Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM KEPERAWATAN MANAGEMENT

Management Konflik

Disusun Oleh
Tri Nur Arkham Safitri
D0019058

PROGRAM STUDI PROFESI NERS REGULER


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BHAKTI MANDALA HUSADA
2019/2020
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perawat adalah salah satu profesi yang menyediakan pelayanan jasa keperawatan dan
langsung berinteraksi dengan banyak orang dalam hal ini adalah klien. Profesi perawat
juga menjalin hubungan kolaboratif antartim kesehatan, baik itu dengan dokter, laboran,
ahli gizi, apoteker, dan semua yang terlibat dalam pelayanan kesehatan. Dalam
menjalankan pekerjaannya, perawat akan saling berinteraksi dengan tim kesehatan
tersebut dan ketika tim ini memandang suatu masalah atau situasi dari sudut pandang
yang berbeda maka dapat terjadi sebuah konflik (CNO, 2017).Perawat seringkali
mengambil tindakan menghindar dalam menyelesaikan permasalahan atau konflik yang
terjadi dengan tujuan mempertahankan status nyaman dan mencegah perpecahan dalam
kelompok (Hudson, 2015). Ironisnya, strategi tersebut memberikan dampak destruktif
terhadap perkembangan individu dan organisasi.

Perawat sebagai pengelola, memegang peranan penting dalam menentukan strategi


penyelesaian konflik antar anggotanya. Seorang pemimpin yang dianggap berkompeten
dalam menyelesaikan konflik (a conflict-competent leader) adalah pemimpin yang
mampu memahami dinamika terjadinya suatu konflik,memahami reaksi yang ditimbulkan
dari suatu konflik, mendorong respon konstruktif, dan membangun suatu organisasi yang
mampu menangani konflik secara efektif (a conflict-competent organization) (Runde and
Flanagan, 2011)

Penyelesaian konflik diharapkan bersifat sealami mungkin dengan tujuan meningkatkan


proses belajar dan pemahaman individu atau organisasi dalam menyelesaikan konflik saat
ini ataupunyang akan datang(Shetach,2012). Gaya kepemimpinan (demokratis, autokratis,
dan Laissez faire) sangat mempengaruhi pemilihan strategi penyelesaian konflik
(integrating (problem solving), obliging,compromising,dominating (forcing), avoiding),
dimana setiap strategi tersebut memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing
tergantung pada batasan dan sumber konflik, serta tujuan yang ingin dicapai apakah
berorientasi pada hubungan antar anggota (concern for others) atau berorientasi pada diri
sendiri (concern for self). Oleh karena itu seorang pemimpin perlu memiliki pemahaman
yang cukup tentang pengaruh gaya kepemimpinan terhadap penyelesaian konflik individu
ataupun organisasi.

Melihat fenomena di atas maka penulis tertarik untuk menyusun makalah tentang konflik
serta manajemen konflik. Manajemen konflik yang dilakukan untuk meningkatkan
kemampuan individu atau kelompok yang sedang berkonflik.

1.2 Tujuan
1. Mengidentifikasi konflik keperawatan yang terjadi di ruang rawat inap.
2. Mengidentifikasi cara penyelesaian konflik keperawatan yang terjadi di ruang rawat
inap
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Kasus

Saya menemukan masalah saat diruangan yaitu ada dua perawat pelaksana yang sedang
berdinas siang, ada 3 perawat yang dinas pada saat itu. Pada saat itu kedua perawat yang
sedang istirahat mengoperkan tindakan yang akan di lakukan pada setengah jam selanjutnya.
Kedua perawat tersebut mengoperkan tindakan tersebut pada perawat yang satunnya. Kedua
perawat itu akhirnya beristrahat dan meninggalkan perawat satunnya. Setelah kedua perawat
tersebut selesai beristirahat mereka menanyakan apakah tindakan tersebut sudah
dilaksanakan? Dan perawat yang ditinggal diruangan menjawab belum karena lupa karna ada
pasien gawat. Akhirnya ketiga perawat itu ribut, saling menyalahkan dan disalahkan. Hal ini
sering terjadi dan kedua perawat tersebut mengeluh jika berdinas dengan perawat tersebut,
hal ini banyak menyebabkan konflik antar perawat. Terlebih di ruanganan jarang sekali
dilakukan pembinaan antar perawat oleh katim, katim hanya melakukan rapat jika ada
laporan adanya masalah.

