A. Masalah Utama
Halusinasi
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Definisi Halusinasi
Menurut Maramis, Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana
pasien mempersepsikan sesuatau yang sebenarnya tidak terjadi. (Prabowo 2014).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami oleh pasien
gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan, pengecapan,
perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus yang nyata Keliat (2011).
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, yang dimaksud dengan halusinasi adalah
gangguan persepsi sensori dimana klien mempersepsikan sesuatu melalui panca indera
tanpa ada stimulus eksternal. Halusinasi berbeda dengan ilusi, dimana klien mengalami
persepsi yang salah terhadap stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa
adanya stimulus eksternal yang terjadi, stimulus internal dipersepsikan sebagai sesuatu
yang nyata ada oleh klien.
2. Rentang Respon Halusinasi
Halusinasi merupakan suatu respon maldaptive individu yang berbeda-beda rentang
respon neurobiologi (Stuart and Laraia, 2005) dalam Yusalia 2015. Ini merupakan
persepsi maladaptive. apabila klien memiliki persepsi yang sehat dan juga akurat, maka
klien akan mampu mengidentifisikan dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan
informasi yang diterima melalui panca indera (pendengaran, pengelihatan, penciuman,
pengecapan dan perabaan) klien halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca
indera meskipun stimulus tersebut tidak ada. Kedua respon tersebut adalah respon
individual yang akan mengalami kelainan persensif yaitu salah mempersepsikan
stimulus yang diterima oleh klien, yang tersebut sebagai ilusi. Klien akan mengalami
interpresentasi jika yang dilakukan terhadap stimulus panca indera tersebut tidak
sesuai stimulus yang diterimanya,rentang respon tersebut sebagai berikut:
3. Etiologi
Menurut Stuart dan Laraia (2001) yang di kutip dari Pambayun (2015), Terdapat
beberapa faktor-faktor yang menyebabkan klien gangguan jiwa mengalami halusinasi
adalah sebagai berikut :
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor genetis
Secara genetis, skizofrenia diturunkan melalui kromosom-kromosom tertentu.
Namun demikian, kromosom ke berapa yang menjadi faktor penentu gangguan ini
sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Anak kembar yang identik akan
memiliki kemungkinan 50% mengalami skizofrenia, jika salah satu dari anak
kembar tersebut mengalami skizofrenia, sementara jika dizigote, peluangnya
sebesar 15%. Seorang anak yang hidup dengan salah satu orang tuanya yang
mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara bila
kedua orang tuanya skizofrenia maka peluangnya menjadi 35%.
b. Faktor neurobiologis
Klien skizofrenia mengalami penurunan volume dan fungsi otak yang abnormal.
Neurotransmitter juga ditemukan tidak normal, khususnya dopamin, serotonin,
dan glutamat.
1) Studi neurotransmitter
Skizofrenia diduga juga disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan
neurotransmitter. Dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar
serotonin.
2) Teori virus
Pada kehamilan trimester ketiga dapat menjadi faktor predisposisi skizofrenia
jika terpapar virus influenza ketika hamil.
3) Psikologis
Terdapat beberapa kondisi psikologis seseorang yang menjadikan faktor
predisposisi skizofrenia antara lain seorang anak yang diperlakukan oleh ibu
yang pencemas, terlalu melindungi, dingin, dan tak berperasaan, sementara
ayahnya yang mengambil jarak dengan anaknya sendiri.
2. Faktor Presipitasi
1) Berlebihannya proses informasi pada sistem saraf yang menerima dan
memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
2) Mekanisme penghantaran listrik di syaraf terganggu.
3) Pada bidang kesehatan, antara lain : kurangnya nutrisi, kurang tidur,
ketidakseimbangan irama sirkadian, kelelahan, infeksi, obat-obat sistem syaraf
pusat, kurangnya latihan, hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan.
