Anda di halaman 1dari 11

Taksonomi ialah klasifikasi atau pengelompokan benda menurut ciri-ciri

tertentu. Taksonomi dalam bidang pendidikan, digunakan untuk klasifikasi tujuan


instruksional; ada yang menamakannya tujuan pembelajaran, tujuan penampilan,
atau sasaran belajar, yang digolongkan dalam tiga klasifikasi umum atau ranah
(domain), yaitu: (1) ranah kognitif, berkaitan dengan tujuan belajar yang
berorientasi pada kemampuan berpikir; (2) ranah afektif berhubungan dengan
perasaan, emosi, sistem nilai, dan sikap hati); dan (3) ranah psikomotor
(berorientasi pada keterampilan motorik atau penggunaan otot kerangka).

Kerangka pikir karya Benjamin Bloom dkk. berisikan enam kategori


pokok dengan urutan mulai dari jenjang yang rendah sampai dengan jenjang yang
paling tinggi, yakni: pengetahuan (knowledge); (2) pemahaman (comprehension);
(3) penerapan (application); (4) analisis (analysis); (5) sintesis (synthesis); dan (6)
evaluasi (evaluation). Satu hal yang penting dalam taksonomi tujuan
instruksional ialah adanya hierarki yang dimulai dari tujuan instruksional pada
jenjang terendah sampai jenjang tertinggi. Dengan kata lain, tujuan pada jenjang
yang lebih tinggi tidak dapat dicapai sebelum tercapai tujuan pada jenjang di
bawahnya. Penting pula diingat bahwa tidak terdapat batas yang jelas antara ranah
yang satu dengan lainnya.
Kimia merupakan salah satu mata pelajaran sains yang dianggap sulit oleh
siswa, karena materi pelajaran kimia berisi konsep-konsep yang cukup sulit untuk
dipahami karena menyangkut reaksi-reaksi kimia dan perhitungan serta
menyangkut kon-sep-konsep yang bersifat abstrak sehingga banyak di antara
mereka yang malas untuk mempelajarinya. Rumansyah (2002) me-nyatakan
bahwa kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam mempelajari konsep kimia
dari pada konsep pelajaran yang lain, hal ini dikarena-kan karakteristik dari ilmu
kimia yang sifatnya abstrak. Bloom dalam Anderson & Krathwohl (2001)
mengemukakan bahwa penguasaan konsep merupakan suatu kemampuan
menangkap pengertian-pengertian seperti mampu mengungkapkan suatu materi
yang disajikan ke dalam bentuk yang lebih dipahami, mampu memberikan inter-
pretasi dan mampu mengaplikasikan-nya.

Bandura (1997) menyatakan bahwa efikasi diri merupakan keyakinan akan


kemampuan individu untuk dapat mengorganisasi dan melakukan serangkaian
tindakan yang dianggap perlu dalam mencapai hasil yang diinginkan. Hasil
penelitian Harahap (2009) menyimpulkan bahwa terdapat hubungan positif dan
signifikan antara efikasi diri terhadap prestasi belajar kimia siswa, siswa yang
memiliki kepercayaan akan kemampuannya dalam menyelesaikan tugas akan
memiliki motivasi yang tinggi, sehingga sesulit apapun tugas yang diterima pasti
akan dilewati dengan tenang karena siswa dengan efikasi diri tinggi suka dengan
tantangan dan tidak menghindari tugas-tugas sulit. Selain efikasi diri, rendahnya
prestasi belajar siswa juga disebabkan karena siswa tidak memiliki kesadar-an
bagaimana dia belajar atau yang dikenal dengan istilah metakognisi (Nuryana dan
Sugiarto, 2012). Meta-kognisidapat dikatakan sebagai ber-pikir seseorang tentang
berpikirnya sendiri atau kognisi seseorang tentang kognisinya sendiri.

