dimensi gejala yang sangat luas sehingga baik
langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kualitas hidup penderita maupun
keluarga.1 

Terdapat dua istilah berkaitan yang perlu dibedakan yaitu penyakit


parkinson dan parkinsonism. 2

Secara patologis penyakit parkinson ditandai oleh degenerasi neuron-


neuron berpigmen neuromelamin, terutama di pars kompakta substansia nigra
yang disertai inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies), atau disebut juga
parkinsonisme idiopatik atau primer.2

Sedangkan Parkinonisme adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor


waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia, dan hilangnya refleks postural, atau disebut
juga sindrom parkinsonisme.2

EPIDEMIOLOGI

Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia, jumlah penderita antara pria


dan wanita seimbang. 5 – 10 % orang yang terjangkit penyakit parkinson, gejala
awalnya muncul sebelum usia 40 tahun, tapi rata-rata menyerang penderita pada
usia 65 tahun. Secara keseluruhan, pengaruh usia pada umumnya mencapai 1 % di
seluruh dunia dan 1,6 % di Eropa, meningkat dari 0,6 % pada usia 60 – 64 tahun
sampai 3,5 % pada usia 85 – 89 tahun.3

Di Amerika Serikat, ada sekitar 500.000 penderita parkinson. Di Indonesia


sendiri, dengan jumlah penduduk 210 juta orang, diperkirakan ada sekitar
200.000-400.000 penderita. Rata-rata usia penderita di atas 50 tahun dengan
rentang usia-sesuai dengan penelitian yang dilakukan di beberapa rumah sakit di
Sumatera dan Jawa- 18 hingga 85 tahun. Statistik menunjukkan, baik di luar
negeri maupun di dalam negeri, lelaki lebih banyak terkena dibanding perempuan
(3:2) dengan alasan yang belum diketahui. 1

9
ETIOLOGI

Etiologi Parkinson primer masih belum diketahui. Terdapat beberapa


dugaan, di antaranya ialah : infeksi oleh virus yang non-konvensional (belum
diketahui), reaksi abnormal terhadap virus yang sudah umum, pemaparan terhadap
zat toksik yang belum diketahui, terjadinya penuaan yang prematur atau
dipercepat.

Parkinson disebabkan oleh rusaknya sel-sel otak, tepatnya di substansi


nigra. Suatu kelompok sel yang mengatur gerakan-gerakan yang tidak
dikehendaki (involuntary). Akibatnya, penderita tidak bisa mengatur/menahan
gerakan-gerakan yang tidak disadarinya.

Mekanisme bagaimana kerusakan itu belum jelas benar, akan tetapi ada
beberapa faktor resiko ( multifaktorial ) yang telah diidentifikasikan, yaitu :

1. Usia : Insiden meningkat dari 10 per 10.000 penduduk pada usia 50 sampai
200 dari 10.000 penduduk pada usia 80 tahun. Hal ini berkaitan dengan reaksi
mikrogilial yang mempengaruhi kerusakan neuronal, terutama pada substansia
nigra pada penyakit parkinson.
2. Genetik : Penelitian menunjukkan adanya mutasi genetik yang berperan pada
penyakit parkinson. Yaitu mutasi pada gen a-sinuklein pada lengan panjang
kromosom 4 (PARK1) pada pasien dengan Parkinsonism autosomal dominan.
Pada pasien dengan autosomal resesif parkinson, ditemukan delesi dan mutasi
point pada gen parkin (PARK2) di kromosom 6. Selain itu juga ditemukan
adanya disfungsi mitokondria. Adanya riwayat penyakit parkinson pada
keluarga meningakatkan faktor resiko menderita penyakit parkinson sebesar
8,8 kali pada usia kurang dari 70 tahun dan 2,8 kali pada usia lebih dari 70
tahun. Meskipun sangat jarang, jika disebabkan oleh keturunan, gejala
parkinsonisme tampak pada usia relatif muda. Kasus-kasus genetika di USA
sangat sedikit, belum ditemukan kasus genetika pada 100 penderita yang
diperiksa. Di Eropa pun demikian. Penelitian di Jerman menemukan hasil nol
pada 70 penderita. Contoh klasik dari penyebab genetika ditemukan pada
keluarga-keluarga di Italia karena kasus penyakit itu terjadi pada usia 46
tahun.
3. Faktor Lingkungan
a) Xenobiotik : Berhubungan erat dengan paparan pestisida yang dapat
menimbulkan kerusakan mitokondria.
b) Pekerjaan : Lebih banyak pada orang dengan paparan metal yang lebih
tinggi dan lama.
c) Infeksi : Paparan virus influenza intrautero diduga turut menjadi faktor
predesposisi penyakit parkinson melalui kerusakan substansia nigra.

