Anda di halaman 1dari 15

TUGAS FARMAKOTERAPI III

ALZHEIMER DAN PARKINSON

Oleh :
KELOMPOK 6/ Kelas A2A

Ni Putu Pipin Prasetya Sari ( 171200149 )

Ni Putu Pradnyani Dewi ( 171200150 )

Ni Putu Rusi Damayani ( 171200151 )

Ni Putu Sintya Dewi ( 171200152 )

Nyoman Adi Krisnanda ( 171200153 )

PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS


UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL

DENPASAR
2020
Alzheimer dan Parkinson

I. Alzheimers

Penyakit Alzheimer merupakan sebagian besar penyebab umum demensia, menyumbang


sekitar 60 persen sampai 80 persen kasus. Kesulitan mengingat percakapan terakhir, nama
atau peristiwa sering kali merupakan gejala klinis awal, apatis dan depresi juga gejala sering
yang terjadi diawal. Termasuk gangguan komunikasi, disorientasi, kebingungan, penilaian
buruk, perubahan perilaku, pada akhirnya kesulitan berbicara, menelan dan berjalan.
(Alzheimer’s Association, 2015)

Penyakit Alzheimer adalah penyakit degeneratif otak dan penyebab paling umum dari
demensia. Hal ini ditandai dengan penurunan memori, bahasa, pemecahan masalah dan
keterampilan kognitif lainnya yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk melakukan
kegiatan sehari-hari. Penurunan ini terjadi karena sel-sel saraf (neuron) di bagian otak yang
terlibat dalam fungsi kognitif telah rusak dan tidak lagi berfungsi normal.

Kategori Alzheimer dapat dibagi menjadi:

1. Predementia: Pada Alzheimer tingkat ini terjadi gangguan kognitif ringan, defisit memori,
serta apatis, apatis.

2. Demensia onset awal Pada Alzheimer tingkat ini terjadi gangguan bahasa, kosakata, bahasa
oral & tulisan, gangguan persepsi, gangguan gerakan, terlihat bodoh, kurang inisiatif untuk
melakukan aktivitas.

3. Dementia moderat Pada Alzheimer tingkat ini terjadi deteriorasi progresif, tidak mampu
membaca & menulis, gangguan long-term memory, subtitusi penggunaan kata (parafasia),
misidentifikasi, labil, mudah marah, delusi, Inkontinen system urinaria.

4. Dementia tahap lanjut (advanced) Pada Alzheimer tingkat ini terjadi tidak dapat mengurus
diri secara mandiri, kehilangan kemampuan verbal total, agresif, apatis ekstrim, deteriorasi
massa otot & mobilitas, kehilangan kemampuan untuk makan.

I.1 Gejala

Gejala penyakit Alzheimer bervariasi antara individu. Gejala awal yang paling umum
adalah kemampuan mengingat informasi baru secara bertahap memburuk. Berikut ini adalah
gejala umum dari Alzheimer:
a. Hilangnya ingatan yang mengganggu kehidupan sehari-hari.

b. Sulit dalam memecahkan masalah sederhana.

c. Kesulitan menyelesaikan tugas-tugas yang akrab di rumah, di tempat kerja atau di waktu
luang.

d. Kebingungan dengan waktu atau tempat.

e. Masalah pemahaman gambar visual dan hubungan spasial.

f. Masalah baru dengan kata-kata dalam berbicara atau menulis.

g. Lupa tempat menyimpan hal-hal dan kehilangan kemampuan untuk menelusuri kembali
langkah-langkah.

h. Penurunan atau penilaian buruk.

i. Penarikan dari pekerjaan atau kegiatan sosial.

j. Perubahan suasana hati dan kepribadian, termasuk apatis dan depresi.

I.2 Faktor Penyebab

a. Usia Faktor risiko terbesar untuk penyakit Alzheimer adalah usia. Kebanyakan orang
dengan penyakit Alzheimer didiagnosis pada usia 65 tahun atau lebih tua. Orang muda
kurang dari 65 tahun juga dapat terkena penyakit ini, meskipun hal ini jauh lebih jarang.
Sementara usia adalah faktor risiko terbesar.

