Anda di halaman 1dari 83

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN DENGAN

METODE ROLE PLAY TERHADAP PERILAKU


MENGGUNAKAN MASKER PADA
PASIEN TUBERCULOSIS PARU
DI PUSKESMAS DRINGU
PROBOLINGGO

PROPOSAL

Untuk Memenuhi Persyaratan/


Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Keperawatan

Oleh :

Dinda Insani Rizki

14201.08.16009

PROGRAM STUDI SARJANA ILMU KEPERAWATAN


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PROBOLINGGO
2020

iv
HALAMAN PERSETUJUAN

PROPOSAL

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN DENGAN


METODE ROLEPLAY TERHADAP PERILAKU
MENGGUNAKAN MASKER PADA PASIEN
TUBERCULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS
DRINGU PROBOLINGGO

Untuk Memenuhi PersyaratanMemperoleh


Gelar Sarjana Ilmu Keperawatan

Oleh :
Dinda Insani Rizki

NIM. 14201.08.16009

Menyetujui :

Pembimbing I Pembimbing II

Ro’isah,S.KM.S.Kep.Ns,M.Kes Rizka Yunita S.Kep.Ns.,M.Kep


NIDN. 0702088101

iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Dinda Insani Rizki

Nim : 14201.08.16009

Jurusan : Ilmu Keperawatan

Prodi : Sarjana Keperawatan STIKES Hafshawaty Pesantren

Zainul Hasan.

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Proposal yang saya tulis ini

benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilan alihan

tulisan atau pikiran orang lain. Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa

hasil proposal ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi

atas perbuatan tersebut

Probolinggo, 2020

Yang membuat pernyataan

(Dinda insani Rizki)

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kehadiran Allah SWT atas Rahmat Taufik serta

hidayah-Nya atas terselesaikannya proposal yang berjudul “Pengaruh

Pendidikan Kesehatan Dengan Metode Role Play Terhadap Perilaku

Menggunakan Masker Pada Pasien TB Paru Di Wilay Kerja Puskesmas Dringu

Probolinggo”

Proposal ini disusun guna memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan

Program Sarjana Keperawatan di STIKES Hafshawaty Pesantren Zainul Hasan

Probolinggo

Pada penyusunan penelitian ini, tidak lepas dari kesulitan dan hambatan

namun berkat bimbingan pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak, sehingga

proposal ini dapat terselesaikan, untuk itu dengan segala hormat penulisan

sampaikan terimakasih kepada:

1. KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah, SH, MM. selaku ketua yayasan

STIKES Hafshawaty Zainul Hasan Genggong.

2. Dr.H.Nur Hamim, SKM.,M.Kes selaku ketua STIKES Hafshawaty Zainul

Hasan Genggong Probolinggo.

3. Shinta Wahyu Sari.,S.Kep.,M,kep.,Sp.Kep.Mat. selaku ketua prodi S1

keperawatan STIKES Hafshawaty Pesantren Zainul Hasan Genggong.

4. Ro’isah,S.KM.S.Kep.Ns,M.Kes. Selaku pembimbing I yang banyak

meluangkan waktu, pikiran serta petunjuk demi perbaikan dalam

pembuatan proposal ini

5. Rizka Yunita S.Kep.Ns.,M.Kep. Selaku pembimbing II yang banyak

meluangkan waktu, pikiran serta petunjuk demi perbaikan dalam

pembuatan proposal ini

iv
6. Kepala Puskesmas dringu serta Perawat yang telah banyak meluangkan

waktu, demi terselesainya proposal ini.

7. Keluarga terutama kedua orang tua saya yang telah memberikan

dukungan modal dan motivasi yang tiada henti demi terselesainya

proposal ini.

8. Semua rekan seperjuangan dalam suka dan duka yang membantu demi

terselesainya proposal ini.

Probolinggo, 2020

Peneliti

Dinda Insani Rizki

iv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Permohonan Ijin Studi Pendahuluan Bankesbanpol Ke

Puskesmas Dringu

Lampiran 2 Surat Ijin Dinas Kesehatan

Lampiran 3 Surat Ijin Bankesbanpol

Lampiran 4 Standar Operasional Prosedur

Lampiran 5 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 6 Pengantar Kuesioner

Lampiran 7 Kuesioner perilaku menggunakan masker

Lampiran 8 Lembar Konsultasi

iv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit paru-paru yang disebabkan

oleh bakteri MTB (Mycobacterium Tuberculosis). TB paru merupakan penyakit

menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, dimana

menyebabkan jutaan orang meninggal setiap tahunnya TB paru dapat

disembuhkan dan dicegah tergantung bagaimana penderita TB paru

menyikapinya. TB paru dapat menyebar ke orang satu dan ke orang lainnya

dengan mengeluarkan bakteri Mycobacterium Tuberculosis melalui batuk, bersin

atau meludah maka akan mengakibatkan bakteri TB bertebaran ke udara dan

terhirup oleh orang-orang yang ada disekitarnya sehingga seseorang tersebut

akan terinfeksi (WHO, 2018)

Penyakit TB paru merupakan masalah kesehatan terbesar di dunia,

setelah HIV (Human Immunodeficiency Virus) sehingga harus ditangani dengan

serius. TB parumerupakan penyakit infeksi menular yang dapat menyerang

berbagai organ, terutama paru-paru.. Penularan kuman Tuberculosis dipengaruhi

oleh perilaku dari masyarakat yang kurang memahami pentingnya menggunakan

masker pada pasien TB paru, serta masyarakat pula kurang memahami dalam

pencegahan penularan penyakit Tuberculosis. Salah satu faktor yang

mempengaruhi sikap atau perilaku adalah pengetahuan yang dimiliki seseorang.

Semakin tinggi pengetahuan maka berkontribusi dalam membentuk sikap dan

perilaku yang baik. Risiko penularan TB paru cukup besar pada kelompok orang

yang tinggal di tempat tinggal yang tidak memenuhi syarat kesehatan, misalnya

iv
lingkungan padat dan kumuh, tempat pendidikan dengan asrama, rumah

tahanan atau lembaga pemasyarakatan (Kemenkes RI, 2018).

Di Dunia seperti yang dilaporkan oleh Badan kesehatan Dunia World

Health Organization pada Global Tuberculosis Report pada tahun 2017. Secara

global atau universal, tingkat kematian pada penderita TB paru mengalami

penurunan yang sebanyak 37% dari tahun 2000 hingga tahun 2016 (WHO,

2017). Di dapatkan penderita TB paru sebanyak 5,8 juta pria, 3,2 juta wanita dan

1,0 juta anak-anak (WHO, 2018). Jumlah penderita TB paru mengalami

peningkatan dari 351.893 kasus di tahun 2016 menjadi 360.770 kasus di tahun

2017 (Kemenkes RI 2018). Di Indonesia pada tahun 2018 ditemukan jumlah

kasus tuberculosis sebanyak 425.089 kasus, dan jumlah tersebut meningkat bila

dibandingkan semua kasus tuberkulosis yang ditemukan pada tahun 2017 yang

sebesar 360.565 kasus. Di Jawa Timur penderita TB paru sebanyak 22.585

kasus (13,4%). Di Kabupaten Probolinggo pada tahun 2017, jumlah seluruh

kasus TB sebanyak 1.371 kasus dan 719 diantaranya adalah TB paru BTA

positif. Sedangkan persentase kesembuhan mencapai 90,23% dari 519 pasien

yang mendapatkan pengobatan lengkap pada tahun 2017, jumlah tersebut

meningkat dibandingkan dengan tahun 2016 kasus TB paru BTA positif

sebanyak 510 dan presentase kesembuhan mencapai 83,50% (DinKes Kab.

Probolinggo, 2017).

Menurut hasil study pendahuluan yang di laksanakan pada tanggal 10

maret 2020 di pukesmas Dringu dengan metode wawancara 10 orang dewasa di

dapatkan data orang tersebut batuk sembarangan dan tidak menutup

menggunakan lengan didapatkan 4 orang (40%) Jika terjadi batuk berikan

arahan untuk menggunakan masker, 2 orang (20%) membedakan peralatan

yang di gunakan, 4 orang (40%) tidak menghiraukan dan bekerja seperti biasa.

iv
Berdasarkan hasil dari data di atas di dapatkan pasien TB paru

kurang pemahamanannya untuk mencegah penularanan virus

tuberculosis yang sangat mudah menular melalui udara, pasien TB paru

tidak memperhatikan perilaku pencegahan penularan TB, mereka tidak

menggunakan masker dan tidak menutup mulut, hal itu dapat

mengakibatkan droplet yang keluar dari pasien TB paru mengenai orang

lain yang tidak terinfeksi tuberculosis dan di khawatirkan dapat tertular.

Pengetahuan tentang pencegahan penularan TB paru merupakan bekal

utama untuk mencegah penularan dan penyebaran penyakit TB Paru.

Sikap atau perilaku merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih

tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Namun kebanyakan dari

pasien TB paru tersebut kurang menyeimbangkan perilaku menggunakan

masker untuk mencegah penularan virus tuberculosis. kurangnya

pengatahuan juga dapat mengakibatkan pasien TB paru tersebut tidak

menerapkan perilaku untuk menggunakan masker. Karna bagi mereka

masker yang di gunakan tidak bebas untuk bernafas dan pasien TB paru

tersebut memilih untuk tidak menggunakannya. (Hutama et al. 2018)

Dari penelitian Diliani, et al. (2017) menunjukkan sebagian besar

pengaruh pendidikan kesehatan dengan menggunakan metode role play,

sebelumnya Salah satu faktor yang mempengaruhi sikap atau perilaku

adalah pengetahuan yang dimiliki seseorang.. Upaya pendidikan atau

promosi kesehatan penting untuk memberikan pemahaman mendasar

kepada penderita Tuberculosis. (Diliani, et al. 2017)metode role play atau

yang di sebut dengan bermain peran adalah salah satu proses belajar

yang tergolong dalam metode simulasi. Dimana Pengembangan imajinasi

dan penghayatan dilakukan oleh seseorang dengan memerankannya

sebagai tokoh hidup atau benda mati. Penyuluhan yang dilakukan untuk

iv
memberikan pemahaman pada pasien TB paru pentingnya menggunkan

masker (Mardiatun, et al. 2019).

Berdasarkan masalah diatas maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tentang pengaruh pendidikan kesehatan dengan

metode role play terhadap kesadaran menggunakan masker pada pasien

Tb Paru di Puskesmas Dringu.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat di rumuskan masalah

dari peneliti ini “apakah ada pengaruh pendidikan kesehatan dengan

metode role play terhadap perilaku menggunakan masker pada pasien

TB paru di Puskesmas Dringu ?”.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini untuk menganalisa

pengaruh pendidikan kesehatan dengan metode role play

terhadap perilaku menggunakan masker pada pasien TB paru di

Puskesmas Dringu.

1.3.2 Tujuan khusus

Tujuan khusus pada peneliti ini ialah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi perilaku menggunakan masker pada

pasien TB paru sebelum dilakukan pendidikan kesehatan

dengan metode role play di puskesmas dringu

2. Mengidentifikasi perilaku menggunakan masker pada

pasien TB paru setelah dilakukan pendidikan kesehatan

dengan metode role play di puskesmas dringu

iv
3. Menganalisis pengaruh pendidikan kesehatan dengan

metode role play terhadap perilaku menggunakan masker

pada pasien TB paru di Puskesmas Dringu

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang ada dalam pelaksanaan penelitian yang berjudul pengaruh

pendidikan kesehatan dengan metode role play terhadap perilaku menggunakan

masker pada pasien TB paru.

1.4.1 Bagi Pofesi Keperawatan

Penelitian ini merupakan suatu wujud untuk memberikan

rekomendasi dan membekali para mahasiswa keperawatan

mengenai cara penyampaian pendidikan kesehatan dengan metode

role play terhadap kesadaran menggunakan masker pada pasien

TB paru dengan baik supaya mudah untuk dipahami oleh

masyarakat.

1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan

Manfaat bagi institusi di pendidikan keperawatan dapat

menjadi tambahan informasi dan kepustakaan mengenai pendidikan

kesehatan dengan metode role play terhadap kesedaran

menggunakan masker pada pasien TB paru

1.4.3 Bagi Responden

Manfaat bagi responden dapat dijadikan sebagai perilaku

untuk menggunakan masker pada pasien TB paru.

1.4.4 Bagi Lahan Penelitia Di Puskesmas Dringu

Sebagai pengalaman belajar yang nyata dan menambah

ilmu pengetahuan terhadap peneliti sehingga dapat menjadi

pedoman dalam penelitian selanjutnya.

1.4.5 Bagi Penelitian

iv
Sebagai wawasan diri sendiri untuk mengembangkan ilmu

yang didapat dan menjadikan pengalaman terhadap pengetahuan.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep TB Paru

2.1.1 Pengertian

Tuberkulosis atau TB paru adalah penyakit infeksi menular yang

disebabkan Mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru

dan hamper seluruh organ tubuh lainnya. Bakteri ini dapat masuk

melalui saluran pernapasan, saluran pencernaan (GI) dan luka terbuka

pada kulit (Huda, 2015). TB paru adalah suatu penyakit menular yang

disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Terdapat

beberapa spesies Mycobacterium, antara lain: M. tuberculosis, M.

africanum, M. bovis, M. Leprae dsb. Yang juga dikenal sebagai Bakteri

Tahan Asam (BTA). Kelompok bakteri Mycobacterium selain

Mycobacterium tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan pada

saluran nafas dikenal sebagai MOTT (Mycobacterium Other Than

Tuberculosis) yang terkadang bisa mengganggu penegakan diagnosis

dan pengobatan TBC(Kemenkes RI, 2017).