10
Penelitian pada hewan menunjukkan adanya kerusakan substansia nigra
oleh infeksi Nocardia astroides.
d) Diet : Konsumsi lemak dan kalori tinggi meningkatkan stress oksidatif,
salah satu mekanisme kerusakan neuronal pada penyakit parkinson.
Sebaliknya,kopi merupakan neuroprotektif.
4. Ras : angka kejadian Parkinson lebih tinggi pada orang kulit putih
dibandingkan kulit berwarna.
5. Trauma kepala : Cedera kranio serebral bisa menyebabkan penyakit
parkinson, meski peranannya masih belum jelas benar.
6. Stress dan depresi : Beberapa penelitian menunjukkan depresi dapat
mendahului gejala motorik. Depresi dan stress dihubungkan dengan penyakit
parkinson karena pada stress dan depresi terjadi peningkatan turnover
katekolamin yang memacu stress oksidatif.

KLASIFIKASI

Penyakit parkinson dapat dibagi atas 3 kategori, yaitu :

1. Parkinson primer/idiopatik/paralysis agitans.


Sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan kronis, tetapi penyebabnya
belum jelas. Kira-kira 7 dari 8 kasus parkinson termasuk jenis ini.

2. Parkinson sekunder atau simtomatik


Dapat disebabkan pasca ensefalitis virus, pasca infeksi lain : tuberkulosis,
sifilis meningovaskuler. Toksin seperti 1-methyl-4-phenyl-1,2,3,6-
tetrahydropyridine (MPTP), Mn, CO, sianida. Obat-obatan yang
menghambat reseptor dopamin dan menurunkan cadangan dopamin
misalnya golongan fenotiazin, reserpin, tetrabenazin dan lain-lain,
misalnya perdarahan serebral pasca trauma yang berulang-ulang pada
petinju, infark lakuner, tumor serebri, hipoparatiroid dan kalsifikasi.

3. Sindrom Parkinson Plus (Multiple System Degeneration)


Pada kelompok ini gejalanya hanya merupakan sebagian dari gambaran
penyakit keseluruhan. Jenis ini bisa didapat pada Progressive supranuclear
palsy, Multiple system atrophy (sindrom Shy-drager, degenerasi
striatonigral, olivo-pontocerebellar degeneration, parkinsonism-
amyotrophy syndrome), Degenerasi kortikobasal ganglionik, Sindrom
demensia, Hidrosefalus normotensif, dan Kelainan herediter (Penyakit
Wilson, penyakit Huntington, Parkinsonisme familial dengan neuropati
peripheral).

11
PATOFISIOLOGI

Ada dua teori mengenai patogenesis terjadinya parkinson :

1. Teori ketidakseimbangan saraf dopaminergik dengan saraf kolinergik


Bilamana kegiatan saraf dopaminergik meningkat dan atau kegiatan
saraf kolinergik menurun, maka saraf dopaminergik akan dominan
pengaruhnya terhadap output striatum dengan akibat timbulnya gejala
hiperkinesia. Bilamana kegiatan saraf dopaminergik menurun dan atau
kegiatan saraf kolinergik meningkat, maka dominasi saraf kolinergik dengan
akibat timbulnya sindroma parkinson.6

2. Teori ketidakseimbangan jalur langsung (eksitasi) dan jalur tidak langsug


(inhibisi)
Bila terjadi hiperaktivitas jalur langsung atau hipoaktif jalur tak
langsung maka output dari globus palidus atau substansi nigra kearah talamus
dan korteks akan menurun dan timbul gejala hiperkinesia. Sebaliknya bila
terjadi hipoaktifitas jalur langsung atau hiperaktifitas jalur tak langsung, maka
output dari globus palidus atau substansia nigra akan meningkat dan timbul
gejala hipokinesia.7