b. Riwayat Keluarga Riwayat keluarga dengan keluarga yang memiliki orangtua, saudara atau
saudari dengan Alzheimer lebih mungkin untuk mengembangkan penyakit daripada
mereka yang tidak memiliki kerabat dengan Alzheimer's. Faktor keturunan (genetika),
bersama faktor lingkungan dan gaya hidup, atau keduanya dapat menjadi penyebabnya. c.
Pendidikan atau Pekerjaan Beberapa ilmuwan percaya faktor lain dapat berkontribusi atau
menjelaskan peningkatan risiko demensia di antara mereka dengan pendidikan yang
rendah. Hal ini cenderung memiliki pekerjaan yang kurang melatih rangsangan otak.
Selain itu, pencapaian pendidikan yang lebih rendah dapat mencerminkan status sosial
ekonomi rendah, yang dapat meningkatkan kemungkinan seseorang mengalami gizi buruk
dan mengurangi kemampuan seseorang untuk membayar biaya perawatan kesehatan atau
mendapatkan perawatan yang disarankan.

d. Traumatic Brain Injury (TBI) Trauma Cedera Otak sedang dan berat meningkatkan risiko
perkembangan penyakit Alzheimer. Trauma Cedera Otak adalah gangguan fungsi otak
yang normal yang disebabkan oleh pukulan atau tersentak ke kepala atau penetrasi
tengkorak oleh benda asing, juga dapat didefinisikan sebagai cedera kepala yang
mengakibatkan hilangnya kesadaran. Trauma Cedera Otak dikaitkan dengan dua kali risiko
mengembangkan Alzheimer dan demensia lainnya dibandingkan dengan tidak ada cedera
kepala.

Selama tahap akhir penyakit, pasien mulai kehilangan kemampuan untuk mengontrol
fungsi motorik seperti menelan, atau kehilangan kontrol usus dan kandung kemih. Mereka
akhirnya kehilangan kemampuan untuk mengenali anggota keluarga dan untuk berbicara.
Sebagai penyakit berlangsung itu mulai mempengaruhi emosi dan perilaku seseorang dan
mereka mengembangkan gejala seperti agresi, agitasi, depresi, sulit tidur.

I.3 Penatalaksanaan Terapi

Berikut ini merupakan langkah ataupun tahap pemeriksaan yang dilakukan bagi penderita
Alzheimer, meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis

Anamnesis merupakan tahap awal dari rangkaian pemeriksaan pemeriksaan pasien,


pemeriksaan secara langsung kepada pasien ataupun bersama dengan keluarga atau dengan
relasi terdekat. Tujuan anamnesis adalah untuk mendapatkan informasi dan riwayat hidup
secara menyeluruh dari dari pasien yang bersangkutan. Hal- hal yang bersangkutan dengan
anamnesis yaitu

a. Identitas pasien Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal dan jam rehabilitasi, nomor register dan diagnosis medis.

b. Keluhan utama Penurunan daya ingat, perubahan emosi menjadi sebuah keluhan utama
dari pasien ataupun keluarga untuk diberikan sebuah pelayanan kesehatan

c. Riwayat penyakit sekarang Pada tahap ini, pasien mengeluhkan sering lupa dan hilang
ingatan dengan hal yang baru saja terjadi. Keluarga mengeluhkan perubahan emosi dan
tingkah laku pada pasien saat berada disekitarnya. Hingga pada akhirnya perlu bantuan
keluarga untuk melakukan aktifitas keseharian pasien

d. Riwayat penyakit terdahuluPengkajian seperti riwayat kesehatan pasien. Seperti


penggunaan obat-obatan, penyakit jantung, hipertensi.

e. Riwayat penyakit keluarga Salah satu penyebab juga terdapat dari faktor genetika.
Penyakit tersebut dapat diwariskan atau diturunkan pada anggota keluarga dari pasien
yang mengidap Alzheimer. Pengkajian kesehatan generasi terdahulu dari keluarga
diperlukan untuk melihat komplikasi penyakit dan hal yang mempercepat gerak dari
penyakit tersebut.

f. Pengkajian psikososiospiritual Pengkajian untuk menilai nilai emosi, dan perubahan


perilaku pasien dalam kehidupan sehari-hari dan perubahan peran pasien dikeluarga serta
respon ataupun pengaruhnya didalam keluarga.

2. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan yang meliputi berat badan dan tinggi badan. Selain itu
pemerikasaan juga dilakukan pada: suhu, denyut nadi, tekanan darah, tingkat kesadaran.

3. Pemeriksaan Kognitif dan neuropsikiatrik Pemeriksaan yang sering digunakan untuk


evaluasi dan konfirmasi penurunan fungsi kognitif adalah the mini mental status
examination (MMSE),yang dapat pula digunakan untuk memantau perjalanan penyakit.

4. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang juga direkomendasikan adalah


CT/MRI kepala, yang mana pemeriksaan tersebut dapat sebagai pendukung lebih jelasnya
pemeriksaan pada pasien.

Penyakit Alzheimer hingga saat ini memang belum dapat disembuhkan, selain itu belum
adanya obat-obatan yang memiliki keefektivan hasil bagi pasien Alzheimer. Obat-obatan
tersebut hanya mengurangi progresifitas penyakit Alzheimer sehingga hanya memberikan rasa
tenang bagi pasien, sehingga mengurangi perubahan emosi dan perilakunya dalam kehidupan
sehari-hari. Terapi yang dapat diberikan untuk pasien Alzheimer yaitu terapi farmakologis
dengan penggunaan obat-obatan dan terapi non farmakologis. Terapi farmakologis pada
pasien Alzheimer difokuskan pada tiga domain: mempertahankan fungsi kognitif, perilaku
dan gejala kejiwaan. Sedangkan terapi non farmakologi dilakukan untuk mempertahankan
fungsi kognitif yang masih ada dengan berbagai macam program kegiatan yang dapat
diberikan, antara lain terapi relaksasi dan latihan fisik untuk menyehatkan kerja otak, serta
senam otak.

1. Terapi non-farmakologis

Merupakan cara terapi menggunakan pendekatan selain obatobatan. Terapi non-


farmakologis sering digunakan dengan tujuan mempertahankan atau meningkatkan fungsi
kognitif, kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari, atau kualitas hidup secara
keseluruhan. Mereka juga dapat digunakan dengan tujuan mengurangi gejala perilaku seperti
depresi, apatis, mengembara, gangguan tidur. Terapi nonfarmakologis diperlukan untuk lebih
mengevaluasi efektivitas mereka dalam kehidupa sehari-hari (Alzheimer’s Association,
2015).

Prinsip prinsip dasar dalam pengobatan pasien dengan Alzheimer meliputi: Kegiatan
yang mencakup mengenai kegiatan dan lingkungan pasien rehabilitasi. Lingkungan yang
dimaksud adalah lingkungan keluarga dan masyarakat serta lingkungan alam. Dalam konteks
kegiatan pada pasien meliputi kegiatan kreatif seperti olahraga, kegiatan keseharian secara
konsisten. Dalam konteks lingkungan yang mencakup keluarga dan masyarakat adalah
menggunakan pendekatan halus pada pasien, berempati pada pasien, serta dalam konteks
lingkungan alam adalah memberikan lingkungan yang aman dan nyaman.

2. Terapi Farmakologis

Perawatan farmakologis merupakan sebuah cara terapi dengan menggunakan obat untuk
memperlambat atau menghentikan suatu penyakit atau mengobati gejalanya. Efektivitas obat
ini bervariasi dari orang ke orang. Namun, tidak ada perawatan yang tersedia saat ini untuk
penyakit Alzheimer, hingga saat ini obat hanya memperlambat atau menghentikan kerusakan
neuron yang menyebabkan gejala Alzheimer dan akhirnya membuat penyakit menjadi fatal.
Jenis obat-obatan yang biasanya diresepkan oleh dokter untuk penyakit Alzheimer adalah
rivastigmine, galantamine, donepezil, dan memantine. Keempat obat ini mampu meredakan
gejala demensia dengan cara meningkatkan kadar dan aktivitas kimia di dalam otak.
Rivastigmine, galantamine, dan donepezil biasanya digunakan untuk menangani penyakit
Alzheimer dengan tingkat gejala awal hingga menengah. Sedangkan memantine biasanya
diresepkan bagi penderita Alzheimer dengan gejala tahap menengah yang tidak dapat
mengonsumsi obat-obatan lainnya. Memantine juga dapat diresepkan pada penderita
Alzheimer dengan gejala yang sudah memasuki tahap akhir.