2.1.2 Etiologi

Penyebab tuberculosis adalah mycobacterium tuberculosis. Basil

ini tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar

matahari, dan sinar ultraviolet. Ada dua macam mikobakteria

tuberculosis yaitutipe Human dan Tipe Bovin. Basil tipe bovin berada

dalam susu sapi yang menderita mastitis tuberculosis usus. Basil Tipe

Human bisa berada dibercak ludah (droplet) dan di udara yang berasal

iv
dari penderita TBC, dan orang yang terkena rentan terinfeksi bila

menghirupnya. Setelah organism terinhalasi, dan masuk paru-paru

bakteri dapat bertahan hidup dan menyebar ke nodus limfatikus local.

Penyebaran melalui aliran darah ini dapat menyebabkan TB pada

organ lain, dimana infeksi laten dapat bertahan sampai bertahun-tahun

(Huda, 2015).

2.1.3 Cara Penularan TB paru

Sumber penularan TB adalah pasien TB BTA positif. Bakteri

Mycobacterium tuberculosis masuk ketubuh manusia melalui saluran

pernafasan, saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Jumlah

bakteri yang keluar bersama percikan dahak atau yang dikeluarkan

oleh pasien Tb saatbicara 0 - 200 bakteri, saatbatuk 0 - 3.500 bakteri,

saatbersin 4.500 - 1.000.000 bakteri. Tb melalui udara yang dikenal

sebagai basil atau bakteri bisa menetap di udara selama 1 – 2 jam dan

bisa bertahan hidup tanpa adanya ventilasi yang kurang (lestari, et al.

2019)

Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya

kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan

hasil pemeriksaan dahak, makin tinggi tingkat penularan pasien

tersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang terpapar kuman TB

ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya

menghirup udara tersebut (Herdin, 2005). Menurut Aditama (2006),

penularan TB dapat terjadi jika seseorang penderita TB paru berbicara,

meludah, batuk, atau bersin, maka kuman-kuman TB yang berada

dalam paru-parunya akan menyebar keudara sebagai partikulat

melayang (suspended particulate matter) dan menimbulkan droplet

infection. Basil TB paru tersebut dapat terhirup oleh orang lain yang

iv
berada di sekitar penderita. Dalam waktu 1 tahun seorang penderita

TB paru dapat menularkan penyakitnya pada 10 sampai 15 orang di

sekitarnya. Apabila sudah terkontaminasi dengan kuman

Mycobacterium tuberculosis (TB) itu sangat berisiko dimana sekitar

10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB. Riwayat alamiah pasien

TB yang tidak diobati setelah 5 tahun diantaranya 50% akan

meninggal, 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang

tinggi, 25% menjadi kasus kronis yang tetap menular (Kemenkes RI,

2017).

2.1.4 Klasifikasi

Klasifikasi menurut American Thoracic Society dalam Huda (2015)

meliputi:

1. Kategori 0: Tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat

kontak negative, tes tuber culin negative

2. Kategori 1: Terpajan tuberculosis, tapi tidak terbukti ada infeksi,

riwayat kontak positif, tes tuber culin negative

3. Kategori 2: terinfeksi tuberculosis, tetapi tidak sakit, tes tuber culin

positif,radilogis dan sputum negative

4. Kategori 3: terinfeksi tuberculosis dan sakit

Klasifikasi di Indonesia dipakai berdasarkan kelainan klinis,

radiologis, dan makrobiologis:

1. Tuberculosis paru

2. Bekas tuberculosis paru

3. Tuberculosis paru tersangka, yang terbagi dalam:

a) TB tersangka yang diobati: sputum BTA (-), tetapi tanda

tanda lain positif

iv
b) TB tersangka yang tidak diobati: sputum BTA (-) dan tanda-

tanda lain juga meragukan.

2.1.5 Patofisiologi

Ketika seorang klien TB paru batuk, bersin, atau berbicara, maka

secara tak sengaja keluarlah droplet muklei dan jatuh ketanah, lantai,

atau tempat lainnya. Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara

yang panas, droplet nuclei tadi menguap. Menguapnya droplet bakteri

ke udara dibantu dengan pergerakan angin akan membuat bakteri

tuberklosis yang terkandung dalam droplet nuclei terbang keudara.

Apabila bakteri ini terhirup oleh orang sehat, maka orang itu berpotensi

terkena infeksi bakteri tuberculosis. Penularan bakteri lewat udara

disebut dengan istilah air-borne infection. Bakteri yang terisapakan

melewati pertahanan mukosilier saluran pernapasan dan masuk

hingga alveoli. Pada titik lokasi dimana terjadi implantasi bakteri,

bakteri akan menggandakan diri (multiplying). Bakteri tuberculosis dan

focus inidisebut focus primer atau lesi primer atau focus Ghon. Reaksi

juga terjadi pada jaringan limfe regional, yang bersama dengan focus

primer disebut sebagai kompleks primer. Dalam waktu 3- 6 minggu,

inang yang baru terkena infeksi akan menjadi sensitive terhadap

protein yang dibuat bakteri tuberculosis dan bereaksi positif terhadap

tes tuberkolinatautes Mantoux (Muttaqin, 2014).

Berpangkal dari kompleks primer, infeksi dapat menyebar

keseluruh tubuh melalui berbagai jalan, yaitu :

1. Percabangan bronkus

iv
Penyebaran infeksi lewat percabangan bronchus dapat

mengenai area paru atau melalui sputum menyebar kelaring

(menyebab kanul serasi laring), maupun kesaluran pencernaan.

2. System saluran limfe

Penyebaran lewat saluran limfe meyebabkan adanya

regional limfa deno pati atau akhirnya secara tak langsung

mengakibatkan penyebaran lewat darah melalui duktus limfatikus

dan menimbulkan tuber culosis milier.

3. Aliran darah

Aliran vena pulmonalis yang melewati lesi paru dapat

membawa atau mengangkut material yang mengandung bakteri

tuberculosis dan bakteri ini dapat mencapai berbagai organ

melalui aliran darah, yaitu tulang, ginjal,kelenjar adrenal, otak dan

meningen.

4. Reaktivasi infeksi primer (infeksi pasca-primer)

Jika pertahanan tubuh (inang) kuat, maka infeksi primer

tidak berkembang lebih jauh dan bakteri tuberculosis tak dapat

berkembang biak lebih lanjut dan menjadi dorman atau tidur.

Ketika suatu saat nanti kondisi inang melemah akibat sakit

lama/keras atau memakan obat yang melemahkan daya tahan

tubuh terlalu lama. Maka bakteri tuberculosis yang doman dapat

aktif kembali. Inilah yang disebut reaktivasi infeksi primer atau

infeksi pasca primer. Infeksi ini dapat terjadi bertahun-tahun

setelah infeksi primer terjadi. Selain itu, infeksi pasca-primer juga

dapat diakibatkan oleh bakteri tuberculosis yang baru masuk

ketubuh (infeksiparu), bukan bakteridorman yang aktifkembali.

iv
Biasanya organ paru tempat timbulnya infeksi pasca-primer

terutama berada di daerah apeks paru (Muttaqin, 2014).

Sistem kekebalan tubuh berespons dengan melalukan

reaksi inflamasi. Neutro fildan makrofag memfago sitosis

(menelan) bakteri. Limfosit yang spesifik terhadap tuberculosis

menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal, reaksi

jaringan ini mengakibatkan terakumulsinya eksudat dalam alveoli

dan terjadilah bronco pneumonia. Infeksi awal biasanya timbul

dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar (Somantri, 2009).

Masa jaringan baru disebut granuloma, yang berisi

gumpalan basil yang hidup dan yang sudah mati, dikelilingi oleh

makrofag yang membentuk dinding. Granuloma berubah bentuk

menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa

tersebut disebut Ghon Tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag

dan bakteri menjadi nekrotik, membentuk perkijauan (necrotizing

caseosa). Setelah itu akan terbentuk klasifikasi, membentuk

jaringan kolagen, bakteri menjadi nonaktif (Somantri, 2009).

2.1.6 Manifestasi Klinis

Menurt Darmanto (2009) manifestasi klinis TB Paru adalah

1. Demam 40-41°C, dan disertai gejala influenza

Batuk yang terus menerus dan berdahak selama 3 minggu

atau lebih. Semua orang yang datang ke unit pelayanan

kesehatan dengan gejala utama ini harus dianggap sebagai

seorang droplet tuberkulosis, atau penderita tersangka

Tuberkulosis (TB).

2. Mengeluarkan dahak bercampur darah (Haemoptysis)

3. Sesak napas dan nyeri dada

iv
4. Lemah badan, kehilangan nafsu makan dan berat badan turun,

rasa kurang enak badan (Malaise), berkeringat pada malam hari

pada hal tidak ada kegiatan dan demam meriang lebih dari

sebulan.

5. Suarakhas pada perkusi dada. Bunyi dada

6. Peningkatan sel darah putih dengan demonasi limfosit (Huda,

2015)

Gejala umum berupa demam dan malaise. Demam timbul pada

petang dan malam hari disertai dengan berkeringat. Demam ini mirip

dengan demam yang disebabkan oleh influenza namun kadang-

kadang dapat mencapai suhu 40°c-41°c, gejala demam ini bersifat

hilang timbul. Malaise yang terjadi dalam jangka waktu panjang berupa

pegal-pegal, rasa lelah, anoreksia, nafsu makan berkurang, serta

penurunan berat badan.

Gejala respiratorik berupa batuk kering ataupun batuk produktif

merupakan gejala yang paling sering terjadi dan merupakan indicator

yang sensitive untuk penyakit TB paruaktif. Batuk ini sering bersifat

persisten karna pengembangan penyakitnya lambat. nyeri dada

biasanya bersifat nyeri pleuritik karan terlibatnya pleura dalam proses

penyakit.

2.1.7 Strategi Penemuan Penderita Tuberkulosis TB Paru

Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan suspek,

diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit, dan tipe pasien. Penemuan

pasien merupakan langkah pertama dalam kegiatan program

penanggulangan TB paru penemuan dan penyembuhan pasien TB

paru menular, secara bermakna akan dapat menurunkan kesakitan

iv
dan kematian akibat TB paru, penularan TB paru dimasyarakat dan

sekaligus merupakan kegiatan pencegahan penularan TB paru yang

paling efektif di masyarakat. Penemuan penderita tuberkulosis paru

pada orang dewasa penemuan penderita tuberculosis paru dilakukan

secara pasif, artinya penjaringan tersangka penderita dilaksanakan

pada mereka yang datang berkunjung ke unit pelayanan kesehatan.

Penemuan secara pasif di dukung dengan penyuluhan secara aktif,

baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk

meningkatkan cakupan penemuan tersangka penderita. Cara ini biasa

dikenal dengan sebutan passive promotif case finding (penemuan

penderita secara pasif dengan promosi yang aktif). Selain itu semua

kontak penderita tuberculosis paru BTA positif dengan gejala yang

sama harus diperiksa dahaknya. Seorang petugas kesehatan

diharapkan menemukan tersangka penderita sedini mungkin,

mengingat tuberculosis adalah penyakit menular yang dapat

mengakibatkan kematian. Semua tersangka penderita harus diperiksa

3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari berturut-turut, sewaktu-pagi-

sewaktu (SPS) yaitu sebagai berikut (Kemenkes RI, 2017) :

a) S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB paru

datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek

membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi

hari pada hari kedua.

b) P (pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua,

segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan

kepada petugas di UPK.

c) S (sewaktu): dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat

menyerahkan dahak pagi (Kemenkes RI, 2017).

iv
1. Penemuan penderita tuberkulosis pada anak penemuan

penderita tubeculosis pada anak merupakan hal yang sulit.

Sebagian besar diagnosis tuberculosis anak didasarkan

atas gambaran klinis, gambaran radiologis dan uji

Tuberkulin (Kemenkes RI, 2017).

2. Diagnosis Tuberkulosis (TB)

a. Diagnosis Tuberkulosis Pada Orang Dewasa,

diagnosis TB Paru pada orang dewasa dapat

dilakukan dengan ditemukannya BTA pada

pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil

pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya

dua dari tigas pesimen SPS (Sewaktu Pagi

Sewaktu) BTA hasilnya positif. Bila hanya satu

spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan

lebih lanjut yaitu fotorontgen dada atau

pemeriksaan dahak SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu)

diulang.

b. Kalau hasil rontgen mendukung TB paru, maka

penderita di diagnosis sebagai penderita TB positif.

c. Kalau hasil fotorontgen tidak mendukung TB paru,

maka pemeriksaan dahak SPS (Sewaktu-Pagi-

Sewaktu) diulangi. Bila ketiga specimen dahak

hasilnya negatif, diberikan antibiotic spektum luas

selama 1-2 minggu. Bila tidak ada perubahan

namun gejalak ini tetap mencurigakan TB, ulangi

pemeriksaan dahak SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu).

iv
d. Kalau hasil positif, di diagnosis sebagai penderita

TB BTA positif.

e. Kalau hasil SPS tetap negatif, dilakukan

pemeriksaan foto rontgen dada, untuk mendukung

diagnosis TB.

f. Bila hasil rontgen mendukung TB, didagnosis

sebagai penderita TB BTA negative rontgen positif

g. Bila hasil rontgen tidak mendukung TB, penderita

tersebut bukanTB.

h. Diagnosis tuberkulosis pada anak, di diagnosis

paling tepat adalah dengan ditemukannya kuman

TB dari bahan yang diambil penderita misalnya

dahak. Tetapi pada anak hal ini sulit dan jarang

didapat, sehingga sebagian besar diagnosis TB

anak didasarkan atas gambaran klinis, gambaran

rontgen dada dan uji tuber kulin. Seorang anak

harus dicurigai menderita Tuberculosis kalau

mempunyai sejarah kontak erat (serumah) dengan

penderita TB BTA positif, terdapat reaksi

kemerahan cepat setelah penyuntikan BCG (dalam

3-7 hari) serta terdapat gejala klinis TB. Agar anak

terhindar dari penyakit TB maka perlu diberikan

imunisasi BCG untuk kekebalan aktif terhadap

penyakit Tuberculosis (TB), vaksin ini mengandung

bakteri Bacillus Calmette Guaerrin (BCG) hidup

iv
yang dilemahkan. BCG diberikan 1 kali sebelum

anak berumur 2 bulan (Kemenkes RI, 2017)

1) Uji tuberculin (Mantoux). Bila uji tuberculin

positif, menunjukkan adanya infeksi TB dan

kemungkinan ada TB aktif pada anak. Namun,

uji tuberculin dapat negatif pada anak TB berat

dengan alergi (malnutrisi, penyakit sangat

berat, dll). Jika uji tuber culin meragukan

dilakukan uji silang.