Dengan memahami neuroanatomi ganglia basalis termasuk


neurotransmitternya, maka patogenesa penyakit parkinson akan lebih mudah
dipahami. Dalam kondisi fisiologis, pelepasan dopamin dari ujung saraf
nigrostriatum akan merangsang reseptor D1 (eksitatorik) dan reseptor D2
(inhibitorik) yang berada di dendrit output neuron striatum. Output striatum
disalurkan ke globus palidus segmen interna atau substansia nigra pars
retikularis lewat 2 jalur yaiatu jalur direk berkaitan dengan reseptor D1 dan

12
jalur indirek berkaitan dengan reseptor D2. Maka bila masukan direk dan
indirek seimbang maka tidak ada kelainan gerak.7

GEJALA KLINIS55a

1. Gejala Motorik

Gambaran klinis penyakit Parkinson

a. Tremor
Gejala penyakit parkinson sering luput dari pandangan awam, dan
dianggap sebagai suatu hal yang lumrah terjadi pada orang tua. Salah satu
ciri khas dari penyakit parkinson adalah tangan tremor (bergetar) jika
sedang beristirahat. Namun, jika orang itu diminta melakukan sesuatu,
getaran tersebut tidak terlihat lagi. Itu yang disebut resting tremor, yang
hilang juga sewaktu tidur.

Tremor terdapat pada jari tangan, tremor kasar pada sendi


metakarpofalangis, kadang-kadang tremor seperti menghitung uang logam
atau memulung-mulung (pill rolling). Pada sendi tangan fleksi-ekstensi
atau pronasi-supinasi pada kaki fleksi-ekstensi, kepala fleksi-ekstensi atau
menggeleng, mulut membuka menutup, lidah terjulur-tertarik. Tremor ini
menghilang waktu istirahat dan menghebat waktu emosi terangsang
(resting/ alternating tremor).

Tremor tidak hanya terjadi pada tangan atau kaki, tetapi bisa juga
terjadi pada kelopak mata dan bola mata, bibir, lidah dan jari tangan
(seperti orang menghitung uang). Semua itu terjadi pada saat
istirahat/tanpa sadar. Bahkan, kepala penderita bisa bergoyang-goyang jika
tidak sedang melakukan aktivitas (tanpa sadar). Artinya, jika disadari,
tremor tersebut bisa berhenti. Pada awalnya tremor hanya terjadi pada satu

13
sisi, namun semakin berat penyakit, tremor bisa terjadi pada kedua belah
sisi.

b. Rigiditas/kekakuan
Tanda yang lain adalah kekakuan (rigiditas). Jika kepalan tangan
yang tremor tersebut digerakkan (oleh orang lain) secara perlahan ke atas
bertumpu pada pergelangan tangan, terasa ada tahanan seperti melewati
suatu roda yang bergigi sehingga gerakannya menjadi terpatah-
patah/putus-putus. Selain di tangan maupun di kaki, kekakuan itu bisa juga
terjadi di leher. Akibat kekakuan itu, gerakannya menjadi tidak halus lagi
seperti break-dance. Gerakan yang kaku membuat penderita akan berjalan
dengan postur yang membungkuk. Untuk mempertahankan pusat
gravitasinya agar tidak jatuh, langkahnya menjadi cepat tetapi pendek-
pendek.

Adanya hipertoni pada otot fleksor ekstensor dan hipertoni seluruh


gerakan, hal ini oleh karena meningkatnya aktifitas motorneuron alfa,
adanya fenomena roda bergigi (cogwheel phenomenon).

c. Akinesia/Bradikinesia
Kedua gejala di atas biasanya masih kurang mendapat perhatian
sehingga tanda akinesia/bradikinesia muncul. Gerakan penderita menjadi
serba lambat. Dalam pekerjaan sehari-hari pun bisa terlihat pada
tulisan/tanda tangan yang semakin mengecil, sulit mengenakan baju,
langkah menjadi pendek dan diseret. Kesadaran masih tetap baik sehingga
penderita bisa menjadi tertekan (stres) karena penyakit itu. Wajah menjadi
tanpa ekspresi. Kedipan dan lirikan mata berkurang, suara menjadi kecil,
refleks menelan berkurang, sehingga sering keluar air liur.

Gerakan volunter menjadi lambat sehingga berkurangnya gerak


asosiatif, misalnya sulit untuk bangun dari kursi, sulit memulai berjalan,
lambat mengambil suatu obyek, bila berbicara gerak lidah dan bibir
menjadi lambat. Bradikinesia mengakibatkan berkurangnya ekspresi muka
serta mimik dan gerakan spontan yang berkurang, misalnya wajah seperti
topeng, kedipan mata berkurang, berkurangnya gerak menelan ludah
sehingga ludah suka keluar dari mulut.

d. Tiba-tiba Berhenti atau Ragu-ragu untuk Melangkah


Gejala lain adalah freezing, yaitu berhenti di tempat saat mau mulai
melangkah, sedang berjalan, atau berputar balik; dan start hesitation, yaitu
ragu-ragu untuk mulai melangkah. Bisa juga terjadi sering kencing, dan
sembelit. Penderita menjadi lambat berpikir dan depresi. Hilangnya refleks

14
postural disebabkan kegagalan integrasi dari saraf propioseptif dan labirin
dan sebagian kecil impuls dari mata, pada level talamus dan ganglia
basalis yang akan mengganggu kewaspadaan posisi tubuh. Keadaan ini
mengakibatkan penderita mudah jatuh.

e. Mikrografia
Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat, pada
beberapa kasus hal ini merupakan gejala dini.

f. Langkah dan gaya jalan (sikap Parkinson)


Berjalan dengan langkah kecil menggeser dan makin menjadi cepat
(marche a petit pas), stadium lanjut kepala difleksikan ke dada, bahu
membengkok ke depan, punggung melengkung bila berjalan.

g. Bicara monoton
Hal ini karena bradikinesia dan rigiditas otot pernapasan, pita
suara, otot laring, sehingga bila berbicara atau mengucapkan kata-kata
yang monoton dengan volume suara halus (suara bisikan) yang lambat.

h. Dimensia
Adanya perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya
dengan defisit kognitif.

i. Gangguan behavioral
Lambat-laun menjadi dependen (tergantung kepada orang lain),
mudah takut, sikap kurang tegas, depresi. Cara berpikir dan respon
terhadap pertanyaan lambat (bradifrenia) biasanya masih dapat
memberikan jawaban yang betul, asal diberi waktu yang cukup.

j. Gejala Lain
Kedua mata berkedip-kedip dengan gencar pada pengetukan diatas
pangkal hidungnya (tanda Myerson positif)

2. Gejala non motorik


a. Disfungsi otonom
 Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama
inkontinensia dan hipotensi ortostatik
 Kulit berminyak dan infeksi kulit seboroik
 Pengeluaran urin yang banyak
 Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan melemahnya
hasrat seksual, perilaku, orgasme.
b. Gangguan suasana hati, penderita sering mengalami depresi
c. Ganguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat

15
d. Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia)
e. Gangguan sensasi
 kepekaan kontras visuil lemah, pemikiran mengenai ruang,
pembedaan warna
 penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan oleh
hypotension orthostatic, suatu kegagalan sistemsaraf otonom untuk
melakukan penyesuaian tekanan darah sebagai jawaban atas
perubahan posisi badan
 berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau (microsmia
atau anosmia).

DIAGNOSIS2

Diagnosis penyakit Parkinson ditegakkan berdasarkan kriteria :

1. Secara klinis
 Didapatkan 2 dari 3 tanda kardinal gangguan motorik : tremor, rigiditas,
bradikinesia atau
 3 dari 4 tanda motorik : tremor, rigiditas, bradikinesia dan
ketidakstabilan postural.
2. Krieteria Koller
 Didapati 2 dari 3 tanda cardinal gangguan motorik : tremor saat istirahat
atau gangguan refleks postural, rigiditas, bradikinesia yang berlangsung
1 tahun atau lebih.
 Respons terhadap terapi levodopa yang diberikan sampai perbaikan
sedang (minimal 1.000 mg/hari selama 1 bulan) dan lama perbaikan 1
tahun atau lebih.
3. Kriteria Gelb & Gilman
 Gejala kelompok A (khas untuk penyakit Parkinson) terdiri dari :
1) Resting tremor
2) Bradikinesia
3) Rigiditas
4) Permulaan asimetris
 Gejala klinis kelompok B (gejala dini tak lazim), diagnosa alternatif,
terdiri dari :
1) Instabilitas postural yang menonjol pada 3 tahun pertama
2) Fenomena tak dapat bergerak sama sekali (freezing) pada 3 tahun
pertama
3) Halusinasi (tidak ada hubungan dengan pengobatan) dalam 3 tahun
pertama
4) Demensia sebelum gejala motorik pada tahun pertama.

