Anda di halaman 1dari 11

BAB II

PREPARASI SAMPEL BUBUK

2.1 Definisi Mineral

Mineral didefinisikan sebagai unsur kimia atau senyawa alami yang terbentuk
sebagai produk proses anorganik. Batu terdiri dari kumpulan dari satu atau lebih
mineral yang berbeda. Definisi mineral ini tidak termasuk kerang, koral, dan bahan
organik lainnya yang merupakan unsur penting dari beberapa penyusun batu gamping.
Keperluan panduan ini, komponen ini juga dianggap mineral (Hurlbut, 1993).
Mineral juga dapat didefinisikan sebagai bagian kulit bumi yang terdiri dari
senyawa unsur-unsur kimia, baik yang berbentuk padat maupun cair, bersifat
homogen, yang terjadi tidak dengan perantaraan manusia dan tidak berasal dari
tumbuh-tumbuhan atau hewan, dan dibentuk oleh alam. Beberapa zat atau bahan
yang berguna, yang terjadi karena perubahan atau penguraian sisa tumbuhan dan
hewan secara alami, digolongkan pula ke dalam mineral, misalnya batubara, minyak
bumi, dan tanah diatomea (Wasito, 1986).
Cairan-cairan dan gas-gas yang terbentuk atau terjadi di alam tidak termasuk
mineral. Mineral dinyatakan, jika benda padat itu terbentuk atau terjadi di alam
dengan sendirinya, maka benda padat mirip mineral yang dapat dibuat di laboratorium,
tidak dapat disebut mineral, contohnya jika suatu larutan Natrium Klorida (NaCl)
diuapkan, terbentuklah Kristal-kristal NaCl yang tak dapat dibedakan dengan mineral
halit. Tetapi, kristal-kristal NaCl hasil buatan di laboratorium tersebut bukan suatu
mineral. Mineral merupakan suatu benda padat yang terbentuk di alam secara
anorganik misalnya, benda-benda padat homogen yang dihasilkan binatang, atau
tumbuh-tumbuhan, tidak termasuk mineral. Karenanya, kulit tiram (kerang) yang
tersusun oleh Kalsium Karbonat (CaCO3) dan tidak dapat dibedakan secara kimia dan
fisika dengan mineral aragonit atau kalsit, tidak dapat disebut mineral. Mineral
terbentuk dari senyawa-senyawa tertentu tertentu dan dinyatakan dalam suatu rumus
kimia. Rumus kimianya dapat sederhana, atau kompleks, bergantung pada banyaknya
elemen yang ada dan proporsi kombinasinya (Ahmad, 2006).

3
Mineral mempunyai susunan atom yang teratur, menyatakan mineral adalah
benda padat kristal. Bentuk kristal tersebut tidak lain adalah ekspresi atau kenampakan
dari susunan atom yang teratur. Ada beberapa pengecualian untuk batasan ini, yaitu
bagi mineral metamik, dan mineral yang terbentuk dari pemadatan koloid disebut juga
mineral non-kristal (Ahmad, 2006).

2.2 Cara Terjadinya Mineral

Mineral-mineral pada umumnya terbentuk dengan empat cara,yaitu (Lutgens,


2008):
2.2.1 Pembentukan dari Larutan-larutan
Larutan-larutan air yang terdapat di kulit bumi berasal dari salah satu dari dua
kemungkinan (Lutgens, 2008):
1. Air permukaan yang selama perjalanannya melalui batuan–batuan akan
melarutkan mineral-mineral yang mudah larut dan disebut air tanah. Larutan ini
umumnya bersifat cair dan dingin. Mineral-mineralnya kelak akan diendapkan di
dekat atau pada permukaan tanah.
2. Air yang terdapat dibagian lebih dalam disebut air magmatis, ialah sisa cairan
yang berasal dari intrusi–intrusi batuan yang besar. Pengendapan mineral dari
air magmatis ini cukup dalam letaknya.
2.2.2 Magma
Mineral-mineral yang penting seperti magnetite, ilmenite, chromite, pyrrotite,
chalcopyrite berasal dari magma, ini disebut mineral-mineral primer. Bahan-bahan
yang mudah menguap terlarut dalam magma seperti uap air, chlor, fluor, sulfur,
borium, CO2. Adanya bahan-bahan ini akan menurunkan suhu penghabluran dan
menurunkan kekentalan atau viskositas magma dan mereka ini dapat ikut menjadi
persenyawaan-persenyawaan yang sedang terbentuk karenanya baik besar maupun
susunan mineral. Gas-gas yang keluar dapat memberikan mineral-mineral baru. Hasil
dari penyelidikan-penyelidikan mikroskop terhadap banyak batuan ternyata bahwa
sering menunjukkan adanya urutan–urutan tertentu dalam pembentukan mineral
magmatis (Lutgens, 2008).
2.2.3 Sublimasi
Mineral-mineral yang terbentuk dari proses penghablur dari uap atau gas tetapi
juga sebagai hasil interaksi gas yang lain atau gas dengan batuan. Contoh yang umum

4
dari sublimasi ialah pembentukan salju sebagai hasil penghabluran uap air yang
langsung terjadi seperti halit, salmoniak, belerang, asam borat, ferri klorida dll
(Lutgens, 2008).
2.2.4 Metamorfisme
Metamorfisme terjadi akibat faktor–faktor tertentu seperti panas uap air,
tekanan dan pengaruh kimia larutan, maka batuan beku maupun batuan endapan akan
mengalami perubahan tanpa adanya perubahan fase. Perubahan yang terjadi dibagian
luar saja disebut metamorfisme lokal. Tipe metamorfisme ini jelas dekat dengan batolit
dan terjadi pada batuan-batuan yang tua terutama yang tidak mudah terkena
pengaruh intrusi (Lutgens, 2008).
Perubahan ini dapat pula meliputi daerah yang luas yang umumnya karena
pengaruh-pengaruh orogenetis atau pembentukan pegunungan-pegunungan.
Perubahan-perubahan ini sebagai akibat metamorfisme regional atau metamorfisme
dinamo (Lutgens, 2008).

2.3 Sifat Fisik Mineral Logam

Macam-macam sifat fisik mineral logam yang terpenting dalam pengamatan


mineral secara megaskopis adalah warna (Colour), kilap (Luster), cerat dan goresan
(Streak), belahan (Cleavage), pecahan (Fracture), kekerasan mineral (Hardness),
bobot jenis (Specific Gravity), sifat Dalam (Tenacity), kemagnetan (Magnestism), dan
kelistrikan (Huang, 1962).
2.3.1 Warna (Colour)
Warna mineral adalah warna yang kita tangkap dengan mata bilamana mineral
tersebut terkena sinar. Warna ini penting untuk membedakan antara warna yang
disebabkan oleh campuran atau pengotoran dan warna asli elemen-elemen utama
pada mineral tersebut. Banyak pula mineral yang dinamakan berdasarkan warna
mineralnya misalnya albit (bahasa Yunani albus = putih), chlorit (bahasa Yunani chloro
= hijau), melanit (bahasa Yunani melas = hitam), rhodonit (bahasa yunani rodon =
merah jambu), eritorit (bahasa Yunani erythos = merah). Bagi orang yang
berpengalaman dan mempunyai keahlian untuk membedakan, maka warna sangat
berguna untuk menentukan nama mineral. Warna berhubungan langsung dengan
komposisi seperti pada mineral-mineral yang mengandung unsur C dan S (Huang,
1962).

5
2.3.2 Kilap (Luster)
Kilap merupakan sifat optis dari mineral yang rapat hubungannya dengan
refleksi dan refraksi. Kilap sebagai hasil pantulan cahaya dari permukaan mineral.
Intensitas dari kilap sebenarnya tergantung kuantitas cahaya pantul dan pada
umumnya tergantung pada besarnya indeks refraksi mineral. Kilap dapat dibagi mejadi
(Huang, 1962):
1. Kilap logam (metallic luster), mineral-mineral opaque yang mempunyai indeks
bias sama dengan tiga atau lebih, contohnya seperti galena, native metals,
sulfit, pirit, dll.
2. Kilap kaca (vitreous luster), bila terkena cahaya, mineral memberikan kesan
seperti kaca, contohnya seperti kuarsa, kalsit, dll.
3. Kilap intan (diamond luster), bila terkena cahaya, mineral memberikan kesan
cemerlang seperti intan, contohnya seperti intan.
4. Kilap sutera (silky luster), bila terkena cahaya, mineral memberikan kesan
sutera dan umumnya terdepat pada mineral yang berserat, contohnya seperti
asbes, aktinolit, gipsum, dll. 
5. Kilap damar (resinous luster), bila terkena cahaya, mineral memberikan kesan
seperti getah damar atau kekuning-kuningan, contohnya seperti spalerit,
sulfonit, dll.
6. Kilap mutiara (pearly luster), bila terkena cahaya, mineral memberikan kesan
seperti mutiara atau bagian dalam dari kulit kerang, contohnya seperti
muskovit, talk, dolomit, dll.
7. Kilap lemak (greasy luster), bila terkena cahaya, mineral memberikan kesan
seperti sabun, contohnya seperti serpentinit, dll.
8. Kilap tanah ( earthy luster), bila terkena cahaya, mineral memberikan kesan
seperti lempung, contohnya seperti kaolin, limonit, pauksit, dll.
Setiap orang umumnya dapat dengan mudah sekali membedakan antara kilap
logam, dan non logam, akan tetapi biasanya tidak dapat atau sukar melihat dengan
teliti perbedaan jenis kilap lainnya. Padahal justru perbedaan itulah yang sangat
penting untuk penentuan (determinasi) dari suatu mineral (Benyamin, 2006).
2.3.3 Cerat atau gores (Streak)
Cerat ini membedakan dari dua mineral yang warnanya sama akan tetapi warna
ceratnya berbeda. Gores atau cerat lebih dapat dipercaya dari pada warna, karena
lebih stabil. Mineral yang kekerasannya kurang dari 6, cerat dapat diperoleh dengan

6
menumbuk mineral tersebut sampai halus dengan menggunakan palu. Mineral-mineral
silikat biasanya mempunyai gores putih kadang-kadang abu-abu coklat. Mineral-
mineral oksida, sulfida, karbonat, dan fosfat, arsenat, sulfat juga mempuyai goresan
yang karakteristik. Mineral-mineral yang transparan dan translusens mempunyai kilap
bukan logam mempunyai gores lebih terang dari warnanya, sedangkan mineral-mineral
dengan kilap logam kerap kali mempunyai gores yang lebih gelap dari warnanya.
2.3.4 Belahan (Cleavage)
Belahan adalah suatu sifat fisik mineral yang mampu membelah yang
disebabkan oleh tekanan dari luar atau pemukulan dengan palu. Belahan di sini adalah
bila mineral kita pukul tidak hancur tetapi terbelah-belah melalui bidang-bidang belah
yang licin. Tidak semua mineral mempunyai sifat ini, sehingga dipakai istilah mudah
dibelah, sukar dibelah, atau tidak dapat dibelah. Belahan dapat dibedakan menjadi
(Huang, 1962):
1. Belahan sempurna (perfect cleavage), merupakan pecahan yang sejajar
terhadap bidang dari satu bidang belahannya dengan memperlihatkan
bidang permukaan yang halus, contohnya biotit, muskovit, dll.
2. Belahan baik (good cleavage), merupakan mineral lebih mudah belah yang
menurut bidang di dalam belahannya bila dibandingkan dengan belahannya
kearah lain, contohnya Kalsit, Ortoklas, Gipsum, dll.
3. Belahan tidak jelas (indistinct cleavage), merupakan bidang belahan seperti
garis atau kenampakan striasi pada bidang belahannya, contohnya plagioklas,
dll.
4. Belahan tidak tentu, merupakan mineral yang tidak ada belahannya, contohnya
kuarsa, opal, kalsedon, dll.
5. Belahan jelas (distinct), merupakan pecahan yang sesuai terhadap bidang dari
suatu belahan tetapi juga terpecah kearah lain, contohnya hornblenda.
6. Belahan tidak sempurna (inperfect cleavage), merupakan bidang belahan yang
tidak rata dan juga cukup sukar untuk diamati, contohnya apatit, native metals,
dll.
2.3.5 Pecahan (Fracture)
Bila tidak membelah secara teratur, maka mineral akan pecah dengan arah
yang tidak teratur. Ada beberapa macam pecahan (Huang, 1962):

7
1. Konkoidal, memperlihatkan gelombang yang melengkung di permukaan
pecahan seperti kenampakan kulit kerang atau botol pecah, contohnya seperti
kuarsa.
2. Splintery atau fibrous, menunjukkan gejala seperti serat, contohnya seperti
asbes, augit, hiperstin.
3. Uneven atau ireguler, permukaan kasar tidak teratur, contohnya seperti garnet,
hematit.
4. Hackly, permukaan tidak teratur dengan ujung-ujungnya yang runcing,
contohnya seperti native metals (Cu dan Ag).
2.3.6 Kekerasan (Hardness)
Kekerasan mineral diperlukan untuk mendapatkan perbandingan kekerasan
mineral satu terhadap mineral yang lain, dengan cara mengadakan saling gores antar
mineral. Wajib diketahui bahwa kekerasan mineral ke segala arah ditentukan oleh
parameter tiap-tiap poros kristalografinya. Sehingga untuk mineral satu mungkin ke
segala arah sama keras dan untuk mineral lainnya tidaklah demikian. Sala satu cara
menguji kekerasan yang lazim ditentukan dengan menggunakan skala Kekerasan Mohs
yang terdiri dari 10 macam kekerasan berturut-turut dari yang terlunak sampai yang
terkeras (Huang, 1962).
Tabel 2.1 Skala Mohs (Noor, 2006)
Skala Mineral Rumus Kimia

1 Talk (Mg3Si4O10(OH)2)

2 Gipsum (CaSO4·2H2O)

3 Kalsit (CaCO3)

4 Fluorit (CaF2)

5 Apatit (Ca5(PO4)3(OH,Cl,F))

6 Ortoklas (KAlSi3O8)

7 Kuarsa (SiO2)

8 Topas (Al2SiO4(OH,F)2)

9 Korondum (Al2O3)

10 Intan C

Kekerasan suatu benda diukur berdasarkan skala tertentu. Saat ini, skala yang
paling umum digunakan ialah skala kekerasan mohs (Mohs Hardness Scale). Prinsip

8
dasarnya ialah dengan menggoreskan benda yang akan diukur kekerasannya dengan
benda lain yang lebih keras. Skala pengukurannya mulai dari 1 hingga 10 dengan intan
sebagai mineral terkeras dan talk sebagai mineral yang terlunak. (Badgley, P.C. 1959).
Kekerasan mineral dapat diukur dengan alat-alat sederhana, seperti kuku (H =
2,5), pisau lipat (H = 5,5), kaca jendela (H = 5,0 – 5,5), dan jarum baja (H = 6,5).
Jika ditinjau hubungannya dengan struktur kristal, maka kekerasan adalah daya tahan
struktur kristal terhadap deformasi mekanik (Winkler, 1967).
2.3.7 Bobot Jenis (density)
Bobot jenis termasuk sifat yang paling menetukan dalam pengenalan mineral.
Yang dimaksudkan dengan bobot jenis di sini ialah angka yang menunjukkan
perbandingan berat antara sesuatu yang akan ditentukan bobot jenisnya dengan berat
air murni yang sama volumenya. Untuk ini perlu disediakan timbangan yang sangat
peka, seperti yang digunakan dalam laboratorium kimia dan juga piknometer (Wasito,
1986).
2.3.8 Sifat Dalam (Tenacity)
Sifat dalam adalah sifat mineral apabila kita berusaha untuk mematahkan,
memotong, menghancurkan, membengkokkan atau mengiris. Sifat-sifat yang termasuk
dalam sifat dalam yaitu (Sapiie, 2006):
1. Rapuh (brittle) yang mudah hancur tapi bias dipotong-potong, seperti kuarsa,
ortoklas, kalsit, pirit.
2. Mudah ditempa (malleable) yang dapat ditempa menjadi lapisan tipis, seperti
emas, tembaga.
3. Dapat diiris (secitile) yang dapat diiris dengan pisau, hasil irisan rapuh, seperti
gipsum.
4. Fleksibel, berupa mineral lapisan tipis, dapat dibengkokkan tanpa patah dan
sesudah bengkok tidak dapat kembali seperti semula, seperti talk, selenit.
5. Blastic, berupa mineral lapisan tipis dapat dibengkokkan tanpa menjadi patah
dan dapat kembali seperti semula bila kita henikan tekanannya, seperti
muskovit.
2.3.9 Kemagnetan (Magnetism)
Kemagnetan adalah sifat mineral terhadap gaya magnet. Dikatakan sebagai
feromagnetic bila mineral dengan mudah tertarik gaya magnet seperti magnetik,
phirhotit. Mineral-mineral yang menolak gaya magnet disebut diamagnetic, dan yang
tertarik lemah yaitu paramagnetic. Salah satu cara melihat apakah mineral mempunyai

9
sifat magnetik atau tidak kita gantungkan pada seutas tali atau benang sebuah
magnet, dengan sedikit demi sedikit mineral kita dekatkan pada magnet tersebu, jika
benang bergerak mendekati berarti mineral tersebut magnetik. Kuat tidaknya bisa kita
lihat dari besar kecilnya sudut yang dibuat dengan benang tersebut dengan garis
vertikal (Huang, 1962).
2.3.10 Kelistrikan (Electricity)
Kelistrikan adalah sifat listrik mineral dapat dipisahkan menjadi dua, yaitu
pengantar arus atau konduktor dan idak menghantarkan arus disebut non konduktor
dan ada lagi istilah semikonduktor yaitu mineral yang bersifat sebagai konduktor dalam
batas-batas tertentu (Danisworo, 1994).

2.4 Sampling

Sampling secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu proses pengambilan


sebagian kecil contoh dari suatu material sehingga karakteristik contoh material
tersebut mewakili keseluruhan material. Didalam industri pertambangan, sampling
merupakan hal yang sangat penting, karena merupakan proses yang sangat vital
dalam menentukan karakteristik sampel tersebut. Dalam tahap eksplorasi, karakteristik
sampel merupakan salah satu penentu dalam studi kelayakan apakah sampel tersebut
cukup ekonomis untuk ditambang atau tidak. Begitu pun dalam tahap produksi dan
pengapalan atau penjualan sampel tersebut karakteristik dijadikan acuan dalam
menentukan harga sampel. Secara garis besar,sampling dibagai menjadi 4 golongan
dilihat dari tempat pengambilan yaitu: exploration sampling, pit sampling, production
sampling , dan loading sampling (barging dan transhipment ). Eksplorasi sampling
dilakukan pada tahap awal pendeteksian kualitas sampel baik dengan cara channel
sampling pada outcrop atau lebih detail lagi dengan cara pemboran atau drilling.
Tujuan dari sampling di tahap ini adalah untuk menentukan karakteristik sampel
secara global yang merupakan pendeteksian awal sampel yang akan di eksploitasi
(Sarjudi, 2008).
Pit sampling dilakukan setelah eksplorasi bahkan bisa hampir bersamaan
dengan progress tambang didalam satu pit atau block penambangan dengan tujuan
lebih mendetailkan data yang sudah ada pada tahap eksplorasi. Pit sampling ini
dilakukan oleh pit control untuk mengetahui kualitas sampel yang segera akan
ditambang, jadi lebih ditujukan untuk mengkontrol kualitas sampel yang akan

10
ditambang dalam jangka waktu short term. Pit sampling ini juga dapat dilakukan
dengan pengeboran juga dengan channel pada face penambangan kalau diperlukan
untuk mengecek kualitas sampel yang dalam progres ditambang. Production sampling
dilakukan setelah sampel di proses di processing plant dimana proses ini dapat
merupakan penggilingan (crushing) pencucian (washing), penyetokan dan lain-lain.
Tujuannya adalah mengetahui secara pasti kualitas sampel yang akan di jual atau
dikirim ke pembeli supaya kualitasnya sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan dan
telah disepakati oleh kedua belah pihak. Dengan diketahuinya kualitas sampel di
stockpile atau di penyimpanan sementara kita dapat menentukan sampel yang mana
yang cocok untuk dikirim ke buyer tertentu dengan spesifikasi sampel tertentu pula
baik dengan cara mencampur (blending) sampel-sampel yang ada distockpile atau pun
dengan single source dengan memilih kualitas yang sesuai (Sarjudi, 2008).
Loading sampling dilakukan pada saat sampel dimuat dan dikirim ke pembeli
baik menggunakan barge maupun menggunakan kapal. Biasanya dilakukan oleh
independent company karena kualitas yang ditentukan harus diakui dan dipercaya oleh
penjual (Shipper) dan pembeli (Buyer) . Tujuannya adalah menentukan secara pasti
kualitas sampel yang dijual yang nantinya akan menentukan harga sampel itu sendiri
karena ada beberapa parameter yang sifatnya fleksibel sehingga harganya pun
fleksibel tergantung kualitas actual pada saat sampel dikapalkan (Sarjudi, 2008).
Sampling, preparasi dan analisa sampel-sampel dengan berbagai tujuan seperti
telah dijelaskan di atas, dilakukan dengan menggunakan standar-standar yang telah
ada. Dimana pemilihannya tergantung keperluannya, biasanya tergantung permintaan
pembeli atau calon pembeli sampel. Standar yang sering digunakan untuk keperluan
tersebut diantaranya; ASTM (American Society for Testing and Materials ), AS
(Australian Standard), Internasional Standard, British Standard , dan banyak lagi yang
lainnya yang berlaku baik di kawasan regional maupun internasional (Sarjudi, 2008).

2.5 Preparasi Sampel

Preparasi sampel adalah pengurangan massa dan ukuran dari gross sampel
sampai pada massa dan ukuran yang cocok untuk analisa di Laboratorium. Tahap-
tahap preparasi sampel adalah sebagai berikut (Friedman, 1978):
a. Pengeringan udara/air drying

11
Pengeringan udara pada gross sampel dilakukan jika sampel tersebut terlalu
basah untuk diproses tanpa menghilangnya moisture atau yang menyebabkan
timbulnya kesulitan pada Crusher atau mill. Pengeringan udara dilakukan pada
suhu ambient sampai suhu maksimum yang dapat diterima yaitu 400 0C. Waktu
yang diperlukan untuk pengeringan ini bervariasi tergantung dari typical sampel
yang akan dipreparasi, hanya prinsipnya sampel dijaga agar tidak mengalami
oksidasi saat pengeringan.
b. Pengecilan ukuran butir
Pengecilan ukuran butir adalah proses pengurangan ukuran atas sampel tanpa
menyebabkan perubahan apapun pada massa sampel. Contoh alat yang
digunakan untuk mengecilkan ukuran butir yaitu jaw crusher. Jaw crusher atau
roll crusher biasa digunakan untuk mengurangi ukuran butir dari 50 mm sampai
11,2 mm; 4,75 mm atau 2,36 mm. Roll crusher lebih direkomendasikan untuk
jumlah/massa sampel yang besar.
c. Pencampuran
Pencampuran adalah proses pengadukan sampel agar diperoleh sampel yang
homogen. Pencampuran dapat dilakukan dengan dua cara yaitu metode
manual, menggunakan riffle dan metode Mekanis, menggunakan alat rotary
Sampel Divider (RSD)
d. Pembagian atau dividing

Sebagai aturan umum, pengurangan sampel ini harus dilakukan dengan


melakukan pembagian sampel. Pembagian dapat berguna sebagai cadangan
apabila ada sampel yang rusak. Pembagian dilakukan dengan metode manual
(riffling atau metode increment manual ) dan metode mekanis ( rotary Sampel
Divider). Pembagian sampel dalam hal ini merupakan tahap akhir dari preparasi
sampel, yang akan dilanjutkan dengan analisis di laboratorium.

2.6 Analisa Ukuran Butir

Analisa granulometri merupakan suatu metode analisa yang menggunakan


ukuran butir sebagai materi analisa. Analisa ini umum digunakan dalam bidang
keilmuan yang berhubungan dengan tanah atau sedimen. Dalam analisa ini tercakup
beberapa hal yang biasa dilakukan seperti pengukuran rata-rata, pengukuran sorting
12
atau standar deviasi, pengukuran skewness dan kurtosis. Masing-masing pengukuran
tersebut mempunyai rumus-rumus yang berbeda dan mempunyai batasan-batasan
untuk menggambarkan keadaan dari butiran yang diamati atau dianalisa. Batasan-
batasan tersebut biasa disebut dengan verbal limit (Friedman, 1978).
Analisa granulometri dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu dengan metode
grafis dan metode statistik, dimana metode grafis memuat berbagai macam grafik
yang mencerminkan penyebaran besar butir, hubungan dinamika aliran dan cara
transportasi sedimen klastik, sedangkan metode statistik menghasilkan nilai rata-rata,
deviasi standar, kepencengan dan kemancungan kurva. Pilihan atau sortasi dapat
menunjukkan batas ukuran butir atau keanekaragaman ukuran butir, tipe dan
karakteristik serta lamanya waktu sedimentasi dari suatu populasi sedimen. sortasi
atau pemilahan adalah penyebaran ukuran butir terhadap ukuran butir rata-rata.
Sortasi dikatakan baik jika batuan sedimen mempunyai penyebaran ukuran butir
terhadap ukuran butir rata-rata pendek. Sebaliknya apabila sedimen mempunyai
penyebaran ukuran butir terhadap rata-rata ukuran butir panjang disebut sortasi jelek
(Friedman, 1978).
Hubungan antara ukuran butir dan sortasi dalam batuan sedimen. Hubungan ini
terutama terjadi pada batuan sedimen berupa pasir kasar sampai pasir sangat halus.
Pasir dari berbagai macam lingkungan air menunjuk bahwa pasir halus mempunyai
sortasi yang lebih baik daripada pasir sangat halus. Sedangkan pasir yang diendapkan
oleh angin sortasi terbaik terjadi pada ukuran pasir sangat halus (Folk, 1974).

13

Anda mungkin juga menyukai