Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

Konsep ICU (intensive care unit) dan konsep IGD (instansi gawat darurat)

Disusun Oleh :

Winda sari , S.Kep

1914901746

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERINTIS PADANG

TAHUN 2019/2020
KONSEP ICU (Intensive Care Unit)

A. Pengertian ICU
ICU merupakan salah satu unit di dalam rumah sakit yang menangani pasien-
pasien gawat karena penyakit, trauma atau komplikasi penyakit lain, dengan staf
khusus dan perlengkapan yang khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan,
dan terapi. ICU (Intensive Care Unit) adalah ruang rawat di rumah sakit yang
dilengkapi dengan staf dan peralatan khusus untuk merawat dan mengobati pasien
dengan perubahan fisiologi yang cepat memburuk yang mempunyai intensitas defek
fisiologi satu organ ataupun mempengaruhi organ lainnya sehingga merupakan
keadaan kritis yang dapat menyebabkan kematian. Tiap pasien kritis erat kaitannya
dengan perawatan intensif oleh karena memerlukan pencatatan medis yang
berkesinambungan dan monitoring serta dengan cepat dapat dipantau perubahan
fisiologis yang terjadi atau akibat dari penurunan fungsi organ-organ tubuh lainnya
(Pane, 2012).
Ruang Perawatan Intensif merupakan instalasi pelayanan khusus di rumah
sakit yang menyediakan pelayanan yang komprehensif dan berkesinambungan selama
24 jam. Dalam rangka mewujudkan Ruang Perawatan Intensif yang memenuhi
standar pelayanan dan persyaratan mutu, keamanan dan keselamatan perlu didukung
oleh bangunan dan prasarana (utilitas) yang memenuhi persyaratan teknis (Kemenkes,
2012).
Perawatan intensif merupakan pelayanan keperawatan yang saat ini sangat
perlu untuk di kembangkan di Indonesia yang bertujuan memberikan asuhan bagi
pasien dengan penyakit berat yang potensial reversibel, memberikan asuhan pada
pasien yang memerlukan pbservasi ketat dengan atau tanpa pengobatan yang tidak
dapat diberikan diruang perawatan umum memberikan pelayanan kesehatan bagi
pasien dengan potensial atau adanya kerusakan organ umumnya paru mengurangi
kesakitan dan kematian yang dapat dihindari pada pasien-pasien dengan penyakit
kritis  (Adam & Osbone, 1997).
B. Indikasi Pasien Masuk ICU
Indikasi masuk ICU : Pasien yang dalam keadaan terancam jiwanya sewaktu-
waktu karena kegagalan atau disfungsi satu/ multiple organ atau sistem dan masih ada
kemungkinan dapat disembuhkan kembali oleh perawatan, pemantauan dan
pengobatan intensif. Selain itu indikasi masuk ICU ada indikasi sosial yaitu masuknya
pasien ke ICU karena ada pertimbangan sosial. (Irfan, 2010).
Kontra indikasi Masuk ICU : yang mutlak tidak boleh masuk ICU adalah
pasien dengan penyakit yang menular dimana penularan penyakit melalui udara.
(contohnya : pasien dengan gangrene, TB aktif dll, (Irfan, 2010). Apapun kategori dan
penyakit yang mendasarinya, tanda-tanda klinis penyakit kritis biasanya serupa karena
tanda-tanda ini mencerminkan gangguan pada fungsi pernafasan, kardiovaskular, dan
neurologi. Tanda-tanda klinis ini umumnya adalah takipnea, takikardia, hipotensi,
gangguan kesadaran (misalnya letargi, konfusi / bingung, agitasi atau penurunan
tingkat kesadaran).
C. Indikasi Pasien Keluar ICU
Prioritas pasien dipindahkan dari lCU berdasarkan pertimbangan medis oleh
kepala lCU dan atau tim yang merawat pasien, antara rain:
a. Penyakit atau keadaan pasien telah membaik dan cukup stabil, sehingga tidak
memerlukan terapi atau pemantauan yang intensif rebih ranjut.
b. Secara perkiraan dan perhitungan terapi atau pemantauan intensif tidak
bermanfaat atau tidak memberi hasil yang berarti bagi pasien. Apalagi pada
waktu itu pasien tidak menggunakan alat bantu mekanis khusus (seperti ventilasi
mekanis). (Supriantoro, 2011)
Contoh golongan pasien demikian, antara lain pasien yang menderita penyakit
stadium akhir (misalnya ARDS stadium akhir). Sebelum dikeluarkan dari ICU
sebaiknya keluarga pasien diberikan penjelasan alasan pasien dikeluarkan dari ICU.
a. Pasien atau keluarga menolak untuk dirawat lebih lanjut di ICU (keluar paksa)
b. Pasien hanya memerlukan observasi secara intensif saja, sedangkan ada pasien
lain yang lebih gawat yang memerlukan terapi dan observasi yang lebih intensif.
Pasien seperti ini hendaknya diusahakan pindah ke ruang yang khusus untuk
pemantauan secara intensif yaitu HCU. (Supriantoro, 2011).
D. Kelas ICU
Berdasarkan kelengkapan penyelenggaraan maka ICU dapat dibagi atas tiga tingkatan:
a. ICU tingkat I : Terdapat di rumah sakit kecil yang dilengkapi dengan perawat,
ruangan observasi, monitor, resusitasi dan ventilator jangka jangka pendek
yang tidak lebih dari 24 jam. ICU ini sangat bergantung kepada ICU yang
lebih besar
b. ICU tingkat II : Terdapat pada rumah sakit umum yang lebih besar di mana
dapat dilakukan ventilator yang lebih lama yang dilengkapi dengan dokter tetap,
alat diagnosa yang lebih lengkap, laboratorium patologi dan fisioterapi.
c. ICU tingkat III yang merupakan ICU : Terdapat di rumah sakit rujukan dimana
terdapat alat yang lebih lengkap antara lain hemofiltrasi, monitor invasif
termasuk kateterisasi dan monitor intrakranial. ICU ini dilengkapi oleh dokter
spesialis dan perawat yang lebih terlatih dan konsultan dengan berbagai latar
belakang keahlian (Pane, 2012).
E. Alur Pelayanan ICU
Pasien yang memerlukan pelayanan ICU dapat berasal dari (Supriantoro, 2011) :
1. Pasien dari IGD
2. Pasien dari HCU
3. Pasien dari Kamar operasi atau. kamar tindakan lain, seperti: kamar bersalin,
ruang endoskopi, ruang dialisis, dan sebagainya.
4. Pasien dari bangsal (Ruang Rawat Inap).
F. Sistem Pelayanan ICU
Penyelenggaraan pelayanan ICU di rumah sakit harus berpedoman pada
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan ICU di
rumah sakit.
Pelayanan ICU di rumah sakit meliputi beberapa hal:
a. Etika kedokteran dimana etika pelayanan di ruang ICU harus berdasarkan falsafah
dasar "saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan pasien, dan berorientasi untuk
dapat secara optimal, memperbaiki kondisi kesehatan pasien.
b. Indikasi yang benar dimana pasien yang di rawat di ICU harus pasien yang
memerlukan intervensi medis segera oleh tim intensive care, pasien yang memerlukan
pengelolaan fungsi sistem organ tubuh secara terkoordinasi dan berkelanjutan
sehingga dapat dilakukan pengawasan yang konstan dan metode terapi titrasi, dan
pasien sakit kritis yang memerlukan pemantauan kontinyu dan tindakan segera untuk
mencegah timbulnya dekompensasi fisiologis.
c. Kerjasama multidisipliner dalam masalah medis kompleks dimana dasar pengelolaan
pasien ICU adalah pendekatan multidisiplin tenaga kesehatan dari beberapa disiplin
ilmu terkait yang memberikan kontribusinya sesuai dengan bidang keahliannya dan
bekerja sama di dalam tim yang di pimpin oleh seorang dokter intensivis sebagai
ketua tim.
d. Kebutuhan pelayanan kesehatanG pasien dimana kebutuhan pasien ICU adalah
tindakan resusitasi yang meliputi dukungan hidup untuk fungsi-fungsi vital seperti
Airway (fungsi jalan napas), Breathing (fungsi pernapasan), Circulation (fungsi
sirkulasi), Brain (fungsi otak) dan fungsi organ lain, dilanjutkan dengan diagnosis dan
terapi definitif.
e. Peran koordinasi dan integrasi dalam kerja sama tim dimana setiap tim multidisiplin
harus bekerja dengan melihat kondisi pasien misalnya sebelum masuk ICU, dokter
yang merawat pasien melakukan evaluasi pasien sesuai bidangnya dan memberi
pandangan atau usulan terapi kemudian kepala ICU melakukan evaluasi menyeluruh,
mengambil kesimpulan, memberi instruksi terapi dan tindakan secara tertulis dengan
mempertimbangkan usulan anggota tim lainnya serta berkonsultasi dengan konsultan
lain dan mempertimbangkan usulan-usulan anggota tim.
f. Asas prioritas yang mengharuskan setiap pasien yang dimasukkan ke ruang ICU harus
dengan indikasi masuk ke ruang ICU yang benar. Karena keterbatasan jumlah tempat
tidur ICU, maka berlaku asas prioritas dan indikasi masuk.
g. Sistem manajemen peningkatan mutu terpadu demi tercapainya koordinasi dan
peningkatan mutu pelayanan di ruang ICU yang memerlukan tim kendali mutu yang
anggotanya terdiri dari beberapa disiplin ilmu, dengan tugas utamanya memberi
masukan dan bekerja sama dengan staf struktural ICU untuk selalu meningkatkan
mutu pelayanan ICU.
h. Kemitraan profesi dimana kegiatan pelayanan pasien di ruang ICU di samping multi
disiplin juga antar profesi seperti profesi medik, profesi perawat dan profesi lain. Agar
dicapai hasil optimal maka perlu peningkatan mutu SDM (Sumber Daya Manusia)
secara berkelanjutan, menyeluruh dan mencakup semua profesi.
i. Efektifitas, keselamatan dan ekonomis dimana unit pelayanan di ruang ICU
mempunyai biaya dan teknologi yang tinggi, multi disiplin dan multi profesi, jadi
harus berdasarkan asas efektifitas, keselamatan dan ekonomis. Kesepuluh, kontuinitas
pelayanan yang ditujukan untuk efektifitas, keselamatan dan ekonomisnya pelayanan
ICU. Untuk itu perlu di kembangkan unit pelayanan tingkat tinggi (High Care Unit
=HCU). Fungsi utama. HCU adalah menjadi unit perawatan antara dari bangsal rawat
dan ruang ICU. Di HCU, tidak diperlukan peralatan canggih seperti ICU tetapi yang
diperlukan adalah kewaspadaan dan pemantauan yang lebih tinggi.
G. Tujuan ICU
1. Menyelamatkan kehidupan
2. Mencegah terjadinya kondisi memburuk dan komplikasi melalui observasi dan
monitaring evaluasi yang ketat disertai kemampuan menginterpretasikan setiap data
yang didapat dan melakukan tindak lanjut.
3. Meningkatkan kualitas pasien dan mempertahankan kehidupan.
4. Mengoptimalkan kemampuan fungsi organ tubuh pasien.
5. Mengurangi angka kematian pasien kritis dan mempercepat proses penyembuhan
pasien.
H. Etik Di ICU
Etik dalam penanganan pasien riset, dan hubungan dengan kolega harus
dilaksanakan secara cermat. Etik di ICU perlu pertimbangan berbeda dengan etik di
pelayanan kesehatan atau bangsal lain. Terkadang muncul kontroversi etik dalam
legalitas moral di ICU, misalnya tentang euthanasia.
I. Prosedur Masuk ICU
Pasien yang masuk ICU dikirim oleh dokter di luar ICU setelah berkonsultasi
dengan doketr ICU. Konsultasi sifatnya tertulis, tetapi dapat juga didahului secara lisan
(misalnya lewat telepon), terutama dalam keadaan mendesak, tetapi harus segera diikuti
dengan konsultasi tertulis. Keadaan yang mengancam jiwa akan menjadi tanggung
jawab dokter pengirim. Transportasi ke ICU masih menjadi tanggungjawab dokter
pengirim, kecuali transportasi pasien masih perlu bantuan khusus dapat dibantu oleh
pihak ICU. Selama pengobatan di ICU, maka dimungkinkan untuk konsultasi dengan
berbagai spesialis di luar dokter pengirim atau dokter ICU bertindak sebagai
koordinatornya. Terhadap pasien atau keluarga pasien wajib diberikan penjelasan
tentang perlunya masuk ICU dengan segala konsekuensinya dengan menandatangani
informed concern.
J. Perlakuan Terhadap Pasien ICU
Pasien di ruang ICU berbeda dengan pasien di ruang rawat inap biasa, karena
pasien ICU mempunyai ketergantungan yang sangat tinggi terhadap perawat dan
dokter. Di ICU, pasien kritis atau kehilangan kesadaran atau mengalami kelumpuhan
sehingga segala sesuatu yang terjadi dalam diri pasien hanya dapat diketahui melalui
monitoring yang baik dan teratur. Perubahan yang terjadi harus dianalisa secara cermat
untuk mendapat tindakan yang cepat dan tepat.
K. Tujuan Akhir Pengobatan ICU
Hasil yang paling baik dari pengobatan di ICU adalah keberhasilan dalam
mengembalikan pasien pada aktifitas kehidupan sehari-hari seperti keadaan sebelum
pasien sakit, tanpa defek atau cacat.
L. Reaksi Pasien Dan Keluarga Pasien ICU
Reaksi pasien di ICU antara lain kecemasan, ketidakberdayaan, disorientasi dan
kesulitan komunikasi. Untuk meminimalkan reaksi negatif dari pasien ICU dapat
dilakukan beberapa hal, antara lain :
1. Memberikan penjelasan setiap akan melakukan tindakan
2. Memberikan sedasi atau analgesi bila perlu
3. Keluarga dapat diijinkan bertemu pasien untuk memberikan dukungan moral
4. Diberikan alat bantu semaksimal mungkin.
Keluarga pasien juga dapat mengalami hal serupa dengan pasien, antara lain
cemas sampai dengan insomnia. Untuk meminimalkan reaksi negatif keluarga pasien
dapat dilakukan beberapa hal, antara lain :
1. Dapat dibuatkan selebaran / pamflet tentang ICU
2. Penjelasan tentang kondisi terkini pasien
3. Keluarga pasien dapat diikutkan pada konferensi klinik bersama semua staf dan
perawat
M. Pengelolaan Pasien ICU
Pendekatan Pasien ICU :
1. Anamnesis
Seringkali pasien sebelum masuk ICU sudah mendapat tindakan pengobatan
sebelum diagnosis definitif ditegakkan.
2. Serah Terima Pasien
Untuk mengetahui riwayat tindakan pengobatan sebelumnya dan sebagai bentuk
aspek legal.
3. Pemeriksaan Fisik
Meliputi pemeriksaan fisik secara umum, penilaian neurologis, sistem pernafasan,
kardiovaskuler, gastro intestinal, ginjal dan cairan, anggota gerak, haematologi
dan posisi pasien. Walaupun keadaan stabil, pasien tetap harus dilakukan
pemeriksaan fisik :
a. ABC
b. Jalan nafas dan kepala
c. Sistem pernafasan
d. Sistem sirkulasi
e. Sistem gastrointestinal
f. Anggota gerak
g. Monitoring rutin
h. Intubasi dan Pengelolaan Trakhea
i. Cairan : Dehidrasi
j. Perdarahan Gastrointestinal
Stress ulcer dapat merupakan kompensasi dari penyakit akut.
k. Nutrisi
Utamakan pemberian nutrisi enteral :
 Usia Lanjut
 Cadangan fisiologis terbatas
 Peningkatan penyakit penyerta
 Riwayat pemakaian obat
 Riwayat perokok, alkoholisme, obat-obatan.
 Interaksi obat pada usia lanjut
4. Kajian hasil pemeriksaan Meliputi biokimia, hematologi, gas darah, monitoring
TTV, foto thorax, CT scan, efek pengobatan.
5. Identifikasi masalah dan strategi penanggulangannya
6. Informasi kepada keluarga

N. Pengkajian Ulang Kinerja


Setiap ICU hendaknya membuat peraturan dan prosedur masuk dan keluar,
standar perawatan pasien, dan kriteria outcome yang spesifik. Kelengkapan ini
hendaknya dibuat oleh tim multidisipliner yang diwakili oleh dokter, perawat dan
administrator rumah sakit, dan hendaknya dikaji ulang dan diperbaiki seperlunya
berdasarkan keluaran pasien (outcome) dan pengukuran kinerja yang lain. Kepatuhan
terhadap ketentuan masuk dan keluar harus dipantau oleh tim multidisipliner, dan bila
ada penyimpangan maka dilaporkan pada badan perbaikan kualitas rumah sakit
untuk ditindak lanjuti.
1. PRASARANA
a. Lokasi
Dianjurkan satu kompleks dengan kamar bedah dan kamar pulih sadar, berdekatan atau
mempunyai akses yang mudah ke Unit Gawat Darurat, laboratorium, dan radiologi.
b. Desain
Standar ICU yang memadai ditentukan desain yang baik dan pengaturan ruang yang
adekuat.
Bangunan ICU:
- Terisolasi
- Mempunyai standar tertentu terhadap:
a. Bahaya api
b. Ventilasi
c. AC
d. Exhausts fan
e. Pipa air
f. Komunikasi
g. Bakteriologis
h. Kabel monitor
- Lantai mudah dibersihkan, keras dan rata
1) Area Pasien:
- Unit terbuka 12–16 m2/tempat tidur
- Unit tertutup 16–20 m2/tempat tidur
- Jarak antara tempat tidur: 2 m
- Unit terbuka mempunyai 1 tempat cuci tangan setiap 2 tempat tidur
- Unit tertutup 1 ruangan 1 tempat tidur dan 1 cuci tangan

Harus ada sejumlah outlet yang cukup sesuai dengan level ICU. ICU tersier paling sedikit
3 outlet udara–tekan, dan 3 pompa hisap dan minimum 16 stop kontak untuk tiap tempat
tidur. Pencahayaan yang cukup dan adekuat untuk observasi klinis dengan lampu TL day
light 10 watt/m2. Jendela dan akses tempat tidur menjamin kenyamanan pasien dan
personil. Desain dari unit juga memperhatikan privasi pasien.
2) Area Kerja, meliputi:
- Ruang yang cukup untuk staf dan dapat menjaga kontak visual perawat
dengan pasien.
- Ruang yang cukup untuk memonitor pasien, peralatan resusitasi dan
penyimpanan obat dan alat (termasuk lemari pendingin).
- Ruang yang cukup untuk mesin X-Ray mobile dan mempunyai negatif
skop.
- Ruang untuk telpon dan sistem komunikasi lain, komputer dan koleksi data, juga tempat
untuk penyimpanan alat tulis dan terdapat ruang yang cukup untuk resepsionis dan
petugas admistrasi.
3) Lingkungan
Mempunyai pendingin ruangan/AC yang dapat mengontrol suhu dan kelembaban sesuai
dengan luas ruangan. Suhu 22o–25o kelembaban 50–70%.
4) Ruang Isolasi
Dilengkapi dengan tempat cuci tangan dan tempat ganti pakaian sendiri.
5) Ruang Penyimpanan Peralatan dan Barang Bersih
Untuk menyimpan monitor, ventilator, pompa infus dan pompa syringe, peralatan dialisis.
Alat-alat sekali pakai, cairan, penggantung infus, troli, penghangat darah, alat hisap, linen
dan tempat penyimpanan barang dan alat bersih.
6) Ruang Tempat Pembuangan Alat/Bahan Kotor
Ruang untuk membersihkan alat-alat, pemeriksaan urine, pengosongan dan pembersihan
pispot dan botol urine. Desain unit menjamin tidak ada kontaminasi.
7) Ruang Perawat
Terdapat ruang terpisah yang dapat digunakan oleh perawat yang bertugas dan
pimpinannya.
8) Ruang Staf Dokter
Tempat kegiatan organisasi dan administrasi termasuk kantor kepala bagian dan staf, dan
kepustakaan.
9) Ruang Tunggu Keluarga Pasien
10) Laboratorium
Harus dipertimbangkan pada unit yang tidak mengandalkan pelayanan terpusat.
2. PERALATAN
a) Jumlah dan macam peralatan bervariasi tergantung tipe, ukuran dan fungsi ICU dan
harus sesuai dengan beban kerja ICU, disesuaikan dengan standar yang berlaku.
b) Terdapat prosedur pemeriksaan berkala untuk keamanan alat.
c) Peralatan dasar meliputi:
- Ventilator
- Alat ventilasi manual dan alat penunjang jalan nafas
- Alat hisap
- Peralatan akses vaskular
- Peralatan monitor invasif dan non-invasif
- Defibrilitor dan alat pacu jantung
- Alat pengatur suhu pasien
- Peralatan drain thorax
- Pompa infus dan pompa syringe
- Peralatan portable untuk transportasi
- Tempat tidur khusus
- Lampu untuk tindakan
- Continuous Renal Replacement Therapy
Peralatan lain (seperti peralatan hemodialisis dan lain-lain) untuk prosedur diagnostik dan
atau terapi khusus hendaknya tersedia bila secara klinis ada indikasi dan untuk
mendukung fungsi ICU. Protokol dan pelatihan kerja untuk staf medik dan paramedik
perlu tersedia untuk penggunaan alat-alat termasuk langkah-langkah untuk mengatasi
apabila terjadi malfungsi.
3. MONITORING PERALATAN
(Termasuk peralatan portable yang digunakan untuk transportasi pasien).
a) Tanda bahaya kegagalan pasokan gas.
b) Tanda bahaya kegagalan pasokan oksigen.
Alat yang secara otomatis teraktifasi untuk memonitor penurunan tekanan pasokan
oksigen, yang selalu terpasang di ventilator.
c) Pemantauan konsentrasi oksigen.
Diperlukan untuk mengukur konsentrasi oksigen yang dikeluarkan oleh ventilator atau
sistem pernafasan.
d) Tanda bahaya kegagalan ventilator atau diskonsentrasi sistem pernafasan.
Pada penggunaan ventilator otomatis, harus ada alat yang dapat segera mendeteksi
kegagalan sistem pernafasan atau ventilator secara terus menerus.
e) Volume dan tekanan ventilator.
Volume yang keluar dari ventilator harus dipantau. Tekanan jalan nafas dan tekanan
sirkuit pernafasan harus terpantau terus menerus dan dapat mendeteksi tekanan yang
berlebihan.
f) Suhu alat pelembab (humidifier).
Ada tanda bahaya bila terjadi peningkatan suhu udara inspirasi.
g) Elektrokardiograf.
Terpasang pada setiap pasien dan dipantau terus menerus.
h) Pulse oximetry.
Harus tersedia untuk setiap pasien di ICU.
i) Emboli udara.
Apabila pasien sedang menjalani hemodialisis, plasmapheresis, atau alat perfusi, harus
ada pemantauan untuk emboli udara.
j) Bila ada indikasi klinis harus tersedia peralatan untuk mengukur variabel fisiologis lain
seperti tekanan intra-arterial dan tekanan arteri pulmonalis, curah jantung, tekanan
inspirasi dan aliran jalan nafas, tekanan intrakranial, suhu, transmisi neuromuskular,
kadar CO2 ekspirasi.
DAFTAR PUSTAKA
Pane, TH. 2012. Peran Keluarga dalam Perawatan ICU. Jurnal Universitas Sumatera Utara
diakses melalui
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31771/4/Chapter%20II.pdf
pada tanggal 7 September 2014
Kemenkes. 2011. Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pelayanan ICU di Rumah Sakit. Diakses
pada 9 September 2014 melalui www.kemenkes.go.id
Vicky. 2010. Keperawatan Gawat Darurat. Diakses pada 9 September 2014 melalui
Unismus Web: http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-
vickynurpr-5195-3-bab2.pdf
KONSEP INSTANSI GAWAT DARURAT (IGD)

A. Definisi instansi gawat darurat (IGD)


Instalasi gawat darurat adalah salah satu sumber utama pelayanan kesehatan di rumah
sakit. Ada beberapa hal yang membuat situasi di IGD menjadi khas, diantaranya adalah
pasien yang perlu penanganan cepat walaupun riwayat kesehatannya belum jelas.
pelayanan rawat darurat adalah bagian dari pelayanan kedokteran yang dibutuhkan
oleh penderita dalam waktu segera untuk menyelamatkan kehidupannya. Unit kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan rawat darurat disebut dengan nama Instalasi Gawat Darurat
(IGD). Tergantung dari kemampuan yang dimiliki, keberadaan IGD dapat beraneka macam.
Namun yang lazim ditemukan adalah yang tergabung dalam rumah sakit.
Meskipun telah majunya sistem rumah sakit yang dianut oleh suatu negara bukan
berarti tiap rumah sakit memiliki kemampuan mengelola IGD sendiri. Penyebab utama
kesulitan untuk mengelola IGD adalah karena IGD merupakan salah satu dari unit kesehatan
yang paling padat modal, padat karya, serta padat teknologi.
IRD yaitu suatu tempat / unit pelayanan dirumah sakit yang memiliki tim kerja
dengan kemampuan khusus dan peralatan yang memebrikan pelayanan pasien gawat
darurat yang terorganisir.
Instalasi pelayanan pertama bagi pasien yang datang ke rumah sakit terutama dalam
hal kedaruratan berdasrkan kriteria standart baku.

B. Tujuan IGD
1. Mencegah kematian dan kecacatan pada penderita gawat darurat
2.  Menerima rujukan pasien atau mengirim pasien
3.    Melakukan penanggulangan korban musibah masal dan bencana yang
terjadi dalam maupun diluar rumah sakit
4.    Suatu IRD harus mampu memberikan pelayanan dengan kualitas tinggi pada
masyarakat dengan problem medis akut
C. Kriteria IGD
1.    IRD harus buka 24 jam
2.    IRD juga harus memiliki penderita – penderita false emergency (korban yang
memerlukan tindakan medis tetapi tidak segera),tetapi tidak boleh memggangu /
mengurangi mutu pelayanan penderita- penderita gawat darurat.
3.    IRD sebaiknya hanya melakukan primary care sedangkan definitive care dilakukan
ditempat lain dengan cara kerjasama yang baik
4.  IRD harus meningkatkan mutu personalia maupun masyarakat sekitarnya dalam
penanggulangan penderita gawat darurat (PPGD)
5.  IRD harus melakukan riset guna meningkatkan mutu / kualitas pelayanan kesehatan
masyarakat sekitarnya.
D. Kegiatan IGD
Instalasi Gawat Darurat yang merupakan suatu bentuk penanganan kegawatdaruratan
memiliki berbagai macam kegiatan. Menurut Flynn (1962) dalam Azrul (1997) kegiatan IGD
secara umum dapat dibedakan sebagai berikut:
a.  Menyelenggarakan pelayanan gawat darurat.
Kegiatan utama yang menjadi tanggung jawab IGD adalah menyelenggarakan
pelayanan gawat darurat. Sayangnya jenis pelayanan kedokteran yang bersifat khas
seing disalah gunakan. Pelayanan gawat darurat yang sebenarnya bertujuan untuk
menyelamatkan kehidupan penderita (live saving), sering dimanfaatkan hanya untuk
memperoleh pelayanan pertolongan pertama (first aid) dan bahkan pelayanan rawat
jalan (ambulatory care)
b.  Menyelenggarakan pelayanan penyaringan untuk kasus-kasus yang membutuhkan
pelayanan rawat inap intensif.
Kegiatan kedua yang menjadi tanggung jawab UGD adalah menyelenggarakan
pelayanan penyaringan untuk kasus-kasus yang membutuhkan pelayanan intensif.
Pada dasarnya pelayanan ini merupakan lanjutan dari pelayanan gawat darurat, yakni
dengan merujuk kasus-kasus gawat darurat yang dinilai berat untuk memperoleh
pelayanan rawat inap intensif.
c.  Menyelenggarakan pelayanan informasi medis darurat.
Kegiatan ketiga yang menjadi tanggung jawab UGD adalah menyelenggarakan
informasi medis darurat dalam bentuk menampung serta menjawab semua pertanyaan
anggota masyarakat yang ada hubungannya dengan keadaan medis darurat
(emergency medical questions).
E. Disiplin pelayanan
Disiplin pelayanan adalah suatu aturan yang berkaitan dengan cara memilih anggota
antrian yang akan dilayani lebih dahulu. Disiplin yang biasa digunakan adalah (Subagyo,
1993) :
1. FCFS              : First Come-First Served (pertama masuk, pertama dilayani)
2. LCFS             : Last Come-First Served (terakhir masuk, pertama dilayani)
3. SIRO              : Service In Random Order (pelayanan dengan urutan acak)
4. Emergency First : Kondisi berbahaya yang didahulukan.
Dalam hal kegawatdaruratan pasien yang datang ke IRD akan dilayani sesuai urutan
prioritas yang ditunjukan dengan labelisasi warna ,yaitu :
a. Biru     : Gawat darurat,resusitasi segera yaitu Untuk penderita sangat gawat/ ancaman
nyawa.
b. Merah  : Gawat darurat,harus MRS yaitu untuk penderita gawat darurat (kondisi stabil
/ tidak membahayakan nyawa )
c. Kuning : Gawat darurat ,bisa MRS /Rawat jalan yaitu Untuk penderita darurat, tetapi
tidak gawat
d. Hijau   : Gawat tidak darurat,dengan penanganan bisa rawat jalan yaitu Untuk bukan
penderita gawat.
e. Hitam : Meninggal dunia
Prioritas dari warna
1. Biru
a)    Henti jantung yang kritis
b)   Henti nafas yang kritis
c)    Trauma kepala yang kritis
d)   Perdarahan yang kritis
2. Merah
a)    Sumbatan jalan nafas atau distress nafas
b)   Luka tusuk
c)    Penurunan tekanan darah
d)   Perdarahan pembuluh nadi
e)    Problem kejiwaan
f)     Luka bakar derajat II >25 %   tidak mengenai dada dan muka
g)   Diare dengan dehidrasi
h)   Patah tulang
3. Kuning
a)    Lecet luas
b)   Diare non dehidrasi
c)    Luka bakar derajat I  dan  derajat  II   > 20 %
4.  Hijau
a)    Gegar otak ringan
b)   Luka bakar derajat I
Gawat      : Suatu keadaan yang mengancam nyawa pasien
Darurat     : Suatu keadaan yang segera memerlukan pertolongan
Saat tiba di IRD pasien biasanya menjalani pemilahan terlebih dahulu anamnesis
untuk membantu menentukan sifat dan keparahan penyakitnya. Penderita yang kena penyakit
serius biasanya lebih sering mendapat visite lebih sering oleh dokter daripada mereka yang
penyakitnya tidak begitu parah . Setelah penaksiran dan penanganan awal pasien bisa dirujuk
ke Rumah sakit distabilkan dan dipindahkan ke rumah sakit lain karena berbagai alasan atau
dikeluarkan
Kebanyakan IRD buka 24 jam ,meski pada malam hari jumlah staf yang ada akan
lebih sedikt.
f. Kemampuan tenaga perawat IGD
Sesuai dengan pedoman kerja perawat,Depkes 1999
1.    Mampu mengenal klasifikasi dan labelisasi pasien
2.    Mampu mengatasi pasien : syok, gawat nafas,gagal
jantung,kejang,koma,perdarahan,kolik, status asthmatikus,nyeri hebat daerah
panggul dan kasus ortopedi.
3.    Mampu melaksanakan pencatatan dan pelaporan Askep
4.    Mampu berkomunikasi :intern dan ekstern
G. Sarana dan prasaranan fisik ruangan yang diperlukan di IGD
     Ketentuan umum fisik bangunan :
1.    Harus mudah dijangkau oleh masyarakat
2.    Harus mempunyai pintu masuk dan keluar yang berbeda (Alur masuk kendaraan
pasien tidak sama dengan alur keluar)
3.    Harus memiliki ruang dekontaminasi (dengan fasilitas shawer) yang terletak antara
ruang “triage “(ruang penerimaan pasien) dengan ruang tindakan
4.    Ambulans / kendaraan yang membawa pasien harus dapat sampai di depan pintu
5.    Ruang triage harus dapat memuat minimal 2 brankar

H. Prinsip penanggulangan penderita gawat darurat


Kematian dapat terjadi bila seseorang mengalami kerusakan atau kegagalan dan salah satu
sistem / organ seperti :
1.    Susunan saraf pusat
2.    Pernafasan
3.    Kardiovaskuler
4.    Hati
5.    Ginjal
6.    Pancreas
Kegagalan (kerusakan) sistem/ organ tersebut dapat disebabkan oleh :
1.    Trauma / cedera
2.    Infeksi
3.    Keracunan (polsoning)
4.    Degenerasi (kailure)
5.    Asfiksi
6.    Kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah besar (excessive loss of water and
lectrolie)
Kegagalan sistem saraf pusat,kardiovaskuler,pernafasan dan kehilangan hipoglikemia
dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat (4-6 menit). Sedangkan kegagaln sistem /
organ yang lain dapat menyebabkan kematian dalam waktu yang lebih lama. Drngan
demikian keberhasilan Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD) dalam mencegah
kematian dan cacat ditentukan oleh :
1.    Kecacatan menemukan penderita gawat darurat
2.    Kecepatan meminta pertolongan
3.    Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan :
a)    Ditempat kejadian
b)   Dalam perjalanan kerumah sakit
c)    Pertolongan selanjutnya secara mantap di Puskesmas / Rumah Sakit

II. TRIAGE
Mempunyai arti menyortir atau memilih. Dirancang untuk menempatkan pasien yang
tepat diwaktu yang tepat dengan pemberi pelayanan  yang tepat. Triage merupakan suatu
proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit dan menentukan jenis
perawatan gawat darurat serta transportasi. Dan merupakan proses yang berkesinambungan
sepanjang pengelolaan.
Dalam Triage tidak ada standard nasional baku, namun ada 2 sistem yang dikenal, yaitu:
1. METTAG (Triage tagging system).
Sistim METTAG merupakan suatu pendekatan untuk memprioritisasikan tindakan.
  Prioritas Nol (Hitam) :
1.    Mati atau jelas cedera fatal.
2.    Tidak mungkin diresusitasi.
  Prioritas Pertama (Merah) :
   Cedera berat yang perlukan tindakan dan transport segera.
a. gagal nafas,
b. cedera torako-abdominal,
c. cedera kepala / maksilo-fasial berat,
d. shok atau perdarahan berat,
e. luka bakar berat.
  Prioritas Kedua (Kuning) :
     Cedera yang dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat :
1. cedera abdomen tanpa shok,
2. cedera dada tanpa gangguan respirasi,
3. fraktura mayor tanpa shok,
4. cedera kepala / tulang belakang leher,
5. luka bakar ringan.
Prioritas Ketiga (Hijau) :
     Cedera minor yang tidak membutuhkan stabilisasi segera :
1. cedera jaringan lunak,
2. fraktura dan dislokasi ekstremitas,
3. cedera maksilo-fasial tanpa gangguan jalan nafas,
4. gawat darurat psikologis.
Sistim METTAG atau pengkodean dengan warna system tagging yang sejenis, bisa
digunakan sebagai bagian dari Penuntun Lapangan START.
2. Sistim triase Penuntun Lapangan  START (Simple Triage And Rapid Transportation).
Penuntun Lapangan START memungkinkan penolong secara cepat
mengidentifikasikan korban yang dengan risiko besar akan kematian segera atau
apakah tidak memerlukan transport segera.
Penuntun Lapangan START dimulai dengan penilaian pasien 60 detik, meliputi
pengamatan terhadap ventilasi, perfusi, dan status mental. Hal ini untuk memastikan
kelompok korban :
     a. perlu transport segera / tidak,      
     b. tidak mungkin diselamatkan,
a. mati.
 Sistem triase
Non Bencana : Memberikan pelayanan terbaik pada pasien secara individu.
Bencana / Korban Berganda : Memberikan pelayanan paling efektif untuk sebanyak mungkin
pasien
 Objektif primer di ird
 1. Pengenalan tepat yang butuh pelayanan segera
 2. Menentukan area yang layak untuk tindakan
 3. Menjamin kelancaran pelayanan dan mencegah hambatan yang tidak perlu
 4. Menilai dan menilai ulang pasien baru / pasien yang menunggu
 5. Beri informasi /rujukan pada pasien / keluarga
 6. Redam kecemasan pasien / keluarga; humas.
 Aturan primer petugas
 1.  Skrining pasien secara cepat.
 2.  Penilaian terfokus.
 Sasaran primer dan sekunder triase
 1.  Primer :  Mengenal kondisi yang mengancam jiwa.
 2.  Sekunder : Memberi prioritas pasien sesuai kegawatannya.

Prinsip dari triage :


a.     Triase harus cepat dan tepat
        Kemampuan untuk merespon secara cepat, terhadap keadaan yang mengancam
nyawa merupakan suatu yang sangan penting pada bagian kegawatdaruratan
b.     Pemeriksaan harus adekuat dan akurat
        Akurasi keyakinan dan ketangkasan merupakan suatu element penting pada proses
pengkajian
c.     Keputusan yang diambil berdasarkan pemeriksaan
         Keamanan dan keefektifan perawatan pasien hanya dapat direncanakan jika ada
informasi yang adekuat dan data yang akurat
d.     Memberikan intervensi berdasarkan keakutan kondisi
        Tanggungjawab utama dari perawat triase adalah untuk mengkaji dan memeriksa secara
akurat pasien, dan memberikan perawatan yang sesuai pada pasien, termasuk intervensi
terapiutik, prosedur diagnostic, dan pemeriksaan pada tempat yang tepat untuk
perawatan
e.     Kepuasan pasien tercapai
– Perawat triase harus melaksanakan prinsip diatas untuk mencapai kepuasan
pasien
– Perawat triase menghindari penundaan perawatan yang mungkin akan
membahayakan kesehatan pasien atau pasien yang sedang kritis
– Perawat triase menyampaikan support kepada pasien, keluarga pasien, atau
Teman (Department Emergency Hospital Singapore, 2009)

Prinsip umum lain dalam asuhan keperawatan yang di berikan oleh perawat di ruang
gawat darurat antara lain :
a) Penjaminan keamanan diri perawatan dan klien terjaga, perawat harus menerapkan
b) Prinsip universal precaution, mencegah penyebaran infeksi dan memberikan asuhan
yang nyaman untuk klien
c) Cepat dan tepat dalam melakukan triage, menetapkan diagnose keperawatan,
tindakan keperawatan dan evaluasi yang berkelanjutan
d) Tindakan keperawatan meliputi resusitasi dan stabilisasi diberikan untuk
mengatasi masalah biologi dan psikologi klien
e) Penjelasan dan pendidikan kesehatan untuk klin dan keluarga diberikan untuk
menurunkan kecemasan dan meningkatkan kerjasama perawat dan klien

f)     System monitoring kondisi klien harus dapat dijalankan

g)    Sisten dokumentasi yang dipai dapat digunakan secara mudah, cepat dan tepat

h)    Penjaminan tindakan keperawatan secara etik dan legal keperawatan perlu


dijaga.            
Tipe Triage :

Ada beberapa Tipe triage, yaitu :


a.  Daily triage
Daily triage adalah triage yang selalu dilakukan sebagai dasar pada system kegawat
daruratan. Triage yang terdapat pada setiap rumah bsakit berbeda-beda, tapi secara umum
ditujukan untuk mengenal, mengelompokan pasien menurut yang memiliki tingkat
keakutan dengan tujuan untuk memberikan evaluasi dini dan perawatan yang tepat.
Perawatan yang paling intensif dberikan pada pasien dengan sakit yang serius meskipun
bila pasien itu berprognosis buruk.
b.   Mass Casualty incident
Merupakan triage yang terdapat ketika sestem kegawatdaruratan di suatu tempat bencana
menangani banyak pasien tapi belum mencapai tingat ke kelebihan kapasitas. Perawatan
yang lebih intensif diberikan pada korban bencana yang kritis. Kasus minimal bisa di
tunda terlebih dahulu.
c.   Disaster Triage
Ada ketika system emergensi local tidak dapat memberikan perawatan intensif sesegera
mungkin ketika korban bencana sangat membutuhkan. Filosofi perawatan berubah dari
memberikan perawatan intensif pada korban yang sakit menjadi memberikan perawatan
terbaik untuk jumlah yang terbesar. Fokusnya pada identifikasi korban yang terluka yang
memiliki kesempatan untuk bertahan hidup lebih besar dengan intervensi medis yang
cepat. Pada disaster triage dilakukan identifikasi korban yang mengalami luka ringan dan
ditunda terlebih dahulun tanpa muncul resko dan yang mengalami luka berat dan tidak
dapat bertahan. Prioritasnya ditekankan pada transportasi korban dan perawatan
berdasarkan level luka.
d.    Military Triage
Sama dengan  tiage lainnya tapi berorientasi pada tujuan misi disbanding dengan aturan
medis biasanya. Prinsip triage ini tetap mengutamakan pendekatan yang paling baik
karena jika gagal untuk mencapai tujuan misi akan mengakibatkan efek buruk pada
kesehatan dan kesejahteraan populasi yang lebih besar.
e.    Special Condition triage
Digunakan ketika terdapat faktor lain pada populasi atau korban. Contohnya kejadian
yang berhubungan dengan senjara pemusnah masal  dengan radiasi, kontaminasi biologis
dan kimia. Dekontaminasi dan perlengkapan pelindung sangat dibutuhkan oleh tenaga
medis. (Oman, Kathleen S., 2008;2)
Klasifikasi dan penentuan prioritas pasien!
Ada beberapa istilah yang digunakan dalam unit gawat darurat berdasarkan Prioritas
perawatannya, antara lain :
a.   Gawat Darurat (P1)
Keadaaan yang mengancam nyawa/adanya gangguan ABC dan perlu tindakan segera,
misalnya cardiac arrest,  penurunan kesadaran , trauma mayor dengan perdarahan hebat
b.    Gawat Tidak Darurat (P2)
Keadaan mengangancam nyawa tetepi tidak memerlukan tindakan darurat. Setelah
dilakukan resusitasi maka ditindak lanjuti oleh dokter specialis. Misalnya : pasien kanker
tahap lanjut, fraktur, sickle cell dan lainya.
c.    Darurat Tidak Gawat (P3)
Keadaan yang tidak mengancam nyawa tetapi memerlukan tindakan darurat. Pasien sadar,
tidak ada gangguan ABC dan dapat langsung diberikan terapi definitif. Untuk tindak
lanjut dapat ke poliklinik, misalnya: laserasi, fraktur minor/tertutup,sistitis, otitis media
dan lainya.
d.   Tidak Gawat Tidak Darurat
Keaadaan yang tidak mengancam nyawa tetapi tidak memerlukan tindakan gawat. Gejala
dan tanda klinis ringan/asimptomatis. Misalnya penyakit kulit, batuk, flu, dan sebagainya
(ENA, 2001;Iyer, 2004)
DAFTAR PUSTAKA

Fauzanlampoeng.http://www.scribd.com/doc/50079020/sarana-dan-prasarana-fisik-unh-
gawat-darurat
Iyer, P. 2004. Dokumentasi Keperawatan : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan,Jakarta :
EGC
Oman, K 2008. Panduan Belajar Keperawatan Gawat Darurat   : Jakarta : EGC
Aninomous,1999. Triage officers course.
Wikipedia, the free encyclopedia, 2009, triage, (Online), (http://en.wikipedia. org/wiki/triage,
Diakses pada tgl 21 Maret 2010).

Anda mungkin juga menyukai