16
 Diagnosis “possible” : terdapat paling sedikit 2 dari gejala kelompok A
dimana salah satu diantaranya adalah tremor atau bradikinesia dan tak
terdapat gejala kelompok B, lama gejala kurang dari 3 tahun disertai
respon jelas terhadap levodopa atau dopamine agonis.
 Diagnosis “probable” : terdapat paling sedikit 3 dari 4 gejala
kelompok A, dan tidak terdapat gejala dari kelompok B, lama penyakit
paling sedikit 3 tahun dan respon jelas terhadap levodopa atau
dopamine agonis.
 Diagnosis “pasti” : memenuhi semua kriteria probable dan
pemeriksaan histopatologis yang positif.
Penyakit Parkinson adalah suatu penyakit degeneratif yang berkembang
progresif dan penyebabnya tidak diketahui, oleh karena itu strategi
penatalaksanaannya adalah 1) terapi simtomatik, untuk mempertahankan
independensi pasien, 2) neuroproteksi dan 3) neurorestorasi, keduanya untuk
menghambat progresivitas penyakit Parkinson. Strategi ini ditujukan untuk
mempertahankan kualitas hidup penderitanya.

TATALAKSANA

1. Terapi farmakologik
a. Obat pengganti dopamine (Levodopa, Carbidopa)
Levodopa merupakan pengobatan utama untuk penyakit parkinson.
Di dalam otak levodopa dirubah menjadi dopamine. L-dopa akan diubah
menjadi dopamine pada neuron dopaminergik oleh L-aromatik asam amino
dekarboksilase (dopa dekarboksilase). Walaupun demikian, hanya 1-5% dari
L-Dopa memasuki neuron dopaminergik, sisanya dimetabolisme di
sembarang tempat, mengakibatkan efek samping yang luas. Karena
mekanisme feedback, akan terjadi inhibisi pembentukan L-Dopa endogen.
Carbidopa dan benserazide adalah dopa dekarboksilase inhibitor, membantu
mencegah metabolisme L-Dopa sebelum mencapai neuron dopaminergik.

Levodopa mengurangi tremor, kekakuan otot dan memperbaiki


gerakan. Penderita penyakit parkinson ringan bisa kembali menjalani
aktivitasnya secara normal. Obat ini diberikan bersama carbidopa untuk
meningkatkan efektivitasnya & mengurangi efek sampingnya.

Banyak dokter menunda pengobatan simtomatis dengan levodopa sampai


memang dibutuhkan. Bila gejala pasien masih ringan dan tidak
mengganggu, sebaiknya terapi dengan levodopa jangan dilakukan. Hal ini
mengingat bahwa efektifitas levodopa berkaitan dengan lama waktu
pemakaiannya. Levodopa melintasi sawar-darah-otak dan memasuki
susunan saraf pusat dan mengalami perubahan ensimatik menjadi dopamin.
Dopamin menghambat aktifitas neuron di ganglia basal.

17
Efek samping levodopa dapat berupa:

1) Neusea, muntah, distress abdominal


2) Hipotensi postural
3) Sesekali akan didapatkan aritmia jantung, terutama pada penderita
yang berusia lanjut. Efek ini diakibatkan oleh efek beta-adrenergik
dopamine pada system konduksi jantung. Ini bisa diatasi dengan obat
beta blocker seperti propanolol.
4) Diskinesia  yang paling sering ditemukan melibatkan anggota
gerak, leher atau muka. Diskinesia sering terjadi pada penderita yang
berespon baik terhadap terapi levodopa. Beberapa penderita
menunjukkan gejala on-off yang sangat mengganggu karena penderita
tidak tahu kapan gerakannya mendadak menjadi terhenti, membeku,
sulit. Jadi gerakannya terinterupsi sejenak.
5) Abnormalitas laboratorium. Granulositopenia, fungsi hati abnormal
dan ureum darah yang meningkat merupakan komplikasi yang jarang
terjadi pada terapi levodopa.
Efek samping levodopa pada pemakaian bertahun-tahun adalah
diskinesia yaitu gerakan motorik tidak terkontrol pada anggota gerak
maupun tubuh. Respon penderita yang mengkonsumsi levodopa juga
semakin lama semakin berkurang. Untuk menghilangkan efek samping
levodopa, jadwal pemberian diatur dan ditingkatkan dosisnya, juga dengan
memberikan tambahan obat-obat yang memiliki mekanisme kerja berbeda
seperti dopamin agonis, COMT inhibitor atau MAO-B inhibitor.