4) Lingkungan, meliputi : lingkungan yang memusuhi, krisis masalah di rumah
tangga, kehilangan kebebasan hidup, perubahan kebiasaan hidup, pola aktivitas
sehari-hari, kesukaran dalam hubungan dengan orang lain, isolasi social,
kurangnya dukungan sosial, tekanan kerja, kurang ketrampilan dalam bekerja,
stigmatisasi, kemiskinan, ketidakmampuan mendapat pekerjaan.
5) Sikap atau perilaku, antara lain : perasaan tidak mampu, harga diri rendah, putus
asa, percaya diri kurang, perasaan gagal, kehilangan kendali diri, merasa punya
kekuatan berlebihan, perasaan malang, bertindak tidak seperti orang lain dari
segi umur atau usi maupun kebudayaan yang di tinggali, kernampuan sosialisasi
kurang, perilaku agresif, ketidakadekuatan pengobatan.
4. Tanda dan Gejala
Menurut Prabowo (2014) perilaku pasien yang berkaitan dengan halusinasi adalah
sebagai berikut :
1) Bicara, senyum, dan ketawa sendiri;
2) Menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat , dan respon verbal
yang lambat.
3) Menarik diri dari orang lain, dan berusaha untuk menghindari dari orang lain.
4) Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan keadaan yang tidak nyata
5) Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.
6) Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik dan
berkonsentrasi dengan pengalaman sensorinya;
7) Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain, dan lingkugannya), dan takut;
8) Sulit berhubungan dengan orang lain;
9) Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung, jengkel dan marah;
10) Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat;
11) Tampak tremor dan berkeringat, perilaku panic, agitasi dan kataton;
C. Pohon Masalah
Gangguan sensori/persepsi :
Core Problem halusinasi pendengran Gangguan pemeliharaan
kesehatan
Masalah utama
4. Isi Halusinasi
Data ini dapat diketahui dari hasilpengkajian tentang jenis halusinasi, misalnya :
melihat sapi yang sedang mengamuk, padahal sesungguhnya adalah pamannya yang
sedang bekerja di ladang. Bisa juga mendengar suara yang menyuruh untuk melakukan
sesuatu, sedangkan sesungguhnya hal tersebut tidak ada.
5. Waktu, frekuensi dan situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi
Kaji kapan halusinasi itu terjadi ?, frekuensi terjadinya apakah terus menerus atau
hanya sekali-kali saja ? situasi terjadinya, apakah pada saat sendiri, atau setelah terjadi
kejadian tertentu.
Hal ini dilakukan untuk menentukan intervensi khsuus pada waktu terjadinya
halusinasi, sehingga pasien tidak larut dengan halusinasinya.
6. Respon Halusinasi
Perawat menanyakan pada klien hal-hal yang dirasakan atau dilakukan pada saat
halusinasi itu timbul. Perawat juga menanyakan kepada keluarga atau orang yang
terdekat dengan klien. Selain itu juga dengan mengobservasi perilaku klien saat
halusinasi itu timbul. Kecermatan perawat akan meningkatkan kualitas asuhan terhadap
pasien dengan gangguan ini.
G. Rencana Tindakan Keperawatan
Perubahan Sensori Persepsi Halusinasi
TUJUAN INTERVENSI RASIONAL IMPLEMENTAS EVALUASI
I
TUM : membina hubungan saling Hubungan saling percaya SP1P S:
Pasien dapat percaya dengan menggunakan merupakan dasar untuk (mengenali Klien menjawab salam
mengontrol prinsip komunikasi terapiutik kelancaran hubungan halusinasi) Klien menyebutkan
halusinasi yang di 1. Sapa pasien dengan ramah interaksi selanjunya #BHSP nama
alaminya baik verbal maupun 1. Mengidentifikasi Klien sering mendengar
TUK 1 : nonverbal jenis halusinasi suarasuara yang
Pasien dapat 2. Perkenalkan nama dan klien. mengajaknya bicara.