Metakognisi merupakan proses mental yang lebih tinggi yang terlibat


dalam pembelajaran, seperti membuat rencana-rencana belajar, mengguna-kan
keterampilan dan strategi yang tepat untuk memecahkan masalah, membuat
perkiraan-perkiraan hasil, dan menyesuaikan cakupan belajar (Coutinho,
2007).Kemampuan meta-kognisi berkaitan erat dengan pengu-asaan konsep dan
efikasi diri siswa. Hal tersebut di perkuat oleh hasil penelitian Danial (2010) yang
menun-jukkan bahwa skor rata-rata kemam-puan metakognisi sejalan dengan skor
rata-rata penguasaan konsep.

Metakognisi merupakan proses mental yang lebih tinggi yang terlibat


dalam pembelajaran seperti membuat rencana belajar, menggunakan keterampilan
dan strategi yang tepat untuk memecahkan masalah, mem-buat perkiraan-
perkiraan hasil, dan menyesuaikan cakupan belajar (Coutinho, 2007). Hal tersebut
diperkuat oleh hasil penelitian Danial (2010) yang menunjukkan bahwa skor rat-
rata kemampuan metakognisi sejalan dengan skor rata-rata pengua-saan konsep.
Ini menunjukkan bahwa apabila skor kemampuan metakognisi siswa meningkat
maka skor pengua-saan konsep siswa juga cenderung meningkat, serta hasil
penelitian Rahman dan Philips (2006) menyimpulkan bahwa terdapat hu-bungan
positif antara kemampuan metakognisi dengan hasil belajar siswa.
Selain itu, ada faktor internal yang mempengaruhi prestasi belajar siswa
seperti efikasi diri (Sukmawati, 2013). Efikasi diri ialah merupakan keyakinan
akan kemampuan individu untuk dapat mengorganisasi dan melakukan
serangkaian tindakan yang dianggap perlu dalam mencapai hasil yang diinginkan
(Bandura, 1997). Hasil penelitian Harahap (2009) menyimpulkan bahwa terdapat
hu-bungan positif dan signifikan antara efikasi diri terhadap prestasi belajar kimia
siswa, siswa yang memiliki kepercayaan akan kemampuannya dalam
menyelesaikan tugas akan memiliki motovasi yang tinggi se-hingga sesulit
apapun tugas yang diterima pasti akan dilewati dengan tenang karena siswa
dengan efikasi diri tinggi suka dengan tantangan dan tidak menghindari tugas-
tugas sulit. Hasil penelitian Rahman dan Phillips (2006) juga menyimpulkan
bahwa efikasi diri memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan prestasi
belajar siswa.
Kemampuan metakognisi, efikasi diri dan penguasaan konsep siswa dapat
dikembangkan selama proses pembelajaran dengan menggunakan model-model
pembelajaran yang tepat. Salah satu model pembelajaran yang dapat melatihkan
kemampuan dan memiliki keevektivan yang tinggi dalam meningkatkan
metakognisi, efikasi diri, dan penguasaan konsep siswa yaitu model pembelajaran
SiMaYang Tipe II.