b. Agonis Dopamin
Agonis dopamin seperti Bromokriptin (Parlodel), Pergolid (Permax),
Pramipexol (Mirapex), Ropinirol, Kabergolin, Apomorfin dan lisurid
dianggap cukup efektif untuk mengobati gejala Parkinson. Obat ini bekerja
dengan merangsang reseptor dopamin, akan tetapi obat ini juga
menyebabkan penurunan reseptor dopamin secara progresif yang
selanjutnya akan menimbulkan peningkatan gejala Parkinson.

Obat ini dapat berguna untuk mengobati pasien yang pernah mengalami
serangan yang berfluktuasi dan diskinesia sebagai akibat dari levodopa dosis
tinggi. Apomorfin dapat diinjeksikan subkutan. Dosis rendah yang diberikan
setiap hari dapat mengurangi fluktuasi gejala motorik.

Efek samping obat ini adalah halusinasi, psikosis, eritromelalgia,


edema kaki, mual dan muntah.

c. Antikolinergik
Obat ini menghambat sistem kolinergik di ganglia basal dan
menghambat aksi neurotransmitter otak yang disebut asetilkolin. Obat ini

18
mampu membantu mengoreksi keseimbangan antara dopamine dan
asetilkolin, sehingga dapat mengurangi gejala tremor. Ada dua preparat
antikolinergik yang banyak digunakan untuk penyakit parkinson , yaitu
thrihexyphenidyl (artane) dan benztropin (congentin). Preparat lainnya yang
juga termasuk golongan ini adalah biperidon (akineton), orphenadrine
(disipal) dan procyclidine (kamadrin).

Efek samping obat ini adalah mulut kering dan pandangan kabur.
Sebaiknya obat jenis ini tidak diberikan pada penderita penyakit Parkinson
usia diatas 70 tahun, karena dapat menyebabkan penurunan daya ingat.

d. Penghambat Monoamin oxidase (MAO Inhibitor)


Selegiline (Eldepryl), Rasagaline (Azilect). Inhibitor MAO diduga
berguna pada penyakit Parkinson karena neurotransmisi dopamine dapat
ditingkatkan dengan mencegah perusakannya. Selegiline dapat pula
memperlambat memburuknya sindrom Parkinson, dengan demikian terapi
levodopa dapat ditangguhkan selama beberapa waktu. Berguna untuk
mengendalikan gejala dari penyakit Parkinson yaitu untuk mengaluskan
pergerakan.

Selegilin dan rasagilin mengurangi gejala dengan dengan


menginhibisi monoamine oksidase B (MAO-B), sehingga menghambat
perusakan dopamine yang dikeluarkan oleh neuron dopaminergik.
Metabolitnya mengandung L-amphetamin and L-methamphetamin. Biasa
dipakai sebagai kombinasi dengan gabungan levodopa-carbidopa. Selain itu
obat ini juga berfungsi sebagai antidepresan ringan. Efek sampingnya adalah
insomnia, penurunan tekanan darah dan aritmia.

e. Amantadin
Berperan sebagai pengganti dopamine, tetapi bekerja di bagian lain
otak. Obat ini dulu ditemukan sebagai obat antivirus, selanjutnya diketahui
dapat menghilangkan gejala penyakit Parkinson yaitu menurunkan gejala
tremor, bradikinesia, dan fatigue pada awal penyakit Parkinson dan dapat
menghilangkan fluktuasi motorik (fenomena on-off) dan diskinesia pada
penderita Parkinson lanjut. Dapat dipakai sendirian atau sebagai kombinasi
dengan levodopa atau agonis dopamine. Efek sampingnya dapat
mengakibatkan mengantuk.

f. Penghambat Catechol 0-Methyl Transferase/COMT


Entacapone (Comtan), Tolcapone (Tasmar). Obat ini masih relatif
baru, berfungsi menghambat degradasi dopamine oleh enzim COMT dan
memperbaiki transfer levodopa ke otak. Mulai dipakai sebagai kombinasi
levodopa saat efektivitas levodopa menurun. Diberikan bersama setiap dosis

19
levodopa. Obat ini memperbaiki fenomena on-off, memperbaiki kemampuan
aktivitas kehidupan sehari-hari.

