Sindrom esktrapiramidal
Oleh:
R R BONO PAZIO (2011730160)
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan nikmat yang sangat luas kepada kita
semua. Atas pertolongan dan kekuasaan-Nya yang begitu sempurna, penulis dapat
menyelesaikan tugas kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak ini. Shalawat serta salam juga
penulis haturkan ke junjungan besar Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umat
manusia dari zaman Jahilliyah menuju zaman yang penuh cahaya bagi umat yang bertaqwa
kepada-Nya.
Penulis menyadari ketidaksempurnaan tugas laporan kasus ini. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan saran, kritik, dan koreksi untuk perbaikan penyajian laporan
kasus ini. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi khalayak.
Penulis
DAFTAR ISI
11
1. 11
2. Epidemiologi
3. 11
4. 12
5. 17
6. 19
7. 22
8. 28
10. 29
30
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : An M A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/tanggal lahi : Jakarta, 5 februari 2002
Umur : 12 tahun 21 kg
Nama ayah : Tn. Z Umur :37 tahun
Pekerjaan ayah : Wiraswasta Pendidikan : SMEA
Nama ibu : Ny. N Umur : 35 tahun
Pekerjaan ibu : Ibu Rumah Tangga Pendidikan : SMEA
Alamat : Ujung Menteng, Cakung, Jakarta Timur
Masuk RS/Pukul : senin 23 februari 2015 pukul 19.25
II. ANAMNESA (Alloanamnesa dengan ibu pasien & autoanamnesis 06/12/ 2014 19.45)
Keluhan Utama
Kaku otot leher 1 jam smrs
Riwayat Penyakit Sekarang
Anak mulai mengalami kaku otot leher 1 jam smrs.kaku masih bisa digerakkan ke satu arah
yaitu arah kanan,masih bisa berbicara walaupun terbata bata.mata dan leher melirik kearah
yang sama.lidah keluar dan terus mengeluarkan air liur,tetapi an masih bisa diajak bicara.
Ibu tidak mengukur suhunya karena tidak memiliki termometer dan anak juga tidak
mengeluhkan demam sebelum nya. tidak ada kaku esktremitas. Ketika di rs Anak tidak
mengalami mual muntah tetapi sebelum nya Anak mengaku mual muntah 3 hari sebelum
masuk rumah sakit lalu dibawa ke klinik dan diberi obat. Setelah minum obat otot leher
dirasakan kaku.
Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada keluhan.
Anamnesis Sistem:
SSP : leher kaku disertai mata menoleh kearah kanan dan lidah terus
menjulur
Mata : mata merah (-), mata berair (-), nyeri pada mata (-)
THT : gangguan pendengaran (-), riwayat keluar cairan dari telinga (-), nyeri
telinga
Kardiovaskular : berdebar-debar (-)
Respirasi : dyspneu
Gastrointestinal : BAB normal, busa, lendir (-), darah (-).
Urogenital : nyeri saat BAK(-), kencing sedikit-sedikit (-)
Endokrin : pembesaran kelenjar di leher (-), kelainan genital disangkal
Muskuloskeletal :gangguan gerak (+), nyeri tekan (-)