Kimia merupakan cabang dari ilmu pengetahuan alam (sains), yang


berkenaan dengan kajian-kajian tentang struktur dan komposisi materi, perubahan
yang dapat dialami materi, dan fenomena-fenomena lain yang menyertai
perubahan materi (Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, 2007).
Pembelajaran kimia dapat memupuk sikap ilmiah dengan melatih kemampuan
berpikir tingkat tinggi salah satunya adalah keterampilan berpikir kritis. Berpikir
kritis merupakan memberdayakan keterampilan atau strategi kognitif dalam
menentukan tujuan. Proses tersebut dilalui setelah menentukan tujuan,
mempertimbangkan, dan mengacu langsung kepada sasaran. Hal ini merupakan
bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam rangka memecahkan masalah,
merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai kemungkinan, dan membuat
keputusan ketika menggunakan semua keterampilan tersebut secara efektif dalam
konteks dan tipe yang tepat (Halpen,1996).
Selain hal tersebut, rendahnya keterampilan berpikir kritis siswa
diakibatkan pembelajaran yang berpusat pada guru sehingga siswa tidak
mengembangkan pola pikirnya dalam menyelesaikan masalah dan sikap mudah
menyerah yang menunjukan self efficacy yang dimiliki siswa masih rendah. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Bandura (1997) yang menyatakan bahwa siswa
yang memilki self efficacy yang rendah akan ragu pada kemampuannya sendiri,
merasa tidak nyaman, mudah menyerah, lambat, dan mudah stress saat
dihadapkan pada tugas yang sulit. Self-efficacy merupakan suatu keyakinan
individu bahwa dirinya mampu untuk melakukan sesuatu dalam situasi tertentu
dengan berhasil. Hal ini akan mengakibatkan bagaimana individu merasa, berfikir
dan bertingkah laku (keputusan -keputusan yang dipilih, usaha-usaha dan
keteguhannya pada saat menghadapi hambatan), memiliki rasa bahwa individu
mampu untuk mengendalikan lingkungan (sosial)nya (Bandura, 1986).

Taksonomi Bloom adalah struktur hierarkhi yang mengidentifikasikan


skills mulai dari tingkat yang rendah hingga yang tinggi. Tentunya untuk
mencapai tujuan yang lebih tinggi, level yang rendah harus dipenuhi lebih dulu.
Dalam kerangka konsep ini, tujuan pendidikan ini oleh Bloom dibagi menjadi tiga
domain/ranah kemampuan intelektual (intellectual behaviors) yaitu kognitif,
afektif dan psikomotorik. Ranah Kognitif berisi perilaku yang menekankan aspek
intelektual, seperti pengetahuan, dan keterampilan berpikir. Ranah afektif
mencakup perilaku terkait dengan emosi, misalnya perasaan, nilai, minat,
motivasi, dan sikap. Sedangkan ranah Psikomotorik berisi perilaku yang
menekankan fungsi manipulatif dan keterampilan motorik / kemampuan fisik,
berenang, dan mengoperasikan mesin. Kognitif menekankan pada Knowledge,
Afektif pada Attitude, dan Psikomotorik pada Skill.
Ranah kognitif mengurutkan keahlian berpikir sesuai dengan tujuan yang
diharapkan. Proses berpikir menggambarkan tahap berpikir yang harus dikuasai
oleh siswa agar mampu mengaplikasikan teori kedalam perbuatan. Ranah kognitif
ini terdiri atas enam level, yaitu: (1) knowledge (pengetahuan), (2) comprehension
