Anda di halaman 1dari 45

PENGELOLAANKAWASAN EKS-TAMBANG BATUBARA PASCA EKSPLOITASI

YANG BERKELANJUTAN DAN BERWAWASAN LINGKUNGAN


Mata Kuliah : Wawasan Teknologi Lingkungan

Dosen Pengampu:
Intan Dwi Wahyu Setyo Rini, S.T., M.T.

Disusun Oleh:
Mohammad Arif Yuniar (07171046)
Cintiya (08171009)
Frigate Rario Yusuf (08171022)
Hairun Nisa (08171023)
Muhammad Fauzi (07181052)

INSTITUT TEKNOLOGI KALIMANTAN


BALIKPAPAN
2020
Kata Pengantar
Puji Syukur Kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memberikan Rahmat dan
Karunia-Nya sehingga penyusunan Laporan yang berjudul “Konsep Pengelolaan Kawasan
Eks-Tambang Batubara Pasca Eksploitasi yang Berkelanjutan dan Berwawasan
Lingkungan (Studi Kasus: PT. Kaltim Prima Coal, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan
Timur” dapat selesai tepat waktu.
Penyusunan Laporan ini diajukan sebagai syarat untuk memenuhi tugas yang diberikan
oleh dosen pengajar Wawasan Teknologi Lingkungan. Dalam penyusunan laporan ini penulis
banyak mendapat bimbingan dan petunjuk dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Intan Dwi Wahyu Setyo Rini, S.T., M.T selaku dosen mata kuliah Wawasan
Teknologi Lingkungan (Kelas TPB H) yang telah membimbing dalam penyusunan
laporan ini.
2. Orang tua yang telah memberi dukungan dan doa sehingga laporan ini selesai pada
waktunya.
3. Rekan-rekan dan semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan.
Penulis menyadari dalam penyusunan konsep ini masih belum sempurna, maka saran dan
kritik yang kontruktif sangatlah penulis harapkan demi perbaikan laporan ini selanjutnya.
Akhirnya penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Atas
perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Balikpapan, 14 April 2020

Penyusun

Konsep Pengelolaan Kawasan Eks-Tambang Batubara Pasca Eksploitasi yang


Berkelanjutan & Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : PT. Kaltim Prima Coal
| i
Daftar Isi
Kata Pengantar ......................................................................................................................... i
Daftar Isi ...................................................................................................................................ii
Daftar Gambar ....................................................................................................................... iii
Daftar Tabel ............................................................................................................................ iv
BAB I ......................................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 2
1.3 Tujuan Penulisan .............................................................................................................. 2
1.4. Ruang Lingkup ................................................................................................................. 3
1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah ......................................................................................... 3
1.4.2 Ruang Lingkup Pembahasan................................................................................... 3
BAB II ....................................................................................................................................... 6
2.1 Pertambangan ................................................................................................................... 6
2.2 Dampak dari Pertambangan ............................................................................................. 7
2.3 Kebijakan Pengelolaan Tambangan di Provinsi Kalimantan Timur ................................ 8
2.4 Upaya Kegiatan Pascatambang ...................................................................................... 10
2.5 Revegetasi Lahan Bekas Tambang Batubara ................................................................. 11
2.6 Pemeliharaan Pasca Penambangan ................................................................................. 15
BAB III .................................................................................................................................... 17
3.1 Permasalahan Kawasan Eks-Tambang Batubara ........................................................... 17
3.2 Solusi Pengelolaan Lahan Pasca Eksploitasi Tambang Batubara .................................. 21
3.2.1 Pemulihan Lahan Pascatambang sebagai Habitat Satwa ...................................... 24
3.2.2 Revegetasi dengan Jenis Tanaman Pionir Endemik Estetik ................................. 26
3.2.3 Skema Pelaksanaan Reklamasi Pasca Eksploitasi Tambang Batubara ................. 27
BAB IV .................................................................................................................................... 30
4.1 Kesimpulan ..................................................................................................................... 30
4.2 Saran ............................................................................................................................... 30
Daftar Pustaka ....................................................................................................................... 32
Biografi Penyusunan .............................................................................................................. 35

Konsep Pengelolaan Kawasan Eks-Tambang Batubara Pasca Eksploitasi yang


Berkelanjutan & Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : PT. Kaltim Prima Coal
| ii
Daftar Gambar
Gambar 1. 1 Peta Lokasi Studi PT. Kaltim Prima Coal, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi
Kalimantan Timur ...................................................................................................................... 4
Gambar 3. 1 Peta Lokasi Studi Taman Nasional Kutai dan PT. Kaltim Prima Coal, Kabupaten
Kutai Timur, Kalimantan Timur .............................................................................................. 19
Gambar 3. 2 Tambang Terbuka PT. Kaltim Prima Coal ......................................................... 20
Gambar 3. 3 Skema Pelaksanaan Program Reklamasi Pasca Eksploitasi Batubara ................ 28

Konsep Pengelolaan Kawasan Eks-Tambang Batubara Pasca Eksploitasi yang


Berkelanjutan & Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : PT. Kaltim Prima Coal
| iii
Daftar Tabel
Tabel 1. 1 Batas Wilayah Kawasan Pertambangan PT. Kaltim Prima Coal, Kabupaten Kutai
Timur, Provinsi Kalimantan Timur............................................................................................ 3

Konsep Pengelolaan Kawasan Eks-Tambang Batubara Pasca Eksploitasi yang


Berkelanjutan & Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : PT. Kaltim Prima Coal
| iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan suatu negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam (SDA)
yang sangat besar. Berdasarkan data dari Indonesia Energi Outlok (2019), menjelaskan bahwa
pada tahun 2018, total produksi energi primer yang terdiri dari minyak bumi, gas bumi,
batubara, dan energi terbarukan mencapai 411,6 MTOE (juta ton setra minyak). Sebesar 64%
atau mencapai 261,4 MTOE dari total produksi tersebut diekspor ke luar daerah maupun luar
negeri, terutama batubara dan LNG. Selain itu, untuk mendapatkan energi primer tersebut perlu
dilakukannya penambangan. Dalam hal ini, penambangan yang menjadi konsentrasi kami
adalah penambangan batubara.
Berdasarkan Undang-Undang Pasal 1 Ayat 1 Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara, menjelaskan bahwa pertambangan adalah sebagian atau
seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau
batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi,
penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca-
tambang. Pada kegiatan pascatambang yang telah didasari oleh Peraturan Undang-Undang
Pasal 1 Ayat 27 Nomor 4 Tahun 2009, dimana pascatambang merupakan kegiatan terencana,
sistematis, dan berlanjut setelah akhir sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan
untuk memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh
wilayah penambangan. Idealnya pada setiap perusahaan pertambangan melakukan kegiatan
pascatambang setelah melakukan kegiatan penambangan guna memulihkan fungsi lingkungan
alam dan fungsi sosial.
Salah satu daerah yang memiliki banyak sumber daya alam sektor pertambangan, salah
satunya adalah Provinsi Kalimantan Timur. Salah satu perusahaan tambang terbesar di
Kalimantan Timur adalah PT Kaltim Prima Coal (PT KPC) yang berlokasi di Kabupaten Kutai
Timur. PT. KPC dalam melakukkan penambangan dengan menerapkan ekstraksi bahan galian
dengan sistem terbuka. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Jaringan Advokasi Tambang
(JATAM) di Kalimantan Timur, menjelaskan bahwa dari 4.464 penambangan terdapat
sebanyak 1.735 lubang tambang yang dibiarkan dan tidak dilakukan kegiatan pascatambang
oleh perusahaan atau sekira 38,86% dan telah memakan korban jiwa sejumlah 36 jiwa. Dengan
adanya lubang tambang yang dibiarkan tanpa adanya pengeloaan pascatambang tersebut, tentu
akan berdampak buruk, baik terhadap masyarakat sekitar, lingkungan alam maupun dapat
merusak habitat satwa endemik yang ada di Kalimantan Timur. Selain itu, ketika kegiatan

Konsep Pengelolaan Kawasan Eks-Tambang Batubara Pasca Eksploitasi yang


Berkelanjutan & Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : PT. Kaltim Prima Coal
| 1
tambang telah mengalami penurunan, maka masyarakat yang sebelumnya menjadi pekerja
tambang akan kehilangan sumber pendapatan serta hutan yang sebelumnya dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat, namun telah habis dan menjadi lubang tambang. Begitu pula pada
kondisi lingkungan alam yang semakin buruk akibat adanya aktivitas penambangan.
Berdasarkan data kajian dari Forest Watch Indonesia (2018), pada tahun 2013 sampai 2017,
hutan alam Indonesia telah berkurang seluas 5,7 juta hektare, dari sebelumnya seluas 88,5 juta
hektar (pada tahun 2013) menjadi 82,8 juta hektar (pada tahun 2017). Jika dirata-ratakan, setiap
tahunnya Indonesia kehilangan hutan alam seluas 1,4 juta hektar atau setara dengan lebih dari
4 kali luas lapangan sepak bola setiap menitnya.
Untuk mengatasi berbagai permasalahan yang akan ditimbulkan dari aktivitas
pascatambang, diperlukannya kajian serta perencanaan dalam mengelola kawasan eks-
tambang batubara pasca eksploitasi yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, serta
dapat bermanfaat bagi masyarakat sekitar kawasan tambang, dapat memulihkan kembali
kondisi lingkungan alam, serta dapat memperbaiki habitat satwa endemik Kalimantan Timur,
khususnya pada PT Kaltim Prima Coal (PT KPC), Kabupaten Kutai Timur.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
1. Bagaimana penerapan teknologi yang tepat dalam melaksanakan revegetasi dengan
menitikberatkan pada pengembalian habitat satwa di lahan pasca eksploitasi tambang
batubara?
2. Bagaimana skema yang dilakukan dalam melaksanakan revegetasi lahan pasca
eksploitasi tambang batubara?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapaun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
1. Mengetahui penerapan teknologi yang tepat dalam melaksanakan revegetasi dengan
menitikberatkan pada pengembalian habitat satwa di lahan pasca eksploitasi tambang
batubara.
2. Membuat skema yang dilakukan dalam melaksanakan revegetasi lahan pasca eksploitasi
tambang batubara.

Konsep Pengelolaan Kawasan Eks-Tambang Batubara Pasca Eksploitasi yang


Berkelanjutan & Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : PT. Kaltim Prima Coal
| 2
1.4. Ruang Lingkup
Pada subab ruang lingkup ini akan menyajikan ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup
pembahasan, berikut uraiannya.
1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah
Ruang lingkup lokasi studi pada penyusunan laporan ini adalah pada PT. Kaltim Prima
Coal (PT. KPC) tepatnya di Kecamatan Sangatta Utara dan Bengalon, Kabupaten Kutai Timur
pada Provinsi Kalimantan Timur, Indonesia dengan luas area sejumlah 90.960 hektar. Kawasan
pertambangan ini terletak sekitar 120 km di arah Timur Laut Samarinda atau berjarak 200 km
dari Balikpapan. Adapun batas-batas wilayah akan disajikan pada tabel 1.1, yaitu sebagai
berikut.
Tabel 1. 1 Batas Wilayah Kawasan Pertambangan PT. Kaltim Prima Coal,
Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur
Kabupaten Batas Kecamatan/Teluk/Selat
Sebelah Utara Kecamatan Kalibun, Kabupaten Kutai Timur
Kabupaten Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Teluk Golok,
Sebelah Timur
Kutai Timur dan Selat Makassar
Sebelah Selatan Kecamatan Sangatta Selatan, Kabupaten Kutai Tmur
Sebelah Barat Kecamatan Rantaupulung, Kabupaten Kutai Timur
Sumber: Bappeda Provinsi Kalimantan Timur, 2018
Pada gambar 1.1 akan disajikan peta yang merupakan lokasi wilayah pada PT. Kaltim
Prima Coal, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur.

1.4.2 Ruang Lingkup Pembahasan


Ruang lingkup pembahasan pada penelitian ini adalah pembahasan mengenai
permasalahan kawasan eks-tambang batubara dan solusi pengelolaan lahan pasca eksploitasi
tambang batubara yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan di Kabupaten Kutai Timur,
Provinsi Kalimantan Timur.

Konsep Pengelolaan Kawasan Eks-Tambang Batubara Pasca Eksploitasi yang


Berkelanjutan & Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : PT. Kaltim Prima Coal
| 3
Gambar 1. 1 Peta Lokasi Studi PT. Kaltim Prima Coal, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur
Sumber: Bappeda Provinsi Kalimantan Timur, 2018; Badan Informasi Geospasil, 2019; Geoportal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral RI, 2020

Konsep Pengelolaan Kawasan Eks-Tambang Batubara Pasca Eksploitasi yang Berkelanjutan


& Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : PT. Kaltim Prima Coal
| 4
Konsep Pengelolaan Kawasan Eks-Tambang Batubara Pasca Eksploitasi yang
Berkelanjutan & Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : PT. Kaltim Prima Coal
| 5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pertambangan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan
batubara, pertambangan ialah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian,
pengelolaan, dan pengusahaan mineral, atau batubara yang meliputi penyidikan umum,
eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian,
pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang.
1. Penyidikan umum
Tahapan kegiatan pertambangan untuk mengetahui kondisi geologi regional dan indikasi
adanya mineralisasi
2. Eksplorasi
Memperoleh informasi secara terperinci dan teliti mengenai lokasi, bentuk, dimensi,
sebaran, kualitas serta sumber daya terukur dari bahan galian, dan infomasi mengenai
lingkungan sosial dan hidup
3. Studi kelayakan
Mendapatkan informasi mengenai keseluruhan aspek yang berkaitan untuk menentukan
kelayakan ekonomis dan teknis usaha termasuk analisis mengenai dampak lingkungan
serta perencanaan pascatambang.
4. Konstruksi
Pembangunan seluruh fasilitas operasi produksi, termasuk pengendalian dampak
lingkungan
5. Penambangan
Memproduksi mineral dan atau batubara mineral ikutannya
6. Pengolahan
Meningkatkan mutu mineral dan atau batubara serta untuk memanfaatkan dan
memperoleh mineral ikutan
7. Pengangkutan
Memindahkan mineral dan atau batubara dari daerah tambang atau tempat pengolahan
dan pemurnian sampai ke tempat penyerahan
8. Penjualan
Menjual hasil pertambangan mineral atau batubara

Konsep Pengelolaan Kawasan Eks-Tambang Batubara Pasca Eksploitasi yang


Berkelanjutan & Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : PT. Kaltim Prima Coal
| 6
9. Pascatambang
Kegiatan terencana, sistematis, dan berlanjut setelah akhir sebagian atau seluruh kegiatan
usaha pertambangan untuk memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial
menurut kondisi lokal di seluruh wilayah penambangan
Kemudian selain itu, berdasarkan Badan Pusat Statistik Pertambangan ialah kegiatang
penggalian suatu galian yang bernilai serta berharga yang berasal dari dalam kulit bumi, baik
pada permukaan bumi, bawah bumi, maupun di bawah permukaan air atau laut. Galian yang
dihasilkan berupa salah satunya ialah minyak yang digunakan sebagai bahan bakar minnyak
kendaraan, kemudian itu terdapat gas bumi, pasir besi, bijih nikel, bijih tembaga, bijih emas,
bijih mangan, bijih timah, bijih bauksit, dan batubara. Lalu tahapan dari pertambangan antara
lain ialah
1. Prospeksi
Prospeksi merupakan penyelidikan atau pencarian dalam menemukan endapan alam
2. Eksplorasi
Setelah dilakukannya prospeksi kemudian dilakukannya eksplorasi yang merupakan
kegiatan untuk mendapatkan ukuran, posisi, kadar rata-rata, serta bentuk dari endapan
alam tersebut
3. Eksploitasi
Pada tahapan ini dilakukannya kegiatan yang melibatkan lebih banyak pekerja karna
untuk mengangkut, pengambilan, bahan galian tersebut hingga ke tempat pencucian atau
pengolan, hingga ke tempat pemasaran
4. Pengolahan
Setelah dilakukannya eksploitasi kemudian dilakukannya pemurnian ataupun
meninggikan kadar dari bahan galian yang telah diangkur dengan cara memisahkan
bahan galian yang berharga dengan bahan galian yang tidak berharga. Lalu setelah
dipisahkan, bahan galian yang tidak berharga tersebut dibuang dengan salah satu caranya
ialah menggunakan bahan kimia.

2.2 Dampak dari Pertambangan


Setiap kegiatan pastinya memiliki dampak baik dari positif serta negatif, termasuk dari
kegiatan dari penambangan. Berdasarkan dari Fachlevi, Putri, dan Simanjuntak (2015)
diketahui dampak positif dari pertambangan ialah terciptanya peluang kerja dan peningkatan
aktivitas ekonomi local. Kemudian dampak negatif dari pertambangan ialah, berubahnya
kelestarian alam dan lingkungan dari bentuk topografinya, terbentuknya lubang yang besar,

Konsep Pengelolaan Kawasan Eks-Tambang Batubara Pasca Eksploitasi yang


Berkelanjutan & Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : PT. Kaltim Prima Coal
| 7
gangguan hidrologi, penurunan mutu udara dan hilangnya ekosistem alami. Lalu, pertiwi
(2011) menyatakan bahwa pertambangan memiliki dampak negatif karna merusak fisik
lingkungan antara lain yaitu jalan, pencemaran dari udara, air, serta menimbulkan kebisingan.
Kemudian berdasarkan Homenauck dalam Hadi (2005) dampak sosial ekonomi
dikategorikan dalam kelompok real impact dan special impact. Dari sisi real impact dampak
yang ditemui ialah akibat dari aktivitas proyek, pra konstruksi, konstruksi, operasi, dan pasca
operasi. Contoh dari dampak tersebut ialah migrasi penduduk, kebisingan, dan polusi udara.
Kemudian dari sisi special impact ialah dampak yang berasal dari presepsi masyarakat terhadap
resiko dari adanya proyek. Lalu berdasarkan Apriyanto dan Rika (2012) dampak kegiatan
pertambangan barubara pada aspek social ialah memicu timbulnya migrrasi yang masuk,
timbulnya kejadian konflik, merenggangnya hubungan kekerabatan, dan menimbulkan praktek
prostitusi yang dilegalkan pemerintah daerah. Lalu dari aspek ekonomi, menambah peluang
usaha untuk masyarakat sekitar. Dengan demikian bahwa aktivitas pertambangan batubara
memiliki perubahan terhadap kualitas lingkungan
2.3 Kebijakan Pengelolaan Tambangan di Provinsi Kalimantan Timur
1. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan
batubara menimbang
a. bahwa mineral dan batubara yang terkandung wilayah hukum pertambangan
Indonesia merupakan kekayaan alam yang tak terbarukan sebagai karunia Tuhan
Yang Maha Esa yang mempunyai peranaan penting dalam memenuhi hajat orang
banyak, karena itu pengelolaannya harus dikuasai oleh negara untuk memberi nilai
tambah secara nuata bagi perekonomian nasional dalam usaha mencapai
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara berkeadilan
b. bahwa kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara yang merupakan
kegiatan usaha pertambangan di luar panas bumi, minyak dan gas bumi serta air
tanah mempunyai peranan penting dalam memberikan nilai tambah secara nyata
kepada pertumbuhan ekonomi nasional dan pembangunan daerah secara
berkelanjutan;
c. bahwa dengan mempertimbangkan perkembangan nasional maupun internasional,
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pertambangan sudah tidak sesuai lagi sehingga dibutuhkan perubahan peraturan
perundang-undangan di bidang pertambangan mineral dan batubara yang dapat
mengelola dan mengusahakan potensi mineral dan batubara secara mandiri, andal,

Konsep Pengelolaan Kawasan Eks-Tambang Batubara Pasca Eksploitasi yang


Berkelanjutan & Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : PT. Kaltim Prima Coal
| 8
transparan, berdaya saing, efisien, dan berwawasan lingkungan, guna menjamin
pembangunan nasional secara berkelanjutan.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010 tentang pembinaan dan pengawasan
penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan mineral dan batubara menimbang
bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009
tentang pertambangan mineral dan batubara perlu menetapkan peraturan pemerintah
tentang pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan
mineral dan batubara.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Pertambangan Mineral dan Batubara, bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat
(5), Pasal 34 ayat (3), Pasal 49, Pasal 63, Pasal 65 ayat (2), Pasal 71 ayat (2), Pasal 76
ayat (3), Pasal 84, Pasal 86 ayat (2), Pasal 103 ayat (3), Pasal 109, Pasal 111 ayat (2),
Pasal 112, Pasal 116, dan Pasal 156 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara;
4. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 26 Tahun 2018 tentang
Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang Baik dan Pengawasan Pertambangan Mineral
dan Batubara menimbang bahwa untuk memberikan suatu pedoman pelaksanaan kaidah
Teknik pertambangan yang baik sebagaimana dumaksud pada Undang-Undang Nomor
4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara serta untuk melaksanakan
ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010 tentang pembinaan dan
pengawasan penyelenggaraan pengellaan usaha pertambangan mineral dan batubara,
perlu menetapkan peraturan menteru energi dan sumber daya mineral tentang
pelaksanaan kaidah pertambangan yang baik dan pengawasan pertambangan mineral dan
batubara.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang
bahwa untuk melaksanakan ketentun pasal 101 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, perlu menetapkan peraturan pemerintah
tentang Reklamasi dan Pascatambang
6. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 1 tahun 2016 tentangg Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2016-2036, pada pasal 29 ayat
(1) huruf g menyatakan bahwa kawasan peruntukan pertambangan dengan luas kawasan
kurang lebih 5.227.136 Ha.

Konsep Pengelolaan Kawasan Eks-Tambang Batubara Pasca Eksploitasi yang


Berkelanjutan & Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : PT. Kaltim Prima Coal
| 9
Kemudian pada pasal 36 pasal 1 menjabarkan tentang Rencana kawasan peruntukan
pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) huruf g, meliputi kawasan
pertambangan mineral dan batubara, tersebar di kawasan lindung dan kawasan budidaya.
7. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 8 tahun 2013 Tentang
Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang dengan menimbang beberapa hal sebagai
berikut ;
a. bahwa kegiatan pertambangan menimbulkan pperubahan bentang alam sehingga
diperlukan kegiatan reklamasi dan pascatambang yang bertujuan mengembalikan
kemampuan fungsi lingkungan hidup dan untuk mendukung terwujudnya
pembangunan berkelanjutan;
b. bahwa untuk dapat lebih mendorong dan menjamin efektivitas kegiatan reklamasi
dan pascatambang di Kalimantan Timur, perlu menetapkan suatu kebijakan sebagai
bagian dari bentuk perlindungan masyarakat dan lingkungan dari dampak kegiatan
pertambangan
8. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 4 Tahun 2012 tentang Indikator Ramah
Lingkungan Untuk Usaha dan atau Kegiatan Penambangan Terbuka Batubara yang
menimbang tentang ;
a. Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 63 ayat (1) huruf b Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
Menteri menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria;
b. Bahwa kegiatan penambangan terbuka yang mengubah bentang alam dan
berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan, sehingga perlu dilakukan upaya
pencegahan kerusakan lingkungan.

2.4 Upaya Kegiatan Pascatambang


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara, menjelaskan bahwa reklamasi merupakan kegiatan yang dilakukkan sepanjang
sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas
lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya. Kegiatan
reklamasi menghubungkan dengan kegiatan pertambangan, yaitu memperbaiki atau
memulihkan kembali lahan dan vegetasi dalam kawasan hutan yang rusak akibat dampak dari
kegiatan usaha pertambangan dan energi, serta dilakukkan secara oprimal sesuai dengan
peruntukkannya.

Konsep Pengelolaan Kawasan Eks-Tambang Batubara Pasca Eksploitasi yang


Berkelanjutan & Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : PT. Kaltim Prima Coal
| 10
Restorasi merupakan tindakan upaya dengan membawa ekosistem yang telah
terdegradasi kembali menjadi semirip mungkin dengan kondisi aslinya atau sebelumnya.
Rehabilitas merupakan kegiaan dalam memperbaiki, memulihkan kembali dan
meningkatan kondisi lahan yang telah rusak (kritis) agar dapat berfungsi secara optimal, baik
sabagai undsur produksi, media pengatur tata air, maupun sebagai unsur dalam perlindungan
alam lingkungan.

2.5 Revegetasi Lahan Bekas Tambang Batubara


Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.4/Menhut-UU/2011 tentang
Pedoman Reklamasi Bekas Tambang dalam Kawasan Hutan, menjelaskan bahwa setiap
perusahaan pertambangan dan energi memiliki kewajiban dalam melaksanakan reklamasi
lahan bekas tambang atas kawasan hutan yang dipinjam-pakai. Hal ini bertujuan untuk dapat
memulihkan kondisi kawasan hutan yang rusak sebagai akibat dari kegiatan usaha
pertambangan, sehingga kawasan hutan tersebut dapat kembali erfungsi sesuai dengan
peruntukkannya.
Secara umum, penambangan di Indonesia melakukkannya dengan cara sistem terbuka
atau open pit mining. Sebelum melakukkan pengambilan biji tambang, terlebih dahulu
membersihkan area tambang dari vegetasi kemudian mengupas lapisan-lapisan tanah hingga
sampai pada deposit biji tambang. Pada lapisan tanah pucuk disisihkan di tempat khusus untuk
digunakan pada saat penimbunan ataupun reklamasi. Setelah biji tambang terambil, lubang
tambang diisi kembali dengan tanah bekas galian (oveburden) dan tanah limbah sisa proses
pengambila biji tambang, kemudian dipadatkan dan ditutup dengan lapisan tanah pucuk yang
sebelumnya telah disisihkan untuk ditanami kembali. Dalam hal ini, lahan bekas tambang
tersebut memiliki ciri lapisan tanah pucuk dan sub soil yang tipis, sehingga sedikit mengandung
bahan organik tanah dan mikroba tanah yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan tanah
(Rizki, 2010).
Kondisi lahan yang ekstrim tersebut tidak mungkin hanya direvegetasi begitu saja,
namun dengan cara memadukan dengan pembenahan tanah, pemilihan jenis dan penerapan
teknik silvikultur yang tepat. Dengan pemilihan jenis bibit pohon yang tepat merupakan hal
yang terpenting dalam kegiatan revegetasi bekas tambang. Pada bekas tambang batubara yang
sangat terbuka dengan tanah yang marginal, maka jenis bibit pohon yang dipilih adalah berjenis
lokal pioner yang cepat tumbuh, tahan terpapar matahari (shade intolerant), cepat
terdekomposisi, sistem perakaran yang baik dan bersimboisis dengan mikoorganisme tertentu,
bersifat katalik, serta murah dalam memperbanyak benih, penanaman, dan pemeliharaannya.

Konsep Pengelolaan Kawasan Eks-Tambang Batubara Pasca Eksploitasi yang


Berkelanjutan & Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : PT. Kaltim Prima Coal
| 11
Dari 6 (enam) kriteria jenis pohon yang dipilih dalam melakukan revegetasi lahan bekas
tambang batubara, berikut uraian penjelasannya (Rizki, 2010):
a. Jenis Bibit Pohon Lokal Pioner
Jenis pioner merupakan jenis yang banyak membutuhkan cahaya dan mampu tumbuh
pada lahan marginal, yakni lahan bekas tambang yang terbuka dan miskin hara. Dengan
menggunakan jenis lokal yang digunakan dalam kegiatan revegetasi, dikarenakan jenis lokal
mudah untuk beradaptasi yang baik dan dapat meminimalisir resiko kegagalan, serta dapat
memebrikan jamnan keberhasilan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan jenis
yang ddatangkan dari luar habitatnya (Sitorus dalam Rizki, 2010).
Secara ekologi jenis lokal pioner dapat dipastikan sangat sesuai dengan iklim setempat,
namun dengan kondisi tanah pada lahan yang digunakan pada kegiatan revegetasi akan menjadi
pembatas bag pertumbuhan tanaman. Dalam hal ini, perlunya untuk melakukkan uji coba jenis
lokal yang bertujuan untuk dapat mengetahui jenis-jenis mana yang dapat mampu tumbuh dan
lebih beradaptasi pada kondisi habitat yang berbeda dari habitat aslinya. Disisi lain, upaya yang
berhubungan dengan peningkatan kesuburan tanah tetap diperlukan untuk meningkatkan
keberhasilan pertumbuhan tanaman yang baik (Rizki, 2010).

b. Cepat Tumbuh dan Tidak Memerlukan Hara yang Banyak


Jenis bibit pohon yang efektif dalam menyerap air, unsur hara dan energi matahari, serta
CO2 merupakan jenis yang dapat cepat tumbuh, dikarenakan pada jenis pohon mampu untuk
melakukkan percepatan pertumbuhan yang berkaitan erat dengan proses metabolisme
fisiologinya terutama proses fotosintesis. Oleh karena itu, kondisi tanah bekas tambang yang
minim akan unsur haranya, perlu dipertimbangkan dalam pemilihan jenis bibit pohon yang
cepat tumbuh dan tidak banyak dalam menyerap unsur hara. Jenis bibit yang cepat tumbuh
relatif lebih cepat membentuk sistem percabangan untuk membentuk strata tajuk dan strata
tajuk yang rimbun akan mengurangi intensitas cahaya matahari yang dapat menurunkan suhu
dan penguapan air serta menjaga kelebababn udara di bawah tajuk. Selain itu, strata tajuk yang
dimiliki pada jenis tersebut dapat mengurangi laju angin dan mengurangi energi kinetik butiran
air hujan yang jatuh ke atas permukaan tanah, sehingga dapat melindungai dari kerusakan fisik
tanah dari hantaman air hujan yang juga dapat merusak agregat tanah dan mudah terbawa erosi.
Tanaman pohon yang cepat tumbuh sangat berperan dalam hal mempercepat proses
pembentukan iklim mikro dan perbaikan kondisi tanah, sehingga mempercepat pula poses
dalam vegetasi.

Konsep Pengelolaan Kawasan Eks-Tambang Batubara Pasca Eksploitasi yang


Berkelanjutan & Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : PT. Kaltim Prima Coal
| 12
c. Jenis Bibit Pohon yang Dapat Menghasilkan Serasah yang Banyak dan Mudah
Terdekomposisi
Serasah merupakan bahan organik yang penting dalam pembentukkan agregat tanah,
struktur tanah dan pencegah terjadinya erosi (Giddens dan Rao dalam Rizki, 2010). Sebagian
besar jenis pohon yang cepat tumbuh dapat menghasilkan serasah yang lebih banyak dan
diharapkan mudah dan cepat untuk terdekomposisi. Sebelum terdekomposisi, serasaj dapat
berperan sebagai mulsa yang dapat membantu dalam meningkatkan kelembaban tanah. Serasa
yang terdekomposisi berpertan penting dalam memberbaiki sifat fisikm kimia dan biologi
tanah. Mudahnya dalam terdekomposisi dapat mampu untuk menyerap air, memiliki
kandungan kimia yang kaya akan karbohidrat, dan tidak banyak mengandung lignin, serta zat-
zat lainnya yang sulit untuk diuraikan. pada jenis seraha yang mudah terdekomposisi dapat
berfungsi sebagai media tumbuh berbagai mikoroorganisme pengurangi untuk merombak
serasah menjadi bahan organik yang akan dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman. Selain itu,
bertambahnya bahan organik dalam jangka waktu tertentu dapat merubah warna tanah menjadi
coklat hingga kehitaman yang akan merangsang granualasi agregat, menurnkan plastisitas,
kohesi dan meningkatkan keampuan dalam menahan air (Soepardi dalam Rizki, 2010). Hal ini
dapat dibutuhkan dalam mempercepat kesuburan tanah dan tingkat pertumbuhan tanaman.

d. Jenis Bibit Pohon yang Memiliki Sistem Perakaran yang Baik dan Dapat Mampu
Bersimbiosis dengan Mikroba Tertentu
Jenis bibit pohon yang akan dipilih untuk kegiatan reklamasi pascatambang yang
memiliki sistem perakaran yang baik dan dapat mampu bersimbiosis dengan jamur dan bakteri
tertentu. Akar yang tumbuh secara baik mempunyai sistem perakaran dengan asosiasi tanaman
inang dan jamur mikoriza, sehingga dapat meningkatkan toleransi tanaman terhadap
kekeringan juga faktor pengganggu lain, yaitu seperti salinitas tinggi, logam berat, dan
ketidakseimbangan hara. Bila terjadi simbiosis antara bakteri maupun jamur dengan akar maka
terjalin sinergi yang menguntungkan bagi kedua belah pihak karena ketersediaan unsur hara
dan air sangat terbatas pada lahan marginal (Rizki, 2010).

e. Mempermudah untuk Datangnya Vektor Pembawa Biji


Jenis yang terpilih yaitu memiliki daya tarik bagi hadirnya satwa liar, yaitu seperti buah,
biji, bunga, atau daunnya yang disukai oleh satwa liar. Biasanya jenis yang disukai satwa di
hutan adalah kelompok jenis Ficus spp, karena pada kelompok jenis ini dapat memproduksi
banyak buah dan sebagai besar disukai oleh seluruh jenis satwa liar. Pada bebebrapa jenis ficus

Konsep Pengelolaan Kawasan Eks-Tambang Batubara Pasca Eksploitasi yang


Berkelanjutan & Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : PT. Kaltim Prima Coal
| 13
biasanya mempunyai percabangan yang dapat memberikan kenyaman bagi kehadiran burung
dan/atau sebagai tempat bersarang. Pada kondisi tersebut dapat mempercepat dalam datangnya
satwa, seperti kelompok avifauna. Satwa liar yang datang, diharapkan dapat membawa biji
dalam tinja yang dibuangnya pada lahan yang direstorasi. Bila kondisi iklim mikro
memungkinkan maka akan tumbuh menjadi generasi baru (Rizki, 2010).
Pengaliran biji jenis baru ke lokasi yang direstorasi tergantung pada ketersediaan sumber
biji dari lokasi hutan terdekat. Jarak menjadi pembatas bila wilayah jelajah satwa pembawa
biji tidak luas. Menurut Parrota et al. (1997) dalam Rizki (2010), menjelaskan bahwa
datangnya regenerasi jenis baru yang dibawa oleh satwa liar, tergantung pada jarak yang
ditempuh satwa tersebut dari hutan terdekat sebagai sumber benih, daya tarik tanaman untuk
satwa liar dan kondisi lingkungan iklim mikro di tempat jatuhnya biji yang memungkinkan
tumbuhnya propagul baru. Hal ini akan lebih baik apabila jenis terpilih dapat mengudang
datangnya kelompok semut, cacing dan jenis-jenis mikroorganisme tanah lainnya, yang dapat
mempengaruhi struktur dan rongga-rongga tanah serta mempercepat proses penguraian serasah
dan nutrien untuk peningkatan kesuburan tanah. Jenis biji pohon yang memiliki peran
mempercepat proses suksesi atau disebut Katalik, dimana pada jenis ini dapat mampu
mengundang kehadiran, pertumbuhan dan perkembangan jenis lain pada lahan yang direstorasi
melalui penciptaan iklim mikro dan perbaikan tanah (Cherr dalam Rizki, 2010). Oleh karena
itu, pada kegiatan revegetasi lahan bekas tambang diperlukannya pemilihan jenis yang bersifat
katalitik untuk menciptakan kondisi yang preferable bagi hadir dan tumbuhnya spesies lain
pada lahan yang di revegetasi.

f. Mudah dan Murah dalam Memperbanyak Tanaman, Penanaman, maupun


Pemeliharaan
Jenis bibit pohon yang mudah untuk dibudidayakan adalah seperti jenis yang
memproduksi buah dalam jumlah banyak. Jenis pioner biasanya berbuah kecil-kecil dalam
jumlah banyak untuk membangun soil seed bank, serta perlunya memilih jenis bibit pohon
yang mudah hidup dan dari segi biaya baik pada saat penanaman maupun pasca penanaman
dalam hal ini pemeliharaannya relatif murah. Selain itu, setelah mempertimbangkan keenam
karakter sebelumnya adalah perlunya mencari informasi karakteristik lahan yang akan
ditanam, yakni seperti informasi sifat fisik tanah (baik tekstur, solum maupun kelembabannya)
dan sifat kimia tanah (pH), informasi curah hujan, angin, temperatur, topografi, hama dan
penyakit serta hewan lokal yang ada di sekitar lokasi, kemudian menentukan pemilihan jenis
dengan menyesuaikan dengan kondisi lahan.

Konsep Pengelolaan Kawasan Eks-Tambang Batubara Pasca Eksploitasi yang


Berkelanjutan & Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : PT. Kaltim Prima Coal
| 14
2.6 Pemeliharaan Pasca Penambangan
Pemeliharaan yang dilakukkan pasca penambangan (Parasdita dalam Oktoruna, 2017),
diantaranya
1. Pemeliharaan Lereng (Jenjang)
Jika dimensi lereng yang digunakan menunjukkan bahwa lereng akhir penambangan
dalam keadaan stabil, dilakukkannya pemeliharaan lereng lebih didominasi dengan cara
penanaman pohon di jenjang akhir penambangan sebagai bentuk upaya dari revegetasi serat
mengambil atau mengeruk batuan di jenjang yang menggantung jika ada.
2. Pemeliharaan Tanaman Revegetasi
Tujuan dalam pemeliharaan tanaman revegetasi pasca penambangan adalah untuk
menjaga semua tanaman yang direvegetasi tumbuh baik dan sehat. Pemeliharaan ini dapat
menjaga semua jenis tumbuhan yang ditanam agar tidak mengalami gangguan atau kerusakan,
baik disebabkan karena kegiatan manusia ataupun akibat dari kegiatan hama dan penyakit yang
dapat menyerang tanaman.
3. Pemeliharaan Lubang Bekas Penambangan
Pemeliharaan terhadap lubang bekas kegiatan penambangan, bertujuan untuk mencegah
banjir atau meluapnya air ke permukaan, dikarenakan seluruh bekas penambangan
dimanfaatkan sebagai kolam resapan dan koram kerambah ikan. Upaya yang akan dilakukkan
dengan cara pemantauan terhadap jenjang, saluran air di sekeliling lubang dan tanggul penahan
air.

Konsep Pengelolaan Kawasan Eks-Tambang Batubara Pasca Eksploitasi yang


Berkelanjutan & Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : PT. Kaltim Prima Coal
| 15
Konsep Pengelolaan Kawasan Eks-Tambang Batubara Pasca Eksploitasi yang
Berkelanjutan & Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : PT. Kaltim Prima Coal
| 16
BAB III
SOLUSI PERMASALAHAN
3.1 Permasalahan Kawasan Eks-Tambang Batubara
Kawasan eks-tambang batubara pada umumnya meninggalkan dampak bagi lingkungan,
khususnya pada dampak negatif. Hal ini disebabkan oleh kegiatan eksploitasi batubara yang
melibatkan sejumlah kerusakan seperti pengupasan top soil atau lapisan organik pada lahan,
perubahan bentuk permukaan bumi, meningkatnya nilai pH tanah, permasalahan lahan kritis,
serta dampak lainnya. Menurut Muhdar (2015), eks-tambang batubara memiliki kerentanan
tinggi terhadap kerusakan ekologis dan bahkan menyimpan bencana ekologis pada masa depan
apabila perlindungan terhadap hutan tidak dilindungi. Permasalahan tersebut seringkali terjadi
pada perusahaan pertambangan yang tidak memperhatikan dampak lingkungan, seperti yang
terjadi pada sejumlah perusahaan tambang batubara di Provinsi Kalimantan Timur. Biaya
pengelolaan kawasan eks-tambang batubara yang cukup besar serta kurangnya nilai ekonomi
pada kegiatan pasca eksploitasi tambang batubara menjadi sebagian kecil dari penyebab
kurangnya kesadaran perusahaan-perusahaan pertambangan batubara di Provinsi Kalimantan
Timur. Disamping itu, pemerintah kurang berhati-hati dalam memberikan kebijakan terkait
eksploitasi mineral batubara terutama dalam memberikan izin dan memperketat pengawasan
tindakan usaha pertambangan ilegal. Hal ini menyebabkan munculnya tambang ilegal yang
tidak bertanggung jawab serta meninggalkan kerusakan secara masif melalui bekas lubang
tambang yang ditinggalkan.
Belakangan ini Provinsi Kalimantan Timur ditetapkan sebagai lokasi wilayah Ibukota
Negara (IKN) baru Republik Indonesia. sebagai IKN, Provinsi Kalimantan Timur perlu untuk
membenahi permasalahan defortasi yang terjadi akibat eksploitasi batubara yang dilakukan
melalui tambang terbuka (open pit mining). Terlebih lagi pada lokasi IKN terletak berdekatan
dengan wilayah-wilayah konsesi usaha pertambangan batubara, diantaranya pada Kabupaten
Kutai Kartanegara dimana terdapat hampir 600 izin usaha tambang batubara dengan kerusakan
lahan serius seluas 23.974,224 ha yang tersebar di lima kecamatan yang berbatasan langsung
dengan IKN baru. Adapun lahan yang mampu dipulihkan sebesar 9.851,583 ha. Melihat
kondisi yang demikian, perlu bagi perusahaan tambang pemilik konsesi serta pemerintah
menemukan solusi yang tepat mereklamasi lokasi eks-tambang batubara pasca eksploitasi.
Kalimantan Timur merupakan provinsi dengan deposit batubara terbesar kedua nasional
yakni 28%, dimana formasi batuan penyusun yang membentang sepanjang pesisir timur pulau
Kalimantan menyimpan cadangan mineral yang besar. Mineral tersebut tertimbun dibawah
sejumlah hutan yang menutupi kawasan tersebut dengan kedalaman tanah yang tidak terlalu

Konsep Pengelolaan Kawasan Eks-Tambang Batubara Pasca Eksploitasi yang


Berkelanjutan & Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : PT. Kaltim Prima Coal
| 17
dalam. Hal ini yang mendasari tambang terbuka sebagai metode yang efektif dalam
mengeksploitasi mineral batubara pada sejumlah wilayah di Kalimantan Timur (Sari, 2007).
Adapun Subarudi (2013) menjelaskan bahwa kegiatan tambang terbuka sangat berkontribusi
terhadap laju deforestasi dan degradasi hutan. Tercatat bahwa laju pertumbuhan luasan lahan
kritis di Provinsi Kalimantan Timur yang diakibatkan oleh kegiatan pertambangan adalah 300
ha per tahun, dimana sebelumnya seluas 1.840.181 ha pada tahun 2007 meningkat menjadi
2.8444.134 pada tahun 2011. Adapun perubahan drastis pada luasan lahan kritis yang
sebelumnya 16.124 ha pada tahun 2007 menjadi 325.357 ha pada 2011. Deforetasi yang
disebabkan oleh kegiatan eksploitasi tambang memberikan efek buruk bagi lingkungan serta
keberlangsungan generasi selanjutnya. Maka dari itu, perusahaan pemegang izin usaha
tambang batubara perlu untuk melakukan langkah dalam mereklamasi bekas kegiatan
eksploitasi yang dilakukan. Direktorat Penggunaan Kawasan Hutan (2013) menyebutkan
bahwa tidak semua pemegang izin PKP2B (Perjanjuan Karya Pengusahaan Pertambangan
Batubara) mereklamasi area konsesinya. Tercatat terdapat 111 unit IPPKH yang membuka izin
pembukaan lahan pertambangan sebesar 81.129 ha, namun yang dilakukan reklamasi sebesar
28.487 ha atau hanya 35% dari luas lahan yang dibuka. Disamping itu sejumlah kawasan yang
telah direklamasi dinilai kurang memuaskan, khususnya pemilihan pohon untuk revegetasi.
Tanaman endemik bukan menjadi prioritas perusahaan dalam mengganti hutan yang telah
dirusak, melainkan jenis-jenis tanaman yang cepat tumbuh di lahan tersebut. Sehingga
perusahaan pemegang IPPKH yang dinyatakan berhasil dalam merevegetasi lahan eks-
tambang adalah 12 dengan luasan 892,9 ha atau 37,6% dari luas reklamasi
Deforestasi yang terjadi di Provinsi Kalimantan Timur menjadi tantangan besar bagi
perusahaan tambang dalam bertanggung jawab keberlanjutan sumberdaya alam. Salah satu
ancaman yang tengah dihadapi pada saat ini adalah Taman Nasional Kutai yang berlokasi di
Kabupaten Kutai Timur. Lokasi Taman Nasional Kutai bertepatan pada seberang kegiatan
eksploitasi yang dilakukan oleh PT. Kaltim Prima Coal yang dibatasi oleh Sungai Sangatta.
Taman Nasional Kutai merupakan rumah bagi sejumlah flora dan fauna endemik Kalimantan
Timur, diantaranya 1.148 jenis flora yang teridentifikasi (32 jenis anggrek, 76 jenis
Dipterocarpaceae dan 254 jenis tumbuhan obat). Disamping itu terdapat pula 368 jenis burung
dan 80 jenis mamalia (Balai TN Kutai, 2017). Kegiatan eksploitasi mineral batubara yang
dilakukan oleh PT. Kaltim Prima Coal cukup memberi ancaman, mengingat lokasi yang
berdampingan dengan TN Kutai. Hal ini dapat ditunjukkan melalui peta lokasi studi Taman
Nasional Kutai dan PT. Kaltim Prima Coal pada gambar 3.1 sebagai berikut.

Konsep Pengelolaan Kawasan Eks-Tambang Batubara Pasca Eksploitasi yang


Berkelanjutan & Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : PT. Kaltim Prima Coal
| 18
Gambar 3. 1 Peta Lokasi Studi Taman Nasional Kutai dan PT. Kaltim Prima Coal, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur
Sumber: Olahan Penulis, 2020

Konsep Pengelolaan Kawasan Eks-Tambang Batubara Pasca Eksploitasi yang


Berkelanjutan & Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : PT. Kaltim Prima Coal
| 19
Berdasarkan peta tersebut, dapat diperhatikan bahwa area konsesi yang dipegang oleh
PT. Kaltim Prima Coal memiliki singgungan dengan wilayah Taman Nasional Kutai.
Walaupun tambang eksisting tidak mengambil wilayah pada kawasan Taman Nasional Kutai,
kegiatan penambangan yang dilakukan oleh PT. Kaltim Prima Coal cukup dekat dengan
kawasan lindung tersebut sehingga dapat memberikan efek langsung bagi lingkungan.
Pembatas dari pit atau tambang milik PT. Kaltim Prima Coal hanya dibatasi dengan Sungai
Sangatta, yakni sungai yang membentang dari pedalaman Taman Nasional Kutai dan bermuara
di pesisir timur Kota Sangatta menuju Selat Makassar. Sungai tersebut tentunya memiliki
resiko kerusakan yang sama seperti Taman Nasional Kutai. Kegiatan penambangan terbuka
(open pit mining) yang dilakukan oleh PT. Kaltim Prima Coal menyebabkan pembukaan lahan
secara masif serta menghapus ribuan hektar hutan yang dimulai sejak tahun 1988.
Penambangan diawali dengan pengerukan permukaan tanah yang menyebabkan terkupasnya
lapisan top soil, lapisan dengan unsur organik yang kaya. Hal tersebut menyebabkan larutnya
lapisan tersebut dan kadar zat hara pada lahan menurun drastis.

Gambar 3. 2 Tambang Terbuka PT. Kaltim Prima Coal


Sumber: www.kpc.co.id
Keberadaan zat hara sangat membantu keberlangsungan makhluk hidup, khususnya
tanaman. Sehingga apabila unsur zat hara mendekati nihil pada suatu wilayah, akan sulit untuk
suatu tumbuhan dapat bertahan hidup. Disamping itu, keberadaan penambangan terbuka pun
menjadi ancaman bagi tanaman dan satwa yang memiliki habitat di lokasi penambangan. Salah
satu satwa yang terdapat di Taman Nasional Kutai adalah rusa sambar (Cervus aristotelis) yang
saat ini kondisinya terancam dengan jumlah populasi yang cukup rendah. Tanpa adanya zat
hara maka tumbuhan tidak dapat tumbuh pada lahan serta satwa tidak dapat hidup apabila tidak
adanya habitat. Dalam jangka waktu yang dekat, kepunahan pada tumbuhan serta satwa lokal
akan semakin besar peluang untuk terjadi. Apabila kegiatan penambangan terbuka yang

Konsep Pengelolaan Kawasan Eks-Tambang Batubara Pasca Eksploitasi yang


Berkelanjutan & Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : PT. Kaltim Prima Coal
| 20
dilakukan oleh PT. Kaltim Prima Coal tidak memperhatikan lingkungan, kerusakan dapat
berdampak langsung pada Taman Nasional Kutai. Oleh sebab itu diperlukan solusi yang dapat
mengembalikan kondisi alam pada kawasan eks-tambang batubara pasca eksploitasi, sehingga
dapat meminimalisir dampak negatif dari kegiatan tambang terbuka.

3.2 Solusi Pengelolaan Lahan Pasca Eksploitasi Tambang Batubara


Dalam menyelesaikan permasalahan sebagaimana dijelaskan pada sub-bab sebelumnya,
diperlukan sebuah solusi yang dapat menjawab permasalahan tersebut. Adapun solusi yang
dapat diterapkan dalam pengelolaan lahan pasca eksploitasi tambang batubara diperlukan
solusi yang efektif dan tepat sasaran karena lahan pasca eksploitasi tambang batubara memiliki
jenis tanah yang berbeda dari tanah pada umumnya. Sehingga pemilihan jenis tanaman sangat
penting dalam menentukan keberhasilan proses revegetasi. Kesalahan dalam pemilihan jenis
menghantarkan pada kegagalan revegetasi. Pada lahan bekas tambang batubara yang sangat
terbuka dengan tanah yang marginal maka jenis yang dipilih sebaiknya memiliki kriteria
sebagai berikut (Balai Besar Penelitiaan Dipterokarpa, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan, Kementerian Kehutanan, 2016):
1. Jenis tanah yang cepat tumbuh namun tidak memerlukan kadar hara yang tinggi
Jenis yang cepat tumbuh adalah jenis yang relatif lebih efektif dalam menyerap air, unsur
hara dan energi matahari serta CO2, karena percepatan pertumbuhan berkaitan erat dengan
proses metabolisme fisologis terutama fotosintesa. Oleh karena kondisi tanah bekas tambang
kondisinya miskin unsur hara, maka perlu dipertimbangkan pemilihan jenis cepat tumbuh yang
tidak rakus hara. Jenis yang cepat tumbuh biasanya relatif lebih cepat membentuk sistem
percabangan untuk membentuk strata tajuk. Strata tajuk yang rimbun akan mengurangi
intensitas cahaya matahari yang jatuh ke lantai hutan sehingga dapat menurunkan suhu dan
penguapan air serta menjaga kelembaban udara di bawah tajuk. Strata tajuk juga dapat
berfungsi dalam mengurangi laju angin dan mengurangi energi kinetik butiran air hujan yang
jatuh ke atas permukaan tanah sehingga dapat melindungi kerusakan fisik tanah dari hantaman
air hujan yang dapat merusak agregat tanah dan mudah terbawa erosi. Tanaman yang cepat
tumbuh sangat berperan dalam mempercepat proses pembentukan iklim mikro dan perbaikan
kondisi tanah sehingga mempercepat pula proses suksesi vegetasinya kerena menciptakan
kondisi yang memungkinkan bagi masuk dan tumbuhnya jenis vegetasi lain.

Konsep Pengelolaan Kawasan Eks-Tambang Batubara Pasca Eksploitasi yang


Berkelanjutan & Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : PT. Kaltim Prima Coal
| 21
2. Merangsang datangnya vektor pembawa biji
Jenis terpilih sebaiknya memiliki daya tarik bagi hadirnya satwa liar misalnya memiliki
bunga, buah, biji atau daunnya disuka satwa liar. Biasanya jenis yang disukai satwa di hutan
adalah kelompok jenis Ficus spp karena kelompok jenis ini dapat memproduksi banyak buah
dan disukai hampir oleh seluruh jenis satwa liar. Pada beberapa jenis ficus biasanya
mempunyai percabangan yang dapat memberikan kenyamanan bagi kehadiran burung dan atau
sebagai tempat bersarang. Kondisi seperti ini akan mempercepat dalam merangsang hadirnya
satwa seperti kelompok avifauna. Satwa liar yang datang diharapkan membawa biji dalam tinja
yang dibuangnya pada lahan yang direstorasi. Bila kondisi iklim mikro memungkinkan maka
akan tumbuh menjadi generasi baru. Pengaliran biji jenis baru ke lokasi yang direstorasi
tergantung pada ketersediaan sumber biji dari lokasi hutan terdekat. Jarak menjadi pembatas
bila wilayah jelajah satwa pembawa biji tidak luas. Menurut Parrota et al. (1997), hadirnya
regenerasi jenis baru yang dibawa satwa liar tergantung pada jarak yang ditempuh satwa dari
hutan terdekat sebagai sumber benih, daya tarik tanaman untuk satwa liar dan kondisi
lingkungan iklim mikro di tempat jatuhnya biji yang memungkinkan tumbuhnya propagul baru.
Lebih bagus lagi bila jenis terpilih dapat merangsang hadirnya kelompok semut, cacing
dan jenis-jenis mikroorganisme tanah lainnya, yang dapat mempengaruhi struktur dan rongga-
rongga tanah serta mempercepat proses penguraian serasah dan nutrien untuk peningkatan
kesuburan tanah. Jenis yang memiliki peran mempercepat proses suksesi disebut sebagai
Katalitik jenis. Jenis Katalitik adalah jenis yang mampu merangsang kehadiran, pertumbuhan
dan perkembangan jenis lain pada lahan yang direstorasi melalui penciptaan iklim mikro dan
perbaikan tanah (Cherr, Schplberg dan Sorley, 2006). Oleh karena itu dalam kegiatan
revegetasi lahan bekas tambang diperlukan pemilihan jenis yang bersifat katalitik untuk
menciptakan kondisi yang preferable bagi hadir dan tumbuhnya spesies lain pada lahan yang
di revegetasi.

3. Jenis lokal pioner


Jenis pioner memerlukan banyak cahaya dan mampu tumbuh pada lahan marginal
sehingga secara teoritis cocok untuk lahan bekas tambang yang terbuka dan miskin hara.
Sitorus dan Badri (2008) menyarankan menggunakan jenis lokal dalam kegiatan revegetasi
karena jenis lokal karena mudah beradaptasi dengan kondisi setempat yang marginal. Dengan
kemampuan adaptasi yang baik akan mengurangi resiko kegagalan dan memberikan jaminan
keberhasilan pertumbuhan yang lebih baik daripada jenis yang didatangkan dari luar
habitatnya.

Konsep Pengelolaan Kawasan Eks-Tambang Batubara Pasca Eksploitasi yang


Berkelanjutan & Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : PT. Kaltim Prima Coal
| 22
Secara ekologis jenis pioner lokal dipastikan sangat sesuai dengan iklim setempat.
Namun demikian kondisi tanah pada lahan yang akan dilakukan kegiatan revegetasi mungkin
akan menjadi pembatas bagi pertumbuhan tanaman, oleh karena itu ujicoba jenis perlu
dilakukan untuk mengetahui jenis-jenis mana yang mampu tumbuh dan lebih adaftif pada
kondisi habitat yang berbeda dari habitat aslinya. Disisi lain upaya upaya yang berhubungan
dengan peningkatan kesuburan tanah tetap diperlukan untuk meningkatkan keberhasilan
pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik.

4. Mudah dan murah dalam perbanyakan, penanaman dan pemeliharaan


Jenis terpilih sebaiknya mudah dibudidayakan. Misalnya jenis yang memproduksi buah
dalam jumlah banyak. Jenis pioner biasanya berbuah kecil-kecil dalam jumlah banyak untuk
membangun soil seed bank. Jenis yang akan dipilih diharapkan adalah jenis-jenis yang mudah
hidup dan dari segi biaya baik pada saat penanaman maupun pasca penanaman dalam hal ini
pemeliharaannya relatif murah.

5. Menghasilkan serasah yang banyak dan mudah terdekomposisi


Sebagian besar jenis cepat tumbuh biasanya juga menghasilkan serasah yang relatif
banyak dan diharapkan mudah dan cepat terdekomposisi. Serasah adalah bahan organik
penting pembentuk agregat tanah, struktur tanah dan pencegah erosi (Giddens dan Rao, 1975).
Sebelum terdekomposisi serasah juga dapat berperan sebagai mulsa yang dapat membantu
meningkatkan kelembaban tanah. Serasah yang terdekomposisi berperan penting dalam
perbaikan sifat fisik, kimia dan bilogi tanah. Mudah terdekomposisi berarti mampu menyerap
air, memiliki kandungan kimia yang kaya karbohidrat, dan tidak banyak mengandung lignin
serta zat-zat lainnya yang sulit diuraikan. Pada kondisi seperti ini serasah dapat berfungsi
sebagai media tumbuh berbagai mikroorganisme pengurai untuk merombak serasah menjadi
bahan organik yang dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman. Disisi lain bertambahnya bahan
organik dalam jangka waktu tertentu dapat merubah warna tanah menjadi coklat hingga hitam,
merangsang granulasi agregat, menurunkan plastisitas, kohesi dan meningkatan kemampuan
menahan air (Soepardi, 1983). Kondisi tanah seperti ini sangat dibutuhkan untuk mempercepat
kesuburan tanah dan tingkat pertumbuhan tanaman.

6. Sistem perakaran yang baik dan mampu bersimbiosis dengan mikroba tertentu
Akar memiliki peran penting sebagai penopang tumbuhnya pohon, penyerap dan
sekaligus alat transport air dan mineral bagi tanaman. Jenis yang akan dipilih untuk kegiatan
reklamasi pascatambang sebaiknya memiliki sistem perakaran yang baik dan mampu

Konsep Pengelolaan Kawasan Eks-Tambang Batubara Pasca Eksploitasi yang


Berkelanjutan & Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : PT. Kaltim Prima Coal
| 23
bersimbiosi dengan jenis jamur dan bakteri tertentu. Akar yang tumbuh baik adalah yang
mempunyai sistem perakaran dengan asosiasi tanaman inang dan jamur mikoriza sehingga
meningkatkan penyerapan unsur hara, memperbaiki struktur tanah meningkatkan toleransi
tanaman terhadap kekeringan juga faktor pengganggu lain, seperti salinitas tinggi, logam berat,
dan ketidakseimbangan hara. Bila terjadi simbiosis antara bakteri maupun jamur dengan akar
maka terjalin sinergi yang menguntungkan bagi kedua belah pihak karena ketersediaan unsur
hara dan air sangat terbatas pada lahan marginal.
Hal penting setelah mempertimbangkan keenam karakter di atas, adalah mencari
informasi karakteristik lahan yang akan ditanam seperti informasi sifat fisik tanah (tekstur,
solum dan kelembaban) dan kimia tanah (pH, KTK), informasi curah hujan, angin, temperatur,
topografi, hama dan penyakit serta hewan lokal yang ada di sekitar lokasi, setelah informasi itu
terkumpul barulah pemilihan jenis diputuskan dengan menyesuaikan dengan kondisi yang ada.
Dari ke enam karakter tersebut diatas, jenis-jenis yang telah diuji coba dilapangan dan
berhasil baik antara lain (Setiadi 2003): Macaranga hypoleuca, Vitex pubescens, Trema
orientalis, Endospermum diadenum, Mallotus spp., Ficus spp Hibiscus tiliaceus, Ploiarium
alternifolium, Melastoma sp., Adenanthera sp, Neonauclea sp., dan Cratoxylon sp..
Perusahaan pertambangan besar biasanya memiliki komitmen yang relatif lebih baik
dalam melaksanakan reklamasi dan revegetasi lahan pascatambang. Pengelolaan lingkungan
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan penambangan. Salah satu pengelolaan
lingkungannya adalah reklamasi lahan pasca penambangan. Berdasarkan Kepmen. PE No.
1211.K/008/M.PE/95 reklamasi didifinisikan sebagai kegiatan yang bertujuan memperbaiki
atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan
umum, agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai dengan peruntukannya. Sesuai dengan
definisinya, tujuan utama reklamasi adalah menjadikan kawasan yang rusak atau tak berguna
menjadi lebih baik dan bermanfaat. Berikut adalah adalah penerapan solusi reklamasi lahan
pascatambang (Balai Besar Penelitiaan Dipterokarpa, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan, Kementerian Kehutanan, 2016):

3.2.1 Pemulihan Lahan Pascatambang sebagai Habitat Satwa


PT. Kaltim Prima Coal (KPC), pemegang kuasa penambangan batubara yang berlokasi
di Kutai Timur, Kalimantan Timur, menerapkan ekstraksi bahan galian dengan sistem terbuka.
Sejak beroperasi PT. KPC memiliki komitmen untuk memulihkan kerusakan lingkungan
dengan melakukan kegiatan reklamasi dan revegetasi pascatambang. Reklamasi dan revegetasi
areal bekas tambang di PT KPC dimulai sejak tahun 1996 sampai 2009 dengan luas lebih dari

Konsep Pengelolaan Kawasan Eks-Tambang Batubara Pasca Eksploitasi yang


Berkelanjutan & Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : PT. Kaltim Prima Coal
| 24
5000 ha. Sebelum dilakukan penanaman bibit dengan jarak tanam (3 x 6) m dilakukan
penanaman dengan tanaman legum penutup tanah (legume cover crops = LCC) untuk
mempersiapkan kondisi lahan yang sesuai untuk mendukung pertumbuhan yang baik bagi
tanaman pohon. Jenis yang ditanam antara lain adalah johar (Cassia siamea), laban (Vitex
pubescens), ketapang (Terminalia catapa), sengon falcataria), gmelina (Gmelina arborea),
jabon (Anthocephalus chinensis). Keberhasilan kegiatan ini dapat dilihat dari struktur vegetasi
dan profil tegakan di hutan revegetasi pada tingkatan pohon umur 6 tahun, 10 tahun dan 12
tahun. Perlakuan lain juga dapat dilihat di beberapa plot revegetasi dengan penanaman pionir
yang diselingi dengan jenis meranti-merantian (Shorea spp.).

Tanaman hasil revegetasi pada areal bekas tambang kini telah membentuk ekosistem
hutan dan telah mampu memberikan fungsi-fungsi hutan, seperti sebagai penjaga dan pemulih
kesuburan tanah, pengatur tata air, pengendali iklim mikro dan habitat berbagai jenis satwaliar.
Beberapa areal yang telah direvegetasi tersebut bahkan telah mampu memberikan habitat bagi
orangutan (Pongo pygmaeus) dan satwa liar lainnya seperti beruang madu (Helarctos
malayanus), Kucing congkok (Prionailurus bengalensis), Pelanduk napu (Tragulus napu), dan
Kijang Muntjak (Muntiacus muntjak) (Boer et. al. 2009).
Selain satwa yang telah disebutkan di atas, ternyata Rusa Sambar juga termasuk di
dalamnya. Hutan reklamasi bekas tambang batubara di Sangata, Kalimantan Timur,
mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai habitat satwa khususnya satwa herbivora,
yaitu rusa sambar (Rusa unicolor) yang merupakan jenis rusa setempat. Penangkaran rusa
dimungkinkan karena areal bekas tambang ditumbuhi oleh beberapa jenis rumput dan legum
yang berpotensi dalam penyediaan hijauan pakan bagi satwa herbivora, khususnya rusa. Jenis
rumput tersebut tumbuh terhampar sebagai padang perumputan (grazing area) yang umumnya
ditanam secara sengaja untuk perbaikan ekosistem lingkungan bekas tambang. Nurrahmadani
(2013) menyatakan bahwa habitat asli rusa sambar berupa hutan payau atau berair, tetapi
dengan berkembangnya areal perkebunan kelapa sawit di habitat rusa sambar tersebut rusa
tetap mampu bertahan dan dapat berkembang biak dengan baik.
Rusa sambar menggunakan vegetasi hutan dataran rendah, hutan rawa air tawar, padang
rumput, dan semak belukar (Mustari et al. 2012). Garsetiasih (2007) menyatakan bahwa jenis
semak dan legum yang biasa dimakan rusa di antaranya pacing (Costus speciasus) dan
kaliandra (Calliandra callothyrsus). Amiati et al. (2015) menyatakan bahwa di penangkaran
selain menyukai jenis rumput-rumputan, rusa juga menyukai hijauan daun seperti babadotan
(Ageratum conyzoides), daun cabe-cabe (Asystasia spp.), dan gewor (Commelina

Konsep Pengelolaan Kawasan Eks-Tambang Batubara Pasca Eksploitasi yang


Berkelanjutan & Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : PT. Kaltim Prima Coal
| 25
benghalensis). Rusa membutuhkan padang perumputan terutama untuk aktivitas makan dan
bermain. Padang perumputan sudah digunakan di beberapa penangkaran rusa, di antaranya
penangkaran rusa Ranca Upas Bandung yang dikelola oleh Perum Perhutani UNIT III Jawa
Barat. Potensi padang perumputan penangkaran rusa di Ranca Upas (Bandung Selatan) dengan
luas 4,5 ha, pada musim kemarau dapat mendukung 21 ekor dan pada saat musim hujan 40
ekor (Garsetiasih & Heriyanto 2005).
Rusa merupakan satwa liar yang dilindungi. Satwa ini berfungsi dalam rantai makanan
suatu ekosistem dan mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi karena hampir semua yang
ada pada rusa, yaitu kulit, rangga (tanduk muda), dan dagingnya dapat dimanfaatkan. Di
Kalimantan Timur setiap tahun diburu tidak kurang dari 5.000 ekor rusa sambar dengan
produksi karkas mencapai 412.500 kg, atau setara dengan sekitar 250 ton daging (Jamal et al.
2005). Untuk mengurangi perburuan dan memenuhi kebutuhan daging alternatif,
pembangunan penangkaran atau budi daya rusa perlu direalisasikan, karena hasilnya berupa
turunan kedua (F2) dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani bagi
masyarakat, dan diharapkan dapat mengurangi perburuan liar.
Areal hutan reklamasi bekas tambang batubara di PT Kaltim Prima Coal (KPC) Sangata,
Kalimantan Timur, mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai habitat penangkaran
rusa. Hal ini didukung oleh tingkat kerapatan tegakan hutan reklamasi dengan diameter ≥10
cm di hutan sekunder East Dump I (kerapatan 256 pohon/ha), Hutan Sekunder Hatari
(kerapatan 416 pohon/ha), Arboretum (kerapatan336 pohon/ha), dan Hutan Sekunder/Danau
Agati (kerapatan 228 pohon/ha) dapat memenuhi kebutuhan naungan rusa jika dikembangkan
dengan sistem ranch. Jenis, jumlah, dan biomassa yang dihasilkan tumbuhan bawah yang
berpotensi sebagai pakan sebesar 5,6 t/ha dalam bobot basah atau 1,63 t/ha dalam bobot kering
dapat memenuhi kebutuhan hijauan pakan rusa dalam jumlah yang besar. Areal yang paling
ideal untuk dijadikan pengembangan habitat rusa, yaitu areal Blok Mentari Dam dengan
pendugaan daya dukung sebesar 8 individu/ha (Garsetiasih & Heriyanto 2017).

3.2.2 Revegetasi dengan Jenis Tanaman Pionir Endemik Estetik


Tanaman pionir merupakan kelompok tanaman yang pertama kali tumbuh pada lahan
yang ekstrim yaitu pada lahan yang telah mengalami kerusakan misalnya akibat bencana alam,
penambangan, kebakaran hutan dan lain-lain (Widyasari, dkk., 2010). Fungsi tanaman pionir
pada lahan yang terganggu adalah membantu meningkatkan kesuburan tanah karena
mengeluarkan eksudat akar yang mampu menarik PGPR, dan mencegah erosi karena sistem
perakarannya mampu menahan tanah dari gerusan air (Septiani, dkk., 2015).

Konsep Pengelolaan Kawasan Eks-Tambang Batubara Pasca Eksploitasi yang


Berkelanjutan & Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : PT. Kaltim Prima Coal
| 26
Penggunaan jenis tanaman pionir estetik telah diterapkan oleh PT Adaro Indonesia
sebagai salah satu kontraktor Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B)
yang melakukan kegiatan eksplorasi dan penambangan batubara. Luas wilayah pertambangan
Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara PT Adaro Indonesia seluas 35.800 Ha
(tiga puluh lima ribu delapan ratus hektar). Tahapan revegetasi yang di lakukan antara lain
pada saat pegambilan biji tambang, tanah pucuk diamankan, ditimbun dilokasi yang telah
ditentukan. Tatacara penimbunan top soil di tempat penyimpanan sementara, dengan
mempertimbangkan beberapa hal antara lain aman dari banjir atau terganggu untuk
operasional, kemiringan slope maksimum 21 derajat. Kemudian top soil ditanami cover crop
sesegera mungkin supaya tidak tererosi baik secara manual maupun dengan teknik
hidroseeding. Top soil akan dihamparkan pada lahan yang telah siap untuk revegetasi.
Penghamparan top soil dilakukan sedemikian rupa sehingga jumlah top soil yang ada dapat
mencukupi untuk menutup lahan yang akan ditanami dengan ketebalan maksimum 10 cm.
Tanaman yang dikembangkan di PT Adaro adalah jenis-jenis tanaman pionner, endemic
dan estitika (Ketapang, Sengon, Johar, Meranti, Alaban, Eucalyptus, Cemara, Mahoni, Pinus,
Pulai, Bambu, Trembesi, Gmelina, Waru, Jabon, dll). Lubang tanam berukuran 40 x 40 cmx
40cm dan jarak tanam 3 x 3 m atau 3 x 4 meter dan ditambahkan pupuk organik. Pemeliharaan
meliputi penyiangan, pengontrolan gulma, pemupukan ulang, pembersihan hama dan penyakit
dan pencegahan kebakaran.
Dari hasil pengukuran keliling batang, tinggi dan penutupan tajuk untuk jenis cemara,
eucalyptus, akasia dan sengon menunjukkan keberhasilan. Data menunjukkan pertumbuhan
yang terus meningkat. Hal ini juga menunjukkan tanaman hasil revegetasi dapat bertahan
(sustain) pada areal reklamasi bekas tambang (Balai Besar Penelitiaan Dipterokarpa, Badan
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Kementerian Kehutanan, 2016).

3.2.3 Skema Pelaksanaan Reklamasi Pasca Eksploitasi Tambang Batubara


Dalam pelaksanaan konsep reklamasi melalui pengembalian habitat satwa serta
revegetasi, perlu dipahami terlebih dahulu peraturan yang berlaku dalam menetapkan skema
kegiatan pasca eksploitasi tambang batubara. Amanat ini diberikan kepada perusahaan
pemegang izin usaha penambangan melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2018 Tentang Pelaksanaan Kaidah
Pertambangan yang Baik dan Pengawasan Pertambangan Mineral dan Batubara, Pada
peraturan tersebut disebutkan bahwa pemegang Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi
wajib melakukan reklamasi rahap operasi produksi dan pascatambang. Rencana reklamasi dan

Konsep Pengelolaan Kawasan Eks-Tambang Batubara Pasca Eksploitasi yang


Berkelanjutan & Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : PT. Kaltim Prima Coal
| 27
pascatambang terlebih dahulu disetujui oleh Menteri atau Gubernur sesuai dengan
kewenangannya. Adapun dasar hukum yang menjadi acuan adalah Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2010 Tentang Reklamasi dan Pasca Tambang. Melalui
peraturan tersebut, disebutkan bahwa pelaksanaan reklamasi dilakukan paling lambat 30 hari
kalender setelah tidak ada kegiatan usaha pertambangan pada lahan terganggu.
Oleh sebab itu berdasarkan pembahasan pada subbab sebelumnya, dalam pelaksanaan
program revegetasi dengan jenis tanaman endemik serta pemulihan lahan pasca tambang
sebagai habitat satwa perlu bagi perusahaan penambangan memperhatikan langkah-langkah
tersebut, yang dijelaskan melalui skema pelaksanaan program reklamasi pasca eksploitasi
tambang batubara yang ditunjukkan melalui gambar 3.3 berikut ini.

Gambar 3. 3 Skema Pelaksanaan Program Reklamasi Pasca Eksploitasi Batubara


Sumber: Olahan Penulis, 2020

Konsep Pengelolaan Kawasan Eks-Tambang Batubara Pasca Eksploitasi yang


Berkelanjutan & Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : PT. Kaltim Prima Coal
| 28
Konsep Pengelolaan Kawasan Eks-Tambang Batubara Pasca Eksploitasi yang
Berkelanjutan & Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : PT. Kaltim Prima Coal
| 29
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan terhadap pengelolaan kawasan eks-tambang batubara
pasca eksploitasi yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dengan studi kasus PT.
Kaltim Prima Coal, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur, diperoleh
kesimpulan dalam penyusunan laporan ini sebagai berikut:
1. Penerapan teknologi yang tepat dalam melaksanakan revegetasi dengan menitikberatkan
pada pengembalian habitat satwa di lahan pasca eksploitasi tambang batubara adalah
melalui penetapan enam kriteria pemilihan jenis tanaman revegetasi, diantaranya: cepat
tumbuh, merangsang vektor pembawa biji, merupakan jenis lokal pionir, mudah
pemeliharaan, mudah terdekomposisi, serta memiliki akar yang baik. Adapun terdapat
dua metode yang direkomendasikan dalam program revegetasi, diantaranya penanaman
tanaman legum penutup atau Lehume Cover Crops (LCC) serta penanaman bibit tanaman
jenis pionir endemik estetik. Adapun tanaman jenis pionir endemik estetik diantaranya
Laban, Johar, Ketapang, Sengon, Gmelina, dan Jabon. Jenis tanaman tersebut terbukti
mampu mengembalikan habitat satwa, khususnya rusa sambar sebagai satwa.
2. Skema yang diterapkan dalam pelaksanaan revegetasi lahan pasca eksploitasi tambang
batubara adalah melalui implementasi kedua metode (penanaman tanaman legum
penutup dan penanaman bibit tanaman jenis pionir endemik estetik adalah melalui
pembagian waktu berdasarkan tahap eksploitasi dan reklamasi. Pada tahap eksploitasi
dilakukan persiapan bibit tanaman pionir estetik untuk program revegetasi selama 6
bulan sebelum eksploitas berhenti, sedangkan satwa terdampak diselamatkan dari
kegiatan penambangan sementara. Sedangkan pada tahap reklamasi, revegetasi
dilakukan maksimal 30 hari setelah kegiatan eksploitasi berhenti hingga jangka waktu 6-
10 tahun. Selama masa revegetasi, dilakukan uji kelayakan lokasi reklamasi menjadi
penangkaran rusa sambar hingga lokasi dinyatakan layak sehingga rusa sambar dapat
dilepas hingga 5 tahun masa pemantauan setelah dimulai penangkaran. Adapun
pengawasan terhadap revegetasi tanaman pionir estetik dilakukan dilakukan secara
bersamaan dengan penangkaran rusa sambar. Hutan sekunder yang terbentuk dari
program revegetasi tanaman pionir estetik dilakukan pemantauan hingga masa
penanaman selesai dan dinyatakan layak dari segi lingkungan, sehingga kegiatan
reklamasi berhenti dan lahan konsesi dikembalikan ke negara.

Konsep Pengelolaan Kawasan Eks-Tambang Batubara Pasca Eksploitasi yang


Berkelanjutan & Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : PT. Kaltim Prima Coal
| 30
4.2 Saran
Melalui adanya program revegetasi pada pengelolaan kawasan eks-tambang batubara
pasca eksploitasi, diharapkan pelaku usaha penambangan batubara dapat mengedepankan
keberlanjutan serta penambangan yang berwawasan lingkungan. Terlebih lagi resiko yang
ditimbulkan penambangan terbuka yang memerlukan perhatian serius akibat dampak yang
diperoleh. Implementasi program tersebut dapat menjadi penyempurnaan dari metode
sebelumnya sehingga dapat menjadi rekomendasi dalam penerapan reklamasi kawasan eks-
tambang batubara pasca eksploitasi. Adapun metode tersebut diharapkan dapat diterapkan pada
penambangan batubara di Indonesia, khususnya di Kalimantan Timur dimana memiliki
karakteristik yang cukup sama dengan studi kasus penelitian ini baik dari segi ekologis maupun
dari metode penambangan yang diterapkan.

Konsep Pengelolaan Kawasan Eks-Tambang Batubara Pasca Eksploitasi yang


Berkelanjutan & Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : PT. Kaltim Prima Coal
| 31
Daftar Pustaka
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Pertambangan Mineral dan Batubara.
Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2010 Tentang Reklamasi dan
Pascatambang.
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.4/Menhut-UU/2011 tentang Pedoman Reklamasi
Bekas Tambang dalam Kawasan Hutan.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 4 Tahun 2012 tentang Indikator Ramah
Lingkungan Untuk Usaha dan atau Kegiatan Penambangan Terbuka Batubara.
Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 8 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan
Reklamasi dan Pascatambang.
Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 1 tahun 2016 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2016-2036.
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 26 Tahun 2018 tentang
Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang Baik dan Pengawasan Pertambangan Mineral
dan Batubara.
Amiati, D.A., Masyud, B. dan Garsetiasih, R. 2015. Pengaruh Pengunjung Terhadap Perilaku
dan Pola Konsumsi Rusa Timor di Hutan Penelitian Dramaga. Bogor : Pusat Litbang
Hutan dan Konservasi Alam.
Apriyanto, Dedek, Harini, dan Rika. 2012. Dampak Kegiatan Pertambangan Barubara
Terhadap Kondisi Ekonomi Masyarakat di Kelurahan Loa Ipuh Daratm Tenggarong,
Kutai Kartanegara. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.
Balai Besar Penelitiaan Dipterokarpa. 2016. Status Riset Reklamasi Pascatambang Batubara.
Samarinda : Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Kementerian Kehutanan
Balai Taman Nasional Kutai. 2017. Profil Taman Nasional Kutai. Sangatta : Taman Nasional
Kutai.
Boer, C., Soetedjo, Harmonis, dan Suba, R.B. 2009. Analisis Interelasi Tumbuhan dan Satwa
di Areal Reklamasi-Rehabilitasi Pascatambang Batubara. Samarinda : Kerjasama Pusat
Penelitian Hutan Tropis (PPHT) Universitas Mulawarman dengan PT. Kaltim Prima
Coal.

Konsep Pengelolaan Kawasan Eks-Tambang Batubara Pasca Eksploitasi yang


Berkelanjutan & Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : PT. Kaltim Prima Coal
| 32
Direktorat Penggunaan Kawasan Hutan. 2013. Data dan Informasi Penggunaan Kawasan
Hutan 2013. Jakarta : Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Kehutanan.
Fachlevi, Teuku Ade, Putri, Eka Intan, Simanjuntak,dan Sahat M.H. 2015. Dampak dan
Evaluasi Kebijakan Pertambangan Batubara di Kecamatan Mereubo. Bogor : Institut
Pertanian Bogor.
Garsetiasih, R. 2002. Determinasi Daya Cerna Rusa (Cervus Timorensis) Menggunakan
Campuran Rumput (Paspalum Dilatatum) dengan Daun Beringin (Ficus Benjamina),
Daun Kabesak (Acacia Leucophloea), Daun Turi (Sesbania Grandiflora). Aceh Besar :
Universitas Syiah
Garsetiasih, R. dan Heriyanto, N.M. 2005. Studi Potensi Pakan Rusa (Cervus Timorensis Rusa
De Blainville) di Penangkaran Ranca Upas, Ciwidey Bandung, Jawa Barat. Bogor :
Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam.
Garsetiasih, R. 2007. Daya Dukung Kawasan Hutan Baturraden sebagai Habitat Penangkaran
Rusa. Bogor : Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam.
Garsetiasih, R. 2013. Daya Dukung Padang Perumputan Banteng (Bos javanicus d’Alton
1823): Studi Kasus di Sadengan dan Sumber Gedang, Jawa Timur. Bogor : Pusat Litbang
Hutan dan Konservasi Alam.
Greeners.co. 2019. Forest Watch Indonesia: Setiap Tahun Indonesia Kehilangan Hutan Alam
1,4 Juta Ha. https://www.greeners.co/berita/indonesia-kehilangan-hutan-alam-14-juta-
ha/ (Di Akses 01 Oktober 2019).
Hadi, Sudharto P. 2005. Aspek Sosial Amdal. Yogyakarta : Gadja Mada University Press.
Jamal, J., Semiadi, G. dan Hamsun, M. 2005. Nilai Gizi Daging Rusa Timor (Cervus
Timorensis) Hasil Perburuan. Bogor : LIPI.
Muhdar, Muhamad. 2015. Aspek Hukum Reklamasi Pertambangan Batubara pada Kawasan
Hutan di Kalimantan Timur. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.
Nurrahmadani, Efandi. 2013. Upaya Pelestarian Rusa Sambar di Pusat Penangkaran Rusa di
Desa Api-Api, Kecamatan Waru, Kabupaten Penajam Paser Utara. Samarinda :
Unversitas Mulawarman.
Oktorina, Sarita. 2017. Kebijakan Reklamasi dan Revegetasi Lahan Bekas Tambang (Studi
Kasus Tambang Batubara Indonesia). Surabaya : UIN Sunan Ampel Surabaya.
Pertiwi, H.D. 2011. Dampak Keberadaan Perusahaan Pertambangan Batubara Terhadap
Aspek Ekologi, Sosial, Dan Ekonomi Masyarakat di Era Otonomi Daerah (Kasus:
Kelurahan Sempaja Utara, Kecamatan Smarinda Utara, Kota Samarinda). Bogor :
Institut Pertanian Bogor.

Konsep Pengelolaan Kawasan Eks-Tambang Batubara Pasca Eksploitasi yang


Berkelanjutan & Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : PT. Kaltim Prima Coal
| 33
Rizki, Maharani, Andrian Fernandes, Adi Susilo, dan Suryanto. 2010. Status Riset Reklamasi
Pascatambang Batubara. Samarinda : Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.
Sari, Nilam, dan R. M. Omon. 2007. Persepsi Masyarakat Terhadap Alih Fungsi Hutan
Lindung Bukit Soeharto Menjadi Pertambangan Batubara. Samboja : Loka Litbang
Satwa Primata Samboja.
Setiadi, Y. 2006. Bahan Kuliah Ekologi Restorasi. Program Studi Ilmu Pengetahuan
Kehutanan. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Septiani, D., Haris, G., dan Nery S. 2015. Komunitas Vegetasi Pionir dan Perkiraan akumulasi
Biomassa pada Lahan Gambut Bekas Terbakar di Area Transisi Cagar Biosfer GiamSiak
Kecil Bukit Batu Riau. Riau : Universitas Riau
Subarudi, Rudi, Hariadi Kartodihardjo, Sudarsono Soedomo, dan Hadiyanto Sapardi. 2016.
Kebijakan Usaha Tambang Batubara di Kawasan Hutan: Studi Kasus Kalimantan
Timur. Bogor : Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Suharyati, Sadmoko H P, Jamaludin L W, dan Nurina I P. 2019. Outlook Energi Indonesia
2019. Jakarta : Dewan Energi Nasional.
Widyasari, NAE, Bambang HS., Solichin, I. 2010. Pendugaan Biomassa dan Karbon Terikat
di Atas Permukaan Tanah pada Hutan Rawa Gambut Bekas Terbakar di Sumatra
Selatan. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Konsep Pengelolaan Kawasan Eks-Tambang Batubara Pasca Eksploitasi yang


Berkelanjutan & Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : PT. Kaltim Prima Coal
| 34
Biografi Penyusunan
Riwayat Hidup
Mohammad Arif Juniar (07171046)

Nama saya Mohammad Arif Juniar atau yang akrab dipanggil


Arif, lahir di balikpapan, 12 Juni 1998. saya merupkan anak
ke 3 dari 6 bersaudara. Saya menempuh pendidikn formal
mulai dari TK kemala Bhayamgkari Balikpapan (2003-2004),
SDN 003 balikpapan (2004-2010), SMPIT Al Hassan
Balikpapan (2010-2013), dan SMK Sinar Pancasila
Balikpapan (2013-2016) setelah lulus dari SMK, pada tahun
2017 saya melanjutkan studi ke jenjang S1 di Program Studi
Teknik Sipil ITK Balikpapan melalui Jalur SBMPTN.
Informasi lebih lanjut mengenai penulis dan makalah dapat
disampaikan kepada penulis melalui e-mail : 07171046@student.itk.ac.id

Konsep Pengelolaan Kawasan Eks-Tambang Batubara Pasca Eksploitasi yang


Berkelanjutan & Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : PT. Kaltim Prima Coal
| 35
Riwayat Hidup
Cintiya (08171009)

Nama dari salah satu penulis disapa dengan Cintiya, lahir di


Samarinda 05 Oktober 1999. Cintiya merupakan anak pertama
dari 3 bersaudara, dan sekarang cintiya telah dikaruniai satu
anak laki-laki. Cintiya menempuh Pendidikan dari SD 014
Samarinda Ulu, kemudian lanjut ke SMP 1 Samrinda, lalu
karna bosan dengan hirup piruknya kota Samarinda pindahlah
ke Balikpapan dan melanjutkan SMA di SMA 2 Balikpapan.
Setelah lulus SMA Cintiy melanjutkan pembelajarannya di
Institut Teknologi Kalimantan dengan jurusan yang berbeda
180 derajat dengan minatnya atau dapat dikatakan mencoba
dengan harapan mendapatkan hadiah yaitu Perencanaan Wilayah dan Kota.
Informasi lebih lanjut mengenai penulis dan makalah dapat disampaikan kepada penulis
melalui e-mail : 08171009@student.itk.ac.id

Konsep Pengelolaan Kawasan Eks-Tambang Batubara Pasca Eksploitasi yang


Berkelanjutan & Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : PT. Kaltim Prima Coal
| 36
Riwayat Hidup
Frigate Rario Yusuf (08171022)

Frigate Rario atau yang akrab disapa Rio adalah Mahasiswa


Institut Teknologi Kalimantan Program Studi Perencanaan
Wilayah dan Kota tahun angkatan 2017. Lahir di Sangatta, 06
Juli 1999 merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.
Penulis menempuh pendidikan formal dimulai dari TK
YPPSB Sangatta (2003-2005), SD YPPSB 2 Sangatta (2005-
2011), SMP YPPSB Sangatta (2011-2014), dan SMAN 2
Sangatta Utara (2014-2017). Sebagai mahasiswa, penulis aktif
pada berbagai kegiatan kemahasiswaan. Beberapa
diantaranya sebagai staf magang Departemen PSDM HMP
Astapolis ITK (2018), staf Departemen Eksternal HMP Astapolis ITK (2019) dan menjadi
Ketua HMP Astapolis ITK (2020). Selain itu penulis aktif sebagai tim Hubungan Masyarakat
Kampus ITK. Selain di bidang organisasi, penulis juga aktif di sejumlah kepanitiaan
diantaranya staf Divisi Creative Design Dies Natalis 4 ITK (2018) dan koordinator Divisi
Acara Seremonial Dies Natalis 5 ITK (2019). Prestasi yang pernah diraih diantaranya Juara 1
ITK Innovation Contest (2016), Juara 1 ITK Essay Competition Dies Natalis 2 ITK (2016),
serta 3 Nasional Plano Debate Competition di Universitas Hasanuddin (2019). Penulis
berpengalaman dalam sejumlah survei yang diselenggarakan oleh jurusan, diantaranya Survei
Analisis DAS Kota Balikpapan (2019), dan Survei Inventarisasi Jalan di Kutai Barat dan Berau
(2018).
Informasi lebih lanjut mengenai penulis dan makalah dapat disampaikan kepada penulis
melalui e-mail : 08171022@student.itk.ac.id

Konsep Pengelolaan Kawasan Eks-Tambang Batubara Pasca Eksploitasi yang


Berkelanjutan & Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : PT. Kaltim Prima Coal
| 37
Riwayat Hidup
Hairun Nisa (08171023)

Hairun Nisa merupakan mahasiswa Institut Teknologi Kalimantan, Program Studi


Perencanaan Wilayah dan Kota tahun 2017. Lahir di Penajam, 03 Oktober 1998. Anak kedua
dari dua bersaudara. Penulisan menempuh pendidikan formal di TK Bina Anaprasa Gunung
Seteleng (2004-2995), SD Negeri 003 Penajam (2005-2011), SMP Negeri 1 Penajam Paser
Utara (2011-2014), dan SMA Negeri 1 Penajam Paser Utara (2014-2017). Sebagai mahasiswa,
Hairun Nisa pernah aktif berbagai kegiatan kemahasiswaan, yakni sebagai staff magang
Kementerian Kesejahteraan Mahasiswa (Kesma) KM ITK (2018). Selain itu, juga mengikuti
beberapa kepanitian di lingkup Kampus ITK, yaitu diantaranya sebagai staff Divisi Acara
Tryout SBMPTN (TOS) ITK (2018), staff Divisi Acara ITK Sport Competition (ISC) (2018),
dan staff Divisi Acara Pelatihan Jurnalistik Tingkat Dasar (PJTD) ITK (2019).
Informasi lebih lanjut mengenai penulis dan makalah dapat disampaikan kepada penulis
melalui e-mail : 08171023@student.itk.ac.id

Konsep Pengelolaan Kawasan Eks-Tambang Batubara Pasca Eksploitasi yang


Berkelanjutan & Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : PT. Kaltim Prima Coal
| 38
Riwayat Muhamad Fauzi (07181052)

Penulis bernama Muhamad Fauzi atau umumnya di panggil


Fauzi, lahir di Balikpapan pada tanggal 14 Juni 2000. Penulis
merupakan anak dari pasangan Bapak Nasrudin Husaini
Anjam bersama dengan Ibu Susilawati. Penulis menempuh
pendidikan formal dimulai dari tingkat sekolah dasar tepatnya
di SDN 033 Balikpapan (2006-2012), SMP Negeri 11
Balikpapan (2012-2015), SMA Negeri 2 Balikpapan (2015-
2018), dan sekarang sedang melanjutkan studi S1 di Institut
Teknologi Kalimantan dengan mengambil program studi
Teknik Sipil, Jurusan Teknik Sipil dan Perencanaan. Selain
aktif di dunia perkuliahan, penulis juga memiliki kesempatan untuk bergabung pada organisasi
yang ada di Institut Teknologi Kalimantan. Di tahun kedua Penulis pernah bergabung menjadi
Staff Magang di Kementerian Hubungan Luar Kabinet Aspirasi KM ITK. Selain itu, penulis
juga memiliki pengalaman di bidang asisten. Penulis merupakan asisten Laboratorium Fisika
Dasar I dan Fisika Dasar II. Dan juga penulis di percaya menjadi asisten dosen di mata kuliah
Mekanika Bahan yang merupakan mata kuliah di bidang Teknik Sipil tempat penulis
mengembangkan ilmunya.
Informasi lebih lanjut mengenai penulis dan makalah dapat disampaikan kepada penulis
melalui e-mail : 07181052@student.itk.ac.id.

Konsep Pengelolaan Kawasan Eks-Tambang Batubara Pasca Eksploitasi yang


Berkelanjutan & Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : PT. Kaltim Prima Coal
| 39

Anda mungkin juga menyukai