2.2 Cara Penyelesaian Masalah

Dalam masalah ini, cara penyelesaiannya adalah dengan cara musyawarah dengan melibatkan
kepala ruang tersebut dengan melibatkan anggotannya dan mencari solusi bersama agar
masalah tersebut tidak terjadi lagi.

2.3 Pembahasan

Hal yang mendukung dalam manajemen konflik disini adalah kepala ruang yang sangat
kooperatif dalam menanggapi protes yang dilakukan oleh perawat. Sebaliknya, hal yng tidak
mendukung atau menghambat adalah sistem pembagian tugas pasien. Hal dari luar yang
membatu menyelesaikan konflik adalah adanya mahasiswa ners yang dapat membantu yang
memiliki banyak pasien..

a. Pengertian Konflik
Konflik adalah masalah internal dan eksternal yang terjadi sebagai akibat dari perbedaan
pendapat, nilai-nilai atau keyakinan dari dua orang atau lebih (Marquis, 2010)
b. Manajemen Konflik
Menurut Sunyoto (2015), manajemen konflik sebagai berikut:
1. Destruktif
Adalah bentuk penanganan konflik dengan menggunakan acaman, paksaan, atau
kekerasan.
2. Konstruktif
Manajemen konflik disebut konstruktif bila dalam upaya menyelesaikan konflik tersebut
kelangsungan hubungan antara pihak-pihak yang berkonflik masih terjaga dan masih
berinteraksi secara harmonis. Manajemen konflik konstruktif yaitu positive problem
solving yang terdiri dari kompromi dan negosiasi. Negosiasi memiliki sejumlah
karakteristik utama, yaitu :
a. Senantiasa melibatkan orang, baik sebagai individual, perwakilan organisasi atau
perusahaan, sendiri atau dalam kelompok.
b. Memiliki ancaman di dalamnya mengandung konflik yang terjadi mulai dari awal
sampai terjadi kesepakatan dalam akhir negosiasi.
c. Menggunakan cara-cara pertukaran sesuatu, baik berupa tawar menawar (bargain)
maupun tukar menukar (barter).
d. Hampir selalu berbentuk tatap-muka yang menggunakan bahasa lisan, gerak tubuh
maupun ekspresi wajah.
e. Negosiasi biasanya menyangkut hal-hal di masa depan atau sesuatu yang belum
terjadi dan kita inginkan terjadi.
f. Ujung dari negosiasi adalah adanya kesepakatan yang diambil oleh kedua belah pihak,
meskipun kesepakatan itu misalnya kedua belah pihak sepakat untuk tidak sepakat.

c. Strategi penyelesaian konflik


Teori perilaku konflik (conflict behavior) menjelaskan terdapat beberapa strategi
oenyelesaian konflik, yaitu: (Wahyudi, 2016).
1. Menghindar
Menghindari konflik dapat dilakukan jika isu atau masalah yang memicu konflik tidak
terlalu penting atau jika potensi konfrontasinya tidak seimbang dengan akibat yang akan
ditimbulkannya. Penghindaran merupakan strategi yang memungkinkan pihak-pihak yang
berkonfrontasi untuk menenangkan diri. Manajer perawat yang terlibat didalam konflik
dapat menepiskan isu dengan mengatakan “Biarlah kedua pihak mengambil waktu untuk
memikirkan hal ini dan menentukan tanggal untuk melakukan diskusi”
2. Mengakomodasi
Memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi pemecahan masalah,
khususnya apabila isu tersebut penting bagi orang lain. Hal ini memungkinkan timbulnya
kerjasama dengan memberi kesempatan pada mereka untuk membuat keputusan. Perawat
yang menjadi bagian dalam konflik dapat mengakomodasikan pihak lain dengan
menempatkan kebutuhan pihak lain di tempat yang pertama.
3. Kompetisi
Gunakan metode ini jika anda percaya bahwa anda memiliki lebih banyak informasi dan
keahlian yang lebih dibanding yang lainnya atau ketika anda tidak ingin
mengkompromikan nilai-nilai anda. Metode ini mungkin bisa memicu konflik tetapi bisa
jadi merupakan metode yang penting untuk alasan-alasan keamanan.
4. Kompromi atau Negosiasi
Masing-masing memberikan dan menawarkan sesuatu pada waktu yang bersamaan,
saling memberi dan menerima, serta meminimalkan kekurangan semua pihak yang dapat
menguntungkan semua pihak. Menurut Nursalam, tekhnik ini merupakan penyelesaian
konflik dengan cara mengurangi komponen emosional dalam konflik.

Pemimpin yang dikatakan mampu menerapkan manejemen konflik (a conflict-competent


leader) adalah pemimpin yang mampu memahami dinamika terjadinya suatu konflik.
Diversitas atau keragaman pihak yang terlibat dalam suatu konflik juga perlu diidentifikasi
karena merupakan sumber potensial terjadinya konflik, antara lain budaya, gender, posisi
(jabatan), dan umur (Ayoko and Hartel, 2016). Menurut Ayoko (2017) keragaman budaya
yang tidak mendapatkan perhatian dari pemimpin akan menimbulkan dampak destruktif pada
suatu organisasi, seperti terhambatnya komunikasi dan koordinasi. Pemimpin juga harus
mampu memahami reaksi yang ditimbulkan dari suatu konflik, mendorong respon
konstruktif, dan membangun suatu organisasi yang mampu menangani konflik secara efektif
(a conflict-competent organization) (Runde and Flanagan, 2017). Manajemen konflik yang
konstruktif bisa diidentifikasi dari adanya proses kreativitas di dalamnya, penyelesaian
masalah dilakukan secara bersama-sama, dimana konflik dianggap sebagai suatu masalah
yang berkualitas terhadap perkembangan individu atau suatu organisasi yang harus
ditemukan pemecahan masalahnya (Hendel, 2015). Menurut Ayoko dan Hartel (2016) untuk
meningkatkan respon konstruktif, seorang pemimpin juga harus mampu memanajemen
timbulnya konflik emosional karena akan menghambat terbentuknya persatuan dan
perkembangan organisasi.

Gaya kepemimpinan sangat mempengaruhi pengambilan strategi penyelesaian masalah atau


konflik, seperti misalnya gaya kepemimpinan demokratis cenderung memilih strategi
integrating (problem solving), obliging, dan compromising yang lebih menekankan pada
kepentingan bersama, gaya kepemimpinan autokratis cenderung memilih dominating
(forcing), sedangkan gaya kepemimpinan Laissez fairecenderung memilih strategi
avoiding(Rahim, 2012). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Brewer (2012) dalam
jurnal The International Journal of Conflict Management, gender juga memegang peranan
penting dalam pemilihan strategi penyelesaian konflik, dimana berdasarkan kuisioner yang
dibagikan, feminine groupcenderung memilih strategi avoiding, masculine groupmemilih
dominating, dan androgynous group (transgender) cenderung memilih strategi integrating.
Dalam penelitian tersebut tidak ditemukan kelompok gender tertentu yang khusus memilih
strategi compromising dan obliging

Selain itu pemilihan strategi penyelesaian konflik juga dipengaruhi oleh suasana saat
berkomunikasi. Bila suasana komunikasi terjalin baik, strategi yang bisa digunakan adalah
obliging, integrating, dan compromising. Sebaliknya, bila suasana komunikasi bersifat
defensive, dominating dan avoiding menjadi pilihan (Hassan, B. et al, 2011).Pengaruh
kepemimpinan dalam pemecahan masalah konflik juga bisa dilihat dalam model “CAPI”
yang dirumuskan oleh Shetach (2012). Dengan menerapkan CAPI (Coaleshing Authority,
Power, and Influence) model’sdalam manajemen kelompok, diharapkan pemimpin mampu
menggunakan kekuatan, otoritas, dan pengaruhnya dalam memutuskan strategi penyelesaian
konflik yang tepat.