2) Reaksi cepat BCG. Bila dalam penyuntikan

BCG terjadi reaksi cepat (dalam 3-7 hari)

berupa kemerahan dan indurasi > 5 mm, maka

anak tersebut dicurigai telah terinfeksi kuman

TB.

3) Foto rontgen dada. Gambaran rontgen TB paru

pada anak tidak khas dan interpretasi foto

biasanya sulit, harus hati-hati, kemungkinan

bias overdiagnosis atau underdiagnosis.

4) Pemeriksaan mikrobiologi dan serologi.

Pemeriksaan BTA secara mikroskopis langsung

pada anak biasanya dilakukan dengan bilasan

lambung karena dahak biasanya sulit di dapat

pada anak. Demikian juga pemeriksaan

serologis seperti ELISA, PAP, dll, masih

memerlukan penelitian yang lebih lanjut

2.1.1 Pemeriksaan Penunjang

iv
Menurut Huda (2015) Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan

pada klien dengan tuberculosis paru,yaitu:

1. Laboratorium darahrutin : LED normal / meningkat, limfositosis

2. Pemeriksaan sputum BTA : untuk memastikan diagnostic TB paru,

namun pemeriksaan ini tidak spesifik karenahanya 30 – 70 %

pasien yang dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini.

3. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase), merupakan uji serologi

imunoperoksidase memakai alat histogen staining untuk

menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB

4. Tes Mantoux/ Tuberculin, merupakan uji serologi

imunoperoksidase memakai alat histogen staining untuk

menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB

5. Tehnik Polymerase Chain Reaction, deteksi DNA kuman secara

spesifik melalui amplifikasi dalam meskipun hanya satu

mikroorganisme dalam spesimen juga dapat mendeteksi adanya

resistensi

6. Becton Dickinson diagnostic instrument Sistem (BACTEC), deteksi

growth indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme

asam lemak oleh mikobakterium tuberculosis

7. MYCODOT, deteksi antibody memakai antigen liporabinomannan

yang direkatkan pada suatu alat yang berbentuk seperti sisir

plastik, kemudian dicelupkan dalam jumlah memadai memakai

warna sisir akan berubah

8. Pemeriksaan radiology : Rontgen thorax PA dan lateral, gambaran

foto thorax yang menunjang diagnosis TB, yaitu:

a. Bayangan lesi terletak di lapangan paru atas atau segment

apicallobus bawah

iv
b. Bayangan berwarna (patchy) atau bercak (nodular)

c. Adanya kavitas, tunggal atau ganda

d. Kelainan bilateral terutama di lapangan atas paru

e. Adanya klasifikasi

f. Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu

kemudian

g. Bayangan milie.

2.1.2 Penatalaksanaan

2.1.2.2 Penatalaksanaan Farmakologi

Pengobatan tuberculosis terbagi menjadi 2 fase, yaitu fase

intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat

yang digunakan terdiri dari paduan obat trauma dan tambahan.

Menurut Huda (2015) di antaranya :

1. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

a. Jenis obat utama (lini 1)yang digunakan adalah:

1) Rifampisin

Dosis 10 mg/kg BB, maksimal 600 mg 2-3x/ minggu

atau BB > 60 kg : 600 mg, BB 40-60 kg : 450 mg, BB

< 40 kg : 300 mg Dosis intermiten 600 mg/ kali

2) INH

Dosis 5 mg/kg BB, maksimal 300 mg, 10 mg/kg BB 3

kali seminggu, 15 mg/kg BB 2 kali semingu atau 300

mg/ hari Untuk dewasa. Intermiten : 600 mg/ kali

3) Pirazinamid

Dosis fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3 kali

seminggu, 50mg/kg BB 2 kali seminggu atau BB > 60

iv
kg : 1500 mg, BB 40-60 kg : 1000 mg, BB < 40 kg :

750 mg

4) Streptomisin

Dosis 15 mg/kg BB atau BB > 60 kg : 1000 mg, BB

40-60 kg : 750 mg, BB < 40 kg :sesuai BB

5) Etambutol

Dosis fase intensif 20 mg/kg BB, fase lanjutan 15

mg/kg BB, 30mg/kg BB 3x seminggu, 45 mg/kg BB

2x seminggu atau BB > 60 kg : 1500 mg, BB 40-60

kg : 1000 mg, BB < 40 kg : 750 mg, Dosis intermiten

40 mg/kg BB/ kali

b. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination), kombinasi

dosis tetap ini terdiri dari :

1) Empat obat anti tuberculosis dalam satu tablet, yaitu

rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg, pirazinamid 400

mg dan etambutol 275 mg.

2) Tiga obat anti tuberculosis dalam satu tablet, yaitu

rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg dan pirazinamid

400 mg

3) Kombinasi dosis tetap rekomendasi dari WHO untuk

kombinasi dosis tetap, penderita hanya minum obat 3-

4 tablet sehari selama fase intensif, sedangkan fase

lanjutan dapat menggunakan kombinasi dosis 2 obat

anti tuberculosis seperti yang selama ini telah

digunakan sesuai dengan pedoman pengobatan.

c. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2) :

1) Kanamisin

iv
2) Kuinolon

3) Obat lain masih dalam penelitian; makrolid, amoksilin,

+ asam klavulanat

4) Derivatri fampisin dan INH, sebagian penderita TB

dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping.

Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping.

Oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya

efek samping sangat penting dilakukan selama

pengobatan. Efek samping yang terjadi dapat ringan

atau berat, bila efek samping ringan dan dapat diatasi

dengan obat simtomatik maka pemberian OAT dapat

dilanjutkan.

2. Paduan Obat Anti Tuberkulosis

Pengobatan tuberculosis dibagi menjadi:

a. TB paru (kasus baru), BTA positif atau lesi luas paduan

obat yang diberikan : 2 RHZE / 4 RH alternatif: 2 RHZE /

4 R3H3 (program P2TB) 2 RHZE / 6 HE paduan ini

dianjurkan untuk:

a) TB paru BTA (+), kasus baru

b) TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologi klesi luas

c) TB diluar paru kasus berat

Pengobatan fase lanjutan, bila diperlukan dapat diberikan

selama 7 bulan, dengan paduan 2 RHZE / 2 RH, dan alternatif

2 RHZE / 7R3H3, seperti pada keadaan:

1) TB dengan lesi luas

2) Disertai penyakit komorbid (diabetes mellitus),

3) Pemakaian obat (imunosupresi/ kortikosteroid)

iv
4) TB kasus berat (milier, dll)

5) Bila ada fasilitas biakan dan uji resistensi, pengobatan

disesuaikan dengan hasil uji resistensi.

a. TB paru (kasusbaru), BTA negative

b. Paduan obat yang diberikan: 2 RHZ / 4 RH alternatif: 2

RHZ / 4 R3H3 atau 6 RHEP aduan ini di anjurkan

untuk:

c. TB paru BTA negative dengan gambaran radiologi

klesi minimal

d. TB di luar paru kasus ringan

e. TB paru kasus sembuh. Pada TB paru kasus sembuh

minimal menggunakan 4 macam OAT pada fase

intensif selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi

dapat diberikan obat sesuai hasil uji resistensi). Lama

pengobatan fase lanjutan 6 bulan atau lebih lama dari

pengobatan selanjutnya, sehingga paduan obat yang

diberikan: 3 RHZE / 6 RH. Bila tidak ada /tidak

dilakukan uji resistensi, maka alternative diberikan

paduan obat: 2 RHZES / 1 RHZE / 5 R3H3E3

(Program P2TB)

f. TB paru kasus gagal pengobatan Pengobatan

sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi, dengan

minimal menggunakan 4-5 OAT dengan minimal 2

OAT yang masih sensitif (seandainya H resisten, tetap

diberikan). Dengan lama pengobatan selama 1-2

tahun.

iv
g. TB paru kasus lalai berobat Penderita TB paru kasus

lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai

dengan criteria sebagai berikut:

a) Penderita yang menghentikan pengobatannya < 2

minggu, pengobatan OAT dilanjutkan sesuai jadwal.

b) Pengobatannya menghentikan pengobatannya ≥ 2

minggu

c) Berobat ≥ 4 bulan, BTA negative dan klinik, radiologic

negatif, pengobatan OAT STOP

d) Berobat> 4 bulan, BTA positif: pengobatan dimulai

dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan

jangka waktu pengobatan yang lebih lama

e) Berobat < 4 bulan, BTA positif: pengobatan dimulai

dari awal dengan paduan obat yang sama

f) Berobat< 4 bulan, berhentiberobat> 1 bulan, BTA

negatif, akan tetapi klinik dan radiologic positif:

pengobatan dimulai dariawal dengan paduan obat

yang sama.

g) Berobat < 4 bulan, BTA negatif, berhenti berobat 2-4

minggu pengobatan diteruskan kembali sesuai

jadwal.

1) TB paru kasus kronik

a) Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji

resistensi, berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi,

sesuaikan dengan hasil uji resistensi (minimal terhadap 3 macam

OAT yang masih sensitive dengan H tetap diberikan walaupun

iv
resisten) ditambah dengan obat lain seperti kuinolon, betalaktam

,makrolid.

b) Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup.

Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan

penyembuhan

c) Kasus TB paru kasus kronik dapat dirujuk ke ahli paru.

h) Terapi Pembedahan

a. Indikasi mutlak

1) Semua penderita yang telah mendapat OAT adekuat tetapi

dahak tetap positif

2) Penderita batuk darah yang masih tidak dapat diatasi

dengan cara konservatif

3) Penderita dengan fistula bronkopleura dan empiema yang

tidak dapat diatasi secara konservatif

b. Indikasirelative

1) Penderita dengan dahak negative dengan darah batuk

berulang

2) Kerusakansatu paru atau lobus dengan keluhan

3) Sisa kaviti yang menetap

2.1.2.2 Penatalaksanaan Non Farmakologi

1. Meningkatkan bersihan jalan nafas

a. Dorongpeningkatanasupancairan

b. Ajarkan tentang posisi terbaik untuk memfasilitasi

drainase

2. Dukungan kepatuhan terhadap regimen terapi

iv
a. Jelaskan bahwa TB adalah penyakit menular dan

bahwa meminum obat adalah cara paling efektif dalam

mencegah transmisi

b. Jelaskan tentang medikasi, jadwal, dan efek samping,

pantau efek samping dan obat anti TB

c. Instruksikan tentang resiko resistensi obat jika regimen

medikasi tidak dijalankan dengan ketat dan

berkelanjutan

d. Pantau tanda-tanda vital dengan seksama dan

observasi lonjakan suhu atau perubahan status klinis

pasien

e. Ajarkan pemberi asuhan bagi pasien yang tidak

dirawat inap untuk memantau suhu tubuh dan status

pernapasan pasien; laporkan setiap perubahan pada

status pernapasan pasien ketenaga kesehatan primer.

3. Meningkatkan aktivitas dan nutrisi yang adekuat

a. Rencanakan jadwal aktivitas progresif bersama pasien

untuk meningkatkan toleransi terhadap aktivitas dan

kekuatan otot

b. Susun rencana pelengkap (komplementer) untuk

meningkatkan nutrisi yang adekuat. Regimen nutrisi

makan dalam porsi sedikit namun sering dan supple

mennutrisi mungkin bermanfaat dalam memenuhi

kebutuhan kalori harian

c. Identitas fasilitas (mis., tempat penampungan, dapur

umum, Meals on Wheels) yang menyediakan makanan

dilingkungan tempat tinggal pasien dapat

iv
meningkatkan kemungkinan pasien dengan

sumberdaya dan energy terbatas untuk memperoleh

asupan yang lebih bernutrisi (Brunner, et al. 2011)

2.1.3.2 Pengendalian dan Pencegahan TB Paru

a. Pengendalian Tuberkulosis

Sejalan dengan meningkatnya kasus TB (Kemenkes RI, 2017). Di

tahun 2010 Notoadmojo mengembangkan strategi pengendalian

TB yang dikenal sebagai strategi Directly Observed Treatment

Short-course (DOTS). Menurut Notoadmojo (2010) Strategi DOTS

terdiridari 5 komponen kunci, yaitu:

1) Komitmen politis, dengan peningkatan dan kesinambungan

pendanaan.

2) Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak mikroskopis

yang terjamin mutunya.

3) Pengobatan yang standar, dengan supervise dan dukungan

bagi pasien.

4) Sistem pengelolaan dan ketersediaan Obat Anti

Tuberkulosis (OAT) yang efektif.