(pemahaman atau persepsi), (3) application (penerapan), (4) analysis (penguraian
atau penjabaran), (5) synthesis (pemaduan), dan (6) evaluation (penilaian). Ranah
Afektif mencakup segala sesuatu yang terkait dengan emosi, misalnya perasaan,
nilai, penghargaan, semangat,minat, motivasi, dan sikap. Lima kategori ranah ini
diurutkan mulai dari perilaku yang sederhana hingga yang paling kompleks.
Ranah Psikomotorik meliputi gerakan dan koordinasi jasmani, keterampilan
motorik dan kemampuan fisik. Ketrampilan ini dapat diasah jika sering
melakukannya. Perkembangan tersebut dpat diukur sudut kecepatan, ketepatan,
jarak, cara/teknik pelaksanaan. Ada tujuh kategori dalam ranah psikomotorik
mulai dari tingkat yang sederhana hingga tingkat yang rumit.
Asam dan basa sudah dikenal sejak dahulu. Istilah asam (acid) berasal
dari bahasa Latin acetum yang berarti cuka. Seperti diketahui, zat utama dalam
cuka adalah asam asetat. Istilah basa (alkali) berasal dari bahasa Arab yang berarti
abu. Juga sudah lama diketahui bahwa asam dan basa saling menetralkan. para
pakar mendefinisikan asam dan basa berdasarkan sifat larutan airnya. Larutan
asam mempunyai rasa asam dan bersifat korosif (merusak logam, marmer, dan
berbagai bahan lain). Sedangkan larutan basa berasa agak pahit dan bersifat
kaustik (licin, seperti bersabun). Namun demikian, tidak dianjurkan mengenali
asam dan basa dengan cara mencicipi karena berbahaya. Asam dan basa dapat
dikenali menggunakan indikator asam basa, misalnya lakmus merah dan lakmus
biru. Larutan asam mengubah lakmus biru menjadi merah, sebaliknya larutan basa
mengubah lakmus merah menjadi biru. Larutan yang tidak mengubah warna
lakmus, baik lakmus merah maupun lakmus biru, disebut bersifat netral (tidak
asam dan tidak basa). Air murni bersifat netral.
Teori Asam-Basa Arrhenius: Dalam air, asam melepas ion H= sedangkan
basa melepas ion OH- . Kekuatan Asam-Basa Asam kuat dan basa kuat terionisasi
seluruhnya dalam air, sedangkan asam lemah dan basa lemah terionisasi sebagian
dalam air. Indikator asam-basa adalah zat warna yang mempunyai warna berbeda
dalam larutan yang bersifat asam dan dalam larutan yang bersifat basa. Oleh
karena itu, indikator asam-basa dapat digunakan untuk membedakan larutan asam
dan larutan basa.
Metakognisimenggambarkanproses mental yang terlibat dalam
pentransformasian, pengkodean, danpelacakankembalisuatuinformasi. Jawaban
tentang proses mental manayang digunakan, kapan, bagaimana dan mengapa,
terletak pada kapasitas manusia tentang metakognisi yang sering diartikan
sebagai”thinking about thinking” atau”knowledge about knowledge”, merupakan
kognisi tentang proses kognitifnya sendiri dan merupakan kemampuan orang
untuk memonitor, mengendalikan serta mengorganisasi aktivitas mentalnya
sendiri. Dengan demikian, metakognisi meliputi perencanaan, pengaturan,
mempertanyakan, memikirkan kemungkinan-kemungkinan, serta mereviu proses
kognitifnyasendiri. Pengetahuan Metakognitif, Pebelajar mengembangkan 3
bentukPengetahuanMetakognitif, yaitu: a) PengetahuanPerson, b)
PengetahuanTugas, dan c) Pengetahuan strategi.