Dalam hal ini, manajemen konflik yang dilakukan oleh kepala ruang adalah konstruktif,
kepala ruangan mempertemukan kedua belah pihak untuk saling berargumen mencari jalan
keluar bersama. Gaya kepemimpinan yang dipakai oleh kepala ruang adalah demokrasi,
melibatkan kedua belah pihak untuk menyelesaikan masalah. Dan strategi penyelesaian
konflik dalam hal ini adalah kompromi atau negosiasi.
BAB 3

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Konflik adalah perselisihan internal yang dihasilkan dari perbedaan ide, nilai-
nilai,keyakinan,dan perasaan antara dua orang atau lebih.Seorang pemimpin memiliki
peran yang besar dalam mengelola konflik yang konstruktif dalam pengembangan,
peningkatan, dan produktivitas suatu organisasi. Gaya kepemimpinan seseorang sangat
mempengaruhi pemilihan strategi penanganan konflik (integrating, obliging, dominating,
avoiding, dancompromising).Salah satu model penyelesaian konflik yang digunakan
adalah Model Rahim (2012), yang terdiri atas proses diagnosis, intervensi, dan evaluasi.
Untuk menegakkan diagnosis, diperlukan langkah-langkah identifikasi, antara lain
identifikasi batasan konflik, sumber konflik, potensi sumber daya manusia, dan
identifikasi strategi yang akan dilakukan. Proses selanjutnya adalah intervensi. Terdapat
bermacam-macam strategi intervensi konflik, antara lain negosiasi, fasilitasi, konsiliasi,
mediasi, arbitrasi, litigasi, dan forceyang dapat dipilih berdasarkan gaya kepemimpinan
seseorang. Intervensi yang dipilih bersifat sealami mungkin danmampu memperbaiki
keadaandalam suatu organisasi dan meningkatkan proses belajar dan pemahaman
individu atau organisasi dalam menyelesaikan konflik saat ini ataupun yang akan datang.
intervensi juga diharapkan dapat memperbaiki struktur organisasi, seperti dalam hal
mekanisme integrasi dan diferensiasi, hirarki, prosedur, reward system, dan lain
sebagainya. Proses terakhir adalah evaluasi sebagai mekanisme umpan balik terhadap
proses diagnosis dan intervensi yang telah dilakukan.

3.2 Saran
Perlu adanya kegiatan pelatihan dasar kepemimpinan yang berkelanjutan bagi profesi
keperawatan, khususnya sebagai perawat pengelola untuk dapat menerapkan gaya
kepemimpinan yang baik dalam menentukan strategi penyelesaian konflik.
Daftar Pustaka

Ayoko, O.B. & Hartel C.E. (2016). Cultural diversity and leadership “a conceptual model of
leader intervention in conflict events in culturally heterogenous workgroups. Cross Cultural
Management: An International Journal, 13(4), 345-360.

Brewer, N., Mitchell, P., Weber, N. (2012). Genderrole, organizational status, and conflict
management styles. The International Journal of Conflict Management. 13(1), 78-94.

Buckley M.R &Brown J.A. (2015). Barnard on conflicts of responsibility “implications for
today’s perspectives on transformationaland authentic leadership”. Management Decision
Journal,43(10), 1396.

CNO. (2019). Practice Guidelines Conflict prevention and management. Retrieved from: http:/
www.cno.org/global/docs/prac/47004_conflict_prev.pdf.

Arif, Y. (2014). Efektifitas Model Strategi Manajemen Konflik Perawat Pelaksana Terhadap
Produktifitas Kerja Perawat di Rumah Sakit Pendidikan (Disertasi). Depok:
Universitas Indonesia

Marquis, H. (2010). Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan Teori dan Aplikasi. Jakarta:
Salemba Humanika

Muchlas, M. (2015) Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Anda mungkin juga menyukai