membina hubungan tujuan pasien berkenalan 2. Mengidentifikasi Klien dapat mengenali
saling percaya. 3. Tanyakan nama lengkap isi halusinasi halusinasi yang dialami:
Kriteria hasil: dan panggilan yang di klien. a. Jenis halusinasi
Setelah …x sukai pasien 3. Mengidentifikasi b. Isi halusinasi
berinteraksi, pasien 4. Buat kontrak ynag jelas waktu dan c. Waktu terjadinya
mampu membina 5. Tunjukkan sikap jujur dan frekuensi halusinasi
hubungan saling berempati, serta menerima halusinasi klien. d. Frekuensi
percaya dengan apa adanya 4. Mengidentifikasi terjadinya
perawat, dengan 6. Beri perhaian pada pasien situasi yang dapat halusinasi
kriteria ; ekspresi dan perhatikan kebutuhan menimbulkan e. Situasi yang
wajah yang dasar pasien halusinasi klien. menimbulkan
bersahabat, 7. Beri kesempatan pasien 5. Mengidentifikasi halusinasi
menunjukkan rasa untuk mengungkapkan respon klien f. Respon klien
senang, ada kontak perasaannya terhadap terhadap halusinasi
mata, mampu 8. Dengarkan ungkapan halusinasi. g. Kondisi yang
berjabat tangan, mau pasien dengan penuh 6. Mengajarkan memicu halusinasi
menyebutkan nama, perhatian pada ekspresi klien menghardik O :
atau membalas salam, perasaan pasien halusinasi. Klien tampak murung
duduk bersama 7. Menganjurkan Klien kurang kooperatif
dengan perawat, mau klien Kontak mata kurang
mengungkapkan memasukkan Klien tampak bicara
perasaannya. kedalam kegiatan sendiri
harian. Klien belum mampu
memperagakan cara
menghardik
Klien belum mampu
membuat jadwal harian
A:
SP1P belum tercapai
P:
Perawat
Ulangi SP1P pada hari
kedua hari Rabu jam 08.00
di kamar pasien
Pasien :
Motivasi klien mengenali
halusinasi dengan cara
menghardik dan bantu
klien untuk membuat
jadwal harian
1.2 Keluarga
mampu
menyebutkan
pengertian,
tanda gejala,
dan proses
terjadinya
halusinasi.
Keliat. B. A. & Akemat. (2009). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta :
EGC
Dermawan, Deden & Rusdi. (2013). Keperawatan Jiwa; Konsep dan Kerangka Kerja
Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Gosyen Publishing
Prabowo, Eko. (2014). Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : EGC
STRATEGI PELAKSANAAN
Masalah : Halusinasi
Pertemuan : (1)
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Data subjektif : pasien merasa takut dan tidak mau bicara, terlihat merenung
2. Diagnosis
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi
3. Tujuan
1) Membina hubungan saling percaya
2) Melatih klien untuk mengenali halusinasi
3) Melatih asien untuk mengendalikan halusinasi
4) Melatih pasien untuk memasukkan kegiatan harian
B. Strategi Komunikasi
Moh Ashif Ulul Albab sebagai Perawat
SP 1 pasien :
Membantu klien agar dapat mengenal halusinasi, menjelaskan bagaimana cara mengontrol
halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan menghardik halusinasi.
Fase Orientasi a. Salam Terapeutik “Selamat pagi ! saya perawat yang akan merawat
anda. Saya perawat ashif ulul albab, senang dipanggil
perawat ashif.
Nama Bapak siapa? Senang dipanggil apa?”
SP 3 pasien
Melatih pasien untuk mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap bersama orang lain.
Fase Orientasi a. Salam terapeutik “Selamat Pagi, pak dimas!
b. Evaluasi/Validasi “Bagaimana perasaan pak dimas hari ini? Apakah
suara-suaranya masih muncul? Apakah sudah
diapakai 2 cara yang telah kita latih? Berkurangkan
suara-suaranya? Bagus!”
c. Kontrak “Sesuai janji kita tadi, saya akan latih cara ketiga
untuk mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
dengan orang lain. Kita akan latihan selama 20
menit. Mau di mana? Di sini saja?”
