Anda di halaman 1dari 6

MENGENAL

REMO YOHWER DAN SEMU


GEMA SILIH BERGANTI NAMA
DI KABUPATEN MAY BRAT

Foto remo

DR. DRS. HERMAN T KARETH, M. Si

PENGANTAR KATA

Tuhan Allah membuat manusia dengan tangan Nya yang penuh Kuasa dan menempatkan
di bumi serta terpencar kemana-mana pada masa zaman batu/purba hingga saat ini. Orang May
Brat sebagai salah satu suku yang mendiami Jasirah Kepala Burung Pulau Emas Tanah Papua.
Mereka termasuk dalam kelompok 250 suku Orang Asli Papua yang mendiami tanah ini sebagai
berkat Tuhan baginya untuk mengolah dan beranak cucu turun temurun. Dikatakan … tim
arkeologi Australia (2009) yang melakukan penelitian tentang manusia purba di Dataran Tinggi
Ayamaru bahwa “… foto obyek. Kehidupan yang sama juga berlaku bagi kelompok/komunitas
yang mendiami tanah pemberian Tuhan di Remo Yohwer dan Semu yang diklem nenek moyang
dahulu kala sebagai wilayah adat mereka. Kedua kampung/remo ini didiami oleh penduduk etnis
May Brat dengan menutur bahasa May Brat dan terdapat fam/keret atau marga : Kareth, Isir, Naa,
Kambuaya, Hara, Seraun, Sentuf, Moyu, Way, Murafer, Howay dan Sekirit.
Penduduk kedua remo ini mendiami wilayah pemerintahan Distrik Ayamaru Tengah
Kabupaten May Brat Provinsi Papua Barat. Remo/Kampung Yohwer dan Semu terletak di tepi
danau Ayamaru.

*DANAU AYAMARU*

Danau Ayamaru yang kini kering dan dangkal


bagaikan seorang gadis/bakit danau yang berdiri menatap fakta
karena ditinggal pergi impian harapannya.
Pendangkalan Tasik Ayamaru (2012)

Makna ungkapan itu memberi kesejukan “kapan impian harapannya kembali, ibarat
harapan orang di seputar danau kapan keajaiban yang dibuat Tuhan Allah ini dilestarikan agar
danau tetap lestari seperti tempo dulu, karena danau ini sebgai berkat Tuhan bagi orang yang
hidup jauh dari laut. Hal ini terjadi sebagai akibat pola perladangan yang masih dilakukan penduduk
huni seputar danau dan peladang di kawasan hulu sungai sehingga berimpak terhadap kekeringan
tasik/danau Ayamaru (Air Danau).
*PEROSAKAN ALAM SEKITAR*

Danau Ayamaru sebagai Potensi Wisata

Pemandangan faktual ini mengingatkan kita kepada ceritera nenek moyang atau mitos
bahwa jika terjadi kekeringan sungai/kali, danau, mos–mata air, pohon besar/beringin dan obyek
lainnya, mereka percaya penunggu (tagio satoh mamo) di tempat itu sudah pindah atau berkiprah
alias pergi ke tempat jauh karena merasa terusik. Disana mereka hidup di habitat baru karena
merasa aman. Inilah kepercayaan atau mitos yang berbasis Kearifan Lokal karena lingkungan disitu
tidak lestari lagi.
Dalam bahasa May Brat mereka menuturkan : “Nari/Nri Watum Refo Kaket : Bo Ro Tabam
Refo Tuhan Ye Kanu Beta, Yawe nkah, nait, nabo, nabe ku wonyu. Nsi kowah kawah bo ro Bi Ait ye
ma. Nimara mtuk ma, kbe Iro mase Kanu”. Bo ro tabam mawe/penghuni alam sekitar menuturkan:
“Ore amu nhu marak, aya nta marak, bo nit marak, ore njin marak, bo ra msi kaut kat.
Amu nsen satoh nmo nhu mam rabin ro ra. Kbe tabam wanu tis to aya nkat/marak,
mos nkat, ru fru mamo marak, ataf marak, soraf marak, sah marak, nawe marak,
rmon marak, toa marak, suruwiam marak. Au oh meto nri beta, men ku wanu nbe to
masen mat bo weto u fe, ana mari bokias sai”.
*Kelimpahan Berkat Tuhan di tanah May Brat masa silam”
Sah Make mam Rabin Rait (Matoa) berbuah di dusun

Makna di masa modern ini dikaitkan dengan lingkungan yang rusak akibat tangan manusia
sehingga lingkungan tidak terjaga dan lestari. Akibatnya kali kering, danau pun dangkal dan efek
lainnya. Kini tidak ditemukan lagi burung surga-majaf alias cenderawasih karena indahnya
diibaratkan bird paradaice atau burung surga, burung kasuari- rukair dan burung maleo-kawia yang
bila bertelur, telurnya sangat banyak. Ingat kapan kita menemukan lagi ciptaan Tuhan itu, tinggal
ceritera dan kenangan bagi generasi masa kini dan masa hadapan.
Akibat pembakaran hutan untuk pembukaan kebun baru memperburuk pendangkalan
Daerah Aliran Sungai (DAS) yang mengalir ke danau. Danau semakin kering dan dangkal. Kita semua
makan hasil tangkapan danau seperti ikan berbagai jenis, ikan hias (rein bouw fish- sgiah) yang
sangat mahal harganya dan memasuki pasar dunia tahun 1980 an, udang, burung dan potensi
lainnya. Maka sangat diperlukan kesadaran semua pihak, terutama penduduk seputar danau dan
penduduk di kawasan hulu sungai yang berkebun di tepi aliran sungai.
Ingat dan renungkan kemajuan yang begitu cepat di daerah May Brat menghilangkan
kendala isolasi alam dan memacu percepatan pembangunan infrastruktur jalan, jembatan,
lapangan terbang, menara pemancar sehingga dapat melancarkan arus transportasi Jalan Trans
Papua Barat termasuk Sorong – May Brat, Sorong – Sorong Selatan, Teminabuan – Ayamaru –
Aitinyo – Aifat – Tambrauw – Manokwari. Daerah ini sudah terbuka dan dikunjungi para wisatawan
manca negara maupun domestik untuk menikmati keindahan alam di dataran tinggi May Brat
termasuk danau Ayamaru, danau biru Uter, sungai-sungai/tempat pemandian, pendakian gunung
dan monumen atau tugu peringatanTeofani Penampakan Allah bagi Orang May Brat di kampung
Kambuaya serta obyek lainnya. Obyek potensial sebagai aset wisata, jika dikelola dengan baik akan
memberikan impak terhadap pendapatan dan ekonomi penduduk tempatan.

*BERHENTILAH MERUSAK ALAM CIPTAAN TUHAN*


MANUSIA DIPERINTAHKAN TUHAN UNTUK
MEMENUHI BUMI DAN MENJAGANYA
(Kej. ……)
Seruan ini terutama ditujukan bagi pemilik hak ulayat atau tanah adat di seputar danau
dan mereka yang berkebun di tepi aliran sungai, seperti kali/sungai framu/maru mana, mos
mefkajim, watir kareth/ela, ….., aya rohmbi, inta, tetwek, aya hufioh, obu, krefain, fiane maun (air
terjun fiane), tetrmo, fraseror, tut maun (kali keramat-mbau), aya kambus, aya tetsayoh, riria dan
aliran sungai/kali di seberang danau. Sungai/kali …. dekat kampung Segior/Woman, ….
Demi kelestarian danau sebagai keajaiban /pemberian Tuhan Allah bagi Orang May Brat
yang berpotensi sebagai obyek wisata, maka Pemerintah Kampung dan Pemerintah Kabupaten
May Brat serta Lembaga Adat memberi Proteksi/Perlindungan, seperti Peraturan Kampung,
Larangan Adat dan Peraturan Daerah tentang Pelestarian Danau dan Pola Perladangan di Daerah
Aliran Sungai (DAS). Jika Regulasi/Peraturan tersebut .diberlakukan akan mengikat sehingga bagi
yang melanggar dikenakan sangsi/hukuman. Hukuman yang bersifat penyadaran atau edukasi yaitu
Wajib Tanam Pengganti (WTP) artinya mereka yang merusak alias menebang pohon harus
menanam pohon sebagai pengganti sehingga tercipta Kawasan Hijau atau Kawasan Bebas
Perladangan (KBP).

