Anda di halaman 1dari 9

TUGAS HUKUM ADAT

TRADISI PERNIKAHAN ORANG MINANG

(PADANG PARIAMAN)

Disusun Oleh

Cici Karmila Sari 1813040101

DOSEN PEMBIMBING

Afifah Jalal, SH., MH

HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI IMAM BONJOL PADANG

1
TRADISI PERNIKAHAN ORANG MINANG (PADANG PARIAMAN)

A. Pelamaran

Pada saat mau memulai pernikahan kita mulai dulu dengan cara adanya
nama pelamaran. Pelamaran adalah mencari waktu yang tepat untuk
melaksanakan pernikahan atau menetapakn tanggal yang baik untuk
memperlansungkan pernikahan. Pihak keluarga si perempuan pun bersiap-
siap untuk mencarikan calon pendamping untuk si anak. Mau tak mau, si
Mamak pun harus mencari ke seluruh penjuru negeri untuk mencarikan calon
pendamping untuk kemenakannya. Tak hanya sampai di situ, prosesi acara
adat istiadat yang utama pun juga digelar. Di Pariaman, prosesi adat ini
dikenal dengan istilah baundi. Dalam acara ini pihak keluarga mengundang
seluruh sanak keluarga, mamak, dan mamak pusako.

Istilah ini dinamakan maantaan tando manukaan cincin (mengambah


jalan), acara ini sebagai tahap awal bagi seorang perempuan mengenal calon
suaminya. Dalam proses pelamaran ini, yang datang ke rumah laki-laki
adalah mamak, ayah, ibu, ande, atau pun etek dari pihak perempuan. Pihak
keluarga yang datang membawa buah tangan berupa kue atau buah-buahan.
Sebagai bawaahan yang di bawa ke rumah pihak laki-laki nanti bawaan itu
juga di hidangakan untuk acara yang dinamakan mangambah jalan.

2
B. Peminangan

Setelah pelamaran selesai dan hari pun telah di tentukan lalu di


lanjukan dengan maantaan tando(meminang). Pada hari itu, keluarga
perempuan seperti ninik mamak, orang tua, suamando, dan tetangga terdekat
akan mendatangi rumah laki-laki membawa berbagai macam makanan seperti
lapek, kue, singgang ayam, ikan, telur, buah-buahan, dan lain-lain. Istilah ini
juga dikenal dengan maantaan lapek oleh pihak perempuan dan mananti lapek
oleh pihak laki-laki.

Dalam maantaan tando si calon perempuan tidak ikut. Dalam acara ini
calon mempelai laki-laki dan perempuan menerima tanda bahwa mereka akan
menikah. Tanda itu diisyaratkan dengan menerima tando dari mamak
perempuan ke mamak laki-laki(perjanjian antara mamak perempuan dan laki-
laki apabila terjadi alek baiak dan alek buruak, kok dakek liek maliek kok
jauah jalang manjalang, apabila dalam pertunangan terjadi salah satu pihak
maungkai, kalau pihak laki-laki yang maungkai, pihak lak-laki membayar
denda sebanayak uang ilang yang diberikan oleh pihak perempuan, misal uang
ilangnya 20 juta, maka didenda 20 juta juga). Bila acara ini sudah selesai,
pembicaraan akan meningkat pada masalah uang japuik, mahar, dan hari
pernikahan(baralek).

3
Setelah acara maantaan tando, maka acara dilanjutkan dengan
menetapkan uang jemputan dan uang ilang. Jika marapulai merupakan orang
keturunan bangsawan atau mempunyai gelar, maka nilai uang ilang dan uang
jemputannya akan semakin tinggi. Sekarang nilai uang ilang dan uang japuik
ditentukan oleh tingkat pendidikan, pekerjaan, dan jabatan marapulai. Semakin
tinggi uang japuik yang diberikan, ini menunjukkan semakin tinggi status
sosial marapulai. Pada zaman sekarang nilai uang ilang bisa diganti dengan
uang rupiah biasa, hewan, atau kendaraan. Besar uang ilang yaitu, bila orang
biasa seperti profesinya tukang becak atau orang biasa, dia dijemput dengan
uang senilai Rp. 5.000.000-10.000.000 sedangkan bila ia adalah sarjana, guru,
dokter, pelaut akan dijemput dengan uang senilai Rp.35.000.000-50.000.000.
belum lagi bila mereka juga mempunyai gelar dari mamaknya, seperti sidi,
bagindo, atau sutan.

Sebelum baralek, pihak perempuan mamanggia dulu ke rumah anak


laki-laki, mengabarkan bahwasanya alek akan dilakukan dan juga
mengabarkan bahwa kapan marapulai akan dijemput ketika acara perkawinan.
Setelah pihak anak daro mamanggia, baru pihak laki-laki mamanggia juga.
Mamanggia ke rumah karib kerabat, ipa bisan, sumando. Biasanya mamanggia
itu membawa dengan membawa kampai(siriah langkok), ada juga permen ka
ganti siriah dan rokok nan sabatang. Isi dari mamanggia itu “untuk datang ke
rumah untuk alek baiak suko basuko datang tibo di rumah alek awak”.

4
C. Akad nikah

Waktu saat akad nikah telah tiba , marapulai dijemput oleh pihak
perempuan dan ditemani oleh kapalo mudo, sumandan, dan orang tua dari
mempelai. Laki-laki memakai baju putih dan celana hitam serta peci.
Sedangkan perempuan memakai baju kuruang dan jilbab. Pakaian yang dipakai
ketika akad nikah dibiayai oleh masing-masing pihak. Uang ilang dan uang
japuik diberikan sebelum akad nikah. Pada akad nikah, laki-laki menyerahkan
juga kepada perempuan seperangkat alat sholat sebagai mahar. Di rumah
Orang yang melangsungkan akad nikah di rumah, harus menyembelih hewan
berkaki empat(sapi, kambing). Namun, akad nikah di rumah jarang dilakukan
oleh masyarakat.

5
Setelah menikah, marapulai dan anak daro pulang kerumah
masing-masing dan bertemu pada hari alek. Setelah uang ilang dan uang japuik
diberikan serta akad nikah telah dilaksanakan, malamnya acara. Dilanjutkan
dengan acara alek randam(persiapan) dan malam bainai. Di mana pada malam
bainai anak daro atau marapulai di hiasi kuku tangan dan kakinya dengan inai.

Para karib kerabat, tetangga, dan muda mudi turut serta dalam acara
ini. Malam bainai ini juga sering disebut oleh masyarakat sekitar dengan
malam bahias. Pada malam bainai ini urang korong juga datang yang dikenal
dengan naiak anak mudo. Dalam mengisi acara ini anak mudo itu bermain
domino dan minum kopi bersama.

D. Walimah / Baralek

Saat pelaksanaan pesta atau baralek banyak tetangga atau saudara


bahkan saudara yang dari perantauan pun ikut pulang. Sebelum acara alek
bajalan tetangga dekat rumah membawa pisau dari masing-masing rumahnya
karena alasannya ingin membantu untuk memasak di dapur secara bersama-
sama. Mereka membuat galamai bersama-sama karena proses pembuatan
galamai memanglah lama dan membutuhkan tenaga .

Di pariaman khususnya di Padang Pariaman, alek itu ada dua hari satu

6
malam. Malam terakhir adalah malam baetong. Pada malam hari anak daro
akan di hias dengan secantik mungkin dengan memakai baju selayar dan ia
akan duduk di pelaminan sendirian tanpa ada marapulai, karena ia akan
menanti marapulai pada malam itu.

Marapulai akan datang bersama orang tua, mamak, serta sumando.


Ketika marapulai telah datang, maka ia akan bertemu dengan anak daro. Walau
hanya sekedar untuk berfoto dan melakukan acara adat seperti anak daro dan
marapulai di dudukkan berdua lalu akan di percikkan daun kelapa yang sudah
dijalin rapi. Ketika acara adat telah usai, maka pihak keluarga marapulai
pulang kembali dan kembali pada siang harinya.

7
Pada hari yang telah ditentukan, maka keluarga anak daro yang terdiri
dari mamak, ayah, kakak laki-laki akan menjemput pengantin laki-
laki(marapulai) di rumahnya membawa pakaian pengantin(manjalang mintuo).
Setelah sampai dirumah marapulai, pihak marapulai sudah menunggu. Lalu,
mamak anak daro membuka percakapan dan diakhiri dengan membawa
marapulai. Ketika marapulai datang, anak daro dibimbing untuk menemui
marapulai dan akan di arak beramai-ramai. Uang japuik akan diserahkan
kembali kepada anak daro dan juga ditambahkan oleh pihak perempuan.

Ini yang dinamakan jodoh khas pariaman jodah ini di berikan oleh
pihak marempulai perumpuan kepada marampulai laki-laki sebagai adat
kebiasaan masyarakat pariaman ini sendiri . Biasanya antaran ini di susun
dalam talam-talam yang besar. Untuk membawanya pun ada yang
menggunakan becak, dipikul oleh beberapa pria, atau dibawa dengan

8
kendaraan. Antaran ini akan menjadi makanan pelengkap pada pesta
perkawinan di rumah mempelai laki-laki. dalam antaran ini, terdapat jenis
makanan khas Padang Pariaman. Makanan ini dibuat dengan ukuran yang
besar, tetapi nantinya kan dipotong kecil-kecil saat akan dihidangkan. Makanan
ini mempunyai cita rasa yang beragam.

Setelah acara alek selesai, dilanjutkan dengan maantaan marapulai


yakni diantarkan oleh ketua pemuda atau kapalo mudo, dan kawan-kawan
marapulai. Sebelum masuk kamar, berunding dulu antara kapalo mudo antara
pihak laki-laki dengan pihak perempuan. Apabila telah diizinkan masuk baru
marapulai dipersilahkan masuk kamar, sampai sebelum subuh marapulai dan
kapalo mudo pamit untuk pulang. Setelah satu hari marapulai kembali sendiri
ke rumah anak daro dan tinggal di rumah anak daro tersebut sebagai urang
sumando. Ia tinggal dirumah istrinya dan tidak dipanggil dengan namanya
tetapi sesuai gelar yang diberikan.

Anda mungkin juga menyukai