Setiap orang pastinya tidak ingin ataupun ingin jauh dari berbagai macam penyakit yang
membahayan kesehatan, Penyakit jantung sering dikaitkan dengan risiko mengidap penyakit
Alzheimer. Jika seseorang memiliki risiko tinggi terkena penyakit jantung, maka dirinya pun
lebih rentan terkena penyakit Alzheimer. Karena itu lakukanlah beberapa langkah berikut ini
agar jantung tetap sehat dan terhindar dari risiko terkena penyakit Alzheimer.

a. Konsumsi makanan sehat yang kadar lemak dan kolesterolnya rendah. Tingkatkan asupan
serat, seperti buah-buahan dan sayur-sayuran.

b. Berhenti merokok dan batasi konsumsi minuman keras.


c. Penderita stroke, diabetes, hipertensi, atau kolesterol tinggi, diharapkan teratur dalam
mengonsumsi obat yang disarankan oleh dokter, serta menjalani nasihat dari dokter
mengenai pola hidup sehat.

d. Jika mengalami kelebihan berat badan atau obesitas, berusahalah untuk menurunkan berat
badan secara aman.

e. Rutin memeriksakan tekanan darah, serta kadar kolesterol dan gula secara teratur agar Anda
selalu waspada.

f. Berolahraga secara rutin sedikitnya dua setengah jam tiap minggu, seperti bersepeda atau
berjalan kaki.

Umumnya, orang-orang yang aktif secara sosial, fisik, dan mental tidak akan mudah
terkena penyakit Alzheimer. Berdasarkan hal tersebut, melakukan kegiatan yang
menyenangkan dapat menstimulasi gerak tubuh dan pikiran.

II. Parkinsons
Penyakit Parkinson adalah salah satu penyakit neurodegeneratif yang paling banyak
dialami pada umur lanjut dan jarang dibawah umur 30 tahun. Biasanya mulai timbul pada usia
40-70 tahun dan mencapai puncak pada dekade keenam Penyakit Parkinson yang mulai
sebelum umur 20 tahun disebut sebagai Juvenile Parkinsonism (Perdossi,2013).
Penyakit Parkinson merupakan gangguan neurodegeneratif yang dicirikan dengan gejala
motorik klasik yaitu bradikinesia, rigiditas, dan tremor. Penyakit ini merupakan penyakit
neurodegeneratif tersering kedua setelah demensia Alzheimer. Sindroma ini pertama kali
dikemukakan oleh James Parkinson tahun 1817 sebagai shaking palsy dan dinamakan
paralysis agitans oleh Marshal Hall tahun 1841 (Koutoudis, Ted K., 2010, Cheryl HW. 1999)
Insiden penyakit parkinson di Amerika Serikat sekitar 1 juta orang pada tahun 2010
sedangkan diseluruh dunia penderita mencapai 5 juta orang. Kebanyakan individu yang
mengalami penyakit parkinson berusia lebih dari 60 tahun. Penyakit Parkinson terjadi pada
sekitar 1% individu berusia 60 tahun dan sekitar 4% pada orang yang berusia 80tahun. Karena
harapan hidup secara keseluruhan meningkat, jumlah orang dengan penyakit parkinson akan
meningkat di masa depan (Heyne, Sietske N. 2010).
Penyakit Parkinson atau Parkinson disease (PD) adalah gangguan neurodegeneratif yang
bersifat progesif yang mengenai gerakan atau kontrol terhadap gerakan termasuk bicara dan
memiliki onset yang bersifat insidious (tidak diketahui dengan pasti kapan mulai sakit)
(Koutoudis, Ted K., 2010).
Penyakit parkinson merupakan salah satu penyakit neurodegeneratif yang paling banyak
ditemukan pada usia lanjut dan jarang terjadi dibawah usia 30 tahun. Prevalensi penyakit
parkinson sekitar 160 per 100.000 populasi. Gejala penyakit ini dapat muncul mulai usia 40
tahun dengan puncaknya pada dekade 6. Penyakit ini banyak ditemukan pada laki-laki jika
dibandingkan dengan perempuan dengan rasio 3:2. Secara keseluruhan seiring dengan
meningkatnya angka harapan hidup, maka insiden dari penyakit neurodegeneratif, temasuk
penyakit parkinson akan meningkat pula (Moghal S, Rajput AH, D’Arcy C, Rajput R. 1994).

