Anda di halaman 1dari 10

FORMULASI TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL

TUGAS RANGKUMAN

BAHAN AKTIF OBAT DAN EKSIPIEN FARMASETIK

Disusun Oleh:

Nama : Liana Febrianti

NIM : 170105038

Kelas : 6B SI Farmasi

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA PURWOKERTO

2020
BAHAN AKTIF OBAT DAN EKSIPIEN FARMASETIK

Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi, atau serbuk yang
harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan secara
parenteral, suntikan dengan cara menembus, atau merobek jaringan kedalam atau
melalui kulit atau selaput lendir. Sediaan steril yaitu sediaan terapetis yang bebas
mikroorganisme baik vegetatif atau bentuk sporanya baik patogen atau nonpatogen.
Produk steril adalah sediaan terapetis dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas dari
mikroorganisme hidup.

 Eksipien Dalam Formulasi Sediaan Parenteral


Sediaan parenteral bisa didefinisikan sebagai obat steril, larutan, atau suspensi
yang dikemas dengan cara yang sesuai untuk pemberian melalui suntikan
hiperdermis, baik dalam bentuk siap pakai maupun bentuk yang perlu
ditambahkan pelarut yang sesuai atau agen pensuspensi. Terdiri dari komposisi
sediaan parenteral:
1. Bahan aktif
2. Bahan tambahan
a. Antioksidan: Garam-garam sulfurdioksida termasuk bisulfit, metasulfit
dan sulfit adalah yang paling umum digunakan sebagai antioksidan.
Selain itu digunakan: Asam askorbat, Sistein, Monotiogliseril,
Tokoferol.
b. Bahan antimikroba atau pengawet (Hanya untuk sediaan injeksi, tidak
boleh ditambahkan untuk sediaan infus). Contoh: Benzalkonium
klorida, Benzil alcohol, Klorobutanol, Metakreosol, Timerosol, Butil
p-hidroksibenzoat, Metil p-hidroksibenzoat, Propil p-hidroksibenzoat,
Fenol.
c. Buffer (Hanya untuk sediaan injeksi, tidak boleh ditambahkan untuk
sediaan infus). Contoh : Asetat, Sitrat, Fosfat.
d. Bahan pengkhelat: Garam etilendiamintetraasetat (EDTA).
e. Gas inert: Nitrogen dan Argon.
f. Bahan penambah kelarutan (Kosolven): Etil alkohol, Gliserin,
Polietilen glikol, Propilen glikol, Lecithin.
g. Surfaktan: Polioksietilen dan Sorbitan monooleat.
h. Bahan pengisotonis: Dekstrosa dan NaCl.
i. Bahan pelindung: Dekstrosa, Laktosa, Maltosa dan Albumin serum
manusia.
j. Bahan penyerbuk: Laktosa, Manitol, Sorbitol, Gliserin.
3. Pembawa
a. Pembawa air
b. Pembawa nonair dan campuran
 Minyak nabati: Minyak jagung, Minyak biji kapas, Minyak
kacang, Minyak wijen
 Pelarut bercampur air: Gliserin, Etil alcohol, Propilen glikol,
Polietilenglikol 300.

 Zat Tambahan Untuk Suspensi Steril


Suspensi untuk injeksi adalah sediaan berupa suspensi serbuk dalam
medium cair yang sesuai dan tidak disuntikkan secara intravena atau kedalam
saluran spinal (intratekal). Suspensi untuk injeksi terkonstitusi adalah sediaan
padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai untuk membentuk larutan
yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan
bahan pembawa yang sesuai (Anonim, 1995). Terdiri dari komposisi sediaan
suspense steril:
1. Komposisi Suspensi, dimana suspensi parenteral mengandung bahan yang
meliputi zat aktif
2. Zat tambahan terdiri dari:
a. Floculating/suspending agent meliputi 3 hal antara lain :
 Surfaktan, contoh : Lesitin, Polysorbat 20, Polysorbat 40,
Polysorbat 80 dan Pluronic F-68.
 Koloid Hidrofilik, contoh : CMC Sodium, Akasia, Gelatin,
MC, dan PVP.
 Elektrolit, contoh : Kalium/ Sodium Klorida, Kalium/ Sodium
Sitrat, dan Kalium/ Sodium Asetat.
b. Wetting agent (Pembasah)
Pembasah (Wetting agent) berfungsi mengurangi sudut kontak
permukaan partikel dengan cairan pembasah. Berguna apabila serbuk
hidrofobik tersuspensi dalam keadaan yang polar, contohnya :
 Pelarut non polar : Gliserin, Alkohol dan Propilenglikol
 Surfaktan non ionik : Polysorbate 20, Polysorbate 40 dan
Polysorbate 80
c. Solvent (Pelarut)
Pelarut (Solvent) untuk suspensi injeksi dapat digunakan
pelarut yang polar maupun yang nonpolar. Water for suspension cocok
pada sistem pelarut yang polar. Pelarut yang nonpolar dapat berupa :
 Pelarut nonpolar yang dapat bercampur dengan air (Water
Miscible) seperti Etanol, Gliserin, Propilenglikol, N-(β
hidroksietil)-laktamida.
 Pelarut nonpolar yang tidak dapat bercampur dengan air
maupun minyak tertentu, seperti Minyak Wijen, Minyak
Kacang, Minyak Jarak, Minyak Almond, Minyak Bunga
Matahari, dan Minyak Biji Poppy Beriodium.
d. Zat Pengawet
Bahan pengawet yang dapat digunakan dalam suspensi injeksi
antara lain :
 Benzil Alkohol (0,9% – 1,5%)
 Metilparaben (0,18% – 0,2%)
 Propilparaben (0,02%)
 Benzalkonium Klorida (0,01% – 0,02%)
 Thimersal (0,001% – 0,01%)
e. Antioksidan
Antioksidan yang digunakan dalam suspensi parenteral terbagi
atas dua jenis :
1. Larut air
 Asam Askorbat (0,02% – 0,1%)
 Sodium Bisulfit (0,1% – 0,15%)
 Sodium Metabisulfit (0,1% – 0,15%)
 Sodium Formaldehida Sulfoksilat (0,1% – 0,15%)
 Thiourea (0,005%)
2. Larut minyak
 Ester Asam Askorbat (0,01% – 0,15%)
 BHT (0,005% – 0,02%)
 Tokoferol (0,05% – 0,075%)
f. Chelating agent (Pengkhelat)
Contoh pengkhelat (Chelating agent) yang biasanya digunakan
dalam formulasi sediaan suspensi injeksi adalah EDTA
(Etilendiamintetraasetat).
g. Buffering agent (Pendapar)
Contoh pendapar (Buffering agent) yang biasanya digunakan
dalam formulasi sediaan suspensi injeksi adalah Asam Sitrat dan
Sodium Sitrat.
h. Toniciting agent (Pengtonisitas)
Contoh pengisotonis (Toniciting agent) yang biasanya
digunakan dalam formulasi sediaan suspensi injeksi adalah Dekstrosa,
Sodium Klorida.
 Zat Tambahan Untuk Emulsi Steril
Emulsi yaitu suatu dispersi dengan fase dispersi terdiri atas bulatan-
bulatan kecil zat cair dan terdistribusi kesuluruh pembawa yang tidak
bercampur. Teori emulsifikasi yang paling lazim yaitu emulsi yang dapat
dihasilkan dan distabilkan antara lain yaitu teori tegangan permukaan dan
teori lapisan antar muka. Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan
emulsi injeksi antara lain:
1. Agar isotonis : ditambahkan glukosa, sorbitol dan gliserol.
2. Fase minyak : minyak wijen, minyak ikan, kacang, zaitun, kapas, biji
rami dan kedelai.
3. Untuk menambahkan viskositas : derivate gelatin dan selulosa.
4. Emulgator : lecithine, pospolipids, pluronis F68 dan polisorbate.
5. Partikel minyak yang teremulsi : tidak lebih besar dari erythrocyte (0.5
µ)
6. Suntikan IV harus pelan, kecepatan : paling tinggi 1 gram/Kg b.b dan
maksimal 4 gram/Kg b.b/hari
7. Lipoveneus tidak bercampur dengan infuse elektrolit, vitamin atau obat
lain agar memberikan kalori dan asam esensial dengan relative cepat dan
murah.
 Zat Tambahan Untuk Larutan Oftalmik
Larutan optalmik adalah larutan steril basis lemak atau air dari alkaloid,
garam alkaloid, antibiotik, atau zat lain yang dimasukkan ke dalam mata.
(AOC thn1957 hal 221). Sediaan mata adalah larutan atau suspensi dengan
pembawa air atau minyak steril yang mengandung satu atau lebih zat aktif
yang dibutuhkan untuk digunakan pada mata. (Codex, 161-165). Terdiri dari
komposisi sebagai berikut:
1. Zat aktif
2. Zat tambahan
a.Pengawet
Jenis Konsentrasi Inkompatibilitas Keterangan
Senyawa 0,004– 0,02 Sabun, surfaktan Paling banyak
amonium dipakai untuk
%(biasanya anionik, salisilat,
kuartener : sediaan optalmik.
Benzalkonium 0,01%) nitrat, fluorescein ·  Efektivitasnya
klorida natrium. ditingkatkan
dengan
penambahan
EDTA 0,02%.

Senyawa 0,01-0,005% Halida tertentu Biasanya digunakan


merkur nitrat : 0,005%
dengan sebagai pengawet
·  Fenil merkuri
nitrat dan fenilmerkuri asetat dari zat aktif yang
Thiomersal
OTT dengan
benzalkonium
klorida
Parahidroksi Nipagin Ddiadsorpsi oleh arang digunakan;
benzoat :
0,18%+ makromolekul, banyak digunakan
Nipagin,Nipaso
l Nipasol interaksi dengan untuk mencegah
0,02% surfaktan nonionik pertumbuhan jamur,
dalam dosis tinggi
mempunyai sifat
antimikroba yang
lemah
Fenol : 0,5 – 0,7% Stabilitasnya pH Akan berdifusi
Klorobutanol
dependent; melalui kemasan
aktivitasnya polietilen low-
tercapai pada density
konsentrasi dekat
kelarutan max
b. Pengisotonis
Pengisotonis yang dapat digunakan adalah NaCl, KCl, glukosa,
gliserol dan dapar (Codex, 161-165). Rentang tonisitas yang masih
dapat diterima oleh mata :
 FI IV : 0,6 – 2,0% RPS dan RPP : 0,5 – 1,8
 AOC : 0,9 – 1,4% Codex dan Husa : 0,7 – 1,5%
Tapi usahakan berada pada rentang 0,6 – 1,5%. Hati-hati kalau bentuk
garam zat aktif adalah garam klorida (Cl) karena jka pengisotonis yang
digunakan adalah NaCl dapat terjadi kompetisi dan salting out.
c. Pendapar
Menurut Codex, dapar yang dapat dipakai adalah dapar borat,
fosfat dan sitrat. Tapi berdasarkan Suarat Edaran Dirjen POM tgl 12
Oktober 1999, asam borat tidak boleh digunakan untuk pemakaian
topikal/lokal karena resiko toksisitasnya lebih besar dibandingkan
khasiatnya untuk penggunaan topikal. Jadi, dapar yang boleh
digunakan untuk sediaan optalmik hanya dapar fosfat dan sitrat. Dapar
yang digunakan sebaiknya adalah dapar yang telah dimodifikasi
dengan penambahan NaCl yang berfungsi untuk menurunkan kapasitas
daparnya.
d. Peningkat viskositas
Viskositas untuk larutan obat mata dipandang optimal jika
berkisar antara 15-25 centipoise (cps). Peningkat viskositas yang biasa
dipakai adalah metilselulosa 4000 cps sebanyak 0,25% atau 25 cps
sebanyak 1%, HPMC, atau polivinil alkohol (Ansel, 548-552).
Menurut Codex, dapat digunakan turunan metil selulosa, polivinil
alkohol, PVP, dekstran and makrogol. Na CMC jarang digunakan
karena tidak tahan terhadap elektrolit sehingga kekentalan menurun;
kadang tidak tercampurkan dengan zat aktif (Diktat kuliah teknologi
steril, 303).
e. Anti oksidan
Antioksidan yang sering digunakan adalah Na metabisulfit atau Na
sulfit dengan konsentrasi sampai 0,3%. Vitamin C (asam askorbat) dan
asetilsistein pun dapat dipakai terutama untuk sediaan fenilefrin
(Codex, 161-165; RPS, 1590).
f. Surfaktan
Menurut Codex, surfaktan non ionik yang sering dipakai
adalah Polisorbat 80 (Tween 80). Sedangkan menurut Diktat kuliah
teknologi steril dapat juga digunakan Tween 20, benzetonium klorida,
miristil-gamma-picolinium klorida, polioxil 40-stearat, alkil-aril-
polietil alkohol, dioktil sodium sulfosuksinat, dll.
 Air Steril Untuk Injeksi (SWFI)
Air untuk obat suntik yang telah diste air untuk obat air untuk obat suntik
yang telah disterilkan dan dikemas dalam wadah-wadah dosis tunggal dengan
ukuran 500-1000 ml. Persyaratan :
 Steril
 Bebas pirogen
 Bebas dari zat tambahan lain dan anti mikroba
Digunakan untuk pelarut, pembawa atau pengencer obat suntik yang telah
dikemas dan steril. Dalam penggunaan, air ditambahkan secara aseptis ke
dalam vial obat untuk melarutkan obat suntik yang diinginkan.
 Air Bakteriostatika Untuk Injeksi (BWFI)
Air steril untuk obat suntik yang mengandung satu atau lebih zat anti
mikroba yang sesuai. Dikemas dalam vial berisi air tidak lebih dari 30 ml.
 Pada etiket harus tertera nama dan perbandingan anti mikroba yang
dikandung.
 Digunakan sebagai pembawa steril dalam sediaan-sediaan obat suntik
dengan volume kecil.
 Penggunaan secara parenteral dalam jumlah besar dibatasi, karena zat
anti mikroba yang disuntikkan bersama obat akan berlebihan dan
mungkin beracun.
 Volume pelarut yang dipakai harus lebih kecil dari 5 ml.
 Perhatikan ott secara kimia zat anti mikroba dan obat.
 Minyak Lemak Pelarut/Pembawa Injeksi
Setiap Farmakope mencantumkan jenis minyak tumbuhan (nabati)
yang berbeda-beda. Minyak kacang (Oleum Arachidis), minyak zaitun
(Oleum Olivarium), minyak mendel, minyak bunga matahari, minyak kedelai,
minyak biji kapuk dan minyak wijen (Oleum sesami) adalah beberapa jenis
minyak yang sering digunakan sebagai pembawa injeksi. Minyak harus netral
secara fisiologis dan dapat diterima tubuh dengan baik. Persyaratan untuk ini
adalah tingkat kemurnian yang tinggi dan menunjukan bilangan asam dan
bilangan peroksida yang rendah. Sebelum memakainya, kita netralkan
minyak-minyak dari asam lemak bebas melalui pengocokan dengan etanol
supaya tidak merangsang. Pemakaiannya secara intravena tidak dimungkinkan
karena tidak tercampurkannya dengan serum darah dan dapat menyebabkan
terjadinya emboli paru-paru. Oleh karena itu, penggunaannya hanya ditujukan
untuk preparat injeksi intramuskular dan subkutan. Larutan atau suspensi
minyak mempunyai waktu kerja lama (depo), sering sampai 1 bulan
penyerapan obat dan membebaskan bahan aktifnya secara lambat

Anda mungkin juga menyukai