5) Sistem monitoring pencatatan dan pelaporan yang mampu

memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien

dan kinerja program. Pengendalian TB paru yang terbaik

adalah mencegah agar tidak terjadi penularan maupun

infeksi. Pencegahan TB paru pada dasarnya adalah

mencegah penularan bakteri dari penderita yang terinfeksi

dan menghilangkan atau mengurangi faktor risiko yang

menyebabkan terjadinya penularan penyakit. Tindakan

mencegah terjadinya penularan dilakukan dengan berbagai

iv
cara yang utama adalah memberikan Obat Anti Tuberkulosis

yang benar dan cukup, serta dipakai dengan patuh sesuai

ketentuan penggunaan obat. Pencegahan dilakukan dengan

cara mengurangi atau menghilangkan factor resiko yang

pada dasarnya adalah mengupayakan kesehatan lingkungan

dan perilaku, antara lain dengan pengaturan rumah agar

memperoleh cahaya matahari, mengurangi kepadatan

anggota keluarga, mengatur kepadatan penduduk,

menghindari meludah sembarangan, batuk sembarangan,

mengonsumsi makanan yang bergizi yang baik dan

seimbang. Dengan demikian salah satu upaya pencegahan

adalah dengan penyuluhan.

b. Pencegahan Tuberkulosis

Cara pencegahan terhadap penularan pasien TB Paru adalah

(Kemenkes RI, 2017) :

1) Bagi penderita, tutup mulut bila batuk.

2) Jangan buang dahak sembarangan, cara membuang dahak yang

benar yaitu menimbun dahak dengan pasir atau menampung

dahak dalam kaleng berisi Lysol, air sabun, spiritus, dan buang di

lubang WC atau lubang tanah.

3) Memeriksakan anggota keluarga yang lain.

4) Makan makanan bergizi (cukup karbohidrat, protein, dan vitamin

5) Istirahat yang cukup.

6) Memisahkan alat makan dan minum bekas pasien.

7) Memperhatikan keadaan rumah, ventilasi dan pencahayaan baik

8) Hindari rokok.

9) Berikan imunisasi BCG pada bayi.

iv
2.1.4.2 Komplikasi

Menurut Ardiansyah (2012) terdapat komplikasi sebagai berikut :

1. Komplikasi Dini

a. Pleuritis

Radang selaput dada terjadi akibat kedua lapisan pleura

mengalami peradangan akibat adanya infeksi yang terjadi di

paru menyebar kedaerah pleura.

b. Efusi pleura

Bertambahnya permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah

meningkat sehingga cairan dan protein yang melewati dinding

itu meningkat maka terbentuklah efusi pleura.

c. Empiema

Keadaan terkumpulnya nanah atau pus didalam rongga pleura

yang didapat dari infeksi yang berasal dariparu.

d. Laryngitis

Penyebaran infeksi lewat percabangan bronchus dapat

mengenai area paru atau melalui sputum menyebar ke laring

dan menyebabkan ulserasilaring,

e. Tb usus

Penyakit tb usus diperkirakan disebabkan oleh serangan

kuman Tuberculosis. Kuman ini bisa berasal dari penyakit

tuberculosis yang aktif di paru-paru dan dibawa oleh aliran

darah yang mengandung kuman Tuberculosis lalu masuk

kedalam lambung hingga usus

3.1 Konsep Perilaku

3.1.1 Pengertian Perilaku

iv
Perilaku adalah segenap manifestasi hayati individu dalam

berinteraksi dengan lingkungan, mulai dari perilaku yang paling

Nampak sampai yang tidak tampak, dari yang dirasakan sampai

paling yang tidak dirasakan (Okviana, 2015).Perilaku merupakan

hasil dari pada segala macam pengalaman serta interaksi manusia

dengan lingkunganya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan,

sikap dan tindakan. Perilaku merupakan respon/reaksi seorang

individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari

dalam dirinya (Notoatmojo, 2010).

Sedangkan menurut Wawan (2011) Perilaku merupakan

suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi

spesifik, durasi dan tujuan baik disadari maupun tidak. Perilaku

adalah kumpulan berbagai faktor yang saling berinteraksi.

Notoatmodjo (2011) merumuskan bahwa perilaku merupakan

respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari

luar). Pengertian ini dikenal dengan teori „S-O‟R” atau “Stimulus-

Organisme-Respon”. Respon dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Respon respondent atau reflektif

Adalah respon yang dihasilkan oleh rangsangan rangsangan

tertentu. Biasanya respon yang dihasilkan bersifat relative tetap

disebut juga eliciting stimuli. Perilaku emosional yang menetap

misalnya orang akan tertawa apabila mendengar kabar gembira

atau lucu, sedih jika mendengar musibah, kehilangan dan gagal

serta minum jika terasa haus.

2. Operan Respon

Respon operant atau instru mental respon yang timbul dan

berkembang diikuti oleh stimulus atau rangsangan lain berupa

iv
penguatan. Perangsang perilakunya disebut reinforcing stimuli

yang berfungsi memperkuat respon. Misalnya, petugas

kesehatan melakukan tugasnya dengan baik dikarenakan gaji

yang diterima cukup, kerjanya yang baik menjadi stimulus untuk

memperoleh promosi jabatan.

3.1.2 Jenis-jenis perilaku

Jenis-jenis perilaku individu menurut Okviana (2015):

1. Perilaku sadar, perilaku yang melalui kerja otak dan pusat

susunan saraf

2. Perilaku tak sadar, perilaku yang spontan atau instingtif,

3. Perilaku tampak dan tidak tampak,

4. Perilaku sederhana dan kompleks,

5. Perilaku kognitif, afektif, konatif, dan psikomotor.

3.1.3 Faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku

Menurut teori Lawrance Green dan kawan-kawan (dalam

Notoatmodjo, 2007) menyatakan bahwa perilaku manusia

dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku

(behaviorcauses) dan faktor diluar perilaku (non behaviour

causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk

dari 3 faktor yaitu (notoadmojo, 2010):

1. Faktor predisposisi (predisposing factors), yang mencakup

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai

dan sebagainya.

a. Pengetahuan apabila penerimaan perilaku baru

atau adopsi perilaku melalui proses yang didasari

oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang

positif, maka perilaku tersebut akan bersifat

iv
langgeng (long lasting) dari pada perilaku yang tidak

didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan atau

kognitif merupakan domain yang sangat penting

dalam membentuk tindakan seseorang dalam hal ini

pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif

mempunyai tingkatan.

b. Sikap Menurut Zimbardo dan Ebbesen, sikap

adalah suatu predisposisi (keadaanmu sudah

terpengaruh) terhadap seseorang, ide atau obyek

yang berisi komponen-komponen cognitive,

affective dan behavior (dalam Linggasari, 2008).

Terdapat tiga komponen sikap, sehubungan dengan

faktor-faktor lingkungan kerja, sebagai berikut:

1) Afeksi (affect) yang merupakan komponen

emosional atau perasaan. Kognisi adalah

keyakinan evaluative seseorang. Keyakinan-

keyakinan evaluatif, dimanifestasi dalam bentuk

impresi atau kesan baik atau buruk yang dimiliki

seseorang terhadap objek atau orang tertentu.

2) Perilaku, yaitu sebuah sikap berhubungan

dengan kecenderungan seseorang untuk

bertindak terhadap seseorang atau hal tertentu

dengan cara tertentu (Winardi, 2004). Seperti

halnya pengetahuan, sikap terdiri dari berbagai

tingkatan, yaitu: menerima (receiving),

menerima diartikan bahwa subjek mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan.

iv
Merespon (responding), memberikan jawaban

apabila ditanya, mengerjakan, dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah

suatu indikasi dari sikap. Menghargai (valuing),

mengajak orang lain untuk mengerjakan atau

mendiskusikan suatu masalah adalah suatu

indikasi sikap tingkat tiga. Bertanggung jawab

(responsible), bertanggung jawab atas segala

suatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko

merupakan sikap yang memiliki tingkatan paling

tinggi.

2. Faktor pemungkin (enabling factor), yang mencakup

lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-

fasilitas atau sarana-sarana keselamatan kerja, misalnya

ketersedianya alat pendukung, pelatihan dan sebagainya.

3. Faktor penguat (reinforcement factor), faktor-faktor ini

meliputi undang-undang, peraturan-peraturan, pengawasan

dan sebagainya.

3.1.4 Perilaku Penggunaan Masker

Dasarnya perilaku manusia adalah tindakan atau aktifitas

dari manusia itu sendiri, baik yang dapat di amati secara langsung

atau maupun yang tidak dapat di amati oleh pihak luar.

Berdasarkan bentuk respon terhadap stimulus, perilaku dapat

dibedakan menjadi dua yaitu perilaku tertutup dan perilaku terbuka

(Purwanto, 2008). Faktor yang dapat mempengaruhi perilaku

seseorang menurut Green dalam Notoatmojo (2010) adalah

pertama faktor-faktor predisposisi (Predisposing factors) yaitu

iv
faktor ini mencakup, pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap

kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap halhal

yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut

masyarakat, tingkat pendidikan, dan tingkat social ekonimi. Kedua

faktor-faktor pemungkin (enabling factors) yang meliputi

keterampilan, sumber pelayanan kesehatan, lingkungan, dan

sebagainya. Ketiga adalah faktorfaktor penguat (reinforcing

factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku orang lain

misalnya orang tua, tokoh masyarakat, petugas kesehatan, atau

petugas yang lain.

Menurut Sari (2009), cara menggunakan masker yang

benar adalah sebagai berikut:

1) Masker harus menutupi hidung dan mulut rapat-rapat

2) Tali atau pita plastik harus berada pada tempatnya dan

terikat dengan baik

3) Hindari memegang masker yang sudah terpasang, karena

dapat mengurangi fungsinya untuk memberikan

perlundungan

4) Masker harus diganti setiap hari (masker bedah ). Jika

masker dari kain harus dicuci bersih setiap kali setelah

dipakai

5) Gantilah masker jika sudah rusak atau sobek.

Manfaat Penggunaan masker ialah disaat penderita TB

paru yang menggunakan masker mempunyai keuntungan lebih

besar dari pada tidak memanggunakan masker. Keuntungan

dalam menggunakan masker adalah penderita TB paru dapat

meminimalkan pencegahan penularan yang akan masuk ke

iv
saluran pernapasan pada seseorang yang tidak memiliki penyakit

TB paru, untuk itu bisa memberikan keuntungan pada masyarakat

sekitar terhindar dari virus tuberculosis tersebut. (Soedjono, 2010).

4.1 Konsep Pendidikan Kesehatan

5.1.1 Pengertian Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan adalah sejumlah pengalaman yang

berpengaruh secara menguntungkan terhadap kebiasaan, sikap

dan pengetahuan yang ada hubungannya dengan kesehatan

perorangan, masyarakat dan bangsa. Kesemuanya ini

dipersiapkan dalam rangka mempermudah diterimanya secara

suka rela perilaku yang akan meningkatkan atau memlihara

kesehatan dalam (Azwar 2010).

Pendidikan kesehatan adalah suatu proses perubahan

pada diri manusia yang ada hubungannya dengan tercapainya

tujuan kesehatan perseorangan dan masyarakat. Pendidikan

kesehatan bukanlah sesuatu yang dapat diberikan oleh seseorang

kepada orang lain dan bukan pula sesuatu rangkaian tata laksana

yang akan dilaksanakan ataupun hasil yang akan dicapai,

melainkan suatu proses perkembangan yang selalu berubah

secara dinamis dimana seseorang dapat menerima atau menolak

keterangan baru, sikap baru dan perilaku baru yang ada

hubungannya dengan tujuan hidup sehat (Azwar, 2010).

Dari berbagai pengertian tentang pendidikan kesehatan di

atas, maka dapat ditarik kesimpulan tentang pendidikan kesehatan

seperti yang ditetapkan oleh (WHO,2017) bahwa pendidikan

iv
kesehatan bertujuan untuk merubah perilaku seseorang dan atau

masyarakat dalam bidang kesehatan (Azwar, 2010)

5.1.2 Tujuan dan Sasaran Pendidikan Kesehatan

Tujuan program pendidikan kesehatan adalah

meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan kemampuan

masyarakat untuk hidup bersih dan sehat, serta meningkatnya

peran serta aktif masyarakat termasuk dunia usaha dalam

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal

(Dahroni, 2015)

Adapun sasaran program pendidikan kesehatan yang

ditetapkan oleh (Depkes RI,2017) antara lain:

a. Membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat bagi pribadi,

keluarga dan masyarakat umum sehingga dapat

memberikan dampak yang bermakna terhadap derajat

kesehatan masyarakat.

b. Meningkatnya pengertian terhadap pencegahan dan

pengobatan terhadap berbagai penyakit yang disebabkan

oleh perubahan gaya hidup dan perilaku seperti AIDS,

Kanker, penyakit jantung, ketergantungan obat dan

minuman keras sehingga angka kesakitan terhadap penyakit

tersebut berkurang.

c. Meningkatnya peranswasta / dunia usaha dalam berbagai

upaya pembangunan kesehatan terutama pelayanan

kesehatan pencegahan dan peningkatan derajat kesehatan

yang selama ini masih dibiayai pemerintah seperti imunisasi,

foging untuk DBD, penyediaan air bersih dan penyehatan

lingkungan pemukiman.

iv
d. Meningkatnya kreatifitas, produktifitas dan peran serta

generasi muda dalam mengatasi masalah kesehatan diri,

lingkungan dan masyarakat

e. Meningkatnya dan lebih rasionalnya pembiayaan kesehatan

yang berasal dari masyarakat termasuk swasta terutama

melaui penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan

masyarakat dan dikelola berdasarkan JPKM.

5.1.3 Metode Pendidikan Keshatan

Pendidikan kesehatan mempunyai beberapa unsur, yaitu:

input adalah sasaran pendidikan (individu, kelompok, masyarakat),

dan pendidik (pelaku pendidikan), proses (upaya yang dilakukan)

dan output. Metode pendidikan merupakan salah satu unsur input

yang berpengaruh pada pelaksanaan pendidikan kesehatan

(Soekidjo, 2010)

1. Metode Pendidikan Individu (perseorangan) Bentuk

pendekatan ini antara lain :

a. Bimbingan dan penyuluhan (guidance and

counseling) Cara ini memungkinkan kontak antara

petugas dan klien lebih intensif, sehingga petugas

dapat membantu penyelesaian masalah klien.

b. Interview (wawancara) Metode ini bertujuan untuk

menggali informasi dari klien mengenai perilaku klien.

2. Metode pendidikan kelompok

a. Ceramah Metode ini diperuntukan untuk kelompok

besar dan baik untuk sasaran yang berpendidikan

tinggi maupun rendah

iv
b. Diskusi kelompok Diskusi kelompok ini dimungkinkan

apabila peserta kegiatan kurang dari 15 orang dan

termasuk kedalam metode kelompok kecil

c. Curah Pendapat Metode ini merupakan modifikasi dari

diskusi kelompok dan mempunyai prinsip yang sama

dengan diskusi kelompok. Perbedaannya terletak pada

permulaannya, dimana peserta diberikan suatu

masalah dan peserta kemudian memberikan

tanggapannya.

d. Bola Salju Kelompok dibagi dalam pasangan-

pasangan (1 pasang dan dua orang) kemudian

dilontarkan suatu pertanyaan atau masalah. Kemudian

tiap 2 pasang bergabung, mediskusikan masalah yang

sama dan menarik kesimpulan. Begitupun seterusnya

sampai terjadi suatu diskusi seluruh peserta.

e. Kelompok-kelompok kecil (buzz group)

f. Memainkan peran (role playing) Beberapa anggota

kelompok memainkan suatu peran, kemudian mereka

memperagakan, misalnya bagaimana

interaksi/komunikasi sehari-hari dalam menjalankan

tugas

g. Permainan stimulasi. Metode in imerupakan gabungan

dari metode diskusi kelompok dan role play

3. Metode Pendidikan Massa

a. Ceramah umum

Penyajian materi di depan halayak publik yang berjumlah

besar dan terutama disampaikan secara lisan

iv
b. Siaran Radio

Metodenya sama dengan ceramah, tetapi anak didik tidak

berada didalam ruangan yang sama

c. Siaran TV

Sama dengan radio, tetapi ditambah dengan gerakan

d. Media cetak Penyajian materi disampaikan secara tulisan

5.1.4 Strategi Pendidikan Kesehatan

Menurut Soekidjo (2010) untuk mencapai tujuan dan

sasaran pendidikan kesehatan dilakukan strategi kegiatan sebagai

berikut :

1. Penyebarluasan Informasi Kesehatan

Kegiatan ini meliputi pengkajian social budaya kesehatan,

sistem komunikasi dan teknologi yang tepat dalam

pengembangan masyarakat. Pengembangan penciptaan dan

penyebarluasan bahan pendidikan kesehatan melalui media

massa agar pesan kesehatan menjadi bagian yang terpadu

dengan pesan pembangunan nasional.

2. Pengembangan Potensi Swadaya Masyarakat di Bidang

Kesehatan.

Kegiatan ini meliputi pengembangan sikap, kemampuan dan

motivasi LSM dan organisasi kemasyarakatan lainnya dalam

pembudayaan hidup sehat dan penyebarluasan metodologi

pengembangan masyarakat melalui ormas dan kelompok

potensial lainnya. Pengembanagan kerjasama yang paling

menguntungkan antara pemerintah dan masyarakat

berpenghasilan tinggi guna menopang kesehatan masyarakat

iv
miskin serta mengembangkan kelompok keluarga mandiri

sebagai teladan.

3. Pengembangan Penyelenggaraan Penyuluhan

Di selenggarakan melalui pengembanagan sikap, kemampuan

dan motivasi petugas kesehatan baik pemerintah maupun

swasta di bidang penyuluhan, institusi pendidikan dan litbang

serta pembentukan kemitraan antara pemerintah, kelompok

profesi dan masyarakat dalam penyelenggaraan

5.1 Konsep Metode Role Playing (Bermain Peran)

5.1.1 Pengertian Metode Role Playing (bermain peran)

Pembelajaran berdasarkan pengalaman yang

menyenangkan diantaranya adalah role playing (bermain peran),

yakni suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui

pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Metode

bermain peran atau role playing adalah salah satu proses belajar

yang tergolong dalam metode simulasi (Mulyono, 2012)

Metode role playing (bermain peran) juga dapat diartikan

suatu cara penguasaan bahan-bahan melalui pengembangan dan

penghayatan anak didik. Pengembangan imajinasi dan

penghayatan dilakukan oleh anak didik dengan memerankannya

sebagai tokoh hidup atau benda mati. Dengan kegiatan

memerankan ini akan membuat anak didik lebih meresapi

perolehannya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam

pelaksanaan metode bermain peran ini adalah penentuan topik,

penentuan anggota pemeran, pembuatan lembar kerja (kalau

perlu), latihan singkat dialog (kalau perlu) dan pelaksanaan

permainan peran (Djamarah, 2005)

iv
Berdasarkan kutipan tersebut, berarti metode role playing

adalah metode pembelajaran yang di dalamnya menampakkan

adanya perilaku pura pura dari siswa yang terlihat atau peniruan

situasi dari tokoh-tokohsejarah sedemikian rupa. Dengan demikian

metode bermain peran adalah metode yang melibatkan siswa

untuk pura-pura memainkan peran/tokoh yang terlibat dalam

proses sejarah atau perilaku masyarakat misalnya bagaimana

menggugah masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungan,

dan lain sebagainya.

5.1.2 Langkah-langkah Menggunakan Metode Role Playing (Bermain

Peran)

Menurut Hamalik (2007) Prosedur teknis dari Role Playing adalah

sebagai berikut:

1. Buatlah satu permainan peran dimana guru akan

mendemonstraikan perilaku yang diinginkan.

2. Informasikan kepada kelas bahwa guru akan memainkan peran

utama dalam bermain peran ini. Pekerjaan siswa adalah

membantu guru berhubungan dengan situasi.

3. Mintalah relevansi bentuk bermain peran menjadi orang lain

dalam situasi ini. Guru member siswa itu catatan pembukaan

untukdibacaguna membantunya atau membawa masuk pada

peran. Mulailah bermain peran, tetapi berhentilah pada interval

yang sering dan mintalah kelas untuk member feedback dan

arah seperti kemajuan skenario. Jangan ragu menyuruh siswa

untuk memberikan garis khusus bagi guru untuk digunakan.

4. Teruskan bermain peran sampai siswa secara meningkat

melatih guru dalam bagaimana menangani situasi. Hal ini

iv
memberikan siswa latihan keterampilan ketika guru melakukan

peran yang sebenarnya untuk mereka. Dalam menyiapkan

suatu situasi Role Playing di dalam kelas, guru mengikuti

langkah-langkahsebagai berikut di kutip dari (Hamalik, 2007)

1) Persiapan dan instruksi

a) Guru memiliki situasi bermain peran

Situasi-situasi masalah yang dipilih harus

menjadi “sosiodrama”yang menitik beratkan

pada jenis peran, masalah dan situasi familier,

serta pentingnya bagi siswa. Keseluruhan situasi

harus meliputi deskripsi tentang keadaan

peristiwa, individu-individu yang dilibatkan, dan

posisi-posisi dasar yang diambil oleh pelaku

khusus. Para pemeran khusus tidak didasarkan

kepada individu nyata di dalam kelas, hindari

tipe yang sama pada waktu merancang pemeran

supaya tidak terjadi gangguan hak pribadi

secara psikologis dan merasa aman.

b) Sebelum pelaksanaan bermain peran, siswa

harus mengikuti latihan pemanasan, latihan-

latihan ini diikuti oleh semua siswa, baik sebagai

partisipasi aktif maupun sebagai para pengamat

aktif. Latihan-latihan ini dirancang untuk

menyiapkan siswa, membantu mereka

mengembangkan imajinasinya dan untuk

membentuk kekompakan kelompok dan

interaksi. Misalnya latihan pantomim.

iv
c) Guru memberikan intruksi khusus kepada

peserta bermain peran setelah memberikan

penjelasan pendahuluan kepada keseluruhan

kelas. Penjelasan tersebut meliputi latar

belakang dan karakter karakter dasar melalui

tulisan atau penjelasan lisan. Para peserta

(pemeran) dipilih secara suka rela. Siswa diberi

kebebasan untuk menggariskan suatu peran.

Apabila siswa telah pernah mengamati suatu

situasi dalam kehidupannya tamaka situasi

tersebut dapat dijadikan sebagai situasi

bermainperan. Peserta bersangkutan diberi

kesempatan untuk menunjukkan tindakan

/perbuatan ulang pengalaman. Dalam brifing,

kepadapemeran diberikan deskripsi secara rinci

tentang kepribadian, perasaan, dan keyakinan

dari para karakter. Hal ini diperlukan guna

membangun masa lampau dari karakter. Dengan

demikian dapat dirancang ruangan dan

peralatan yang perlu digunakan dalam bermain

peran tersebut.

d) Guru memberitahukan peran-peran yang akan

dimainkan serta memberikan instruksi-instruksi

yang bertalian denga nmasing-masing peran

kepada audience. Para audience diupayakan

mengambil bagian secara aktif dalam bermain

peran itu. Untuk itu, kelas dibagi dua kelompok,

iv
yakni kelompok pengamat dan kelompok

spekulator, masing-masing melaksanakan

fungsinya. Kelompok I bertindak sebagai

pengamat yang bertugas mengamati: (1)

perasaan individu karakter, (2) karakter-karakter

khusus yang diinginkan dalam situasi dan (3)

mengapa karakte rmerespons cara yang mereka

lakukan. Kelompok II bertindak sebagai

spekulator yang berupaya menanggapi bermain

peran itu dari tujuan dan analisis pendapat.

Tugas kelompok ini mengamati garis besar

rangkaian tindakan yang telah dilakukan oleh

karakter-karakter khusus.

2) Tindakan Dramatik dan Diskusi

a) Para actor terus melakukan perannya sepanjang

situasi bermain peran,sedangkan para audience

berpartisipasi dalam penugasan awal kepada

pemeran.

b) Bermain peran khusus berhenti pada titik-titik

penting atau apabila terdapat tingkah laku

tertentu yang menuntut dihentikannya permainan

tersebut.

c) Keseluruhan kelas selanjutnya berpartisipasi

dalam diskusi yang terpusat pada situasi

bermain peran. Masing-masing kelompok

audience diberi kesempatan untuk

menyampaikan hasil observasi dan reaksi-

iv
reaksinya. Para pemeran juga dilibatkan dalam

diskusi tersebut. Diskusi dibimbing oleh guru

dengan maksud berkembang pemahaman

tentang pelaksanaan bermain peran serta

bermakna langsung bagi hidup siswa, yang pada

gilirannya menumbuhkan pemahaman baru yang

berguna untuk mengamati dan merespons

situasi lainnya dalam kehidupan sehari-hari.

3) Evaluasi Bermain Peran

a) Siswa memberikan keterangan, baik secara

tertulis maupun dalam kegiatan diskusi tentang

keberhasilan dan hasil-hasil yang dicapai dalam

bermain peran. Siswa di perkenankan

memberikan komentar evaluative tentang

bermain peran yang telah dilaksanakan,

misalnya tentang makna bermain peran bagi

mereka, cara-cara yang telah dilakukan selama

bermain peran, dan cara-cara meningkatkan

efektivitas bermain peran selanjutnya.

b) Guru menilai efektivitas dan keberhasilan

bermain peran. Dalam melakukan evaluasi ini,

guru dapat menggunakan komentar evaluative

dari siswa, catatan-catatan yang dibuat oleh

guru selama berlangsungnya bermain peran.

Berdasarkan evaluasi tersebut,selanjutnya guru

dapat menentukan tingkat perkembangan

pribadi, sosial dan akademik para siswanya.

iv
c) Guru membuat bermain peran yang telah

dilaksanakan dan telah dinilai tersebut dalam

sebuah junal sekolah (kalauada), atau pada

buku catatan guru. Hal ini penting untuk

pelaksanaan bermain peran atau untuk berkaitan

bermain peran selanjutnya.

5.1.3 Waktu pelaksanaan metode role playing (bermain peran)

Menurut subagiyo (2013) faktor waktu yang tersedia sebelum di

lakukannya metode role play adalah berapa lama waktu peyampaian

pelajaran. Metode role play termasuk metode yang membutuhkan waktu

yang singkat, tergantung proses perjalanan penatalaksaan metode

tersebut. Dalam metode role play waktu 10-15 menit itu sedikitnya namun

bisa juga sampai 2 jam pelaksanaan, namun itu semua tergantung proses

pelaksanaan.

5.1.4 Faktor Besarnya Kelas/Kelompok.

Metode yang dilakukan akan lebih berhasil bila dipakai dikelas yang

jumlah anggotanya banyak dan lebih efektif jika jumlah anggotanya sedikit

tergantung dari jumlah banyaknya kelompok yang ada di ruang lingkup

tersebut seperti contoh satu keluarga yang terdapat di 1 KK ada 5 orang

seperti itu sudah termasuk efektif jika jumlah sedikit untuk menggunakan

metode role play.

1) Kelebihan metode role playing

a) Dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam

ingatan siswa, disamping menjadi pengalaman yang

menyenangkan juga memberi pengetahuan yang melekat

dalam memori otak,

iv
b) Sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan

membuat kelas menjadi dinamis dan antusias

c) Membangkitkan gairah dan semangat optimism dalam diri

siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan.

2) Kekurangan metode role playing

a) Role playing memerlukan waktu yang relative

panjang/banyak

b) Memerlukan kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari

pihak guru maupun siswa dan ini tidak semua guru

memilikinya.

c) Kebanyakan siswa yang ditunjuk sebagai pemeran merasa

malu untuk memerankan suatu adegan tertentu

d) Apabila pelaksanaan role playing atau bermain peran

mengalami kegagalan, bukan saja dapat memberi kesan

kurang baik, tetapi sekaligus berarti tujuan pembelajaran

tidak tercapai.

iv
BAB 3

KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka konsep

Kerangka konseptual merupakan gambaran dan arahan asumsi mengenai variable-variable yang akan diteliti, atau memiliki arti

hasil sebuah sintesis dari sebuah proses berfikir deduktif ( Aziz Alimul Hidayat, 2018)

Penatalaksanaan Perilaku baik


Ketikaseorangklien TB farmakologi = 71-100
Bakteri tuberculosis parubatuk, bersin, 1.pengobatan Perilaku
atauberbicara, (OAT) cukup baik =
makasecarataksengajakeluarl 2.terapi 41-70
ah droplet muklei dan pembedahan Perilaku
jatuhketanah, lantai, Penatalaksanaan kurang baik =
TB paru
atautempatlainnya. non farmakologi. 0-41
Akibatterkenasinarmatahariata 1.meningkatkan
usuhuudara yang panas, bersihan jalan
droplet nuclei tadimenguap. nafas
Menguapnya droplet 2.nutrisi, istirahat
bakterikeudaradibantudengan cukup Perilaku
pergerakananginakanmembua menggunakan
tbakterituber culosis yang 3.menggunakan masker
terkandungdalam droplet masker.
nuclei terbangkeudara.
Apabilabakteriiniterhirup oleh
orang sehat, maka orang Pendidikan Kesehatan : Role Play
ituberpotensiterkenainfeksibak Pendidikan yang di lakukan dengan
teri tuberculosis. cara memainkan peran yang dapat
mengembangkan sikap dan tindakan
dari suatu pengalaman yang
berpengaruh menguntungkan
iv
berhubungan dengan kesehatan
dalam waktu sekitar 20 menit
(subagiyo, 2013)
iv
Keterangan: :di teliti
:tidak di teliti
: pengaruh

Faktor-faktor yang di sebutkan di atas berhubungan dengan faktor

predisposisi, faktor pendukung, dan faktor pendorong dari perilaku. Faktor

predisposisi merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku seperti,

lingkungan, ekonomi, pekerjaan, tingkat pendidikan, pengetahuan, sikap,

kepercayaan, keyakinan dan sebagainya. Dari yang sudah di sebutkan,

tingkat pendidikan, pengetahuan dan sikap mempengaruhi pasien TB paru

untuk memahami penyakit yang dialaminya dan kurangnya pengetahuan

dapat menimbulkan perilaku tidak menggunakan masker, kebiasaan batuk

sembarangan, dan berinteraksi dengan social tanpa memahami kondisinya.

3.2 Hipotesis penelitian

Secara umum pengertian hipotesis berasal dari kata lemah dan tesis

pernyataan, yaitu suatu pernyataan yang masih lemah dan membutuhkan

pembuktian untuk menegaskan akah hipotesis tersebut dapat di terima atau

harus di tolak. Berdasarkan fakta atau data empiris yang telah di kumpulkan

dalam penelitian Alimul Aziz dalam (Rizki, 2017).

Hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya pengaruh antara pendidikan

kesehatan dengan metode Roleplay terhadap perilaku menggunakan

masker pada pasien TB paru di puskesmas dringu

a. H1 : ada pengaruh pendidikan kesehatan dengan metode role play

terhadap perilaku menggunakan masker pada pasien TB paru di

puskesmas dringu.

iv
BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Desain penelitian

Desain penelitian merupakan bentuk rancangan yang digunakan

dalam melakukan prosedur penelitian (Hidayat, 2018). Berdasarkan

macam-macam jenis penelitian, desain penelitian yang digunakan adalah

desain penelitian quasi experimental design. Quasi Experimental Design

merupakan bentuk penelitian eksperimen yang menggunakan kelompok

kontrol, namun kelompok kontrol tersebut tidak dapat berfungsi

sepenuhnya mengontrol variabel-variabel luar yang dapat

mempengaruhinya, karena pembagian kelompok kontrol dan kelompok

perlakuan tidak dilakukan secara random (Hidayat, 2018).

Berdasarkan klasifikasi metode penelitian quasi experimental design,

metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah non-

equivalent control group design, yang merupakan desain penelitian yang

memiliki kesamaan dengan pretest-posttest control group design tetapi

perbedaannya adalah pada pemilihan kelompok kontrol dan kelompok

eksperimen yang tidak dipilih secara random (Hidayat, 2018).

Responden pada penelitian ini dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu

kelompok perlakuan yang mendapatkan pendidikan kesehatan dengan

metode role play dan kelompok perlakuan yang tidak mendapatkan

pendidikan kesehatan dengan metode role play. Kelompok perlakuan di

observasi pada awal penelitian (pre-test) dan diakhir penelitian (post-test)

kemudian dilakukan perbandingan antara hasil observasi posttest

kelompok perlakuan pendidikan kesehatan dengan metode role play

dengan hasil observasi posttest kelompok perlakuan yang tidak

iv
mendapatkan pendidikan kesehatan dengan metode role play untuk

menilai kelompok perlakuan yang lebih efektif dalam perilaku

menggunakan masker pada pasien TB paru.

Tabel 4.1 Desain penelitian pengaruh pendidikan kesehatan dengan


metode role play terhadap perilaku menggunakan masker
pada pasien TB paru di puskesmas dringu Probolinggo.

Subyek Pre-test Perlakuan/kon Post-test

trol
K1 O1 X1 O3

K2 O2 O4

Keterangan :

K1 = subyek (penderita TB paru)

K2 = subyek (penderita TB paru)

X1= kelompok perlakuan (dilakukan pendidikan kesehatan dengan

metode rolep play)

O1 = pre-test (pengukuran perilaku menggunakan masker pada pasien

TB paru pada awal kelompok perlakuan)

O2 =pre-test (pengukuran perilaku menggunakan masker pada pasien TB

paru pada awal kelompok kontrol)

O3 = post-test (pengukuran perilaku menggunakan masker pada pasien

TB paru pada akhir kelompok perlakuan)

O4 = post-test (pengukuran perilaku menggunakan masker pada pasien

TB paru pada akhir kelompok kontrol)

iv
4.2 Kerangka Kerja Penelitian

Kerangka kerja penelitian merupakan langkah-langkah dalam

aktivitas ilmiah, mulai dari penetapan populasi, sampel dan seterusnya.

Kegiatan sejak awal dilaksanakan penelitian nursalam, (Nursalam, 2017)

Pengaruh Pendidikan Kesehatan Dengan Metode Role Play Terhadap


Perilaku Menggunakan Masker Pada Pasien TB Paru.

Populasi
Seluruh penderita pasien TB paru di Wilayah Kerja Puskesmas Dringu,
kabupaten probolinggo sebanyak 143 orang

Sampel
Sebagai penderita pasien TB paru yang akan diberikan pendidikan kesehatan
dengan metode role playdi Wilayah Kerja Puskesmas Dringu, kabupaten
probolinggo sebanyak 48 orang

Tehnik Sampel

Purposive Sampling

Rancangan penelitian

Quasi Experimental Design dengan non-equivalent control group design

Pengumpulan data :
Kuisioner perilaku menggunakan masker

Pengolahan Data menggunakanediting, Coding, Scoring, Tabulating

Analisa Data
Uji T berpasangan , dan jika data tidak normal menggunakan

alternatif uji statistik Wilcoxon.

Kesimpulan
H1 diterima jika p value ≤ α = 0,05 yang berarti ada pengaruh.

iv
Bagan 4.2 Kerangka kerja penelitian Pengaruh pendidikan kesehatan
dengan metode role play terhadap perilaku menggunakan
masker pada pasien TB paru di puskesmas dringu
Probolinggo.
4.3 Populasi Dan Sample Penelitian

4.4.1 Populasi Penelitian

merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu

yang akan di teliti, bukan hanya objek atau subjek yang di pelajari saja

tetapi seluruh karakteristik atau sifat yang di miliki subjek atau objek

tersebut, atau kumpulan orang, individu, atau objek yang akan di teliti

sifat-sifat atau karakteristiknya (A Aziz Alimul Hidayat, 2018). Populasi

dalam penelitian ini adalah pasien yang menderita TB paru di Wilayah

Kerja Puskesmas Dringu sebanyak 143 orang.

4.4.2 Sample Penelitian

Sampel adalah bagian populasi yang akan dilakukan penelitian

atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi.

kriteria sampel meliputi kriteria insklusi dan kriteria eksklusi. Dimana

criteria tersebut menetukan dapat dan tidaknya sample yang tersebut

gunakan (hidayat, 2009).

Pada penelitian eksperimen, untuk mengantisipasi hilangnya unit

eksperimen dilakukan perhitungan besar sampel lanjut untuk

menghindari drop out atau unit eksperimen yang hilang atau

mengundurkan diri, maka dirumuskan sebagai berikut (Sastroasmoro &

Ismail, 2010) :

[ ( Z α + Z β ) . S ᵈ ]²
n=

Keterangan :

n : perkiraan jumlah sampel

iv
Zα : kesalahan tipe I (5%) = 1,96

Zβ : kesalahan tipe II (20%) = 0,84

Sᵈ : simpangan baku dari rerata selisih = 0,9

d : selisih rerata kedua kelompok yang bermakna = 0,52

Dari rumus diatas diperoleh jumlah sampel sebagai berikut :

[ ( Z α + Z β ) . S ᵈ ]²
n=

[ ( 1,96+0,84 ) .0,9]²
n=
0,52 ²

6 ,3504
n=
0 ,2704

n = 23,48

n = 24

Berdasarkan perhitungan sampel diatas, jumlah responden

sebanyak 48 orang dimana 24 orang sebagai kelompok perlakuan dan

24 orang kelompok kontrol. Responden dalam penelitian ini hingga akhir

penelitian tanpa ada yang drop out.

Dalam penelitian keperawatan terdapat istilah kriteria sampel yang

meliputi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi yang digunakan untuk

membatasi beberapa hal yang akan diteliti. Kriteria inklusi merupakan

subjek penelitian yang dapat mewakili sampel penelitian yang memenuhi

syarat sebagai sampel, sedangkan kriteria eksklusi merupakan subjek

penelitian yang tidak dapat mewakili sampel karena tidak memenuhi

syarat sebagai sampel penelitian (Hidayat, 2018).

Kriteria inklusi dan eksklusi sampel dalam penelitian ini yang berada

di Puskesmas Dringu adalah sebagai berikut :

1. Kriteria Inklusi

iv
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum dari subjek penelitian

yang layak dilakukan penelitian atau yang akan dijadikan subjek.

Kriteria inklusi pada penelitian adalah:

a. Bersedia menjadi responden

b. Usia 12 tahun ke atas

c. Pasien TB paru yang tidak menggunakan masker

2. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi adalah subjek penelitian yang tidak dapat

mewakili sampel karena tidak memenuhi kriteria atau sarat sebagai

sampel penelitian. Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:

a. Tidak kooperatif dalam ikut serta berantisipasi dalam pemberian

penkes untuk dasar pengatuan pentingnya menggunakan masker

pada pasien TB paru.

b. Menolak menjadi responden

4.4.3 Tehnik sampling

Teknik sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi sampel

penelitian yang akan digunakan dalam penelitian dari populasi yang

tersedia. Berdasarkan jenis pengambilan sampel terdapat dua jenis

pengambilan sampel yakni probability sampling yang bertujuan untuk

generalisasi atau memberikan peluang yang sama dalam pengambilan

sampel dan nonprobability sampling yang bertujuan tidak untuk

generalisasi atau tidak memberikan peluang yang sama dalam

pengambilan sampel (Sugiyono, 2009 dalam Hidayat, 2018).

Berdasarkan jenis pengambilan data, penelitian ini dilakukan

dengan teknik non-probability sampling karena tidak memberikan

peluang yang sama dari tiap anggota populasi dalam pengambilan

sampel untuk digeneralisasikan, serta metode sampling yang

iv
digunakan berdasarkan klasifikasi teknik non-probability sampling

adalah purposive sampling yaitu pengambilan sampel untuk tujuan

tertentu.

4.4 Variabel Penelitian

Variabel adalah atribut sekaligus objek yang menjadi titik

perhatian dalam suatu penelitian (Sandu, 2015). Menurut Nursalam

dalam Siti 2018 menyebutkan variabel adalah perilaku atau karakteristik

yang memberikan nilai beda terhadap sesuatu (benda, manusia dan lain-

lain).

4.4.1 Variabel Independen (Bebas)

Variabel independen ini merupakan variabel yang

mempengaruhi atau nilainya menentukan variabel lain. Variabel ini

juga dikenal dengan nama variabel bebas yang artinya stimulus

atau intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien untuk

mempengaruhi tingkah laku klien (Nursalam, 2013). Dalam

penelitian ini variabel independen yang digunakan yaitu

pendidikan kesehatan dengan metode role play.

4.4.2 Variabel Dependen (Terikat)

Menurut Nursalam (2013) Variabel dependen ini

merupakan variabel yang dipengaruhi nilainya ditentukan oleh

variabel lain. Variabel ini disebut juga variabel terikat yang artinya

aspek tingkah laku yang diamati dari suatu organisme yang

dikenai stimulus.Variabel dependen dalam penelitian ini adalah

perilaku menggunakan masker pada pasien TB paru.

iv
4.5 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Dringu,

Kabupaten Probolinggo

4.6 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai bulan April 2020 sampai Mei 2020.

Waktu penelitian ini terhitung mulai dari pengambilan data sampai laporan

hasil.

4.7 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan berdasarkan

karakteristik yang diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut.

Karakteristik yang dapat diamati artinya memungkinkan peneliti untuk

melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu

objek atau fenomena yang kemudian dapat diulang lagi oleh orang lain

(Nursalam, 2013). Dalam penelitian ini definisi operasionalnya adalah

sebagai berikut :

Table 4.3 : Definisi operasional pengaruh pendidikan kesehatan


dengan metode role play terhadap perilaku
menggunakan masker pada pasien TB paru di
puskesmas dringu Probolinggo.

DEFINISI ALAT
VARIABEL INDIKATOR SKALA SKOR
OPERASIONAL UKUR
Variabel Pendidikan yang di 1. Sesi 1 : SOP - -
lakukan dengan Mengidentifikasi
independent cara memainkan bahan yang akan Modul
peran yang dapat di sampaikan
pendidikan 2. Sesi 2 :
mengembangkan
Menyiapkan bahan
kesehatan sikap dan tindakan yang sudah tidak
dari suatu terdapat masalah
Metode role pengalaman yang yang menghambat
berpengaruh untuk memberikan
play menguntungkan pendidikan
berhubungan kesehatan .
dengan kesehatan 3. Sesi 3 :
Melakukan
simulasi
pengenalan

iv
4. Sesi 4 :
Membuat satu
permainan peran
dimana penyaji
akan
mendemonstrasi
kan perilaku yang
diinginkan.
5. Sesi 5 :
Menginformasika
n akan adanya
suatu tindakan
untuk acara
bermain peran
6. Sesi 6 : minta
relevan
seseorang untuk
bermain peran
menjadi orang
lain dalam situas
ini
Variabel Perilaku yaitu 1. Berperilaku Kuisioner ordinal Skor :
dalam bentuk perilaku Tidak
dependent suatu tindakan
sikap dan tindakan mengguna pernah : 1
yang dilakukan kan Jarang : 2
Perilaku sesuai dengan
masker Sering : 3
pasien TB paru konsep perilaku
menggunakan (saifuddin, Sangat
dalam kesehatan 2013) sering : 4
masker pada 2. Memperhatikan
menggunakan
keadaan disekitar Kategori
pasien TB paru masker dalam bentuk perilaku
perilaku sikap dan mengguna
(Notoatmojo,
kan masker
tindakan
2010). Perilaku
3. Memahami baik = 71-
bentuk perilaku 100
menggunakan Perilaku
masker dengan cukup baik
benar = 41-70
Perilaku
kurang baik
= 0-4
Saifuddin
(2013)

iv
4.7 Prosedure Penelitian

4.7.1 Prosedur Administratif

Mendapatkan surat izin penelitian dari Ketua Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Hafshawaty Jurusan S1 Keperawatan, Kemudian peneliti

mengajukan permohonan izin, izin penelitian di puskesmas dringu,

Probolinggo.

4.7.2 Prosedur Teknis Atau Alur Penelitian

1. Peneliti melakukan pengajuan judul berdasarkan beberapa

jurnal yang mendukung terhadap judul.

2. Peneliti membuat surat perijinan dari kampus STIKES

Hafshawaty Zainul Hasan Genggong.

3. Peneliti meminta izin Kepala puskesmas dringu, Probolinggo

dengan memberikan surat perijinan dari kampus.

4. Peneliti melakukan studi pendahuluan di puskesmas dringu,

Probolinggo.

5. Peneliti menemui pasien TB paru untuk melakukan informed

consent.

6. Peneliti menemui responden untuk menjelaskan prosedur

pelaksanaan.

7. Melakukan pendidikan kesehatan dengan metode role play

dilakukan dengan cara bertatap muka secara kelompok.

8. Mencatat hasil pre-test perilaku menggunakan masker kepada

kelompok perlakuan.

9. Mencatat hasil pre-test perilaku menggunakan masker kepada

kelompok kontrol.

10. Peneliti melakukan pendidikan kesehatan dengan metode role

play pada sekitar waktu 20 menit kepada kelompok perlakuan.

iv
11. Kelompok kontrol tidak di berikan pendidkan kesehatan

12. Mencatat hasil pre-test perilaku menggunakan masker kepada

kelompok perlakuan.

13. Mencatat hasil pre-test perilaku menggunakan masker kepada

kelompok kontrol.

14. Peneliti melakukan kegiatan penelitian pada kelompok

perlakuan dalam waktu 4 minggu setiap pertemuan dilakukan 1

minggu 2 kali dengan dalam waktu 15 menit. setelah itu

tanyakan perasaannya.

15. Mengobservasi perilaku menggunakan masker pada pasien TB

paru sesudah pemberian intervensi pada kelompok kontrol dan

perlakuan.

4.8 Proses Pengumpulan Data

4.8.1 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang akan

digunakan untuk pengumpulan data, seperti kuesioner (daftar

pertanyaan), formulir observasi, formulir-formulir lain yang

berkaitan dengan pencatatan data dan sebagainya

(Notoatmodjo, 2012). instrumen dalam penelitian ini adalah

kuesioner.

Kuesioner dalam penelitian ini adalah suatu teknik

pengumpulan informasi yang memungkinkan analis

mempelajari sikap-sikap, keyakinan, perilaku, dan karateristik

beberapa orang yang dapat terpengaruh oleh sisitem yang

diajukan atau sistem yang sudah ada. Kuesioner yang di

gunakan adalah kuesioner (perilaku menggunakan masker)

berjumlah 15 soal.

iv
4.8.2 Uji Validitas dan Reahabilitas

1. Uji Validitas

Prinsip validitas adalah pengukuran dan pengamatan yang

berarti prinsip keandalan instrumen dalam mengumpulkan data.

(Nursalam, 2016).

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana

ketepatan suatu alat ukur dalam mengukur suatu data. untuk

mengetahui validitas suatu instrument (dalam hal ini kuesioner)

dilakukan dengan cara melakukan korelasi antar skor masing-masing

variabel dengan skor totalnya. Teknik korelasi yang digunakan

korelasi bivariatpearson. Suatu variabel (pertanyaan) dinyatakan valid

bila skor variabel tersebut berkorelasi secara signifikan dengan skor

totalnya dengan cara membandingkan nilai r tabel dengan nilai r

hitung, bila r hasil (hitung) >r tabel, pertanyaan tersebut valid. maka

pertanyaan tersebut valid. Bila responden uji validitas sejumlah 10

orang, r tabel yang digunakan adalah 0,632 dengan tingkat signifikan

0,05. Maka hasil r hitung dari 10 responden harus lebih besar dari r

tabel (0,632) dengan tingkat signifikan 0,05 (Junaidi, 2010).

Dari kuisioner menurut saifuddin (2013) Kuesioner untuk

perilaku menggunakan masker terdiri dari 15 pertanyaan. Hasil uji

validitas yang dilakukan pada hari sabtu tanggal 4 April 2020 di Desa

kaliboto Lor memiliki nilai sebesar 0,637 hingga 0,955 untuk masing-

masing perilaku menggunakan masker yang dinyatakan valid karena

hasil r hitung lebih besar dari r tabel (0,632).

2. Uji Reliabilitas

iv
Dari kuisioner perilaku menggunakan masker menurut

saifuddin (2013) Kuesioner untuk perilaku menggunakan masker

terdiri dari 15 pertanyaan. Reliabitas adalah kesamaan hasil

pengukuran atau pengamatan bila fakta atau kenyataan hidup tadi

diukur atau diamati berkali-kali dalam waktu yang berlainan. Alat dan

cara mengukur atau mengamati sama-sama memegang peranan

yang penting dalam waktu yang bersamaan. Perlu diperhatikan

bahwa reabilitas belum tentu akurat (Nursalam, 2016).

Dinyatakan reliabel bila skor variabel tersebut berkorelasi

secara signifikan dengan skor totalnya dengan cara membandingkan

nilai r tabel dengan nilai r hitung. Bila r hasil (hitung) > r tabel, maka

pertanyaan tersebut reliabel. Bila responden uji reliabilitas sejumlah

10 orang, r tabel yang digunakan adalah 0,632 dengan tingkat

signifikan 0,05. Maka hasil r hitung dari 10 responden harus lebih

besar dari r tabel (0,632) dengan tingkat signifikan 0,05.Hasil uji

reliabilitas kuesioner perilaku menggunakan masker didapatkan

dengan menggunakan Cronbach’s Alpha sebesar 0,963 lebih besar

dari 0,632 maka dinyatakan reliable.

4.8.3 Teknik Pengumpulan Data

1. Editing

Editing yaitu upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data

yang di peroleh atau di kumpulkan. Editing data di lakukan pada

tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul.

2. Coding

Coding adalah kegiatan pemberian kode numerik (angka)

terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori (Hidayat, 2018).

Pemberian kode pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

iv
a. Jenis kelamin

1) Pria :1

2) Wanita :2

b. Pendidikan

1) SMP/sederajat :1

2) SMA/sederajat :2

3) Perguruan Tinggi :3

c. Pekerjaan

1) Tidak berkerja :1

2) Pegawai Negeri Swasta :2

3) Wiraswasta :3

4) Petani :4

5) Pensiunan :5

3. Scoring

Scoring merupakan memberikan penilaian terhadap item-item

yang perlu diberikan penilaian atau skor.

untuk variabel independen, pendidikan kesehatan dengan

metode role play tidak membutuhkan scoring. Untuk variabel

dependen di ukur menggunakan kuesioner.

Skor untuk perilaku menggunakan masker, yaitu :

a. Tidak pernah : 1

b. jarang : 2

c. sering : 3

d. sangat sering 4

iv
4. Tabulating

Tabulating yaitu proses pengolahan data yang bertujuan

untuk membuat tabel-tabel yang dapat memberikan gambaran

statistik. Proses ini merupakan tahapan akhir pengolahan data

yang sangat berguna untuk kegiatan selanjutnya yaitu teknik

penyajian data.

Untuk variable dependen, yakni perilaku menggunakan

masker dengan menggunakan kusioner. Dikatakan perilaku

kurang baik 0-40, perilaku cukup baik bernilai 41-70, dan jika

perilaku baik bernilai 71-100.

4.9 Analisa Data

Analisa data adalah proses mengolah data dari hasil penelitian untuk

mendapatkan makna atau arti dari data tersebut agar dapat disimpulkan

atau diinterpretasikan menjadi informasi sehingga hasil analisa data dapat

dijadikan bahan sebagai pengambilan keputusan (Notoatmodjo, 2012;

Hidayat, 2018). Analisa yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

4.10.1 Analisa deskriptif

Analisa deskriptif dilakukan untuk mendiskripsikan karakteristik setiap

variabel penelitian (Notoatmodjo, 2012). Tujuan dari analisa deskriptif

adalah untuk meringkas, mengklarifikasi, dan menyajikan data dalam

bentuk mean, median, modus, simpangan baku dan varians (Hidayat,

2018). Data-data yang bersifat numerik seperti usia, lama menderita TB

paru dalam bentuk mean dan median. Sedangkan data yang bersifat

kategorik seperti kepatuhan menggunakan masker disajikan dalam bentuk

proprosi.

iv
4.10.2 Analisa inferensial

Analisa inferensial adalah analisa yang digunakan untuk

mnyimpulkan parameter (populasi) berdasarkan statistik (sampel) dengan

proses generalisasi (Hidayat, 2018). Dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan analisis statistik uji parametrik uji T berpasangan. Sebelum

dilakukan uji statistik dilakukan uji normalitas dan homogenitas. Uji

normalitas dilakukan untuk mengetahui distribusi data normal atau tidak

normal dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk karena sampel kurang dari

50 dengan nilai kemaknaan p > 0,05. Uji homogenitas yang dilakukan

dalam penelitian ini adalah uji independent sample t test karena terdiri dari

dua kelompok untuk menilai memiliki varians yang sama atau tidak. Jika

nilai varian memiliki p > 0,05 maka data tersebut yang telah diuji adalah

homogen. Apabila nilai pV < 0,05 berdasarkan Uji T berpasangan maka

distribusi data normal, namun apabila pV > 0,05 maka distribusi data tidak

normal maka uji statistik alternatif yang digunakan adalah uji statistik

Wilcoxon.

4.10 Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti memberikan penjelasan

kepada responden tentang berbagai hal terkait dengan penelitian Yang

Akan Dilakukan uji etik penelitian di stikes Hafshawaty. Hal Yang Perlu

Diperhatikan:

4.10.1 Nilai sosial

Parameter nilai sosial adalah adanya kebaruan fenomena

(novelty) dan upaya mendiseminasikan hasil (KEPPKN, 2017).

Penelitian memiliki nilai keterbaruan karena informasi yang

didapatkan valid dari jurnal dan buku terbaru, relevansi dengan

masalah yang sedang menjadi fenomena kesehatan, serta

iv
berguna dalam mempromosikan pendidikan kesehatan dengan

metode rola play sebagai salah satu cara mengatasi masalah

perilaku menggunakan masker pada pasien TB paru

4.10.2 Nilai Ilmiah

Suatu penelitian dapat diterima secara etis apabila

berdasar pada metode ilmiah yang valid (KEPPKN, 2017).

Penelitian ini dilengkapi dengan desain penelitian yang jelas,

memberikan informasi yang valid dan dapat berkontribusi dalam

penciptaan atau evaluasi intervensi karena di dasarkan pada

penelitian-penelitian terbaru sebelumnya.

4.10.3 Pemerataan Beban dan Manfaat

Penelitian dapat diterima secara etik apabila telah

meminimalisir dampak negatif yang mungkin terjadi dan manfaat

dari penelitian lenih besar dibandingkan risiko yang ditimbulkan

(KEPPKN, 2017). Dalam penentuan subjek penenlitian harus di

dasarkan oleh pertimbangan ilmiah, kekhususan subjek dengan

menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi.

Prinsip keadilan menjamin bahwa semua subjek penelitian

memperoleh perlakuan dan keuntungan yang sama tanpa

membedakan gender, agama, etnis, dan sebagainya

(Notoatmodjo, 2012). Peneliti tidak membeda-bedakan antara

responden satu dengan yang lainnya, dimana kelompok

perlakuan pendidikan kesehatan metode role play mendapatkan

intervensi selama penelitian.