II.1 Gejala

Gejala-gejala penyakit Parkinson merupakan hasil dari berkurangnya aktivitas neuron


dopaminergik, terutama di daerah substantia nigra. Hal tersebut menyebabkan perubahan
dalam aktivitas sirkuit saraf di dalam ganglia basal yang mengatur gerakan. Pada dasarnya,
hambatan yang terjadi berasal dari jalur langsung dan eksitasi dari jalur tidak langsung. Jalur
langsung dapat memfasilitasi gerakan, sedangkan jalur tidak langsung menghambat gerakan.
Kehilangan sel-sel ini berakibat gangguan pada gerakan hypokinetic. Kurangnya dopamin
dalam mengirimkan rangsang ke korteks motor mengakibatkan hypokinesia. Penyakit
Parkinson dapat mempengaruhi gerakan atau gejala motorik. Tanda tanda dan gejala lainnya
termasuk gangguan suasana hati, perilaku berpikir, dan sensasi. Gejala-gejala utamanya,
antara lain:

1. Tremor

Tremor terjadi biasanya 4-6 Hz tremor, maksimal ketika anggota badan yang diam dan
menurun dengan gerakan sukarela. Hal tersebut biasanya unilateral saat onset. Hal ini
merupakan gejala yang paling jelas meskipun perkiraan 30% pasien memiliki sedikit tremor
jelas, tremor pada penyakit Parkinson sangat khas, karena tremor terjadi pada saat dalam
keadaan istirahat (resting tremor), biasanya dimulai pada tangan dan jari-jari.

2. Kekakuan

Peningkatan kekakuan otot yang berkombinasi dengan tremor istirahat menghasilkan


ratchety “cogwheel”, yaitu kekakuan ketika anggota badan yang pasif bergerak.

3. Bradykinesia/akinesia

Bradykinesia menyebabkan keterlambatan atau tidak adanya gerakan. Gerakan yang


berulang-ulang menghasilkan kerugian dysrhythmic dan decremental amplitudo. Gerakan
dalam melakukan aktifitas sehari-hari menjadi sangat lambat, sehingga tugas-tugas sederhana
menjadi sulit dan memakan waktu lama.

4. Postural ketidakstabilan

Postural ketidakstabilan menyebabkan kegagalan refleks normal sehingga terjadi


gangguan keseimbangan.

5. Gangguan postur

Gangguan postur dan kiprah ditandai dengan langkah-langkah singkat saat berjalan
dan kaki hampir tidak meninggalkan tanah.

6. Penurunan swing-arm

Penderita penyakit Parkinson sangat menjaga batang lehernya sehingga terjadi


kekakuan otot. Hal ini terjadi karena kesulitan dalam memutar leher dan berputar pada jari
kaki.

7. Bungkuk

Bungkuk merupakan postur badan menjadi maju dan tertekuk. Ketika sudah parah,
kepala dan bahu atas dapat menjadi bengkok di sudut kanan relatif terhadap batang
(camptocormia).

8. Festination

Festination merupakan kombinasi dari postur bungkuk, ketidakseimbangan, dan


langkah-langkah pendek. Hal ini dapat mengakibatkan kiprah yang akan semakin capat
hingga sering berakhir dengan jatuh.

9. Kiprah pembekuan

Pembekuan yang terjadi merupakan manifestasi dari akinesia atau ketidakmampuan


untuk bergerak, misalnya ketidakmampuan untuk menggerakkan kaki.

10. Distonia

Pada sekitar 20% dari kasus, kontraksi otot akan terasa menyakitkan, seringkali
mempengaruhi kaki dan pergelangan kaki terutama kaki fleksi dan inversi kaki. Hal tersebut
dapat mengganggu kiprah, berbicara, dan gangguan menelan.

11. Hypophonia
Hypophonia menyebabkan kualitas suara cenderung lembut, serak, dan monoton. Hal
tersebut diakibatkan oleh gangguan pada lidah sehingga kesulitan dalam mengucapkan
kosakata dengan baik.

12. Kelelahan

Pada sekitar 50% dari kasus, penderita mengalami kelelahan, wajah yang menyerupai
topeng dikenal sebagai hypomimia, dan jarang berkedip.

13. Micrographia

Penderita mengalami kesulitan untuk menulis sehingga tulisan tangannya menjadi


kecil.

(Integra, 2017).