*TUJUAN*
Memori tulisan ini sebagai pencerahan kepada kita semua tentang semangat juang para
pendahulu mendirikan kedua kampung ini ditengah tantangan dan harapan dalam kesederhanaan
mereka. Juga sebagai landasan kita ke masa depan terutama membangun kebersamaan berasas
Anu Beta Tubat (ABT), saling menghargai, mengasihi, sebagai umat Tuhan dan menghindari konflik
internal yang terjadi. Kedua kampung ini dan daerah May Brat merupakan “Buah Pekabaran Injil
Zending Ana Baptis Menonite di Sorong, Inanwatan, Teminabuan dan May Brat”, di masa itu oleh
Tuan Markus, Nyonya Markus, Pdt Siswoyo dari Salatiga dan rombongan Penginjil, bukan
kekuasaan lain (berhala – alah lain). Ingat Theofani Penampakan Allah bagi Orang May Brat melalui
Rasul Ruben Rumbiak (1951). Ada dua (2) makna Rohani bagi Orang May Brat yaitu Karunia dan
Peringatan. Sabda Allah “Bila Orang May Brat hidup berkenan dihadapan Allah, Karunia Allah turun
temurun. Namun bila hidup tidak berkenan/jauh dari Tuhan, maka Karunia Allah tetap di tangan
Nya”.
*MASA KOLONI BELANDA*

Pada masa Pemerintahan Belanda (1950) mulai melakukan pendekatan untuk


mengumpulkan orang May Brat/Ayamaru di masa itu yang hidup terpencar- pencar di dusun
mereka untuk membangun Remo/Kampung sebagai wujud hidup bersama menuju perubahan
baru. Memulai suatu masa baru, mengenal Terang Injil Yesus Kristus dan akhirnya mencapai
perubahan dan kemajuan cepat seperti sekarang ini. Menjadi Tuan di tanah sendiri, kata pencetus
ide DR. Drs. Yap Pervidia Solossa, M.Si mantan Gubernur Provinsi Papua.

Foto Y.P. Solossa

Dalam buku Papua Ketika New Guinea, tulisan HPB/Antropolog Belanda Piet Merkelijim
(1950), dipetik dari George Aj (2001) dalam disertasi Herman Kareth (2018:137) mengatakan
bahwa:

“Pejabat pentadbiran atau Pos Pemerintahan Ayamaru didirikan pada tahun 1950,
oleh pejabat Kerajaan Belanda sehingga komuniti tempatan baru dapat melakukan
hubungan dengan dunia luar sekitar tahun 1953 dan pula mulai dibangunkan pusat
pemerintahan dan pelayanan sosial milik pemerintah seperti balai polis/barak polisi,
hospital/rumah sakit, sekolah rendah dan kemudahan lain. Bukti yang dapat disaksikan
masa kini yaitu peninggalan rumah tinggal yang dibina oleh kerajaan Belanda, balai
polis dan hospital serta lapangan sepak bola Ela yang sampai masa ini masih
digunakan”.

Ungkapan ini memberi petunjuk tentang Pos Pemerintahan dibuka di Ayamaru pada tahun
1950 di masa pendudukan Kerajaan Belanda. Bila dihitung dari masa itu sudah mencapai usia senja
68 tahun (1950 – 2018) dan merupakan Distrik Induk yang membina Pos pemerintah di Aitinyo dan
Aifat. Dokumen sejarah pemerintahan di Ayamaru yang juga memberi pencerahan bagi kita bahwa
fakta yang diungkapkan seiring dengan pengalaman yang dituturkan pejabat pemerintah Belanda
Jan Manssink (1953), berikut ini.
“Pada bulan Juni 1953 saya melanjutkan tugas dari Wim van der Veen di daerah
Ayamaru. Ayamaru adalah daerah yang menarik, terutama kerana keragaman alam
dan penduduknya serta keindahan tasiknya. Ada juga hal yang tidak menyenangkan
seperti letaknya tidak dipantai dan pembekalan dilakukan sekali sebulan dengan
pesawat kecil atau diangkut orang dari Teminabuan melalui jalan tanah berlumpur
Bormalit sepanjang 35 kilometer, melintasi perbukitan dan melewati lembah-lembah.
Oleh sebab itu tidak lama sesudah saya tiba di Ayamaru, diputuskan untuk
memindahkan ibu kota pemerintahan ke Teminabuan, dipersimpangan daerah pantai
dan pegunungan

*MASA NKRI DI TANAH PAPUA*


Tanah Papua yang semula sebagai koloni/jajahan Belanda, telah terjadi konfrontasi politik
antara Pemerintah Kerajaan Belanda dan Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1962 melalui
komando TRIKORA dengan penerjunan pasukan sukarelawan Indonesia pertama kali mendarat/
terjun payung di Kampung Wersar Teminbuan Kabupaten Sorong Selatan. Sebagai bukti sejarah di
kota Teminabuan terdapat makam pahlawan Kusuma Bangsa yang gugur demi nusa dan bangsa
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai