Anda di halaman 1dari 4

1.

alitas Hadis Menurut Ulama Hadis


Keshahihan hadis yang diriwayatkan Ibn Majah ini dipersoalkan oleh sebagian ulama
karena sanadnya dinilai dha’if(lemah). Sebagai konsekuensinya hadisnya juga dha’if.
Letak ke-dha’if-annya ada pada ‘Abdullah bin al-Mu’ammal yang dinilai oleh beberapa
kritikus rijal al-hadis (periwayat hadis) lemah. Sementara beberapa ulama lainnya
menilainya tsiqah.
Perbedaan penilaian dari para kritikus rijal al–hadits dapat dilihat pada pendapat
Ahmad bin Hanbal yang menyatakan bahwa hadis-hadis ‘Abdullah bin al-Mu’ammal
adalah munkar, dan juga Yahya bin Main serta al-Nasai yang menilai ‘Abdullah bin al-
Mu’ammal sebagai periwayat yang dha’if (lemah), sedangkan Muhammad bin Sa’ad
dan Ibn Numair menilainya sebagai periwayat yang tsiqah. Sementara Abu Zar’ah dan
Abu Hatim menilainya laisa bi qawiy. Namun demikian, Imam al-Bukhari memakai
dia dengan mencantumkan hadis darinya dalam Kitab al-Adab.
Dengan melihat adanya perbedaan penilaian dari ulama kritikus periwayatan hadis,
kita dapat menentukan salah satu kaidah dalam al–jarh wa al–ta’dil yang sesuai.
Dalam kaidah disebutkan bahwa Idza ta’aradha al–jarih wa al–mu’addil faal–
hukmu lim mu’addil illa idza tsubita al–jarh (apabila terjadi pertentangan anatara
kritikus yang menilai jelek dan kritikus yang menilai baik, maka yang diambil adalah
yang menilai baik, kecuali kejelekannya tersebut disertai bukti). Oleh sebab itu,
riwayat ‘Abdullah bin al-Mu’ammal dapat diterima, meskipun hadisnya lemah, karena
kelemahannya tidak mencapai tingkat parah. Bahkan hadis tentang air zam-zam ini
didukung oleh riwayat lain yang lebih kuat, yakni riwayat Imam al-Daruquthni melalui
jalur sahabat Ibn ‘Abbas dengan redaksi kalimat seperti di atas.
Dengan demikian hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Majah dapat meningkat derajatnya
dari dha’if menjadi hasan li ghairih, karena hadis ini didukung oleh hadis riwayat
Imam al-Daruquthni melalui jalur sahabat Ibn ‘Abbas. Hal ini berarti hadis Ibn Majah
dapat digunakan untuk sumber ajaran Islam sebagai dalil (hujjah) dan dapat
diamalkan (ma’mul bih) dalam kehidupan keseharian.[5]
 

1. E.       Pembuktian dan atau Teori Sains Terhadap Isi Kandungan Hadis


Ulasan Hadis
Sumur  zam-zam merupakan sumur yang dieksploitasi malaikat Jibril atas perintah
Allah SWT sejak tahun 1910 SM atau 2572 tahun sebelum kelahiran Nabi SAW. sejarah
munculnya diawali dengan kisah Nabi Ismail as yang masih balita dan ibunya, Hajar
diajak oleh Nabi Ibrahim as ke sebuah lembah tandus, kering, dan gersang di sekitar
Baitullah.

Ketika Hajar gelisah dan terperanjat dengan keadaan yang sangat menyedihkan
dengan ketiadaan air, tumbuhan dan penduduk, ia bertanya kepada suaminya:
“Kepada siapakan, kami ditinggalkan di tempat seperti ini? “Kepada Allah swt,” jawab
Nabi Ibrahim. “Kami rela dan pasrah dengan Allah”, sahut Hajar. Kemudian Nabi
Ibrahim meyakinkan istrinya bahwa apa yang dilakukannya adalah atas peritah Allah
swt. Akhirnya, keduanya ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim dan melakukan perjalanan ke
dekat Baitullah. Sesampainya di Baitullah, ia berdoa kepada Allah untuk keselamatan,
kecukupan rezeki, dan perlindungan terhadap keduannya: “Ya Tuhan kami,
sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak
mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya
Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati
sebahagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-
buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur”.[6]
Setelah beberapa lama ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim, Hajar merasakan anaknya,
Isma’il mengalami kehausan yang demikian parah, lalu keduanya lari mondar-mandir
antara Shafa dan Marwa mencari sumber air, sampai pada akhirnya muncul keajaiban
sumur zam-zam dalam sejarah dari hasil tendangan atau injakan kaki Nabi Isma’il
yang pada saat itu masih dalam keadaan bayi. Injakan inilah yang menghantarkan
adanya kekuatan bantuan Jibril atas perintah Allah, sehingga mengalir air dari sumur
yang kemudian dikenal dengan sumur zam-zam.[7]
Munculnya sumur ini di tengah bebatuan padang pasir yang senantiasa berubah-ubah
dan tidak stabil, dengan kepadatan batu yang sudah sangat mengkristal, tidak
bercelah dan berlubang sama sekali, bahkan umumnya tidak tertembus dan terembesi
air merupakan suatu hal yang sangat menakjubkan dan membetot pandangan. Lebih
menakjubkan dan mencengangkan lagi, ternyata sumur itu terus memancarkan fresh
pure water (al-ma’ al-zulal) dalam jangka 4000 tahun[8], kendati telah tertimbun tanah
dan digali berkali-kali sepanjang masa ini. Rata-rata pencaran sumur sam-sam setiap
hari mencapai 11 sampai 18,5 liter perdetik.
Sumur itu benar-benar sumur yang berkah. Sumbernya muncul dengan penuh
kemukjizatan sebagai anugerah bagi Nabi Ibrahim AS, istrinya, dan anaknya Nabi
Ismail AS. Sumber air zam-zam yang memancar ke sumur zam-zam baru diketahui
setelah penggalian terowongan di sekitar Mekah al-Mukarramah. Para pekerja
memperhatikan pencaran air yang begitu deras di dalam terowongan tersebut dari
belahan-belahan kapiler sangat kecil yang membentang sampai jarak yang sangat luar
biasa jauhnya dari Mekah al-Mukarramah, dan seluruh kawasan di sekitarnya.

Hal ini mempertegas sabda Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa sumur zam-zam
muncul dari galian dahsyat yang dideskripsikan Rasulullah SAW
sebagai Hazmah  Jibril AS dan suqyah Allah SWT untuk Ismail AS.
Sebab hazmah menurut arti bahasa berarti galian yang dahsyat.
Bertolak dari kemuliaan tempat dan kedalaman keimanan orang-orang yang
dimuliakan di dalamnya, muncullah kekeramatan dan khasiat ampuh air zam-zam yang
dideskripsikan Rasulullah SAW dalam sebuah sabdanya: Air zam-zam tergantung
maksud diminumnya. Dalam sabda lain, beliau juga menyatakan: Sebaik-baik air yang
terdapat di muka bumi adalah air zam-zam yang di dalamnya terdapat makanan yang
lezat dan obat penyembuh untuk berbagai macam penyakit.
Diriwayatkan dari Ummul Mukminin Aisyah RA. bahwasanya ia selalu membawa air
zam-zam setiap kali berziarah ke Mekah al-Mukarramah. Rasulllah SAW sendiri juga
suka membawanya untuk diminumkan pada orang-orang yang sakit dan dibasuhkan
pada bagian-bagian tubuh yang sakit, sehingga mereka sembuh dari sakit dan bagian
tubuh mereka pun pulih kembali dengan izin dan kehendak Allah SWT.

Dalam Kitab Faidh al-Qadir, tepatnya pada syarah/penjelasan hadis Nabi: Air zam-


zam tergantung maksud diminumnya, disebutkan: Sabda Rasulullah SAW yang
mengatakan, tergantung maksud diminumnya ini bertolak dari peminuman dan
pertolongan Allah terhadap Nabi Ismail AS, putra kekasih Allah Ibrahim AS (yang kala
itu menangis-nangis kehausan). Khasiat ini masih tetap menjadi pertolongan bagi
generasi setelahnya. Oleh karena itu, barang siapa yang meminumnya dengan ikhlas,
ia akan mendapatkan pertolongan itu. Banyak ulama yang meminumnya untuk
maksud-maksud tertentu dan mereka terbukti memperolehnya.
Ibnu al-Qayyim misalnya mengungkapkan dalam kitabnya, Zad al-Ma’ad: “Saya sendiri
dan banyak orang selain saya yang telah merasakan khasiat yang menakjubkan dari
terapi penyembuhan dengan media air zam-zam. Saya meminumnya demi
menyembuhkan sejumlah penyakit dan dengan izin Allah saya benar-benar sembuh.
Saya juga pernah menyaksikan orang yang hanya mengonsumsi air zam-zam selama
berhari-hari, lebih kurang setengah bulan, dan ia tidak merasa lapar sedikit pun.” Hal
itu membuktikan kebenaran deskripsi Rasulullah SAW tentang air zam-zam yang
berkah itu sebagai: Di dalam air zam-zam terdapat makanan yang lezat dan obat
penyembuh bagi berbagai macam penyakit.
Asy-Syaukani menambahkan dalam kitabnya, Nail al-Authar: Sabda Nabi SAW: Air
zam-zam tergantung maksud diminumnya, mengandung dalil bahwa air zam-zam
bermanfaat bagi orang yang meminumnya untuk berbagai maksud dan tujuan yang
ingin dicapai, baik maksud dan tujuan di dunia maupun di kahirat, karena
huruf ma dalam frasa li ma syuriba lahu berformula umum (tidak terikat untuk
tujuan tertentu).
Hingga zaman kita sekarang ini, sudah banyak tercatat mukjizat kesembuhan
sejumlah besar orang dari berbagai macam penyakit yang sulit disembuhkan dengan
membiasakan diri mengonsumsi air zam-zam.[9]
 
Keistimewaan Air Zam-zam
Berbagai penelitian ilmiah yang dilakukan untuk menguji air zam-zam membuktikan air
zam-zam memiliki keunikan dalam sifat alaminya dan kimiawinya. Air zam-zam adalah
air karbonasi yang tajam dan kaya akan unsur-unsur dan komposisi kimia bermanfaat
yang mencapai sekitar 2.000 miligram per liternya. Bandingkan dengan presentase
garam air sumur bor Mekah al-Mukarramah dan oase-oase di sekitarnya yang hanya
mencapai 260 miligram per liternya. Hal ini mengisyaratkan jauhnya sumber mata air
zam-zam dari sumber-sumber air lain yang berada di sekitar Mekah al-Mukarramah. Di
samping mengisyaratkan keunikannya dibanding air zam-zam lain dari segi kandungan
zat kimia dan sifat alaminya.[10]
Termasuk keistimewaan air zam-zam, ia juga sulit mengkristal meskipun disimpan di
tempat dingi sekalipun prosesya dilipatgandakan 1000 kali lipatnya air yang sudah
diseterilkan (distilled water).[11]
Unsur-unsur kimia yang terkandung dalam air zam-zam dapat dibagi menjadi ion-ion
(bagian terkecil yang berisi muatan listrik) positif yang terdiri atas ion sodium (sekitar
250 miligram per liternya), ion kalsium (sekitar 200 miligram per liternya), potasium
(unsur kimia halus dan berwarna putih – sekitar 120 miligram per liternya), dan
magnesium (logam berwarna perak yang bercahaya kalau dibakar – sekitar 50
miligram per liternya). Selain itu juga terdapat ion-ion negatif yang terdiri atas ion
sulfat (garam asam belerang – sekitar 372 miligram per liternya), bikarbonat (sekitar
366 miligram per liternya), netrat (garam asam sendawa – sekitar 273 miligram per
liternya), fosfat (sekitar 25,0 miligram per liternya) dan ammonia (sekitar 6 miligram
per liternya).