II.2 Faktor Penyebab


Etiologi dari penyakit parkinson belum diketahui secara pasti, namun berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa etiologi penyakit ini berhubungan
dengan faktor genetik, faktor lingkungan, umur, ras, cedera kranioserebral dan stress
emosional. Faktor lingkungan yang berisiko menimbulkan penyakit parkinson adalah paparan
toksin terutama pestisida pertanian yang berbahaya bagisistem neurologis. Komunitas
pertanian erat kaitannya dengan penggunaan pestisida. Ketika pestisida disemprotkan atau
dilepaskan ke udara, kandungan pestisida tersebut dapat terpapar hingga 1000 meter ke lokasi
sekitarnya. Paparan pestisida pada manusia diklasifikasikan menjadi dua kategori
yaituoccupational exposure dan non occupational exposure. Occupational exposure terjadi
pada individu yang pekerjaannya berhubungan langsung dengan pestisida seperti petani,
keluarga petani dan aplikator pestisida. Sedangkan non occupational exposure terjadi pada
individu yang tinggal di dekat lahan pertanian dan tempat penyemprotan pestisida. Sehingga,
semua komunitas pertanian berisiko mengalami masalah kesehatan seperti penyakit parkinson
akibat paparan pestisida (Silitonga R. 2007., Wan N, Lin G. 2016).
Pestisida diklasifikasikan menjadi beberapa jenis yaitu insektisida, molluscisida,
rodentisida, herbisida dan fungisida.Toksisitas dari pestisida ini dapat melewati sawar darah
otak. Beberapa mekanisme pestisida yang dapat menyebabkan penyakit parkinson diantaranya
yaitu menyebabkan disfungsi mitokondria sehingga mengganggu respirasi seluler, stress
oksidatif yang mengakibatkan kematian sel dan mengganggu kadar dopamin. Dopamin
berfungsi untuk komunikasi elektrokimia antar sel neuron di otak yang mengatur pergerakan,
keseimbangan, refleks postural dan kelancaran berbicara.Pada penyakit parkinson, terjadi
penurunan kadar dopamin, sehingga fungsi neuron di sistem saraf pusat ikut menurun dan
menghasilkan kelambanan gerak, kelambanan berpikir, kelambanan bicara, tremor dan
kekakuan (Handayani R. 2009., Dick FD., 2006. Cicchetti F, et al. 2009).
Pada faktor genetik ditemukan tiga gen yang menggangu degradasi protein sehingga
protein beracun tidak dapat didegradasi di ubiquitin proteosomal pathway. Karena gagalnya
degradasi protein tersebut maka akan mengakibatkan peningkatan apoptosis sel-sel di SNc
sehingga meningkatkan kematian neuron di SNc. Faktor lingkungan dipengaruhi oleh banyak
hal seperti alkohol, kafein, merokok, depresi, diet tinggi protein, pestisida yang akan
menimbulkan stress oksidatif sehingga dapat mengakibatkan kematian sel. Berdasarkan
penelitian epidemiologi, umur dan ras juga berpengaruh terhadap terjadinya penyakit
parkinson. Proses menua dapat menjadi faktor risiko yang mempermudah terjadinya proses
degenerasi di SNc dan angka kejadian penyakit parkinson ditemukan lebih tinggi pada ras
kulit putih dibandingkan kulit berwarna (Handayani R. 2009).

Faktor risiko lainnya ada hal-hal lain yang membuat seseorang berisiko lebih tinggi
mengembangkan PD. Faktor risiko utama adalah usia, karena PD lebih banyak umum pada
orang dewasa yang lebih tua (> 50 tahun). Pria juga punya risiko PD lebih tinggi daripada
wanita. PD tampaknya mempengaruhi lebih sering Kaukasia daripada orang Amerika
keturunan Afrika atau orang Asia (Integra, 2017).

