Anda di halaman 1dari 5

ANALISIS JURNAL

1. PENDAHULUAN

Perdarahan pasca persalinan merupakan hal yang sangat ditakuti


karena dapat mengakibatkan kematian pada ibu sehingga kualitas
penangganan yang baik dapat menyelamatkan ibu dari kematian, salah satu
bentuk penenganan perdarahan dengan mengontrol kontraksi uterus.
Angka Kematian Ibu (AKI) akibat persalinan menjadi salah satu indicator
penting dari derajat kesehatan masyarakat dan merupakan masalah dunia.
Mengutip data hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2012, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia mencapai 359 per
100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) mencapai 32
per 1000 kelahiran hidup. Melengkapi hal tersebut, data laporan dari
daerah yang diterima Kementerian Kesehatan RI menunjukkan bahwa
jumlah ibu yang meninggal karena kehamilan dan persalinan tahun 2013
adalah sebanyak 5019 orang. Hal ini sudah dapat dipastikan Indonesia
tidak akan dapat mencapai target sesuai dengan target Millennium
Development Goals (MDGs) berupaya menurunkan angka ini menjadi 102
per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015.

Kematian ibu bersalin salah satunya disebabkan oleh perdarahan


post partum selain preeklamsi, dan penyakit penyerta dalam kehamilan.
Anka Kematian ibu di Kota Semarang tertinggi adalah karena eklamsia
(48,48 %), yang kedua perdarahan (24,24 %), ketiga karena penyakit
(18,18 %), penyebab infeksi (3,03 %) dan lainnya (6,06 %). Dan
kematian terjadi pada massa nifas yaitu 54,55 % diikuti wa ktu bersalin
(27,2 %).

Menurut penelitian Stanton et al, upaya penanganan perdarahan


postpartum adalah dengan pemberian oksitosin, dimana oksitosin
mempunyai peranan penting dalam merangsang kontraksi otot polos uterus
sehingga perdarahan dapat teratasi. Hasil dari penelitiannya menunjukkan
rata-rata jumlah perdarahan setelah plasenta lahir yang diberikan injeksi
oksitosin lebih sedikit dibandingkan tanpa diberikan injeksi oksitosin.

2. PERTANYAAN KLINIS
Apakah IMD mampu mengurangi dan membantu terjadinya
pendarahan pada ibu Post Partum?

3. RUMUSAN MASALAH
P (Problem) : hemorogic post partum
I (Intervensi) : Pengaruh IMD dengan pendarahan Ibu 2 jam post partum
di Kota Semarang
C (Comparing) :-
O (Outcome) : Upaya mengurangi angka kematian ibu karena perdarahan
post partum dengan melakukan IMD ditatanan pelayanan
kesehatan yang membantu persalinan.

4. METODE/STRATEGI PENELUSURAN BUKTI:

Setelah dilakukan searching literature (jurnal) di Google scholar dengan


keyword: Pengaruh IMD Dengan Pendarahan Ibu 2 Jam Post Partum di
Kota Semarang, didapatkan 90 items jurnal yang terkait dan dipilih 1
jurnal dengan judul “Pengaruh IMD Dengan Pendarahan Ibu 2 Jam
Post Partum di Kota Semarang”

5. HASIL TELAAH JURNAL:


VIA

Validity :
Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional dengan
menggunakan desain kohort prospektive dimana penelitian ini
membandingkan efek dari kelompok terpapar dan efek dari kelompok
tidak terpapar. Sampel dalam penelitian ini 90 orang ibu post partum.
Pengolahan data dilakukan dengan komputerisasi. Data disajikan dalam
bentuk distribusi frekuensi dan selanjutnya dilakukan uji independen t-
test, uji korelasi dan regresi untuk mengetahui pengaruh hubungan kedua
variabel.

Importance :

Hasil analisis pada uji wilcoxon adalah ada perubahan gejala


pernapasan asma secara signifikan setelah 15 menit pada kelompok
perlakuan dan kontrol (p<0,05). Untuk parameter sianosis, tidak ada
responden yang mengeluhkan gejala ini pada kelompok kontrol yang
berarti bahwa Ho ditolak atau ada pengaruh. pemberian terapi
bronchodilator dan tehnik relaksasi napas dalam terhadap penurunan
gejala pernapasan.