Model pembelajaran diartikan sebagai prosedur sistematis


dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Dapat juga diartikan suatu pendekatan yang digunakan dalam kegiatan
pembelajaran.Jadi, sebenarnya model pembelajaran memiliki arti yang sama
dengan pendekatan, strategi atau metode pembelajaran. Saat ini telah banyak
dikembangkan berbagai macam model pembelajaran, dari yang sederhana sampai
model yang agak kompleks dan rumit karena memerlukan banyak alat bantu
dalam penerapannya. Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa model-
model pembelajaran merupakan kerangka konseptual sedangkan strategi lebih
menekankan pada penerapannya di kelas sehingga model-model pembelajaran
dapat digunakan sebagai acuan pada kegiatan perancangan kegiatan yang
sistematik dalam mengkomunikasikan isi pelajaran kepada siswa untuk siswa
mengerti.
Model pengajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh
strategi, metode atau prosedur. Ciri tersebut antara lain: 1) rasional teoretik logis
yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya; 2) landasan pemikiran
tentang apa dan bagaimana peserta didik belajar (tujuan pembelajaran yang akan
dicapai); 3)tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat
dilaksanakan dengan berhasil; 4) lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan
pembelajaran itu dapat tercapai.

Dalam pembelajaran untuk meningkatkan hasil pemahaman konsepnya


maka perlu adanya perubahan model yang dilakukan. Salah satu solusi untuk
meningkatkan pemahaman konsep, malatih imajinasi, dan meningkatkan kualitas
proses pembelajaran dengan berbagai aktivitas pembelajaran adalah dengan
menerapkan model pembelajaran SiMaYang. Model SiMaYang adalah model
pembelajaran sains berbasis multipel representasi yang diharapkan mampu
menjembatani kesulitan peserta didik dalam memahami topiktopik yang sifatnya
abstrack. Model SiMaYang merupakan model pembelajaran sains berbasis
multipel representasi yang mencoba membuat interkoneksi di antara ketiga level
fenomena sains yaitu makro-mikro/submikro-simbolik.
Model pembelajaran SiMaYang diyakini dapat meningkatkan pemahaman
konsep peserta didik, model pembelajaran SiMaYang mampu mensejajarkan
peserta didik dengan kemampuan awal “rendah” dengan peserta didik
berkemampuan awal “sedang” dan “tinggi” dalam meningkatkan pemahaman
konsep terutama untuk topiktopik yang bersifat abstrak maupun matematis.
Namun tidak hanya hal tersebut tetapi model ini dapat menumbuhkan efikasi diri
peserta didik. Efikasi diri merupakan pengetahuan tentang diri atau self-
knowledge yang dimiliki individu dalam menentukan tindakan yang akan
dilakukan guna mencapai suatu tujuannya, sehingga akan berpengaruh di dalam
kehidupan. Efikasi diri adalah penilaian tentang keyakinan diri terhadap
kemampuan yang dimiliki dalam menyelesaikan tugas dalam memperoleh hasil
yang diinginkan Bandura berpendapat bahwa efikasi diri adalah Hasil dari proses
kognitif yaitu meliputi keputusan, keyakinan, atau pengharapan untuk mengukur
kemampuan tentang sejauh mana dirinya dapat menyelesaikan tugas dan bertindak
sesuai dengan yang diharapkan. Efikasi diri tidak berkaitan dengan kecakapan
yang dimiliki.

Definisi literasi kimia berasal dari definisi literasi sains dan dapat
didefinisikan dari dua kerangka teoritis utama, yaitu definisi Program for
International Student Assessmen. Pada PISA 2000 dan 2003, literasi sains
didefinisikan sebagai kemampuan dalam menggunakan pengetahuan ilmiah
(scientific knowledge), mengidentifikasi pertanyaan dan dalam menarik
kesimpulan berdasarkan bukti dalam rangka memahami dan membuat keputusan
tentang alam semesta dan melakukan berbagai perubahan melalui aktivitas
manusia. Menurut Shwartz et al. (2006a) literasi kimia mencakup empat domain,
yaitu: 1. Pengetahuan materi kimia dan gagasan ilmiah, 2. Kimia dalam konteks,
3. Keterampilan belajar tingkat tinggi dan 4. Aspek afektif.
Literasi kimia menurut Shwartz, Ben-Zvi, & Hofstein, 2005 (dalam Gilbert
and Treagust, 2009), melibatkan beberapa komponen, seperti:
1. Memahami sifat kimia, norma-norma dan metode. Artinya, bagaimana ahli
kimia bekerja dan bagaimana produk-produk yang dihasilkan diterima sebagai
pengetahuan ilmiah;
2. Memahami teori, konsep dan model kimia. Subyek terletak pada teori yang
memiliki aplikasi luas;
3. Memahami bagaimana ilmu kimia dan teknologi berbasis kimia berhubungan
satu sama lain. Ilmu kimia berusaha menghasilkan penjelasan tentang alam,
sedangkan teknologi kimia berusaha untuk mengubah dunia itu sendiri.
Konsep dan model yang dihasilkan oleh kedua bidang memiliki keterkaitan
kuat, sehingga satu sama lain saling berpengaruh.
4. Menghargai dampak ilmu kimia dan teknologi kimia yang terkait dengan
masyarakat. Memahami sifat dari fenomena kimia yang berlaku.
Menghasilkan perubahan atau variasi pada fenomena yang lebih baik dengan
cara mengubah dunia yang kita lihat.

Anda mungkin juga menyukai