Status Gizi
1. Tinggi badan : 157 cm
2. Berat badan : 19 kg
3. Lingkar kepala: tidak diukur
4. Lingkar lengan atas: tidak diukur
IMT : BB/TB2= 49/2,45 =19,91
Abdomen
1. Inspeksi : datar, tidak tampak venektasi
2. Auskultasi : Peristaltik usus baik, terdengar 8x/menit.
3. Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen
4. Palpasi : Nyeri tekan seluruh lapang abdomen. Nyeri lepas negatif. Hepar dan
lien tidak membesar
Ekstremitas
1. Akral : hangat
2. Otot : Tidak atrofi. Tidak hipertrofi
3. Tulang : Tidak fraktur. Tidak kifosis. Tidak lordosis. Tidak skoliosis
4. Sendi : Tidak edema, tidak ada gangguan pergerakan sendi.
DD : EPILEPSI
V. RENCANA PEMERIKSAAN
1. Hemoglobin, hematokrit, trombosit, leukosit (H2TL) setiap dua belas jam
2. test elektrolit ureum kreatinin
VI. TERAPI
LANDASAN TEORI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gejala psikosis dikaitkan terutama dengan adanya hiperaktivitas dari
neurotransmiter dopamin. Oleh karena itu, obat-obat yang digunakan untuk mengurangi
yang sering muncul dan sangat mengganggu pasien sehingga dapat menurunkan ketaatan
pasien untuk teratur mengkonsumsi obat, yang mana akan menyebabkan sulitnya gejala-
Sistem ekstrapiramidal merupakan jaringan syaraf yang terdapat pada otak bagian
sistem motorik yang mempengaruhi koordinasi dari gerakan. Letak dari ekstrapimidal
adalah terutama di formatio retikularis dari pons dan medulla, dan di target saraf di
medulla spinalis yang mengatur refleks, gerakan-gerakan yang kompleks, dan kontrol
postur tubuh
Sindrom ekstrapiramidal (EPS) mengacu pada suatu gejala atau reaksi yang
ditimbulkan oleh penggunaan jangka pendek atau panjang dari medikasi antipsikotik
golongan tipikal. Obat antipsikotik tipikal yang paling sering memberikan efek samping
dan dapat pula oleh Chlorpromazine. Gejala bermanifestasikan sebagai gerakan otot
skelet, spasme atau rigiditas, tetapi gejala-gejala tersebut di luar kendali traktus
kortikospinal (piramidal).
A. Definisi
oleh penggunaan jangka pendek atau jangka panjang dari medikasi antipsikotik
B. EPIDEMIOLOGI
Sindrom ekstrapiramidal yang terdiri dari reaksi distonia akut, akhatisia, dan
Lebih banyak diakibatkan oleh antipsikotik tipikal terutama yang mempunyai potensi
tinggi.
Reaksi distonia akut terjadi pada kira-kira 10% pasien, biasanya pada pria
muda. Tardive dyskinesia berupa gerakan involunter otot seperti mulut, rahang,
Sekitar 20-30% pasien telah menggunakan antipsikotik tipikal dalam kurun waktu 6
umumnya timbul 1-3 minggu setelah pengobatan awal, lebih sering pada dewasa
C. ETIOLOGI
sebagai berikut
berikut :
Thioridazine 100-900 +
d 2-6 ++
Pimozide 25-100 -
Clozapine 75-100 +
Zotepine 200-1600 +
Sulpride 2-9 +
Risperidon 50-400 +
Quetapine 10-20 +
Olanzapine 10-20 +
Aripiprazole
D. PATOFISIOLOGI
Susunan Piramidal
motor neuron (LMN) atau melalui interneuronnya, tergolong dalam kelompok upper
. Oleh karena itu, maka girus tersebut dinamakan korteks motorik. Mereka berada
dilapisan ke-V dan masing-masing memiliki hubungan dengan gerak otok tertentu.
membentuk inti motorik saraf kranial dan motor neuron dikornu anterius medula
spinalis.
berkas saraf yang kompak mereka turun dari korteks motorik dan ditingkat thalamus
dan ganglia basalia mereka terdapat diantara kedua bangunan yang dikenal sebagai
kapsula interna.Sepanjang batang otak, serabut-serabut kortikobulbar meninggalkan
kawasan mereka untuk menyilang garis tengah dan berakhir secara langsung di
dari serabut kortikobulbar berakhir di inti-inti saraf kranial motorik sisi ipsilateral
juga.
ipsilateralis dan dikenal sebagai jaras kortikospinal ventral atau traktus piramidalis
ventralis.
Susunan Ekstrapiramidal
serebelum berikut dengan korteks motorik tambahan yaitu area 4, area 6 dan area 8.
yang dikenal sebagai sirkuit. Oleh karena korpus striatum merupakan penerima
dinamakan sirkuit striatal yang terdiri dari sirkuit striatal utama (principal) dan 3
bahan feedback bagi korteks motorik dan korteks motorik tambahan. Oleh karena
hakekatnya mengumpani sirkuit striata utama, maka sirkuit-sirkuit itu disebut sirkuit
striatal asesorik.
sirkuit asesorik ke-3, yang dibentuk oleh hubungan yang melingkari striatum-
subtansia nigra-striatum.
pasien skizofrenia dan pasien dengan gangguan psikotik lainnya terjadi disfungsi pada
basalis yang lebih poten, dab sebagai akibatnya menyebabkan efek samping gejala
dari obat-obat antipsikosis dan juga efek sampingnya. Terdapat 4 jalur dopamin dalam
otak :
Jalur ini dimulai dari batang otak sampai area limbik, berfungsi mengatur
perilaku dan terutama menciptakan delusi dan halusinasi jika dopamin berlebih.