Efek samping obat ini berupa gangguan fungsi hati, sehingga perlu diperiksa
tes fungsi hati secara serial. Obat ini juga menyebabkan perubahan warna
urin berwarna merah-oranye.

g. Neuroproteksi
Terapi neuroprotektif dapat melindungi neuron dari kematian sel
yang diinduksi progresifitas penyakit. Yang sedang dikembangkan sebagai
agen neuroprotektif adalah apoptotic drugs (CEP 1347 and CTCT346),
lazaroids, bioenergetics, antiglutamatergic agents, dan dopamine receptors.
Adapun yang sering digunakan di klinik adalah monoamine oxidase
inhibitors (selegiline and rasagiline), dopamin agonis, dan complek I
mitochondrial fortifier coenzyme Q10.

Algoritma penatalaksanaan penyakit Parkinson

2. Terapi pembedahan

20
Bertujuan untuk memperbaiki atau mengembalikan seperti semula
proses patologis yang mendasari (neurorestorasi).

a. Terapi ablasi lesi di otak


Termasuk katergori ini adalah thalamotomy dan pallidotomy

Indikasi : - fluktuasi motorik berat yang terus menerus

- diskinesia yang tidak dapat diatasi dengan pengobatan medik


Dilakukan penghancuran di pusat lesi di otak dengan menggunakan
kauterisasi. Efek operasi ini bersifat permanen seumur hidup dan sangat
tidak aman untuk melakukan ablasi dikedua tempat tersebut.

b. Deep Brain Stimulation (DBS)


Ditempatkan semacam elektroda pada beberapa pusat lesi di otak yang
dihubungkan dengan alat pemacunya yang dipasang di bawah kulit dada
seperti alat pemacu jantung. Pada prosedur ini tidak ada penghancuran lesi
di otak, jadi relatif aman. Manfaatnya adalah memperbaiki waktu off dari
levodopa dan mengendalikan diskinesia.

c. Transplantasi
Percobaan transplantasi pada penderita penyakit parkinson dimulai
1982 oleh Lindvall dan kawannya, jaringan medula adrenalis (autologous
adrenal) yang menghasilkan dopamin. Jaringan transplan (graft) lain yang
pernah digunakan antara lain dari jaringan embrio ventral mesensefalon
yang menggunakan jaringan premordial steam atau progenitor cells, non
neural cells (biasanya fibroblast atau astrosytes), testis-derived sertoli cells
dan carotid body epithelial glomus cells. Untuk mencegah reaksi penolakan
jaringan diberikan obat immunosupressant cyclosporin A yang menghambat
proliferasi T cells sehingga masa idup graft jadi lebih panjang. Transplantasi
yang berhasil baik dapat mengurangi gejala penyakit parkinson selama 4
tahun kemudian efeknya menurun 4 – 6 tahun sesudah transplantasi. Teknik
operasi ini sering terbentur bermacam hambatan seperti ketiadaan donor,
kesulitan prosedur baik teknis maupun perijinan.

3. Non Farmakologik
a. Edukasi
Pasien serta keluarga diberikan pemahaman mengenai penyakitnya,
misalnya pentingnya meminum obat teratur dan menghindari jatuh.
Menimbulkan rasa simpati dan empati dari anggota keluarganya sehingga
dukungan fisik dan psikik mereka menjadi maksimal.
b. Terapi rehabilitasi
Tujuan rehabilitasi medik adalah untuk meningkatkan kualitas hidup
penderita dan menghambat bertambah beratnya gejala penyakit serta

21
mengatasi masalah-masalah sebagai berikut : Abnormalitas gerakan,
Kecenderungan postur tubuh yang salah, Gejala otonom, Gangguan
perawatan diri (Activity of Daily Living – ADL), dan Perubahan psikologik.
Latihan yang diperlukan penderita parkinson meliputi latihan fisioterapi,
okupasi, dan psikoterapi.
Latihan fisioterapi meliputi : latihan gelang bahu dengan tongkat,
latihan ekstensi trunkus, latihan frenkle untuk berjalan dengan menapakkan
kaki pada tanda-tanda di lantai, latihan isometrik untuk kuadrisep femoris
dan otot ekstensor panggul agar memudahkan menaiki tangga dan bangkit
dari kursi.
Latihan okupasi yang memerlukan pengkajian ADL pasien, pengkajian
lingkungan tenpat tinggal atau pekerjaan. Dalam pelaksanaan latihan dipakai
bermacam strategi, yaitu :
 Strategi kognitif : untuk menarik perhatian penuh/konsentrasi, bicara
jelas dan tidak cepat, mampu menggunakan tanda-tanda verbal
maupun visual dan hanya melakukan satu tugas kognitif maupun
motorik.
 Strategi gerak : seperti bila akan belok saat berjalan gunakan tikungan
yang agak lebar, jarak kedua kaki harus agak lebar bila ingin
memungut sesuatu dilantai.
 Strategi keseimbangan : melakukan ADL dengan duduk atau berdiri
dengan kedua kaki terbuka lebar dan dengan lengan berpegangan
pada dinding. Hindari eskalator atau pintu berputar. Saat bejalan di
tempat ramai atau lantai tidak rata harus konsentrasi penuh jangan
bicara atau melihat sekitar.
Seorang psikolog diperlukan untuk mengkaji fungsi kognitif,
kepribadian, status mental pasien dan keluarganya. Hasilnya digunakan
untuk melakukan terapi rehabilitasi kognitif dan melakukan intervensi
psikoterapi.

PROGNOSIS
Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson,
sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali
terkena parkinson, maka penyakit ini akan menemani sepanjang hidupnya. Tanpa
perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progress hingga terjadi total
disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general, dan dapat
menyebabkan kematian.

Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien berbeda-berbeda.


Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala berkurang, dan
lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping pengobatan terkadang
dapat sangat parah. Penyakit Parkinson sendiri tidak dianggap sebagai penyakit

22
yang fatal, tetapi berkembang sejalan dengan waktu. Rata-rata harapan hidup pada
pasien Parkinson pada umumnya lebih rendah dibandingkan yang tidak menderita
Parkinson. Pada tahap akhir, penyakit Parkinson dapat menyebabkan komplikasi
seperti tersedak, pneumoni, dan memburuk yang dapat menyebabkan kematian.

Progresifitas gejala pada Parkinson dapat berlangsung 20 tahun atau lebih.


Namun demikian pada beberapa orang dapat lebih singkat. Tidak ada cara yang
tepat untuk memprediksikan lamanya penyakit ini pada masing-masing individu.
Dengan treatment yang tepat, kebanyakan pasien Parkinson dapat hidup produktif
beberapa tahun setelah diagnosis.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Nurhasan. Parkinson. (Online). Cited 2018 Apr available from : http://medical-


free.blogspot.com/2008/06/parkinson.html
2. PERDOSSI.Konsensus Tatalaksana Penykit Parkinson. Edisi Revisi.
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.2003. hal. 8 – 17
3. Fink J. Stephen, Growdon James B. Paralysis dan Gangguan Gerak. Dalam Fauci
AS, Braunwald E, Isselbacher KJ, Wilson JD, Martin JB, Kasper DL, et al.,
editors. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 14th ed. New York: McGraw-
Hill; 1998. Hal.143 – 146
4. Sjahrir H, Nasution D, Gofir A. Parkinson’s Disease & Other Movement
Disorders. Pustaka Cedekia dan Departemen Neurologi FK USU Medan. 2007.
Hal 4-53.
5. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Penyakit Parkinson. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III. FKUI. 2007. Hal 1373-1377.
6. Price SA, Wilson LM, Hartwig MS. Gangguan Neurologis dengan Simtomatologi
Generalisata. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Vol 2. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 2006. Hal 1139-1144.
7. Harsono. Penyakit Parkinson. Buku Ajar Neurologis Klinis. Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia dan UGM. 2008. Hal 233-243.
8. Duus Peter. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda dan Gejala
Edisi II. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1996. Hal 231-243.

24

Anda mungkin juga menyukai