NIM : 1741111035
B. Etiologi
E. Klasifikasi
Encefalitis Virus
Encefalitis firus adalah infeksi parenkim otak yang hampir selalu berhubungan dengan inflamasi
meningeal (sehingga lebih baaik dinamakan meningoensefalitis. Virus yang berbeda jenisnya
dapat menunjjukkan pola kerusakan yang bervariasi, gambaran histolgi yang paling khas adalah
infiltrat sel mononukleus pada paarenkim dan perivaskular, nodul mikroglia dan neurofogia.
Beberapa virus juga membentuk badan inklusi yang khas.
1. Arbovirus
Arbovirus (arthropod-borne virus) adalah penyebab penting terjadinya encefalitis endemik,
khususnya di daerah tropis dan dapat menyebabkan morbiditas yang serius serta mortalitas yang
tinggi. Pasien mengalami gejala neurologik umum, seperti kejang, gelisah delerium, dan stupor
atau koma, dan juga tanda vokal seperti reflek asimentis dan kelumpuhan okuler. CSS biasanya
tidak berwarna tetapi dapat sedikit peningkatan tekanan dan pleositosis neorotrofilik awal yang
dengan cepat berubah menjadi limfositosis, kadar protein meningkat, tetati glukosa normal.
2. Virus herpes
Encefalitis VHS-1 dapat terjdi pada segala usia tetapi paling sering pada anak-anak dan dewasa
musa. Encefalitis ini umumnya bermanimfestarsi sebagai perubahan mood, daya ingat dan
perilaku, menggambrkan keterlibatan lobus temporal dan frontal. Ensefalitis VHS-1 berulang,
kadang-kadang berhubungan dengan penurunan mutasi yang mengganggu hantaran sinyal toll-
like receptor (khususnya TLR-3) yang mempunyai peran penting dalam pertahanan
antivirus (kumar, Abbas, & Aster, 2015, hal. 814)
F. Komplikasi
Retardasi mental, iritabel, gngguan motorik, epilepsi, emosi tidak stabil sulit tidur, halusinasi,
enuresis, anak menjadi perusak dan melakukan tindakan soasial lainnya (Ridha, 2014, hal. 337)
Enciphalitis dapat terjadi akibat komplikasi penyakit pada masa kanak-kanak seperti campak,
gondong atau cacar air. Vaksin yang efektif tersedia untuk beberapa patogen virus yang
menyebabkan encephalitis (seperti virus rabies dan virus encephalitis jepang), tetapi vaksin
tersebut tidak rutin diberikan, vaksin tersebut direkomendasikan untuk individu beresiko tinggi.
Sebagai contoh, vaksin rabies – panjanan dapat diberikan oleh anak yang digigit oleh binatang
yang diduga gila. Selain itu individu yang melakukan perjalan endemik encephalitis jepang,
seperti india dan cina, serta berencana tinggal lama atau melakukan aktivitas diluar ruangan
ekstrim harus dapat vaksin yang tepat (Kyle & Carman, 2012, hal. 560).
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Identitas
Encefalitis menyerang semua umur, namun infeksi simtomatis paling sering terjadi pada anak-
anak berusia 2 tahun hingga 10 tahun dan pada kelompok gariatri (usia lebih dari 60
tahun) (Rampengan, 2016, hal. S12)
Keluhan utama
Demam, gejala menyertai flu, perubahan tingkat kesadaran, sakit kepala letargi, mengantuk,
kelemahan umum, aktifitas kejang (Kyle & Carman, 2012, hal. 559-560).
Riwayat pengobatan
Semua pasien dengan kecurigaan encefalitis HSV sebaiknnya diterapi dengan asiklovir IV
(10mg/kg setiap 8 jam) selama menunggu hasil pemeriksaan dignostik. Pasien dengan diagnostik
ensefalitis HSV yang dikonfirmasi PCR sebaiknya mendapat minimum serial terapi selam 14
hari. Perlu dipertimbangkan pemeriksaan ulang PCR LCS setelah terapi asiklovir diselesaikan ,
pada pasien dengan PCR LCR untuk HSV yang tetap positif setelah menyelesaikan pengobatan
terapi standart, sebaiknaya diberikan selama 7 hari terapi tambahan, diikuti dengan pemeriksaan
PCR LCS ulang. Tetapi asiklovir juga memberikn manfaat pada kasus encephalitiss karena EBV
dan VZV. Belum ada terapi terkini untuk ensefalitis enterovirus, perotitis, epidemika, atau
measles. Ribavirin intravena (15-25mg/kg perhari yang diberikan dalam dosis terbagi 3)
mungkin bermanfaat untuk encefalitis arbovirus yang berat karena encefalitis
california(LaCrosse). Encephalitis CMV sebaiknnya diterapi dengan gansiklovir, foscarnet, atau
kombinasi dari kedua obat inin, codovofir dapat memberikan alternatif untuk pasien yang tidak
memberi respons. Belum ada terapi yang terbukti untuk encefalitis WNV, sekelompok kecil
pasien pernah di terapi dengan interferon, ribavirin, oligonukleotida antisense yang spesifik
WNV, dan preparat imunoglobin intravena asal israeli yang mengandung antibodi titer yang
tinggi (Harrison, 2013, hal. 172-173).
1. Pemeriksaan fisik
Kesadaran
Perubahan tingkat kesedaran, aphasia, hemiparesis, ataksia, nystagmus, paralisis kuler,
kelemahan pada wajah (widagdo, suharyanto, & aryani, 2013, hal. 137).
1. Body sistem
Sistem pernapasan
Biasanya terdapat batuk, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan
peningkatan frekuensi penapasan yang sering didapatkan pada klien encefalitis yang disertai
adanya gangguan sistem pernafasan. Palpasi biasanya taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan encefalitis berhubungan
akumulasi sekret dari penurunan kesadaran (Muttaqin, 2011, hal. 161)
Sistem kardiovaskuler
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok) hipovolemik yang sering
terjadi pada klien encefalitis. (Muttaqin, 2011, hal. 181)
Sistem persyarafan
Pemeriksaan syaraf karnial
Syaraf I fungsi penciuman biasanya tidak ada kelainan pada klien encefalitis.
Syaraf II tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan papiledema mungkin
didapatkan pada encefalitis superatif disertai abses serebri dan efusi subdural yang menyebabkan
terjadinya peningkatan TIK
Syaraf III,IV,dan VI Pemeriksaan fungsi reaksi pupil pada klien encefalitis yang tidak disertai
penurunan kesadaran biasanya tanda kelainan. Pada tahap lanjut encefalitis yang menggangu
kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan di dapatkan, dengan alasan
yang tidak diketahui, klien encefalitis mengeluh mengalami fotofobia atau sensitif berlebihan
pada cahaya.
Syaraf V pada klien encefalitis di dapatkan paralisis pada otot sehingga menggangu proses
mengunyah
Syaraf VII persepsi pengcapan dalam batas normal, wajah asimetris karena adanya paralisis
unilateral
Syaraf VIII tidak di temukannya tuli konduktif dan tuli persepsi
Syaraf IX dan X kemampuan menelan kurang baik sehingga menggangu pemenuhan nutrisi via
oral
Syaraf XI tidak ada atrofi otot sternokloidormastoideus dan trapezius. Adanya usaha dari klien
untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk.
Syaraf ke XII lidah simetris, tidak ada defiasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra
pengecap normal (Muttaqin, 2011, hal. 182).
Sistem perkemihan
Pemeriksaan pada sistem perkemihan biasanya di dapatkan kekurangan nya volume haluaran
urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfungsi dan penurunan curah jantung ke
ginjal (Muttaqin, 2011, hal. 183).
Sistem pencernaan
Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan
nutrisi pada klien encefalitis menurun karena anoreksia dan adanya kejang (Muttaqin, 2011, hal.
183)
Sistem integumen
Perlu dilakukan pencegahan terjadinya dekubitus untuk pasien yang dirawat dalam jangka
panjang maupun pada pasien sembuh dengan defisit neurologis (Rampengan, 2016, hal. S19)
Sistem muskuloskletal
Penurunan kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran menurunkan mobilitas klien secara
umum. Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien lebih banyak dibantu oleh orang
lain (Muttaqin, 2011, hal. 183)
Sistem endokrin
Tidak ada gangguan pada sistem endokrin, indra pengencap normal (Muttaqin, 2011, hal. 182)
Sistem reproduksi
Ensefalitis berat yang luas sering terjadi pada neonatus yang lahir pervaginam dari wanita
dengan infeksi genital VHS primer aktif (Kumar, Abbas, & Aster, 2015, hal. 814)
Sistem pengindraan
Fungsi penciuman biasanya tidak ada kelainan pada klien encefalitis. lidah simetris, tidak ada
defiasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecap normal (Muttaqin, 2011, hal. 182)
Sistem imun
Encefalitis dapat terjadi akibat komplikasi penyakit pada masa kanak-kanak seperti campak,
gondong atau cacar air. Maka pentingnya memperbarui status imunisasi anak seperti vaksin
rabies pasca-pajanan anak yang digigit oleh binatang yang diduga gila (Kyle & Carman, 2012,
hal. 560)
Pemeriksaan EEG
Memperlihatkan proses inflamasi yang di fuse “bilateral” dengan activitas rendah
Thorax photo
Adanya infeksi pada sistem pernafasan sebelum mengalami encefalitis (Muttaqin, 2011, hal.
181)
1. Penatalaksanaan
Isolasi bertujuan mengurangi stimulus/rangsangan dari luar dan sebagai tindakan
pencegahan.
Terapi antibiotik sesuai hasil kultur
Bila ensephalitis di sebabkanoleh virus (HSV), agen antiviral acyclovir secara signifikan
dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas HSV enchepalitis. Acyclovir diberikan
tergantung keadaan pasien.
Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan, jenis dan jumlah cairan yang diberikan
tergantung keadaan pasien.
Mengontrol kejang obat antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas kejang. Obat
yang diberikan ialah valium dan atau luminal. Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5
mg/ kgBB/kali. Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagibila diulang dengan dosis yang sama.
Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan valium drip dengan dosis
5mg/kgBB/24jam.
Mempertahankan ventilasi, bebaskan jalan napas, berikan o2 sesuai kebutuhan (2-3
l/menit).
Penatalaksanaan shoock septik
Untuk mengatasi hiperpireksia, dapat diberikan kompres pada permukaan tubuh atau
dapat juga diberikan antipiretikum seperti asetasol atau parasetamol apbila keadaan telah
memungkinkan pemberian obat peroral (Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 191).
2. Diagnosa keperawatan
3. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan edema serebral/ penyumbatan
aliran darah.
Definisi : Berisiko mengalami penurunan sirkuladi darah ke otak
Factor resiko
Stroke
Cedera kepala
Aterosklerotik aortic
Diseksi arteri
Hipertensi
Fibrilasi atrium
Miksoma atrium
Neoplasma otak
Stenosis mitral
Infeksi otak (mis meningitis, esefalitis, abses serebri)
(PPNI, 2017 , pp. 51 – 52)
Penyebab
Kerusakan integritas struktur tulang
Perubahan metabolisme
Ketidakbugaran fisik
Penurunan kendali otot
Kekakuan sendi
Nyeri Kecemasan
Gangguan kognitif
Efek agen farmakologis
Malnutrisi
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
Objektif
Subjektif
Sendi kaku
Gerakan tidak terkoordinasi
Gerakan terbatas
Fisik lemah
Kondisi Klinis Terkait
Stroke
Cedera medulla Spinalis
Trauma
Fraktur
Osteoarthritis
Ostemalasia
Keganasan (PPNI, 2017 , pp. 124 – 125 )
1. Resiko trauma fisik berhubungan dengan kejang
Definisi : respon maladaptif yang berkelanjutan terhadap kejadian trauma
Penyebab
Bencana alam
Peperangan
Riwayat perilaku kekerasan
Kecelakan
Saksi pembunuhan
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
Korban kekerasan
Post traumatic stess disorder (PTSD)
Korban bencana alam
Korban kekerasan seksual
Korban peperangan
Cedera multipel ( kecelakaan lalu lintas) (PPNI T. , 2017, hal. 226-227)
3. Interverensi
4. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan edema serebral/ penyumbatan
aliran darah.
Tujuan dan kriteria hasil(Wilkinson, 2016, hal. 444)
1. Menunjukkan status sirkulasi yang dibuktikan oleh indikator (sebutkan 1-5 gangguan
ekstrem, berat, ringan atau tidak ada penyimpangan dari rentang normal). Tekanan darah
sistolik dan distolik.
2. Menunjukkan perfusi jaringan cerebral yang dibuktikan oleh indikator (sebutkan 1-5
gangguan ekstrem, berat, ringan atau tidak ada penyimpangan dari rentang normal). :
Tekanan intrakranial
1. Menunjukkan perfusi jaringan cerebral yang dibuktikan oleh indikator (sebutkan 1-5
gangguan ekstrem, berat, ringan atau tidak ada) :
Angitasi
Bising karotis
Muntah
1. Pantau tanda-tanda vital suhu tubuh, tekanan darah, nadi dan pernapasan
2. Pantau TIK dan respons neurologis pada pasien terhadap aktivitas keperawatan
3. Pantau tekanan perfusi serebral
4. Perhatikan perubahan pasien sebagai respons terhadap stimulus
Aktivitas kolaboratif (Wilkinson, 2016, hal. 444-445)
Koordinasi
Berjalan
1. Kaji kebutuhan terhadap bantuan pelayanan keehatan di rumah dan kebutuhan terhadap
peralatan pengobatan yang tahan lama
2. Ajarkan pasien tentang dan pantau penggunaan alat bantu mobilitas (misalnya, tongkat,
walker, kruk, atau kursi roda)
3. Ajarkan dan bantu pasien dalam proses perpindah ( mis, dari tempat tidur ke kursi)
Aktifitas kolaboratif (Wilkinson, 2016, hal. 271)
1. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik/ okupasi jika diperlukan (mis, untuk memastikan
ukuran dan tipe kursi roda yang sesuai untuk pasien)
Penyuluhan untuk pasien/ kelurga (Wilkinson, 2016, hal. 271)
1. Ajarkan pasien dalam latihan untuk meningkatkan kekuatan tubuh bagian atas, jika
diperlukan
2. Ajarkan bagaimana menggunakan kursi roda, jika diperlukan
3. Resiko trauma fisik berhubungan dengan kejang
Tujuan dan kriteria hasil
1. Menunjukkan perilaku keamanan pribadi, yang dibuktikan oleh (sebutkan 1-5 tidak
pernah, jarang, kadang-kadang, sering, atau selalu) :
Menyimpan makan untuk meminimalkan kerusakan makanan
Interverensi NIC
Aktivitas keperawatan
1. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien berdasarkan tingkat fungsi fisik, kognitif dan
riwayat perilaku sebelumnya
2. Identifikasi bahaya keamanan di lingkungan (yaitu fisik, biologi dan kimia)
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
1. Ajarkan kepada pasien dan keluarga tentang tindakan keamanan spesifik terhadap area
yang beresiko
2. Berikan materi pendidikan kesehatan yang berhubungan dengan strategi pencegahan
trauma
3. Berikan informasi tentang bahaya lingkungan dan ciri-cirinya
Aktivitas kolaboratif
1. Rujuk pada kelas pendidikan di komunitas (mis, RJP, pertolongan pertama, atau kelas
renang)
2. Bantu pasien saat berpindah ke lingkungan yang lebih aman (mis, perujukan terhadap
bantuan tempat tinggal)
DAFTAR PUSTAKA
Digiulio, M. (2014). Keperawatan medical bedah. jogjakarta: Rapha Plubishing.
Harrison. (2013). Harrison Neurologi. Tanggerang Selatan: KARISMA Publising Group.
Kumar, V., Abbas, A., & Aster, J. (2015). Buku ajar aptologi Robbins. Singapore: Elsevier.
kumar, v., Abbas, A., & Aster, J. (2015). Buku ajar patoligi Robbins. Singapore: Elseveir.
Kyle, T., & Carman, S. (2012). Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC.
Lestari, R., & Putra, A. E. (2017). Jurnal makah kedokteran Andalas. Sumatra: Fakultas
Kedokteran Andalas.