4.10.4 Potensi Risiko dan Manfaat

Hampir semua penelitian mengikutsertakan subjek

manusia yang akanmemberikan beberapa konsekuensi misalnya

iv
risiko ketidaknyamanan, pengorbanan waktu atau biaya maka

diperlukan beberapa manfaat untuk keseimbangan penelitian

(KEPPKN, 2017). Sebuah penelitian harus memberikan manfaat

yang maksimal bagi masyarakat terutama bagi responden

penelitian, maka peneliti hendaknya mengurangi risiko atau

dampak negatif yang merugikan responden seperti cedera, stres

dan lain sebagainya (Notoatmodjo, 2012).

Penelitian ini memiliki manfaat untuk responden dengan

tujuan mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan dengan

metode role play terhadap perilaku menggunakan masker pada

pasien TB paru, maka peneliti berusaha meminimalkan dampak

negatif yang dapat terjadi dengan melakukan penelitian sesuai

dengan aturan dan standar operasional prosedur yang berlaku.

4.10.5 Lembar Persetujuan (Informed Consent)

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara

peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan

lembar persetujuan informed consent tersebut diberiakn sebelum

penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan

untuk menjadi responden (hidayat, 2009).

4.10.6 Tanpa Nama (Anonimity)

Merupakan masalah dalam penelitian keperawatan dengan

cara tidak memberikan nama responden pada lembar alat ukur

hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data

(hidayat, 2009

4.10.7 Kerahasiaan (Confidentiality) atau Privasi

Merupakan masalah etika dengan menjamin kerahasiaan

dari hasil penelitian baik informasi maupun masalah-masalah

iv
lainnya, semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin

kerahasiaannya oleh peneliti dan hanya kelompok data tertentu

yang akan disajikan atau dilaporkan pada hasil riset (hidayat,

2009).

4.10.8 Bujukan (Inducements)

Penelitian harus dihindari dari kecurigaan atas klaim

adanya “eksploitatif” terhadap subjek yang berkaitan dengan

aspek manfaat dan bahaya (benefit and harm) kerentanan

(vulnerability) dan persetujuan (consent).Secara etis penelitian

dapat diterima apabila peneliti mengganti biaya apapun untuk

individu yang berhubungan dengan keikutsertaan dalam

penelitian, termasuk biaya transport, pengasuhan anak (child

care) dan kehilangan penghasilan saat mengikuti penelitian

(KEPPKN, 2017)

iv
DAFTAR PUSTAKA

WHO(World Health Organization). 2018.Tuberculosis. di akses dari

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs104/en/ pada tanggal 18

september 2018.

Hertian Ilham Hutama, Emmy Riyanti. 2018. Gambaran Perilaku Penderita Tb

Paru Dalam Pencegahan Penularan Tb Paru Di Kabupaten Klaten.

Jurnal Kesehatan Masyarakat: Volume 7, Nomor 1, Januari 2019

Kemenkes RI. 2018.Profil Kesehatan Indonesia 2017. Kementrian Kesehatan

Republik Indonesia: Jakarta

Mardiatun, A’an Dwi Sentana. 2019. Efektivitas Pendidikan Kesehatan Dengan

Video Tentang Pencegahan Penularan Penyakit Terhadap Pengetahuan

Pasien Tuberculosis Di Wilayah Kerja Puskesmas Sedau Tahun 2019.

Jurnal Keperawatan Terpadu. Vol. 1 No. 2 Oktober 2019.

Nia Puji Lestari, Nurul Sri Wahyuni, Ririn Nasriati (2019). Studi Kasus : Upaya

Pencegahan Penularan Penyakit Pada Keluarga Dengan Penderita TB

Paru. Penerbit Artikel Ilmiah Mahasiswa Universitas Muhammadiyah

Ponorogo, Vol. 3 (No. 2).

Ardiansyah, Muhamad. 2012. Medical bedah. Jogjakarta : EGC

Muttaqin,Arif. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan

Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika

Brunner & Suddarth. 2011. Keperawatan Medikal Bedah Edisi: 12. Jakarta: EGC

Nurarif, Amin Huda. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan NANDA NIC-

NOC (jilid 3).Yogyakarta: Mediaction

Berman, A., et al. (2009). Buku AjarPraktik Keperawatan Klinis,Edisi 5. Jakarta :

EGC.

Corwin, E. (2009). Buku SakuPatofisiologi. Jakarta : EGC

iv
Puspita, Rina Sari. Ratu Desi Arisandi. 2018. Faktor-faktor yang Berhubungan

dengan Kejadian Penyakit TB Paru. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat:

Vol.07, No. 01, Maret 2018.

Somantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan

Sistem Pernafasan (edisi 2). Jakarta : Salemba Medika

Kumar, V., Ramzi, C. dan Stanley, R.(2007). Buku Ajar Patologi.Jakarta : EGC.

Mandal, B., et al. (2008). PenyakitInfeksi, Edisi Keenam. Jakarta :Erlangga.

Mansjoer., et al. (editor). (2009).Kapita Selekta Kedokteran, Edisi3, Jilid 1.

Jakarta : MediaAesculapius.

Gaster. 2008. Determinan Perilaku Masyarakat dalam pencegahan dan

penularan penyakitTBC. VOL 4 No 1

Mubarak, W., et al. (2006). Buku AjarIlmu Keperawatan Komunitas 2.Jakarta :

Sagung Seto

Azwwar, N, et al. (2010). Pendidikan dalamKeperawatan. Jakarta : Salemba

Medika

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Kesehatan Masyarakat dan ilmu perilaku. Jakarta :

RinekaCipta Maulana, Heri D. J. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta :

EGC

Friedman, M., Bowden, R. dan Jones,E. (2010). Buku AjarKeperawatan

Keluarga, Riset,Teori & Praktik, Edisi 5. Jakarta: EGC

Kozier., et al. (2010). Buku AjarFundamental Keperawatan,Konsep, Proses, &

Praktik, Edisi7, Volume 2. Jakarta : EGC

Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007), Hal:

215-217.

Mel Silberman, Active Learning: 101 Strategi Pembelajaran Aktif (Yogyakarta:

Pustaka Insan Madani, 2007), Hal: 217.

Mulyono, Strategi Pembelajaran, (Malang: UIN Maliki Press, 2012), Hal: 44.

iv
Syaiful Bahri Djamarah, Guru Dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta:

PTRineka Cipta, 2005), Hal: 237.

iv
SOP Pendidikan Kesehatan Dengan Metode Role Play

Sebelum dilakukannya metode roleplay terlebih dahulu penyaji memberika

pendidikan kesehatan terkait tentang TB dan pencegahannya dengan cara

menggunakan masker

1. Penyaji akan menyiapkan skenario yang akan ditampilkan.

2. Menunjuk beberapa orang untuk mempelajari skenario dalam waktu

beberapa waktu sebelum Kegiatan dimulai.

3. Penyaji membentuk kelompok yang anggotanya lima orang

(menyesuaikan jumlah penderita TB paru).

4. Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai.

5. Memanggil orang-orang yang sudah ditunjuk untuk melakukan

skenario yang sudah dipersiapkan.

6. Masing-masing orang berada di kelompoknya sambil mengamati

skenario yang sedang diperagakan.

7. Setelah selesai ditampilkan, masing-masing orang diberi lembaran

untuk membahas penampilan yang selesai diperagakan.

8. Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya.

9. Penyaji memberi kesimpulan secara umum.

10. Evaluasi

11. Penutup

Skenario mengajarkan pencegahan penyakit TB untuk menggunakan masker

pada pasien TB paru tersebut.

Tanggal 20 mei 2020, ada seorang perawat datang ke rumah Bp.Ardi

beserta ada keluarga untuk melakukan pemeriksaan (Cek Up) berhubungan

dengan maraknya wabah penyakit menular.

Di Rumah Bp.Adi :

Perawat : “Selamat pagi pak”.

iv
Bp. Ardi : “Selamat pagi”.

Perawat : “Dengan Bp. Ardi?”

Bp. Ardi : “iya saya sendiri mbak”

Perawat : “Begini pak, saya lihat data dari puskesmas bahwa bapak pernah

berobat di puskesma dringu ya?

Bp. Ardi : “Iya”.

Perawat : “Dan bapak dalam minggu-minggu ini tidak mengalami batuk

berdahak, demam, dan sering sesak nafas pada saat saat tertentu misal terlalu

kecapekan?”

Bp. Ardi : “Pernah mbak”

(Ibu ikut menjawab)

Ibu Aminah : “iya mbak, apalagi kalau malam hari atau pagi hari menjelang

subuh, batuknya itu lama”

Perawat : “Iya bapak saya harap bapak bisa menggunakan masker untuk

menjaga lingkungan sekitar.

Bp. Ardi : “Iya mbak”

Perawat : “Nah bapak dibalai desa akan ada penyuluhan tentang pencegahan

penularan penyakit TB dalam menggunakan masker, mohon bapak datang yah

itu mungkin bisa membantu bapak dan sekeluarga dalam menjaga kesehatan

dan lingkungan sekitar.

Ibu aminah : “Baik mbak, terimakasi”

Perawat : “Iya ibu, kurang lebihnya saya mohon pamit yah ibu.

Bp. Ardi : “Iya mbak”.

Keesokkan harinya semua orang yang telah di datangi ke rumahnya

datang ke balai desa untuk berkumpul sesuai kontrak mereka kemarin.

iv
Perawat : “assalamualikum ibu dan bapak sesuai dengan kontrak kita semua,

disini saya akan menjelaskan tentang penyakit TB paru dan cara pencegahannya

yaitu dengan menggunakan masker yang baik.”

(serontak semua menjawab wassalamualaikum) .

Perawat : “ baik disini pengertian TB paru tersendiri adala penyakit yang menular

melalui udara”. (dan seterusnya Perawat menjelaskan tentang TB paru). “Jadi ibu

dan bapak masker sangatlah berpengaruh besar dalam mencegah tertularnya

dampak penyaki TB ini.

Perawat : “baik ibu dan bapak semuanya mari kita mempraktekkan cara

menggunakan masker”. (sesuai aba-aba dari Perawat)

Perawat : “terimakasih untuk perhatiannya ya ibu bapak saya harap ibu bapak

bisa menggunakan masker dengan baik.”

Perawat : “demikian saya tutup dan terimakasih atas perhatiannya”.

iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Dinda Insani Rizki

Tempat, Tanggal Lahir : Probolinggo, 01 maret 1998

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat :Dsn. krajanII RT/RW: 32/06 Kecamatan

jatiroto Kabupaten lumajang

Pendidikan : 1. SDN Kaliboto Lor 01

2. SMPN 1 Randuagung

3. SMA Zainul Hasan 1 Genggong

iv
PENGANTAR KUESIONER

Judul Penelitian : Pengaruh pendidikan kesehatan dengan metode role play

terhadap perilaku menggunakan masker pada pasien TB

paru di Wilayah Kerja Puskesmas Dringu Probolinggo

Peneliti : Dinda Insani Rizki

Pembimbing : 1. Ro’isah,S.KM.S.Kep.Ns,M.Kes

2. Rizka Yunita S.Kep.Ns.,M.Kep.

Responden yang terhormat,

Saya adalah mahasiswi semester VIII pada jurusan ilmu keperawatan

STIKES Hafshawaty PesantrenZainul Hasan Probolinggo. Dalam rangka

menyelesaikan tugas skripsi saya bermaksud mengadakan penelitian dengan

judul “Pengaruh pendidikan kesehatan dengan metode role play terhadap

perilaku menggunakan masker pada pasien TB paru di Wilayah Kerja

Puskesmas Dringu”

Saya berkeyakinan bahwa penelitian ini memberi manfaat yang luas, baik

bagi institusi, mahasiswa maupun masyarakat pada umumnya.

Apabila saudara bersedia menjadi responden dalam penelitian saya,

silahkan menandatangani persetujuan untuk menjadi objek penelitian.

Atas kesediaan dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.

Probolinggo, 2020

Mengetahui,

Pembimbing I Peneliti

(Ro’isah,S.KM.S.Kep.Ns,M.Kes) (Dinda Insani Rizki)

iv
KUISIONER PERILAKU MENGGUNAKAN MASKER

PETUNJUK PENGISIAN :

Pilih jawaban yang paling benar dengan memberikan tanda check list (√)

pada salah satu alternatif jawaban yang disediakan. Setiap pernyataan

disediakan 4 (empat) alternatif jawaban, yaitu :

SS : Sangat Sering

S : Sering

J : Jarang

TP : Tidak Pernah

A. IDENTITAS RESPONDENT

1. Jenis Kelamin :

2. Usia :

3. Pendidikan Terakhir :

4. Pekerjaan :

5. Lama Tinggal Serumah :

B. PERILAKU MENGGUNAKAN MASKER


Sangat Sering Jarang Tidak
NO. PERNYATAAN Sering (S) (J) Pernah
(SS) (TP)
1 Saya menggunakan masker
apabila akan berkomunikasi
2 Saya tidak menggunakan masker
apabila akan berkomunikasi
3 Saya menggunakan masker
sebelum berkomunikasi
4 Saya menggunakan masker
sesudah berkomunikasi
5 Saya mengggunakan masker saat
akan keluar.
6 saya tidak menggunakan masker
saat akan keluar

iv
7 Saya menggunakan masker bersih
dan baru
8 Saya tidak menggunakan masker
bersih dan baru
9 Saya menggunakan masker sesuai
dengan jenis pemakaian .
10 Saya menggunakan masker tidak
sesuai dengan jenis pemakaian.
11 Saya menggunakan masker sekali
pakai (dispossible)
12 Saya tidak menggunakan masker
dispossible .
13 Saya sering mengganti masker
apabila sudah berkali-kali dipakai
14 Saya tidak mengganti masker
meski sudah berkalikali saya pakai
15 Saya membuang masker apabila
terdapat kerusakan/robek dan
putus talinya.

iv

Anda mungkin juga menyukai