Fase Kerja “Cara yang kedua untuk mencegah atau mengontrol
halusinasi adalah dengan bercakap-cakap dengan
orang lain. Jadi kalau pak dimas mulai mendengar
suara-suara, langsung saja cari teman untuk diajak
ngobrol. Minta teman untuk ngobrol dengan pak
dimas. Contohnya begini, “Tolong, saya mulai
dengar suara-suara. Ayo ngobrol dengan saya!.”
Atau kalau ada orang dirumah, misalnya Kakak pak
dimas, katakan, “kak, ayo ngobrol dengan didit.
Didit sedang dengar suara-suara.”begitu pak dimas.
coba pak dimas lakukan seperti saya lakukan. Ya,
begitu. Bagus! Coba sekali lagi! Bagus! Nah, latih
terus ya pak dimas!” Di sini, pak dimas dapat
mengajak perawata atau pasien lain untuk bercakap-
cakap”.
Fase Terminasi a. Evaluasi usbyektif “Bagiamana perasaan bapak dimas setelah latihan
ini?
b. Evaluasi obyektif Jadi, sudah ada berapa cara yang pak dimas pelajari
untuk mencegah suara-suara itu? Bagus! cobalah
ketiga cara ini kalau pak dimas mengalami halusinasi
lagi. Bagaimana kalau kita masukkan dalam jadwal
kegiatan harian pak dimas, mau jam berapa latihan
bercakap-cakap? Nah, nanti lakukan secara teratur
sewaktu – waktu suara itu muncul!
c. Tindak lanjut “Besok pagi saya akan kembali kesini lagi.
Bagiamana kalau kita latih cara yag keempat, yaitu
melakukan aktivitas terjadwal?”
d. Kontrak “Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10 pagi?
Mau di mana? Di sini lagi? Sampai besok ya,
Selamat pagi!”
SP 3 pasien
Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan melaksanakan aktivitas terjadwal.
f. Kontrak “Sesuai janji kita, hari ini kita akan belajar cara
yang ke empat untuk mencegah halusinasi yaitu
melakukan kegiatan terjadwal.”
“Mau di mana kita bicara? Baik, kita duduk di
ruang tamu. Berapa lama kita bicara? Bagaimana
kalau 30 menit? Baiklah.”
Fase Kerja “Apa saja yang bisa pak dimas lakukan? Pagi-pagi
apa kegiatannya, terus jam berikutnya apa?”(terus
kaji hingga didapatkan kegiatannya sampai malam.)
“Wah banyak sekali kegiatannya! Mari kita latih
dua kegiatan hari ini (latih kegiatan tersebut)!
Bagus sekali jika pak dimas bisa lakukan!”
“Kegiatan ini dapat pak dimas lakukan untuk
mencegah suara tersebut muncul. Kegiatan yang
lain akan kita latih lagi agar dari pagi sampai
malam ada kegiatan.”
SP 1 Keluarga
Memberikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang dialami
pasien, tanda dan gejala halusinasi, dan cara-cara merawat merawat pasien halusinasi.
Fase Orientasi a. Salam Terapeutik “Selamat pagi mbak! Saya perawat ashif ulul albab,
perawat yang merawat saudaranya mbak ?
b. Evaluasi/Validasi “Bagaimana perasaan Bapak dimas hari ini? Apa
pendapat mbak tentang pak dimas ?”
c. Kontrak “Hari ini kita akan berdiskusi tentang apa masalah
yang saudara mbak alami dan bantuan apa yang
mbak dapat berikan.”
“Kita mau diskusi di mana? Bagaimana kalau di
ruang wawancara? Berapa lama waktu mbak?
Bagaimana kalau 30 menit?”
Fase Kerja “Masalah apa yang mbak alami dalam merawat pak
dimas? Apa yang mbak lakukan?”
“Ya, gejala yang dialami oleh saudara mbak itu
disebutkan halusinasi, yaitu mendengar atau melihat
sesuatu yang sebenarnya tidak ada bendanya. Tanda-
tandanya bicara dan tertawa sendiri, atau marah-
marah tanpa sebab. Jadi, jika saudara mbak
mengatakan mendengar suara-suara, sebenarnya
suara itu tidak ada. Kalau saudara mabk mengatakan
melihat bayangan-bayangan, sebenarnya bayangan
itu tidak ada. Oleh karena itu, kita diharapkan dapat
membantunya dengan beberapa cara. Terdapat
beberapa cara untuk membantu saudara agar bisa
mengendalikan halusinasi. Cara-cara tersebut
adalah : Pertama, di hadapan saudara mbak, jangan
membantah atau mendukung halusinasi. Katakan
saja mbak percaya bahwa pak dimas memang
mendengar suara atau melihatnya. Kedua, jangan
biarkan saudara mbak melamun dan sendiri karena
kalau melamun halusinasi akan muncul lagi.
Upayakan ada orang mau bercakap-cakap
dengannya. Buat kegiatan keluarga seperti makan
bersama dan ibadah bersama. Terkait dengan
kegiatan, saya telah melatih saudara mbak untuk
membuat jadwal kegiatan sehari-sehari. Tolong
mbak pantau pelaksanaanya dan berikan pujiaan jika
pak dimas berhasil melakukannya! Ketiga, bantu
saudara mbak minum obat secara teratur jangan
menghentikan obat tanpa konsultasi. Terkait dengan
obat ini, saya juga sudah melatih saudara mbak
untuk minum obat secara teratur, jadi, mbak dapat
mengingatkan kembali. Obatnya ada tiga macam,
yang berwarna oranye namanya CPZ gunanya untuk
menghilangkan suara-suara atau bayangan. Yang
berwarna putih namanya THP berfungsi untuk
membuat pak dimas tenang dan tidak kaku. Yang
berwarna biru namanya HLP gunanya menenangkan
pikiran. Semua oabt ini harus pak dimas mium 3 kali
sehari pukul 7 pagi, 1 siang, dan 7 malam. Obat
harus selalu diminum untuk mencegah kekambuhan.
Terakhir, jika ada tanda-tanda halusinasi mulai
muncul, putus halusinasi dengan cara menepuk
punggung pak dimas. kemudian suruh pak dimas
menghardik suara tersebut. Pak dimas sudah saya
ajarkan cara untuk menghardik halusinasi. Sekarang,
mari kita latihan memutus halusinasi pak dimas.
sambil menepuk punggung saudara mbak, katakan
pak dimas , sedang apa kamu?”Kamu ingatkan apa
yang diajarkan perawat jika suara-suara itu datang?
Ya, Usir suara itu, pak dimas! tutup telinga kamu
dan katakana pada suara itu saya tidak mau dengar!
Ucapkan berulang-ulang, pak dimas. sekarang coba
mbak praktikkan cara yang baru saya ajarkan,
Bagus! mbak!”
Fase Terminasi a. Evaluasi Subyektif ”Bagaimana perasaan mbak setelah kita
berdiskusikan dan latihan memutuskan halusinasi
pak dimas?”
b. Evaluasi Obyektif “coba mbak ulangi tadi yang kita diskusikan”
c. Tindak lanjut “Bagus sekali mbak ! bagaimana kalau dua hari lagi
kita bertemu, untuk mempraktikkan cara memutus
halusinasi langsung dihadapan pak dimas?”
d. Kontrak “jam berapa kita bertemu? Baik, sampai jumpa!”.
SP 2 Keluarga
Melatih keluarga praktik merawat pasien langsung dihadapan pasien. Memberi kesempatan
kepada kelarga untuk memperagakan cara merawat pasien dengan halusinasi langsung dihadapan
pasien.
Fase Orientasi a. Salam Terapeutik “Selamat pagi !
b. Evaluasi/Validasi Bagimana perasaan mbak pagi ini ?”
c. Kontrak “Sesuai dengan perjanjian kita, selama 30 menit
ini kita akan mempraktikkan cara memutus
halusinasi langsung dihadapan saudara mbak.
Mari kita datangi saudara mbak.
Fase Kerja “Selamat pagi pak dimas, mbak sangat ingin
membantu pak dimas mengendalikan suara-suara
yang sering di dengar. Untuk itu pagi ini pak
dimas datang untuk mempraktikkan cara
memutus suara-suara yang didengar. Pak dimas,
nanti kalau sedang dengar suara-suara dan pak
dimas bicara atau tersenyum sendiri, mbak akan
mengingatkan ya? Sekarang, coba mbak
peragakan cara memutus halusinasi yang pak
dimas alami seperti yang sudah kita pelajari
sebelumnya. Tepuk punggung pak dimas lalu
suruh pak dimas mengusir suara dengan menutup
telinga dan menghardik suara tersebut. (Perawat
mengobservasi apa yang dilakukan keluarga
terhadap pasien).
“Bagus sekali! Bagaimana pak dimas/ Senang
dibantu mbak? Nah, mbak ingin melihat jadwal
harian pak dimas. (Pasien mempergakan dan
kemudian perawat mendorong keluarga
memberikan pujian). Baiklah, sekarang saya dan
saudara pak dimas ke ruang perawat dulu.”
(Perawat dan keluarga meninggalkan pasien
untuk melakukan terminasi dengan keluarga).
c. Tindak lanjut “Bagaiman kalau kita bertemu dua hari lagi untuk
membicarakan tentang jadwal kegiatan harian pak
dimas di rumah.
d. Kontrak “Pukul berapa mbak bisa datang ? Kita bertemu
di tempat ini lagi ya ? Sampai jumpa!”
SP 3 Keluarga
Membuat perencanaan pulang bersama keluarga
Fase Orientasi a. Salam Terapeutik “Selamat pagi mbak, karena besok pak dimas
sudah boleh pulang maka sesuai janji kita
sekarang ketemu untuk membicarakan jadwal pak
dimas selama dirumah.”
b. Evaluasi/Validasi “Bagaaimana mbak, selama mbak membesuk
apakah sudah mempraktikkan cara merawat pak
dimas ?”
c. Kontrak “Nah, sekarang kita bicarakan jadwal pak dimas
di rumah, mari kita duduk diruang perawat!”
“Berapa lama mbak ada waktu ? Bagaimana
kalau 30 menit ?”
Fase Kerja “Ini jadwal kegiatan pak dimas di rumah sakit.
Jadwal ini dapat dilanjutkan di rumah. Coba
mbak lihat mungkinkah dilakukan di rumah.
Siapa yang kira-kira akan memotivasi dan
mengingatkan ? mbak, jadwal yang telah dibuat
selama pak dimas dirumah sakit tolong di
lanjutkan dirumah, baik jadwal aktivitas maupun
minum obatnya.”
“Hal-hal yang harus diperhatikan lebih lanjut
adalah perilaku yang ditampilkan oleh saudara
mabk selama dirumah, misalnya kalau pak dimas
terus mendengar suara-suara yang mengganggu
dan tidak memperlihatkan perbaikan, menolak
minum obat atau memperlihatkan perilaku
membahayakan orang lain. Jika hal ini
terjadi,segera hubung suster B dipuskesmas
terdekat dari rumah mbak, ini nomor telepon
Puskesmasnya (6351) 554xxx. ”
Fase Terminasi a. Evaluasi Subyektif “Bagaimana mbak? Ada yang ingin ditanyakan ?”
b. Evaluasi Obyektif “Coba mbak sebutkan cara-cara merawat pak
dimas dirumah !”
c. Tindak lanjut “Bagus, (jika ada yang lupa segera diingatkan
oleh perawat). Ini jadwalnya untuk dibawa
pulang. Selanjutnya, silahkan mbak
menyelesaikan administrasi yang dibutuhkan.
Kami akan siapkan untuk pulang.”
d. Kontrak