Setiap komposisi dari sekian banyak komposisi kimia ini masing-masing mempunyai
peran yang sangat penting dalam meningkatkan vitalitas sel-sel tubuh manusia dan
mengganti kekurangan komposisi kimia di dalam sel-sel tersebut. Dan sudah terbukti
bahwa ada keterkaitan yang erat antara kekurangan komposisi kimia tubuh manusia
dengan berbagai macam penyakit.

Sudah diketahui pula bahwa air mineral yang layak maupun tidak layak diminum telah
digunakan untuk terapi pengobatan dari berbagai macam penyakit sejak berabad-abad
yang lalu. Air mineral yang layak diminum telah membuktikan perannya dalam
penyembuhan sejumlah penyakit, misalnya keasaman perut, kesulitan percernaan dan
berbagai penyakit pembuluh darah koroner (angina pectoris – nyeri dada yang
mencekam dan pembekuan atau penggumpalan pada pembuluh darah), dan lain-lain.
Sedangkan air mineral yang tidak layak diminum tetap bermanfaat untuk
menyembuhkan berbagai macam penyakit kulit, reumatik, radang otot dan urat, dan
lain-lain. Secara umum, peran air mineral tersebut adalah untuk meningkatkan
kelancaran peredaran darah atau berperan sebagai pengganti kerusakan berbagai
unsur di dalam tubuh pasien pengidap penyakit.[12]
 

 
PENUTUP
 

Kesimpulan
Dengan demikian, air zam-zam yang secara sains mengandung unsur/zat yang sangat
bermanfaat memiliki kaitan yang sangat erat dengan penyembuhan penyakit. Oleh
karena itu, pengertian dari kalimat lima syuriba lah dalam hadis tersebut lebih tepat
dimaknai dengan ikhtiar medis, baik sebagai tindakan preventif maupun terapis.
Jadi, hadis tentang air zam-zam tidak bertentangan dengan sains, justru memiliki
kaitan yang sangat erat dengan sains. Hadis tersebut menginformasikan kelebihan air
zam-zam yang dapat dikonsumsi untuk kepentingan kesehatan, karena kadar
kandungan zat dalam air tersebut melebihi air mineral yang paling bagus sekalipun, di
samping untuk tujuan peningkatan keimanan dengan merasakan, menyelami, dan
menghayati tanda kebesaran ciptaan Allah swt, sehingga memiliki kesadaran spiritual
dalam setiap langkah dalam kehidupan di dunia. [13]

[1] Software Maktabah Syamilah, (Sunan Ibnu Majah, Kitab Manasik, Bab Meminum


Air Zam-zam, No. 3053)
[2] Imam Isma’il Ibn Hamad al Jawhariy, Mu’jam al Sihah (Beirut: Dar al Ma’rifah,
2005), hlm. 458.
[3] Lois MAkluf, al Munjid fi al Lughah wa al A’lam (Beirut: Dar al Mashriq, 2007),
hlm. 305.
[4] Software Maktabah Syamilah.
[5] H. Nizar Ali, Hadis Versus Sains: Memahami Hadis-hadis Musykil, hlm. 38-39.
[6] QS. Ibrahim (14): 37.
[7] H. Nizar Ali, Hadis Versus Sains: Memahami Hadis-hadis Musykil, hlm. 39-40.
[8] H. Nizar Ali, Hadis Versus Sains: Memahami Hadis-hadis Musykil, hlm. 41.
[9] Zaghlul an-Najjar, Sains dalam Hadis: Mengungkap Fakta Ilmiah dari
Kemukjizatan Hadis Nabi, terj. Zainal Abidin [et al.] (Jakarta: Amzah, 2011), hlm. 199-
201.
[10] Zaghlul an-Najjar, Sains dalam Hadis: Mengungkap Fakta Ilmiah dari
Kemukjizatan Hadis Nabi, hlm. 202.
[11] H. Nizar Ali, Hadis Versus Sains: Memahami Hadis-hadis Musykil, hlm. 42.

Anda mungkin juga menyukai