Anda di halaman 1dari 14

ASUHAN KEPERAWATAN ENCEPHALITIS

NAMA : M. ASOW ARIANSYAH

NIM : 1741111035

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUKABUMI


A. Definisi
Encephalitis adalah peradangan pada parenkim otak akibat infeksi dari bakteri atau virus.
Encephalitis bakteri biasanya akibat fraktur tulang dari tengkorak kepala yang masuk kedalam
atau alat-alat penetrasi yang tekontaminasi. Encephalitis virus umumnnya akibat dari dari gigitan
serangga yang terinfeksi atau akibat dari infeksi virus. Pengonytrolan lingkungan dan imunisasi
profiklasis dapat menurunkan angka kejadian encephalitis (widagdo, suharyanto, & aryani, 2013,
hal. 136).
Encephalitis adalah radang jaringan otak, paling sering disebabkan oleh virus, walaupun dapat
juga karena bakteri, jamur, atau protozoa.  (Digiulio, 2014, hal. 230.
Jadi, Encephalitis adalah peradangan pada parenkim otak akibat infeksi dari bakteri atau virus.
Umumnnya akibat dari dari gigitan serangga yang terinfeksi atau akibat dari infeksi virus.

B. Etiologi

Mikroorganisme : bakteri, porotozoa, cacing, jamur, spirokaeta dan virus Macam-macam


Encephlitis virus menurut Robin :

1. Infeksi virus yang bersifat epidermis :


 Golongan intervirus : Poliomyelitis, virus coxackie, virus ECHO
 Golongan virus ARBO : Western equire encephaliltis, St. Louis encephalilitis, Eastern
equire encephaliltis, Japanese B. Enchephalitis, Murray valley encephalitis.
1. Infeksi virus yangtbersifat sporadic : herpes simplek, herpes zoster, limfolglanuloma,
mumps, limphotic, choriomeningitis dan jenis lain yang dianggap do sebabkan oleh virus
tetapi belum jelas.
2. Encephalitis pasca infeksio, pasca morbili, pasca rebella, pasca vaksinia, pasca
mononucleosis, infeksious dan jenis-jenis yang mengikutu infeksi fraktus respiratorius yang
tidak spesifik.
 Reaksi toksin seperti tanda thypoid fever, campak, chicken pox
 Keracunan : arsenik, CO(Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 190)
 
C. Tanda dan gejala
1. Demam karena infeksi
2. Mual dan muntah karena naiknya tekanan intrakranial
3. Leher kaku karena iritasi meningitis
4. Mengantuk, lesu, atau pingsan karena naiknya tekanan intrakranial
5. Perubahan status mental-iritasi, kebingungan, disorientasi, lepribadian berubah
6. Sakit kepala karena naiknya tekanan intrakranial
7. Berkurangnya aktivitas karena iritasi jaringan otak(Digiulio, 2014, hal. 231)
 
D. Patofisiologi
Arbovirus dipindahkan manusia melalui gigitan dari binatang atau insekta yang terinfeksi.
Pembawa spesifik dapat di identifikasi untuk berbagai macam tipe enceohalitis. Infeltrasi virus
terjadi pada daerah perivaskuler dari otak. Leukosit dan sel-sel leukosit mengalami proferasi
yang luas sehingga penampilannya seperti abses. Virus yang berada pada manusia seperti
measles dan herpes simplek dipindahkan secara sistematik ke susunan saraf pusat. Beberapa
virus diperkirakan memiliki daerah spesifik pada otak, contoh virus equine berkumpul di
cerblum dan batang otak, infeksi st. Louis berkumpul pada talamus dan otak tengah. Yang lain
seperti rabies dan rocky mountain mempunyai sifat infiltrasi yang difus pada parenkim
otak (widagdo, suharyanto, & aryani, 2013, hal. 137). 
Patofisiologi (Ridha, 2014, hal. 335)
Invasi Kuman ke Selaput OtakGangguan fungsi sistem  
Perubahan dan keseimbagan 

E. Klasifikasi
Encefalitis Virus
Encefalitis firus adalah infeksi parenkim otak yang hampir selalu berhubungan dengan inflamasi
meningeal (sehingga lebih baaik dinamakan meningoensefalitis. Virus yang berbeda jenisnya
dapat menunjjukkan pola kerusakan yang bervariasi, gambaran histolgi yang paling khas adalah
infiltrat sel mononukleus pada paarenkim dan perivaskular, nodul mikroglia dan neurofogia.
Beberapa virus juga membentuk badan inklusi yang khas.