Pada frekwensi pernapasan (respiration rate), hal ini sesuai dengan


teori yang dimana jika terapi tehnik relaksasi napas dalam dilakukan
dengan baik maka dapat memperbaiki fungsi paru-paru sehingga dengan
demikian serangan asma dapat diminimalkan. Kemudian pada gejala
retraksi dada, wheezing, pernapasan cuping hidung dan sianosis tidak
sesuai dengan teori yang dimana profil kelompok perlakuan lebih berat
dibandingkan kelompok kontrol dan umur pada kelompok perlakuan lebih
dominan responden yang berumur 26-35 tahun dan 46-55 tahun,
sedangkan pada kelompok kontrol lebih dominan responden berumur 36-
45 tahun dan >16 tahun.

Berdasarkan uji Mann-Whithney yang dilakukan, menjelaskan ada


perbedan yang signifikan pada gejala frekwensi pernapasan (respiration
rate) antara kelompok perlakuan dan kontrol pada menit ke 30 dan 45
setelah terapi. Hal ini berarti, perbaikan frekwensi pernapasan (respiration
rite) lebih dipengaruhi oleh tehnik relaksasi napas dalam dibandingkan
dengan terapi bronkhodilator. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada
efektifitas pemberian tehnik relaksasi napas dalam terhadap penurunan
gejala pernapasan pada pasien asma di IGD RSUD Patut Patuh Patju
Gerung Lombok Barat dengan taraf signifikan 95% (p<0,05).

Aplicability :
Hasil penelitian menunjukan bahwa menggunakan uji wilcoxon
adalah ada perubahan gejala pernapasan asma secara signifikan setelah 15
menit pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol (p<0,05). Hasil uji
Mann-Whithney yang dilakukan yaitu ada perbedaan yang signifikan pada
gejala frekwensi pernapasan (respiration rate) antara kelompok perlakuan
dan kontrol pada menit ke 30 dan 45 setelah terapi.
Ada efektifitas yang signifikan antara pemberian tehnik relaksasi
napas dalam terhadap penurunan gejala pernapasan pada pasien asma di
IGD RSUD Patuh Patut Patju Gerung Lombok Barat dengan taraf
signifikan 95% yang berarti bahwa hipotesis alternatif (Ha) diterima dan
(Ho) ditolak dengan nilai P hitung < 0,05

6. DISKUSI

Pada bagian ini saya ingin membandingkan antara perbedaan yang


signifikan pada gejala frekwensi pernapasan (respiration rate) antara
kelompok perlakuan dan kontrol pada menit ke 30 dan 45 setelah terapi.
Hasil penelitian menggunakan uji wilcoxon adalah ada perubahan gejala
pernapasan asma secara signifikan setelah 15 menit pada kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol (p<0,05). Hasil uji Mann-Whithney yang
dilakukan yaitu ada perbedaan yang signifikan pada gejala frekwensi
pernapasan (respiration rate) antara kelompok perlakuan dan kontrol pada
menit ke 30 dan 45 setelah terapi.

7. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan


sebelumnya, dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Sebelum memeberikan tehnik relaksasi napas dalam kepada pasien
asma di IGD RSUD Patuh Patut Patju Gerung Lombok Barat, sebagian
besar gejala pernapasan asma pada kelompok perlakuan adalah retraksi
dada yaitu sebanyak 15 (78,95%). Pada kelompok kontrol sebagian besar
gejala pernapasan asma adalah retraksi dada dan wheezing yaitu sebanyak
6 (31,58%).
2. Hasil penelitian menggunakan uji wilcoxon adalah ada perubahan
gejala pernapasan asma secara signifikan setelah 15 menit pada kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol (p<0,05). Hasil uji Mann-Whithney yang
dilakukan yaitu ada perbedaan yang signifikan pada gejala frekwensi
pernapasan (respiration rate) antara kelompok perlakuan dan kontrol pada
menit ke 30 dan 45 setelah terapi.
3. Ada efektifitas yang signifikan antara pemberian tehnik relaksasi
napas dalam terhadap penurunan gejala pernapasan pada pasien asma di
IGD RSUD Patuh Patut Patju Gerung Lombok Barat dengan taraf
signifikan 95% yang berarti bahwa hipotesis alternatif (Ha) diterima dan
(Ho) ditolak dengan nilai P hitung < 0,05.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai