Anda di halaman 1dari 17

Perpajakan 2

“Pajak Penghasilan Pasal 22”

Oleh
Kelompok 1

Nama Kelompok Absen Nim


Komang Sri Arta 09 1802622010171
Ni Putu Vira Egi Diani 26 1802622010188
Putu Asrilia Cahyani 29 1802622010191

FAKULTAS EKONOMI

AKUNTANSI A

UNIVERSITAS MAHASARASWATI

TAHUN AJARAN 2020/2021


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan, karena atas berkat dan
limpahan rahmat-Nya-lah maka kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Berikut ini kami mempersembahkan sebuah makalah dengan judul "Pajak
Panghasilan (PPh) Pasal 22", yang menurut kami dapat memberikan manfaat yang besar bagi
kita guna lebih mengetahui ruang lingkup yang terdapat pada Pajak penghasilan Pasal 22
Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon
permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kami buat
kurang tepat
Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan
semoga Tuhan memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.

Denpasar, 01 Februari 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI....... ................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................ 1
B. Tujuan ............. ................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 3
A. Pengertian PPh Pasal 22 ................................................................................... 3
B. Objek dan Pemungut PPh Pasal 22 .................................................................. 4
C. Tarif PPh Pasal 22 ............................................................................................ 4
D. Pengesualian Pemungutan PPh Pasal 22 .......................................................... 5
E. Saat Terutang dan Pelunasan / Pemungutan PPh Pasal 22............................... 6
F. Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh 22 ............................ 7
G. Cara Menghitung PPh Pasal 22 ........................................................................ 8
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 13
A. Kesimpulan ..... ................................................................................................ 13
B. Saran ................ ................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara yang kaya akan budaya dan sumber daya alamnya.
Pada saat ini, Indonesia mengalami perkembangan yang mendorong pemerintah untuk
melakukan perubahan di segala sector demi meningkatkan pendapatan atau kas Negara
guna membiayai pembangunan dan biaya – biaya Negara.dalam rangka
menyelenggarakan perubahan tersebut, pastilah memerlukan dana yang tidak sedikit,
dana tersebut berasal dari APBN dan APBD, dimana sebagian besar bersumber pada
penerimaan pajak. Dalam hal ini menjelaskan bahwa pajak memiliki peranan yang sangat
penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan.
Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan Negara yang ada untuk membiayai
pengeluaran termasuk pengeluan untuk meningkatkan pembangunan.
Indonesia memiliki beraneka ragam kekayaan yag sangat kuat oleh sebab itu
sebenarnya Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam membangun
pertumbuhan ekonomi untuk menunjang segala kebutuhan dalam negeri. Namun pada
kenyataannya Indonesia pada saat ini hanya mampu menjadi penonton ditengah
persaingan global yang begitu selektif. Kebijakan kontrofersial yang dambil oleh
pemerintah Indonesia yang tergabung dalam pembebasan PPh pasal 22 dengan Negara
Cina, pada konteks tersebut kebijakan yang diambil sangat menggiurkan karena
penduduk cina yang begitu banyak dibandingkan jumlah penduduk Indonesia dan dapat
menjadi sasaran empuk bagi para produsen dalam negeri. Akan tetapi para produsen
dalam negeri belum mampu bersaing dengan produk – produk yang dihasilkan oleh
negeri tirai bamboo tersebut. Dalam hal ini kedewasaan sangatlah diperlukan dalam
melakukan suatu kebijakan karena besar atau kecilnya pendapatan dari PPh pasal 22
bergantung pada kebijakan yang diambil oleh peraturan pemerintah.
Pajak penghasilan merupakan pajak yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah
baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan
lembaga – lembaga Negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan
barang, badan – badan tertentu yang berkenaan dengan kegiatan dibidang impor atau
kegiatan usaha dibidang lain. Dasar hokum PPh pasal 22 adalah UU pajak penghasilan
nomor 36 tahun 2008, pasal 22. Untuk lebih memahami secara mendalam dan

1
kompherensif mengenai pajak penghasilan (PPh) pasal 22, maka yang akan dibahas
dalam makalah ini adalah paparan mengenai PPh pasal 22.
B. Tujuan
Makalah ini disusun dengan maksud sebagai berikut :
- Untuk lebih memahami secara mendalam mengenai PPh pasal 22
- Untuk mengetahui bagaimana tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPh
pasal 22
- Untuk memahami tarif dan perhitungan PPh pasal 22

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian PPh Pasal 22


Pajak penghasilan pasal 22 adalah pajak yang dipungut oleh bendaharawan
pemerintah baik pusat maupun daerah, intansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-
lembaga negara lainnya, berkaitan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan
badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta, berkenaan dengan kegiatan
dibidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.Tujuan pengenaan PPh pasal 22, yaitu:
• Untuk menjaring pajak penghasilan
• Memperluas daya jangkau dari kebijaksaan pajak penghasilan
• Mencegah atau mengurangi keinginan Wajib Pajak untuk melakukan manipulasi
atas nilai peredaran usaha, yang pada akhirnya akan mendorong Wajib Pajak
untuk melaksanakan kewajiban pajaknya dengan lebih baik.
B. Objek dan Pemungut PPh Pasal 22
Berikut merupakan objek dan pemungut PPH Pasal 22, antara lain :
No. Objek Pemungut
Pembelian Barang oleh Bendaharawan Pihak yang membayar / membeli:
1
Pemerintah dan DJA ( Direktorat - Bendaharawan Pemerintah
Jenderal Anggaran ) - DJA
Pembelian barang oleh BUMN/BUMD BUMN/D
2 yang bersumber dari dana APBN dan
atau APBD
Pembelian barang oleh badan tertentu Badan tertentu
3 yang bersumber dari dana APBN
maupun non APBN
Impor Barang : - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
- Dilakukan oleh importer yang ( DJBC )
4 memiliki API - Bank Devisa
- Dilakukan oleh importer yang tidak
memiliki API

3
- Yang tidak dikuasai ( lelang)
Pembelian bahan untuk industri tertentu Industri tertentu yang bergerak di
5 atau eksportir dari pedagang pengumpul bidang pertanian, perkebunan dan
perikanan
Penjualan bahan bakar minyak, gas, dan Produsen atau importer bahan bakar
6
pelumas minyak, gas, dan pelumas
Penjualan barang yang tergolong mewah Wajib Pajak Badan yang melakukan
7
penjualan tersebut
Penjualan hasil industry tertentu : Industry tertentu yang menjual
- Kertas
- Baja
8
- Otomotif
- Semen
- Rokok
C. Tarif PPh Pasal 22
Berikut merupakan tariff PPH Pasal 22, antara lain :
No. Objek Tarif
Pembelian barang yang dilakukan oleh DPJB, Bendahara Pemerintah,
1 1,5%
BUMN/D, dan badan tertentu
Impor Barang:
- Yang menggunakan API 2,5%
2
- Yang tidak menggunakan API 7,5%
- Yang tidak dikuasai ( Lelang ) 7,5%
Pembelian bahan – bahan untuk keperluan industry / ekspor dari pedagang
3 2,5%
pengumpul
Penjualan oleh Pertamina :
4 - Premium, Solar, Premix, Super TT 0,25%
- Minyak Tanah, LPG, Pelumas 0,3%
Penjualan oleh Selain Pertamina:
- Premium, Solar, Premix, Super TT 0,3%
5
- Minyak tanah, LPG, Pelumas
0,3%
6 Penjualan hasil industry tertentu :

4
- Kertas 0,1%
- Baja 0,3%
- Otomotif 0,45%
- Semen 0,25%
- Rokok 0,15%
Selain tarif di atas, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008 tanggal 31
Desember 2008 juga mengatur tentang wajib pajak badan tertentu sebagai pemungut PPh
pasal 22 atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah yaitu wajib pajak badan
yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah, diantaranya :
a. Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp20.000.000.000,00 (Dua Puluh
Miliar Rupiah)
b. Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp10.000.000.000,00
(Sepuluh Miliar Rupiah)
c. Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari
Rp10.000.000.000,00 (Sepuluh Miliar Rupiah) dan luas bangunan lebih dari 500 m2
d. Apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya
lebih dari Rp10.000.000.000,00 (Sepuluh Miliar Rupiah) dan/atau bangunan lebih
dari 400 m2
e. Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa
sedan. Jeep, sport utility vehicle (SUV), multi purpose vehicle (MPV), minibus dan
sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp5.000.000.000,00 (Lima Miliar Rupiah)
dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak
termasuk PPN dan PPnBM.
Selain tarif pajak yang tercantum di atas, terdapat tarif sebagai berikut :
- Impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importer yang menggunakan API
sebesar 0,5%
- Untuk wajib pajak yang tidak memiliki NPWP maka pajak dipungut 100% lebih
tinggi dari tarif PPh pasal 22.
D. Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22
Berikut merupakan pengecualian pemungutan PPh pasal 22 menurut KMK Nomor:
236/KMK.03/2003 adalah sebagai berikut:

5
1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan tidak terutang PPh, dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas
(SKB).
2. Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai;
dilaksanakan oleh DJBC.
3. Impor sementara jika waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor
kembali, dan dilaksanakan oleh Dirjen BC.
4. Pembayaran atas pembelian barang oleh pemerintah atau yang lainnya yang
jumlahnya paling banyak Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) dan tidak merupakan
pembayaran yang terpecah-pecah.
5. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM,
benda-benda pos.
6. Emas batangan yang akan di proses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas
untuk tujuan ekspor, dinyatakan dengan SKB.
7. Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial oleh Kantor Perbendaharaan dan
Kas Negara.
8. Impor kembali (re-impor) dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah
diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian yang memenuhi syarat
yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
9. Pembayaran untuk pembelian gabah dan atau beras oleh Bulog.

E. Saat Terutang dan Pelunasan/Pemungutan PPh Pasal 22


1. Atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea
Masuk. Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka PPh Pasal
22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor
Barang (PIB);
2. Atas pembelian barang oleh Bendaharawan Pemerintah, DJA (Direktorat Jenderal
Anggaran), BUMN/BUMD dan pembelian barang oleh badan tertentu yang
bersumber dari dana APBN maupun non APBN terutang dan dipungut pada saat
pembayaran;
3. Atas penjualan hasil produksi (industry rokok, semen, kertas, dan baja) terutang dan
dipungut pada saat penjualan;

6
4. Atas penjualan hasil produksi (Premium, Solar, Premix, Minyak Tanah, LPG,
Pelumas) dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery
Order);
5. Atas pembelian bahan-bahan (Industri tertentu yang bergerak di bidang pertanian,
perkebunan dan perikanan) terutang dan dipungut pada saat pembelian.

F. Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 22


1. PPh Pasal 22 atas impor barang, disetor oleh importir dengan menggunakan formulir
Surat Setoran Pajak, Cukai dan Pabean (SSPCP). PPh Pasal 22 atas impor barang
yang dipungut oleh DJBC harus disetor ke bank devisa, atau bank persepsi, atau
bendahara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dalam jangka waktu 1 (satu) hari
setelah pemungutan pajak dan dilaporkan ke KPP secara mingguan paling lambat 7
(tujuh) hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
2. PPh Pasal 22 atas pembelian barang oleh Bendaharawan Pemerintah dan DJA (
Direktorat Jenderal Anggaran) serta pembelian barang oleh BUMN/BUMD yang
bersumber dari dana APBN dan atau APBD, disetor oleh pemungut atas nama dan
NPWP Wajib Pajak rekanan ke bank persepsi atau Kantor Pos pada hari yang sama
dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang. Pemungut menerbitkan
bukti pungutan rangkap tiga, yaitu :
a. lembar pertama untuk pembeli;
b. lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan ke Kantor Pelayanan Pajak;
c. lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan, dan dilaporkan
ke KPP paling lambat 14 (empat belas ) hari setelah masa pajak berakhir.
3. PPh Pasal 22 atas pembelian barang oleh badan tertentu yang bersumber dari dana
APBN maupun non APBN, disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak
penjual ke Bank Persepsi atau Kantor Pos paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan
takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP dan menyampaikan SPT Masa
ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
4. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi dan hasil penjualan barang sangat mewah
disetor oleh pemungut atas nama wajib pajak ke bank persepsi atau Kantor Pos paling
lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir
SSP. Pemungut menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari
setelah masa pajak berakhir.

7
5. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Pertamina) disetor oleh pemungut ke bank
persepsi atau Kantor Pos paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah
Masa Pajak berakhir. Pemungut wajib menerbitkan bukti pemungutan PPh Pasal 22
rangkap 3 yaitu:
a. lembar pertama untuk pembeli;
b. lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan
Pajak;
c. lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.
Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa ke KPP setempat paling
lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 22 bertepatan
dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau
pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

G. Cara Menghitung PPh Pasal 22


1. Cara menghitung PPh pasal 22 atas kegiatan Impor Barang
Besarnya PPh pasal 22 atas impor:
Yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), tarif pemungutannya sebesar
2,5% dari nilai impor.

PPh Pasal 22 = 2,5% x Nilai Importir

Yang tidak menggunakan Angka Pengenal Imortir (API), tarif pemungutannya


sebesar 7,5% dari nilai impor

PPh Pasal 22 = 7,5% x Nilai Importir

Yang tidak dikuasai,tarif pemungutannya sebesar 7,5% dari harga jual lelang.

PPh Pasal 22 = 7,5% x Harga Jual Lelang

Catatan :
Yang dimaksud dengan nilai impor adalah nilai berupa uang yang digunakan sebagai
dasar perhitungan bea masuk. Nilai impor dihitung sebesar Cost Insurance Freight
(CIF) +Bea Masuk+ Pungutan pabean lainnya.

Contoh 1:
8
PT ANGGARA, memiliki nomor API, melakukan impor komputer dari Amerika
Serikat dengan perincian sbb:

Harga Komputer (Cost)……………………US$ 20,000.00


Asuransi (Insurance) ………………………US$ 1,000.00
Biaya angkut (Freight) …………………….US$ 4,000.00
Harga Pabean ……………………………...US$ 25,000.00
Pungutan :
- Bea Masuk 20% …………………………US$ 5,000.00
- Bea Masuk Tambahan 10% ……..………US$ 2,500.00
Nilai Impor ………….……………………US$ 32,500.00
Apabila pada tanggal impor (sesuai dokumen impor : pemberitahuan impor barang)
nilai kurs US $ 1.00= Rp 10.000,00 maka:
• Dasar pengenaan PPh Pasal 22:
US$ 32,500.00 x Rp 10.000,00= Rp 325.000.000,-
• PPh Pasal 22 yang harus dipungut :
Rp 325.000.000,00 x 2,5% = Rp 8.125.000,00
Contoh 2:
Seperti soal nomor diatas, tetapi PT ANGGARA tidak memiliki API, maka
perhitungan PPh Pasal 22 adalah :
• Dasar pengenaan PPh Pasal 22:
US$ 32,500.00 x Rp 10.000,00= Rp 325.000.000,-
• PPh Pasal 22 yang harus dipungut :
Rp 325.000.000,00 x 7,5% = Rp 24.375.000,-
2. Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Pembelian Barang Yang Dibiayai dengan
APBN/ APBD

PPh Pasal 22 = 1,5% x Harga Perolehan

Atas pembelian barang yang dananya dari belanja Negara atau belanja daerah
dikenakan pemungutan PPh Pasal 22 sebesar 1,5% dari harga pembelian.
Pembayaran yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 adalah:
- Pembayaran atas penyerahan barang (bukan merupakan jumlah yang
dipecah-pecah) yang meliputi jumlah kurang dari Rp 1.000.000,00.

9
- Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak,listrik,gas,air
minum/PDAM, dan benda-benda pos.
- Pembayaran/ pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh kantor
Perbendaharaan dan Kas Negara.
Contoh 3 :

PT Jayadi Maju melakukan penjualan lemari arsip kepada Departemen Dalam Negri
senilai Rp 220 juta. Pembayaran dilakukan oleh Bendaharawan Depdagri. Dalam
kontrak penjualan dengan pemerintah yang didanai dari APBN/APBD, biasanya
harga jual sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10%.
Diminta :
Hitunglah PPh Pasal 22 PT Jayadi Maju
Jawab :
- Dasar Pengenaan PPh Pasal 22:
(100/110 x Rp 220 juta)= Rp200.000.000,00.
- PPh Pasal 22 yang dipungut Bendaharawan Pemerintah dari transaksi
pembayaran:
Rp 200.000.000,00 x 1,5%= Rp 3.000.000,00
3. Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi Industri
Otomotif di Dalam Negeri.
Besarnya PPh Pasal 22 atas penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua
atau lebih di dalam negeri adalah 0,45% dari dasar pengenaan pajak (DPP) Pajak
Pertambahan Nilai.

PPh Pasal 22 = 0,45% x DPP PPN

Penjualan kendaraan bermotor yg dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 atas


industry otomotif ini adalah penjualan kendaraan bermotor kepada:
- Instansi pemerintah
- Korps diplomatic
- Bukan subjek pajak
4. Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi industri Rokok
di dalam negeri

10
Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri rokok pada saat penjualan
rokok di dalam negeri adalah 0,15% dari harga bandrol (pita cukai), dan bersifat
final.

PPh Pasal 22 (Final)= 0,15% x Harga Bandrol

5. Cara Menghitun PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi Industri Kertas di
Dalam Negeri
Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri kertas pada saat penjualan
kertas di dalam negeri adalah 0,1% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak
Pertambahan Nilai.

PPh Pasal 22 = 0,1% x DPP PPN

6. Cara Menhitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi Industri Semen di
Dalam Negeri
Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri semen pada saat penjualan
semen di dalam negeri adalah 0,25% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak
Pertambahan Nilai.
PPh Pasal 22= 0,25% x DPP PPN
Yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 adalah penjualan semen dalam
negeri oleh PT Indocemen, PT Semen Cibinong dan PT Semen Nusantara kepada
Distributor utama / tunggalnya.
7. Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi Industri Baja di
Dalam Negeri.
Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industry baja pada saat penjualan
hasil produksinya di dalam negeri adalah 0.3% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
Pajak Pertambahan Nilai
8. Cara Menghitung PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Pertamina dan Badan
Usaha Selain Pertamina
Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh Pertamina dan badan usaha lainnya
yang bergerak dibidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT dan gas atas
penjualan hasil produksinya adalah sbb:

11
1. Atas penebusan premium, solar, premix/super TT oleh SPBU swastanisasi adalah
0,3% dari penjualan
PPh Pasal 22 = 0,3% x Penjualan

2. Atas penebusan premium, solar, premix/super TT oleh SPBU Pertamina adalah


0,25% dari penjualan

PPh Pasal 22 = 0,25% x Penjualan

3. Atas penjualan minyak tanah, gas LPG, dan pelumas adalah 0,3% dari penjualan.

PPh Pasal 22 = 0,3% x Penjualan

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
PPh pasal 22 merupakan pembayaran PPh dalam tahun berjalan yang dipungut oleh:
a. Bendaharawan pemerintah baik pusat atau daerah, instansi atau lembaga pemerintah
dan lembaga-lembaga Negara lainnya sehubungan dengan pembayaran atas
penyerahan barang.
b. Badan-badan tertentu, baik badan pemrintah maupun swasta berkenaan dengan
kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha dibidang lainnya.
c. Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah
B. Saran
Setelah penulis memaparkan hal – hal yang berkaitan dengan PPh pasal 22, penulis
menyarankan kepada pembaca untuk lebih taat melakukan pembayaran pajak guna
membantu meningkatkan APBN dan APBD khususnya pada PPh pasal 22.

13
DAFTAR PUSTAKA

✓ http://www.ortax.org/ortax/?mod=aturan&page=show&id=13585
✓ http://armuhammad.wordpress.com/2012/06/19/pph-pasal-22-barang-mewah/
✓ http://septikomariyah.blogspot.com/2012/11/makalah-perpajakan-tarif-pajak.html
✓ http://populerkan.blogspot.com/2010/11/makalah-pajak-penghasilan.html
✓ http://indahjewel.blogspot.com/2012/05/makalah-pph-pasal-22.html
✓ http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-pajak-penghasilan-pasal-22
✓ http://dedijayadiborneo.wordpress.com/2013/01/14/pajak-penghasilan-pasal-22/

14

Anda mungkin juga menyukai