1. Arbovirus
Arbovirus (arthropod-borne virus) adalah penyebab penting terjadinya encefalitis endemik,
khususnya di daerah tropis dan dapat menyebabkan morbiditas yang serius serta mortalitas yang
tinggi. Pasien mengalami gejala neurologik umum, seperti kejang, gelisah delerium, dan stupor
atau koma, dan juga tanda vokal seperti reflek asimentis dan kelumpuhan okuler. CSS biasanya
tidak berwarna tetapi dapat sedikit peningkatan tekanan dan pleositosis neorotrofilik awal yang
dengan cepat berubah menjadi limfositosis, kadar protein meningkat, tetati glukosa normal.

2. Virus herpes
Encefalitis VHS-1 dapat terjdi pada segala usia tetapi paling sering pada anak-anak dan dewasa
musa. Encefalitis ini umumnya bermanimfestarsi sebagai perubahan mood, daya ingat dan
perilaku, menggambrkan keterlibatan lobus temporal dan frontal. Ensefalitis VHS-1 berulang,
kadang-kadang berhubungan dengan penurunan mutasi yang mengganggu hantaran sinyal toll-
like receptor (khususnya TLR-3) yang mempunyai peran penting dalam pertahanan
antivirus (kumar, Abbas, & Aster, 2015, hal. 814)

F. Komplikasi
Retardasi mental, iritabel, gngguan motorik, epilepsi, emosi tidak stabil sulit tidur, halusinasi,
enuresis, anak menjadi perusak dan melakukan tindakan soasial lainnya (Ridha, 2014, hal. 337)

Enciphalitis dapat terjadi akibat komplikasi penyakit pada masa kanak-kanak seperti campak,
gondong atau cacar air. Vaksin yang efektif tersedia untuk beberapa patogen virus yang
menyebabkan encephalitis (seperti virus rabies dan virus encephalitis jepang), tetapi vaksin
tersebut tidak rutin diberikan, vaksin tersebut direkomendasikan untuk individu beresiko tinggi.
Sebagai contoh, vaksin rabies – panjanan dapat diberikan oleh anak yang digigit oleh binatang
yang diduga gila. Selain itu individu yang melakukan perjalan endemik encephalitis jepang,
seperti india dan cina, serta berencana tinggal lama atau melakukan aktivitas diluar ruangan
ekstrim harus dapat vaksin yang tepat (Kyle & Carman, 2012, hal. 560).
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Identitas
Encefalitis menyerang semua umur, namun infeksi simtomatis paling sering terjadi pada anak-
anak berusia 2 tahun hingga 10 tahun dan pada kelompok gariatri (usia lebih dari 60
tahun) (Rampengan, 2016, hal. S12)

1. Status kesehatan saat ini

 Keluhan utama
Demam, gejala menyertai flu, perubahan tingkat kesadaran, sakit kepala letargi, mengantuk,
kelemahan umum, aktifitas kejang (Kyle & Carman, 2012, hal. 559-560).

 Alasan masuk rumah sakit


Biasanya ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorokan, nyeri ektrim
dan pucat, kemudian diikuti tanda insefalitis berat ringannya tergantung dari trisbusi dan luas lesi
pada neuron (Ridha, 2014, hal. 336).

 Riwayat penyakit sekarang


Faktor riwayat penyakit yang sangat penting diketahui karena untuk mengetahui jenis kuman
penyebab. Disini harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai
serangan, sembuh atau bertambah buruk. Pada pengkajian klien encefalitis biasanya didapatkan
keluhan yang berhubungan dengan akibat dari infeksi dan peningkatan TIK. Keluhan gejala awal
yang sering adalah sakit kepala dan demam. Sakit kepala disebabkan encefalitis yang berat dan
sebagi akibat iritasi selaput otak. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan
penyakit (Muttaqin, 2011, hal. 178).

1. Riwayat penyakit terdahulu


 Riwayat penyakit sebelumnya
Pada kasus encephalitis, pasien biasanya akan mempunyai gejala di sebabkan virus sebelum
penyakit yang sekarang. Virus memasuki sistem syaraf pusat via aliran darah dan melalui
reproduksi. Terjadi radang diarea, menyebabkab kerusakan pada neuron (Digiulio, 2014, hal.
230)

 Riwayat penyakit keluarga


Pada pasien encefalitis tidak ada riwayat penyakit keluarga, namun pengkajian pada anak
mungkin didapatkan riwayat menderita penyakit yang disebabkan oleh virus influenza, varicella,
adenovirus,kokssakie, atau parainfluenza, infeksi bakteri, parasit satu sel, cacing fungus,
riketsia (Muttaqin, 2011, hal. 180)

 Riwayat pengobatan
Semua pasien dengan kecurigaan encefalitis HSV sebaiknnya diterapi dengan asiklovir IV
(10mg/kg setiap 8 jam) selama menunggu hasil pemeriksaan dignostik. Pasien dengan diagnostik
ensefalitis HSV yang dikonfirmasi PCR sebaiknya mendapat minimum serial terapi selam 14
hari. Perlu dipertimbangkan pemeriksaan ulang PCR LCS setelah terapi asiklovir diselesaikan ,
pada pasien dengan PCR LCR untuk HSV yang tetap positif setelah menyelesaikan pengobatan
terapi standart, sebaiknaya diberikan selama 7 hari terapi tambahan, diikuti dengan pemeriksaan
PCR LCS ulang. Tetapi asiklovir juga memberikn manfaat pada kasus encephalitiss karena EBV
dan VZV. Belum ada terapi terkini untuk ensefalitis enterovirus, perotitis, epidemika, atau
measles. Ribavirin intravena (15-25mg/kg perhari yang diberikan dalam dosis terbagi 3)
mungkin bermanfaat untuk encefalitis arbovirus yang berat karena encefalitis
california(LaCrosse). Encephalitis CMV sebaiknnya diterapi dengan gansiklovir, foscarnet, atau
kombinasi dari kedua obat inin, codovofir dapat memberikan alternatif untuk pasien yang tidak
memberi respons. Belum ada terapi yang terbukti untuk encefalitis WNV, sekelompok kecil
pasien pernah di terapi dengan interferon, ribavirin, oligonukleotida antisense yang spesifik
WNV, dan preparat imunoglobin intravena asal israeli yang mengandung antibodi titer yang
tinggi (Harrison, 2013, hal. 172-173).

1. Pemeriksaan fisik
 Kesadaran
Perubahan tingkat kesedaran, aphasia, hemiparesis, ataksia, nystagmus, paralisis kuler,
kelemahan pada wajah (widagdo, suharyanto, & aryani, 2013, hal. 137).

 Tanda tanda vital


Pemeriksaan dimulai dengan pemeriksaan tanda-tanda vital. Pada klien encefalitis biasanya di
dapatkan peningkatan suhu tubuh lebih dari normal 39-40 derajad celsius. Penurunan denyut
nadi terjadi berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK. Apabila disertai peningkatan
frekuensi pernafasan sering berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme umum dan
adanya infeksi sistem pernafasan sebelum mengalami encefalitis. TD biasanya normal atau
meningkat berhubungan dengan tanda tanda peningkan TIK (Muttaqin, 2011, hal. 181).

1. Body sistem
 Sistem pernapasan
Biasanya terdapat batuk, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan
peningkatan frekuensi penapasan yang sering didapatkan pada klien encefalitis yang disertai
adanya gangguan sistem pernafasan. Palpasi biasanya taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan encefalitis berhubungan
akumulasi sekret dari penurunan kesadaran (Muttaqin, 2011, hal. 161)

 Sistem kardiovaskuler
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok) hipovolemik yang sering
terjadi pada klien encefalitis. (Muttaqin, 2011, hal. 181)

 Sistem persyarafan
Pemeriksaan syaraf karnial
Syaraf I fungsi penciuman biasanya tidak ada kelainan pada klien encefalitis.
Syaraf II tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan papiledema mungkin
didapatkan pada encefalitis superatif disertai abses serebri dan efusi subdural yang menyebabkan
terjadinya peningkatan TIK
Syaraf III,IV,dan VI Pemeriksaan fungsi reaksi pupil pada klien encefalitis yang tidak disertai
penurunan kesadaran biasanya tanda kelainan. Pada tahap lanjut encefalitis yang menggangu
kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan di dapatkan, dengan alasan
yang tidak diketahui, klien encefalitis mengeluh mengalami fotofobia atau sensitif berlebihan
pada cahaya.
Syaraf V pada klien encefalitis di dapatkan paralisis pada otot sehingga menggangu proses
mengunyah
Syaraf VII persepsi pengcapan dalam batas normal, wajah asimetris karena adanya paralisis
unilateral
Syaraf VIII tidak di temukannya tuli konduktif dan tuli persepsi
Syaraf IX dan X kemampuan menelan kurang baik sehingga menggangu pemenuhan nutrisi via
oral
Syaraf XI tidak ada atrofi otot sternokloidormastoideus dan trapezius. Adanya usaha dari klien
untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk.
Syaraf ke XII lidah simetris, tidak ada defiasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra
pengecap normal (Muttaqin, 2011, hal. 182).
 Sistem perkemihan
Pemeriksaan pada sistem perkemihan biasanya di dapatkan kekurangan nya volume haluaran
urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfungsi dan penurunan curah jantung ke
ginjal (Muttaqin, 2011, hal. 183).

 Sistem pencernaan
Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan
nutrisi pada klien encefalitis menurun karena anoreksia dan adanya kejang (Muttaqin, 2011, hal.
183)

 Sistem integumen
Perlu dilakukan pencegahan terjadinya dekubitus untuk pasien yang dirawat dalam jangka
panjang maupun pada pasien sembuh dengan defisit neurologis (Rampengan, 2016, hal. S19)

 Sistem muskuloskletal
Penurunan kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran menurunkan mobilitas klien secara
umum. Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien lebih banyak dibantu oleh orang
lain (Muttaqin, 2011, hal. 183)

 Sistem endokrin
Tidak ada gangguan pada sistem endokrin, indra pengencap normal (Muttaqin, 2011, hal. 182)

 Sistem reproduksi
Ensefalitis berat yang luas sering terjadi pada neonatus yang lahir pervaginam dari wanita
dengan infeksi genital VHS primer aktif (Kumar, Abbas, & Aster, 2015, hal. 814)
 Sistem pengindraan
Fungsi penciuman biasanya tidak ada kelainan pada klien encefalitis. lidah simetris, tidak ada
defiasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecap normal (Muttaqin, 2011, hal. 182)

 Sistem imun
Encefalitis dapat terjadi akibat komplikasi penyakit pada masa kanak-kanak seperti campak,
gondong atau cacar air. Maka pentingnya memperbarui status imunisasi anak seperti vaksin
rabies pasca-pajanan anak yang digigit oleh binatang yang diduga gila (Kyle & Carman, 2012,
hal. 560)

1. Pemeriksaan penunjang (Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 190)


 Pemeriksaan cairan serebraspinal
Warna dan jernih terdapat pleocytosis berkisar antara 50-200 sel dengan dominasi sel limfosit.
Protein agak meningkat sedangkan glucose dalam batas normal.

 Pemeriksaan EEG
Memperlihatkan proses inflamasi yang di fuse “bilateral” dengan activitas rendah

 Thorax photo
Adanya infeksi pada sistem pernafasan sebelum mengalami encefalitis (Muttaqin, 2011, hal.
181)

 Darah tepi : leukosit meningkat


 Ctscan untuk melihat kedaan otak
 Pemeriksan virus
 

1. Penatalaksanaan
 Isolasi bertujuan mengurangi stimulus/rangsangan dari luar dan sebagai tindakan
pencegahan.
 Terapi antibiotik sesuai hasil kultur
 Bila ensephalitis di sebabkanoleh virus (HSV), agen antiviral acyclovir secara signifikan
dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas HSV enchepalitis. Acyclovir diberikan
tergantung keadaan pasien.
 Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan, jenis dan jumlah cairan yang diberikan
tergantung keadaan pasien.
 Mengontrol kejang obat antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas kejang. Obat
yang diberikan ialah valium dan atau luminal. Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5
mg/ kgBB/kali. Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagibila diulang dengan dosis yang sama.
Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan valium drip dengan dosis
5mg/kgBB/24jam.
 Mempertahankan ventilasi, bebaskan jalan napas, berikan o2 sesuai kebutuhan (2-3
l/menit).
 Penatalaksanaan shoock septik
 Untuk mengatasi hiperpireksia, dapat diberikan kompres pada permukaan tubuh atau
dapat juga diberikan antipiretikum seperti asetasol atau parasetamol apbila keadaan telah
memungkinkan pemberian obat peroral (Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 191).
 

2. Diagnosa keperawatan
3. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan edema serebral/ penyumbatan
aliran darah.
Definisi : Berisiko mengalami penurunan sirkuladi darah ke otak

Factor resiko

 Keabnormalan masa protrombin dan atau masa tromboplastin parsial


 Penurunan kinerja ventrikel kiri
 Aterosklerosis aorta
 Diseksi arteri
 Fibrilasi atrium
 Tumor otak
 Stenosis karotis
 Miksoma atrium
 Aneurisma serebri
 Koagulopati (mis anemia sel sabit )
 Dilatasi kardiomiopati
 Cedera kepala
 Hipertensi
 Neoplasma otak
Kondisi Klinis Terkait

 Stroke
 Cedera kepala
 Aterosklerotik aortic
 Diseksi arteri
 Hipertensi
 Fibrilasi atrium
 Miksoma atrium
 Neoplasma otak
 Stenosis mitral
 Infeksi otak (mis meningitis, esefalitis, abses serebri)
(PPNI, 2017 , pp. 51 – 52)

1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler


Definisi : Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri

Penyebab
 Kerusakan integritas struktur tulang
 Perubahan metabolisme
 Ketidakbugaran fisik
 Penurunan kendali otot
 Kekakuan sendi
 Nyeri Kecemasan
 Gangguan kognitif
 Efek agen farmakologis
 Malnutrisi
Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif

Mengeluh sulit menggerakan ekstremitas

Objektif

 Kekuatan otot menurun


 Rentang gerak ( ROM ) menurun
Gejala dan Tanda Minor

Subjektif

 Nyeri saat bergerak


 Enggan melakukan pergerakan
 Merasa cemas sat bergerak
Objektif

 Sendi kaku
 Gerakan tidak terkoordinasi
 Gerakan terbatas
 Fisik lemah
Kondisi Klinis Terkait

 Stroke
 Cedera medulla Spinalis
 Trauma
 Fraktur
 Osteoarthritis
 Ostemalasia
 Keganasan (PPNI, 2017 , pp. 124 – 125 )
1. Resiko trauma fisik berhubungan dengan kejang
Definisi : respon maladaptif yang berkelanjutan terhadap kejadian trauma
Penyebab

 Bencana alam
 Peperangan
 Riwayat perilaku kekerasan
 Kecelakan
 Saksi pembunuhan
Gejala dan Tanda Mayor

 Mengungkapkan secara berlebihan atau menghindari pembicaran kejadian trauma


 Merasa cemas
 Teringat kembali kejadian traumatis
 Teringat kembali kejadian traumatis
Objektif

 Memori masa lalu tergangu


 Mimpi buruk berulang
 Ketakutan berulang
 Menghindari aktivitas, tempat atau orang yang membangkitkan kejadian trauma
Gejala dan Tanda Minor

Subjektif

 Tidak percaya pada orang lain


 Menyalahkan diri sendiri
Objektif

 Minat berinteraksi dengan orang lain menurun


 Konfusi atau disosiasi
 Gangguan interpretasi realitas
 Sulit berkonsentrasi
 Waspada berlebihan
 Pola hidup terganggu
 Tidur terganggu
Kondisi Klinis Terkait

 Korban kekerasan
 Post traumatic stess disorder (PTSD)
 Korban bencana alam
 Korban kekerasan seksual
 Korban peperangan
 Cedera multipel ( kecelakaan lalu lintas) (PPNI T. , 2017, hal. 226-227)
 
3. Interverensi
4. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan edema serebral/ penyumbatan
aliran darah.
 Tujuan dan kriteria hasil(Wilkinson, 2016, hal. 444)
1. Menunjukkan status sirkulasi yang dibuktikan oleh indikator (sebutkan 1-5 gangguan
ekstrem, berat, ringan atau tidak ada penyimpangan dari rentang normal). Tekanan darah
sistolik dan distolik.
2. Menunjukkan perfusi jaringan cerebral yang dibuktikan oleh indikator (sebutkan 1-5
gangguan ekstrem, berat, ringan atau tidak ada penyimpangan dari rentang normal). :
Tekanan intrakranial

Tekanan darah distolik dan diastolik

1. Menunjukkan perfusi jaringan cerebral yang dibuktikan oleh indikator (sebutkan 1-5
gangguan ekstrem, berat, ringan atau tidak ada) :
Angitasi

Bising karotis

Gangguan reflek neurologis

Muntah

 Intervrensi NIC(Wilkinson, 2016, hal. 444)


Aktivitas keperawatan

1. Pantau tanda-tanda vital suhu tubuh, tekanan darah, nadi dan pernapasan
2. Pantau TIK dan respons neurologis pada pasien terhadap aktivitas keperawatan
3. Pantau tekanan perfusi serebral
4. Perhatikan perubahan pasien sebagai respons terhadap stimulus
Aktivitas kolaboratif (Wilkinson, 2016, hal. 444-445)

1. Perhatiakan parameter hemodinamika (misalnya, tekanan arteri sistemik) dalam rentang


yang dianjurkan
2. Berikan obat-obatan untuk meningkatkan volume intrvaskuler, sesuai progam
3. Induksi hipertensi untuk mempertahankan tekanan perfusi serebral, sesuai progam
4. Tinggikan bagian kepala tempat tidur 0 sampai 45 derajad, bergantung pada kondisi
pasien dan progam dokter
Penyuluhan untuk pasien/ keluarga (Wilkinson, 2016, hal. 447)

1. Ajarkan kepada pasien atau keluarga tentang menghindari suhu ekstrim


2. Pentingnya mematuhi progam diet dan medikasi
3. Melaporkan tanda dan gejala yang mungkin perlu dilaporkan
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler
 Tujuan dan kriteria hasil (Wilkinson, 2016, hal. 268)
1. Memperlihatkan mobilitas yang dibuktikan oleh indikator (sebutkan 1-5 gangguan
ekstrem, berat, ringan atau tidak mengalami gangguan)
Keseimbangan

Koordinasi

Performa posisi tubuh

Pergerakan sendi dan otot

Berjalan

Bergerak dengan mudah

 Interverensi NIC(Wilkinson, 2016, hal. 269)


Aktivitas keperawatan

1. Kaji kebutuhan terhadap bantuan pelayanan keehatan di rumah dan kebutuhan terhadap
peralatan pengobatan yang tahan lama
2. Ajarkan pasien tentang dan pantau penggunaan alat bantu mobilitas (misalnya, tongkat,
walker, kruk, atau kursi roda)
3. Ajarkan dan bantu pasien dalam proses perpindah ( mis, dari tempat tidur ke kursi)
Aktifitas kolaboratif (Wilkinson, 2016, hal. 271)

1. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik/ okupasi jika diperlukan (mis, untuk memastikan
ukuran dan tipe kursi roda yang sesuai untuk pasien)
Penyuluhan untuk pasien/ kelurga (Wilkinson, 2016, hal. 271)

1. Ajarkan pasien dalam latihan untuk meningkatkan kekuatan tubuh bagian atas, jika
diperlukan
2. Ajarkan bagaimana menggunakan kursi roda, jika diperlukan
3. Resiko trauma fisik berhubungan dengan kejang
 Tujuan dan kriteria hasil
1. Menunjukkan perilaku keamanan pribadi, yang dibuktikan oleh (sebutkan 1-5 tidak
pernah, jarang, kadang-kadang, sering, atau selalu) :
Menyimpan makan untuk meminimalkan kerusakan makanan

Menggunakan sabuk keselamatan dengan benar

Menggunakan instrumen dan mesin secra tepat


Menghindari perilaku beresiko tinggi

Menghindari merokok di tempat tidur

 Interverensi NIC
Aktivitas keperawatan

1. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien berdasarkan tingkat fungsi fisik, kognitif dan
riwayat perilaku sebelumnya
2. Identifikasi bahaya keamanan di lingkungan (yaitu fisik, biologi dan kimia)
Penyuluhan untuk pasien/keluarga

1. Ajarkan kepada pasien dan keluarga tentang tindakan keamanan spesifik terhadap area
yang beresiko
2. Berikan materi pendidikan kesehatan yang berhubungan dengan strategi pencegahan
trauma
3. Berikan informasi tentang bahaya lingkungan dan ciri-cirinya
Aktivitas kolaboratif

1. Rujuk pada kelas pendidikan di komunitas (mis, RJP, pertolongan pertama, atau kelas
renang)
2. Bantu pasien saat berpindah ke lingkungan yang lebih aman (mis, perujukan terhadap
bantuan tempat tinggal)
 

 
DAFTAR PUSTAKA
Digiulio, M. (2014). Keperawatan medical bedah. jogjakarta: Rapha Plubishing.
Harrison. (2013). Harrison Neurologi. Tanggerang Selatan: KARISMA Publising Group.
Kumar, V., Abbas, A., & Aster, J. (2015). Buku ajar aptologi Robbins. Singapore: Elsevier.
kumar, v., Abbas, A., & Aster, J. (2015). Buku ajar patoligi Robbins. Singapore: Elseveir.
Kyle, T., & Carman, S. (2012). Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC.
Lestari, R., & Putra, A. E. (2017). Jurnal makah kedokteran Andalas. Sumatra: Fakultas
Kedokteran Andalas.

Anda mungkin juga menyukai