Dengan jalur ini ‘dimatikan’ maka diharapkan delusi dan halusinasi dapat
dihilangkan.
Jalur ini berfungsi mengatur gerakan. Ketika reseptor dopamin pada jalur
ini dihambat pada postsinaps, maka akan menyebabkan gangguan gerakan yang
Parkinsonism. Oleh karena jalur nigrostriatal ini merupakan bagian dari sistem
ekstrapiramidal dari sistem saraf pusat, maka efek samping dari blokade reseptor
ini akan menyebabkan timbulnya gejala negatif dari psikosis, yang disebut
E. GEJALA KLINIS
Sistem ekstrapiramidal merupakan jaringan saraf yang terdapat pada otak bagian
sistem motorik yang mempengaruhi koordinasi dari gerakan. Letak dari sistem
ekstrapiramidal adalah terutama di formatio reticularis dari pons dan medulla dan di
reaksi yang ditimbulkan oleh penggunaan jangka pendek atau panjang dari medikasi
sebagai gerakan otot skelet, spasme atau rigitas, tetapi gejala-gejala itu di luar kendali
2. Tardive diskinesia
3. Akatisia
Merupakan spasme atau kontraksi involunter satu atau lebih otot skelet
yang timbul beberapa menit dan dapat pula berlangsung lama, biasanya
menyebabkan gerakan atau postur yang abnormal. Kelompok otot yang paling
sering terlibat adalah otot wajah, leher, lidah atau otot ekstraokuler,
badan yang tidak biasa hingga opistotonus (melibatkan seluruh otot tubuh).
Reaksi distonia akut sering terjadi dalam satu atau dua hari setelah
pengobatan dimulai, tetapi dapat terjadi kapan saja. Distonia lebih banyak
diakibatkan oleh psikotik tipikal terutama yang mempunyai potensi tinggi dan
perjalanan terapi dengan neuroleptik dan tingginya insiden pada laki-laki, pada
pasien di bawah usia 30 tahun, dan pada pasien yang mendapatkan dosis tinggi
seringkali tiba-tiba, onset dalam tiga sampai enam jam dapat terjadi, seringkali
keluhan pasien berupa lidah yang tebal atau kesulitan menelan. Kontraksi
distonik dapat cukup kuat sehingga dapat mendislokasi sendi, distonia laring
dapat menyebabkan tercekik jika pasien tidak segera diobati. Otot-otot yang
sering mengalami spasme adalah otot leher (torticolis dan retrocolis), otot rahang
seluruh otot tubuh (opistotonus). Pada mata terjadi krisis okulogirik. Distonia
sianosis bahkan kematian. Spasme otot dan postur yang abnormal, umumnya
yang dipengaruhi adalah otot-otot di daerah kepala dan leher tetapi terkadang
distonia.
Kriteria diagnostik dan riset untuk distonia akut akibat neuroleptik menurut DSM
Posisi abnormal atau spasme otot kepala, leher, anggota gerak, atau batang
tubuh yang berkembang dalam beberapa hari setelah memulai atau menaikkan
(misalnya tortikolis)
faring, disfonia)
(disartria, makroglosia)
antikolinergik)
C. Gejala dalam kriteria A tidak diterangkan lebih baik oleh gangguan
pemberian antikolinergik)
D. Gejala dalam kriteria A bukan karena zat nonneuroleptik atau kondisi
IM. Jika dosis tersebut tidak efektif dalam 20-30 menit, obat harus diberikan lagi.
Jika pasien masih tidak membaik dalam 20-30 menit lagi, suatu benzodiazepin
memiliki satu episode atau pada pasien yang berada dalam resiko tinggi (laki-laki
selama 4-8 minggu dan selanjutnya diturunkan perlahan selama periode 1-2
terapi profilaksis.