.
II.3 Penatalaksanaan Terapi
Hingga saat ini belum ada obat yang dapat menyembuhkan penyakit Parkinson secara
keseluruhan. Obat yang saat ini tersedia adalah Levodopa, bromokriptin, selegilin,
antikolinergik, dan lain-lain yang baru sampai pada tahap mengurangi gejala atau dapat
memperpanjang waktu bagi penderita untuk bebas dari gejala. Untuk mempertahankan
morbiditasnya, penderita dianjurkan untuk tetap melakukan kegiatan sehari-harinya dan
mengikuti terapi fisik dan latihan secara rutin.
2.3.1 Terapi Farmakologi
a. Levodopa
Levodopa merupakan terapi gold standard dalam mengobati penyakit parkinson.
Levodopa merupakan precursor dopamin yang dapat menembus Blood Brain Barrier.
Levodopa umumnya ditambah dengan karbidopa yang merupakan inhibitor dekarboksilase
perifer (PDI). karbidopa menghambat dekarboksilasi levodopa menjadi dopamin dalam
sirkulasi sistemik, sehingga memungkinkan untuk distribusi levodopa lebih besar ke dalam
sistem saraf pusat. Levodopa memberikan manfaat antiparkinson terbesar untuk tanda-tanda
dan gejala motorik, dengan efek samping paling sedikit dalam jangka pendek. Namun untuk
penggunaan jangka panjang levodopa dikaitkan dengan fluktuasi motorik ("wearing-off ")
dan dyskinesia (John CM, Brust MD. 2007., Weintraub D, Cornella CL, Horn S. 2008).
Secara umum efek terapi levodopa untuk memperbaiki rigiditas, akan tetapi kurang
efektif untuk mengatasi tremor dan gangguan keseimbangan. Terapi dengan levodopa
dimulai pada dosis rendah dan dinaikkan dosisnya perlahan-lahan. Beberapa efek samping
dari levodopa antara lain hipotensi, diskinesia, artimia, gangguan gastrointestinal, serta
gangguan pernafasan. Selain itu dapat muncul juga gangguan psikiatrik seperti ansietas,
halusinasi pendengaran, dan gangguan tidur (John CM, Brust MD. 2007., Weintraub D,
Cornella CL, Horn S. 2008).
b. MAO (Monoamine Oxidase)-B Inhibitor
Monoamine oxidase (MAO)-B inhibitor dapat dipertimbangkan untuk pengobatan awal
penyakit. Obat ini memberikan manfaat perbaikan gejala yang ringan, memiliki profil efek
samping yang baik. Menurut penelitian Cochrane, MAO-B inhibitor telah meningkatkan
indikator kualitashidup sebesar 20-25% dalam jangka panjang.Contoh dari MAO-B inhibitor
adalah selegiline dan rasagiline (Koutoudis, Ted K. 2010).
c. Agonis Dopamin
Agonis dopamin bekerja dengan menstimulasi dopamin reseptor di substansia nigra dan
efektif untuk memperlambat munculnya komplikasi motorik seperti diskinesia jika
dibandingkan dengan levodopa. Agonis dopamin dapat digunakan untuk mengatasi gejala
motorik pada tahap awal dan kurang baik untuk mengatasi gejala motorik pada stadium
akhir. Contoh dari agonis dopamin adalah bromokriptin, pramipexole, ropinirole. Efek
samping seperti mengantuk, halusinasi, edema, dan gangguan kontrol impuls (Weintraub D,
Cornella CL, Horn S. 2008).
d. Antikolinergik
Antikolinergik efektif untuk mengontrol tremor pada stadium awal dari penyakit
parkinson, tetapi tidak efektif untuk mengatasi bradikinesia dan instabititas postural. Pada
penyakit parkinson gangguan ekstrapiramidal dapat terjadi akibat kadar dopamin menurun
menyebabkan gangguan keseimbangan antara dopaminergik dengan asetilkolin yang
meningkat. Pemberian antikolinergik akan menyeimbangkan dopamin dan asetilkolin. Obat-
obat ini harus diberikan dengan dosis rendah pada awal dan ditingkatkan perlahanlahan
untuk meminimalkan efek samping, yang meliputi gangguan memori, konstipasi, mulut
kering, dan retensi urin. Antikolinergik yang paling umum digunakan adalah
trihexyphenidyl (Weintraub D, Cornella CL, Horn S. 2008).
e. Amantadine
Amantadine adalah agen antivirus yang memiliki aktivitas antiparkinson. Mekanisme
kerjanya tidak sepenuhnya dipahami, tetapi amantadine diduga mempotensiasi respon
dopaminergik di susunan saraf pusat. Obat ini dapat melepaskan dopamin dan norepinefrin
dari lokasi penyimpanan dan menghambat reuptake dopamin dan norepinefrin. Efek
samping amantadine adalah disorientasi, halusinasi, mual, sakit kepala, pusing, dan
insomnia (Weintraub D, Cornella CL, Horn S. 2008).

2.3.2 Terapi Non Farmakologi


Untuk mempertahankan morbiditasnya, penderita dianjurkan untuk tetap melakukan
kegiatan sehari-harinya dan mengikuti terapi fisik dan latihan secara rutin.Salah satu
pendekatan untuk memperbaiki kualitas hidup penderita Parkinson adalah dengan terapi
paliatif. Terapi paliatif pada penderita Parkinson adalah dengan memberikan terapi fisik,
okupasi dan bicara oleh terapi suntuk dapat membantu penderita melakukan aktifitas
sehari-hari. Pada penderita penyakit Parkinson juga mengalami penurunan kognitif,
dimana hal tersebut mempengaruhi memori dan fungsi otak lainnya seperti gangguan
mood (depresi, ansietas, sulit berkonsentrasi dan potensi timbulnya demensia). Saat ini
tengah dilakukan penelitian pengobatan dengan terapi gen, yang tujuannya adalah untuk
meningkatkan level enzym yang dapat mempengaruhi peningkatan produksi dopamin,
dimana pada penderita Parkinson, enzim ini mengalami penurunan.
a. Olahraga
Latihan dan Aktivitas Harian
Jadwal olahraga teratur dapat membuat perubahan besar pada mobilitas anda, baik
dalam jangka pendek maupun panjang. Bahkan beberapa studi penelitian telah
menunjukkan bahwa rutinitas olahraga teratur berjalan, latihan kekuatan, dapat
membantu mempertahankan, atau bahkan meningkatkan, mobilitas, keseimbangan,
dan koordinasi pada orang dengan PD. Orang dengan PD juga melaporkan fisik (dan
mental) manfaat berenang, bersepeda, menari (APDA,2019).
b. Diet
Tidak ada satu diet pun yang disarankan untuk PD, selain makan sehat secara umum
selalu merupakan pilihan yang baik. Misalnya makan beberapa porsi buah dan sayuran
sehari meningkatkan asupan serat dan dapat membantu meringankan sembelit, selain
itu mempromosikan kesehatan umum. Juga, minum banyak air atau minuman non-
alkohol dan bebas kafein lainnya memastikan hidrasi yang memadai dan dapat
mengurangi kemungkinan rendah tekanan darah dan sembelit. Ada bukti bahwa diet
Mediterania adalah hati dan otak-sehat dan mungkin menjadi pilihan yang baik untuk
memulai ketika memutuskan pada pilihan makanan. Diet ini ditandai oleh sayuran,
buah-buahan, biji-bijian utuh, kacang-kacangan dan kacang-kacangan, jumlah rendah
lemak sedang protein seperti ayam dan ikan serta lemak misalnya minyak zaitun
(APDA,2019).

DAFTAR PUSTAKA

Alzheimer’s association; 2015 [diakses tanggal 4 April 2020]. Tersedia dari:


http://www.alz.org/alzheimers_disease_c auses_risk_factors.asp

American Parkinson Disease Association (APDA), 2019. Parkinson’s Disease Handbook.


America: APDA.

Cheryl HW. 1999. Diagnosis and Management Parkinsons Disease. Profesional


Communication Inc,.
Cicchetti F, Drouin-Ouellet J, Gross RE. 2009. Environmental Toxins And Parkinson’s
Disease: What Have We Learned From Pesticide-Induced Animal Models?. Trends
Pharmacol Sci. 2009;30(9):475–83.
Dick FD., 2006. Parkinson’s Disease And Pesticide Exposures. Br Med Bull. 2006;79–
80(1):219– 31.
Handayani R. 2009. Penyakit parkinson. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:
Interna Publishing.
Heyne, Sietske N. 2010. Parkinson’s Disease (http://www.medicinenet.com/) Diakses tanggal
4 april 2020.
Integra, 2017. Mengenal Parkinson. www.integra.co.id. Diakses tanggal 6 april 2020.
John CM, Brust MD. 2007. Current Diagnosis & Treatment in Neurology. McGraw-Hill
Professional.
Kelompok Studi Movement Disorder (Perdossi). Buku Panduan Tatalaksana Penyakit
Parkinson. 2013: 9-24
Koutoudis, Ted K. 2010. Parkinson’s Disease, (http://www.emedicinehealth.com/) Diakses
tanggal 4 april 2020.
Moghal S, Rajput AH, D’Arcy C, Rajput R. 1994. Prevalence Of Movement Disorders In
Elderly Community Residents. NEUROEPIDEMIOLOGY; 13:175-178.
Silitonga R. 2007. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kualitas Hidup Penderita
Penyakit Parkinson di Poliklinik Saraf RS dr Kariadi. Universitas Diponegoro
Semarang. Semarang
Wan N, Lin G. 2016. Parkinson’s Disease and Pesticides Exposure: New Findings From a
Comprehensive Study in Nebraska, USA. J Rural Heal. 2016;32(3):303–13.
Weintraub D, Cornella CL, Horn S. 2008. Parkinson Disease –Part 1: Pathophysiology,
Symptoms, Burden, Diagnosis, And Assessment. Am J Manag Care. 2008;14:S40-
S48.

Anda mungkin juga menyukai