2. Tardive Diskinesia
memperngaruhi gaya berjalan, berbicara dan bernafas. Ini merupakan efek yang
tidak dikehendaki dari obat antipsikotik. Hal ini disebabkan defisiensi kolinergik
walaupun dapat terjadi di perbagai tingkat umur pria ataupun wanita. Prevalensi
berobat lama. Tetapi sebagian kasus sangat ringan dan hanya sekitar 5% pasien
makan.
Faktor predisposisi dapat meliputi umur lanjut, jenis kelamin wanita, dan
pengobatan berdosis tinggi atau jangka panjang. Pasien dengan gangguan afektif
Gejala hilang dengan tidur, dapat hilang timbul dengan berjalannya waktu dan
pasca sinaptik akibat blokade kronik dapat ditemukan bersama dengan sindrom
mencukupi. Pengenalan awal perlu karena kasus lanjut sulit di obati. Banyak
terapi yang diajukan tetapi evaluasinya sulit karena perjalanan penyakit sangat
beragam dan kadang-kadang terbatas. Tardive diskinesia dini atau ringan mudah
Involunter Abnormal (AIMS) harus dicatat setiap enam bulan untuk pasien yang
3. Akatisia
Sejauh ini EPS ini merupakan yang paling sering terjadi. Kemungkinan
terjadi pada sebagian besar pasien yang diobati dengan medikasi neuroleptik,
terutama pada populasi pasien lebih muda. Manifestasi berupa keadaan gelisah,
gugup atau suatu keinginan untuk tetap bergerak, atau rasa gatal pada otot.
panjang, dengan gerakan yang gelisah, umumnya kaki yang tidak bisa tenang.
Penderita dengan akatisia berat tidak mampu untuk duduk tenang, perasaannya
menjadi cemas atau iritabel, juga telah dilaporkan sebagai rasa gatal pada otot.
Pasien dapat mengeluh karena anxietas atau kesukaran tidur yang dapat
yang ekstrim. Agitasi, pemacuan yang nyata, atau manifestasi fisik lain dari
akatisia hanya dapat ditemukan pada kasus yang berat. Juga, akinesis yang
pasien.
4. Sindrom Parkinson
Merupakan EPS lain yang agak lazim yang dapat dimulai berjam-jam
dopamin nigrostriatal, yaitu neuron yang sama yang berdegenerasi pada penyakit
Parkinson idiopatik. Pasien yang lanjut usia dan wanita berada dalam resiko
bentuk yang yang lebih ringan, akinesia hanya terbukti sebagai suatu status
perilaku dengan jeda bicara, penurunan spontanitas, apati dan kesukaran untuk
negative skizofrenia.
Tremor : khususnya saat istirahat, secara klasik dari tipe penggulung pil.
Tremor dapat mengenai bibir dan otot-otot perioral yang disebut sebagai
antikolinergik.
ketegangan yang ada pada otot. Gangguan tonus otot dapat menyebabkan
neuroleptik adalah tipe pipa besi (lead-pipe type) atau tipe roda gigi (cogwheel
type). Istilah tersebut menggambarkan kesan subjektif dari anggota gerak atau
terapi profilaktik. Gejala ini penting terutama pada pasien dengan riwayat EPS atau para
disebabkan adanya reaksi reciprocal (berlawanan) antara dopamin dan asetilkolin pada jalur
dopamin nigrostriatal. Neuron-neuron dopamin pada jalur nigrostriatal mempunyai koneksi
Sehingga untuk setiap pemberian obat antipsikosis diberikan antikolinergik untuk mencegah
kabur, gangguan ingatan, konstipasi dan retensi urine. Selain dengan medikasi anti-EPS,
dapat juga dilakukan pengurangan dosis obat anti-psikosis atau dengan mengganti obat anti-
psikosis dengan jenis atipikal seperti olanzapine, risperidone, atau clozapine. Obat anti-
psikosis atipikal ini hanya sedikit berpengaruh terhadap jalur nigrostriatal sehingga efeknya
Umumnya disarankan bahwa suatu usaha dilakukan setiap enam bulan untuk menarik
F. PENATALAKSANAAN
difenhidramine, sulfas atropine atau antikolinergik seperti trihexyphenidil ((THP), 4-6mg per
hari selama 4-6 minggu. Setelah itu dosis diturunkan secara perlahan-lahan, yaitu 2 mg setiap
minggu, untuk melihat apakah pasien telah mengembangkan suatu toleransi terhadap efek
samping sindrom ekstrapiramidal ini. Dosis antipsikotik diturunkan hingga mencapai dosis
minimal yang efektif. Antihistamin yang dapat digunakan seperti difenhidramin pada pasien
yang mengalami distonia. Selain itu epinefrin dan norepinefrin juga memberikan efek
Gejala ekstrapiramidal dapat sangat menekan sehingga dianjurkan untuk memberikan terapi
profilaktik. Gejala ini penting terutama pada pasien dengan riwayat pernah mengalami
sindrom ekstrapiramidal sbelumnya atau pada pasien yang mendapat neuroleptik poten dosis
tinggi.
Umumnya disarankan bahwa suatu usaha dilakukan setiap enam bulan untuk menarik
kembalinya gejala.
Pasien yang mengalami reaksi distonia akut harus segera ditangani. Penghentian obat-
obatan psikotik yang sangat dicurigai sebagai penyebab reaksi harus dilakukan sesegera
mungkin. Pemberian terapi antikolinergik merupakan terapi primer yang diberikan. Bila
reaksi distonia akut berat harus mendapatkan penanganan cepat dan agresif. Umumnya lebih
praktis untuk memberikan difenhidramin 50 mg IM atau bila obat ini tidak tersedia gunakan
benztropin 2 mg IM.
Untuk sindrom parkinson diberikan agen antikolinergik. Sementara untuk tardive dyskinesia
ditangani dengan pemakaian obat neuroleptik secara bijaksana untuk dosis medikasinya.
Levadopa yang dipakai untuk pengobatan penyakitan Parkinson idiopatik umumnya untuk
tidak efektif akibat efek sampingnya yang berat. Namun penggunaan golongan
G. DIAGNOSIS BANDING
Sindrom ekstrapiramidal dapat didiagnosis banding sebagai berikut:
2.Parkinson disease
3.Tetanus
5.Distonia primer
Pada pasien dengan tardive diskinesia dapat pula didiagnosis banding meliputi penyakit
H. PROGNOSIS
Prognosis pasien dengan sindrom ekstrapiramidal yang akut akan lebih baik bila
gejala langsung dikenali dan ditanggulangi. Sedangkan prognosis pada pasien dengan
sindrom ekstrapiramidal yang kronik lebih buruk, pasien dengan tardive distonia hingga
distonia laring dapat menyebabkan kematian bila tidak diatasi dengan cepat. Sekali terkena,
kondisi ini biasanya menetap pada pasien yang mendapat pengobatan neuroleptik selama
I. KOMPLIKASI
menurunkan kualitas penderita dalam beraktivitas dan gaangguan gerak saat berjalan dapat
menyebabkan penderita terjatuh dan mengalami fraktur. Pada distonia laring dapat
menyebabkan asfiksia dan kematian. Medikasi anti-EPS mempunyai efek sampingnya sendiri
yang dapat menyebabkan komplikasi yang buruk. Anti kolinergik umumnya menyebabkan
mulut kering, penglihatan kabur, gangguan ingatan, konstipasi dan retensi urine. Amantadine
KESIMPULAN
terjadi pada pemakaian jangka panjang antipsikotik tipikal dan penggunaan dosis tinggi.
Manifestasi sindrom ini dapat berupa reaksi distonia, sindrom parkinsonisme, dan tardive
dyskinesia.
Gejala ekstrapiramidal dapat sangat menekan sehingga dianjurkan memberikan terapi
(THP) dan difenhidrami. Bila reaksi distonia akut berat harus mendapatkan penanganan cepat
umumnya diberikan Beztropin secara IV atau difenhidramin secara IM. Untuk akatisia
diberikan antikolinergik dan amantadin, dan pemberian proanolol dan benzodiazepine seperti
Pengenalan gejala dengan cepat dan penatalaksanaan yang baik dapat memperbaiki
prognosis. Namun penangan yang terlambat dapat memberikan komplikasi mulai dari gejala
obat antipsikosis dapat ditekan dan pasien dapat lebih teratur mengkonsumsi obat antipsikosis