Bab 2 Sarah - Vira

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 15

Bab 2

Tinjauan Pustaka
2.1 Belajar dan Pembelajaran
menjelaskan bahwa belajar adalah suatu usaha sadar yang
dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan
dan pengalaman yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu. Belajar merupakan suatu
proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya
sendiri dalam interaksi dengan lingkunngannya (Slameto, 2013)
Pengertian pembelajaran dari sudut pandang teori kognitif
merupakan proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan
kreativitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam
mengontruksi pengetahuan baru sebagai upaya peningkatan penguasaan
materi yang baik terhadap materi pelajaran. Menurut Abidin (2014),
pembelajaran dapat dikatakan sebagai upaya guru untuk memberikan
stimulus, arahan, dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar.

2.2 Model Pembelajaran


Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar (Sumantri, 2015).
Fungsi model pembelajaran adalah sebagai pedoman bagi perancang
pengajar dan para guru dalam melaksanakan pembelajaran (Trianto,
2010).
Pemilihan model pembelajaran dipengaruhi oleh sifat materi yang
akan diajarkan, dan tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran tersebut
serta tingkatan kemampuan peserta didik. Setiap model pembelajaran
memiliki tahap-tahap (sintaks) yang dapat dilakukan siswa dengan
bimbingan guru. Guru sebagai fasilitator perlu menguasai dan dapat
menerapkan berbagai keterampilan mengajar sehingga dapat mencapai
tujuan pembelajaran yang beranekaragam dan lingkungan belajar yang
menjadi ciri sekolah pada saat ini.

2.3 Model Problem Based Learning (PBL)


2.3.1 Pengertian Model Problem Based Learning (PBL)
Aunurrahman (2014) Pembelajaran Problem Based Learning
(PBL) pada hakekatnya adalah belajar berpikir (learning to think)
atau belajar bernalar (learning to reason) yang mana berfikir dan
bernalar mengaplikasikan pengetahuan yang telah diperoleh untuk
menyelesaikan masalah baru yng sebelumnya tidak pernah dijumpai
(Kusumah, 2008). Model pembelajar ini menyajikan suatu masalah
yang nyata bagi siswa sebagai awal pembelajaran kemudian
diselesaikan melalui penyelidikan dan diterapkan dengan
penggunakan pendekatan pemecahan masalah.
Penerapan model Problem Based Learning (PBL) diharapkan
siswa mendapatkan lebih banyak kecakapan daripada pengetahuan
yang dihafal meliputi kecakapan memecahkan masalah, kecakapan
berpikir kritis, kecakapan bekerja dalam tim, kecakapan
interpersonal, kecakapan komunikasi, dan kecakapan pencarian serta
pengolahan informasi (Amir, 2007).
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam
model Problem Based Learning (PBL) mengutamakan proses
belajar, dimana tugas guru sebagai fasilitator dalam membantu
siswa, mencapai keterampilan mengarahkan diri. Peran guru dalam
model ini sebagai penyaji masalah, penanya, mengadakan dialog,
membantu menemukan masalah, dan pemberi fasilitas pembelajaran.

2.3.2 Karakteristik Problem Based Learning (PBL)


Setiap model pembelajaran pasti memiliki karakteristik masing-
masing untuk membedakan model pembelajaran yang satu dengan
yang lain. Karakterisitik utama dari model Problem Based Learning
(PBL) adalah dimunculkannya masalah pada awal pembelajarannya.
Menurut Rusman (2014) karakteristik model PBL meliputi:
1) Permasalahan menjadi starting point dalam belajar.
2) Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di
dunia nyata yang tidak terstruktur.
3) Permasalahan membutuhkan perspektif ganda.
4) Permasalahan menantang yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan
kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi
kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar.
5) Belajar adalah pengarahan diri menjadi hal yang utama.
6) Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam,
penggunaannya, dan evaluasi informasi merupakan proses yang
esensial dalam PBL.
7) Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif.
8) Pengembangan keterampilan inkuiri dan pemecahan masalah
sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk
mencari solusi dari sebuah permasalahan.
9) Sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar.
10) PBL melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan
proses belajar.
Sedangkan karakteristik model PBL adalah sebagai berikut:
1) Pembelajaran dimulai dengan mengangkat suatu permasalahan
atau suatu pertanyaan yang nantinya menjadi focal poin untuk
keperluan usaha-usaha investigasi siswa.
2) Siswa memilki tanggung jawab utama dalam menyelidiki
masalah-masalah dan memburu pertanyaan-pertanyaan.
3) Guru dalam pembelajaran PBL berperan sebagai fasilitator.
Berdasarkan karakteristik model PBL menurut beberapa ahli,
disimpukan bahwa karakteristik PBL, yaitu: (1) dimulai dari masalah
yang bersifat nyata, (2) mengutamakan belajar mandiri, (3) memiliki
sumber belajar yang bervariasi, (4) berpusat pada siswa, (5) bersifat
ilmiah, (6) dilakukan secara berkelompok.

2.3.3 Langkah-langkah Model Problem Based Learning (PBL)


Pembelajaran berbasis proyek memiliki 3 kegiatan yaitu
tahap persiapan, proses pembelajaran berbasis proyek, dan tahap
evaluasi (Rais, 2010). Penjabaran ketiga kegiatan tersebut yaitu :
a. Tahap persiapan merupakan tahap awal untuk mengantar siswa
memasuki pembelajaran. Pada tahap ini siswa melakukan formulasi
problem yaitu dengan memilih tema proyek, membuat pertanyaan,
membuat list, membuat defenisi, memilih dan memutuskan proyek,
memformulasi problem dan hipotesis. Siswa pada tahap ini
mendapat informasi-informasi awal dan beradaptasi dengan saling
mengenalkan diri.
b. Proses Pembelajaran Berbasis Proyek
Tahap ini merupakan tahap inti, pada tahap ini siswa melakukan
persiapan dan langkah untuk mengerjakan suatu proyek. Aktivitas
yang berlangsung pada tahap ini yaitu merancang dan menyiapkan
kelengkapan proyek, membentuk kelompok dan memilih proyek,
mengumpulkan informasi, dan melakukan langkah kerja proyek.
Pembentukan kelompok dan pemilihan proyek dilakukan agar siswa
mampu memecahkan suatu masalah yang telah dipilih dalam
kelompok kecil. Kemudia pengumpulan informasi mengenai proyek
dapat dilakukan dengan presentasi ringkas dan diskusi. Hal yang
paling penting dalam kegiatan ini yaitu langkah kerja proyek. Pada
tahap ini ada beberapa hal yang berkaitan yaitu mengenai motivasi
siswa mengikuti PBL, bagaimana cara menyelesaikan suatu masalah,
kolaborasi mahasiswa dengan dosen dan kemandirian siswa dalam
menyelesaikan proyek.
c. Tahap Evaluasi
Pada tahap evaluasi guru feedback berupa penilaian kepada
mahasiswa, pemberian feedback ini juga memberikan gambaran
mengenai pemahaman siswa tentang proyek yang dilakukan.
Tiga tahapan di atas dapat dideskripsikan lebih rinci menjadi
enam tahapan yaitu persiapan, penugasan, merencanakan kegiatan,
investigasi dan penyajian, finishing, dan monitoring/evaluasi
(Hatasuhui, 2010). Penjelasan mengenai enam tahapan tersebut yaitu
:
a. Persiapan
Pada tahap persiapan rancangan desain atau kerangka proyek
yang bermanfaat dalam menyediakan informasi yang dibutuhkan
oleh siswa disediakan oleh guru. Hal tersebut untuk membantu siswa
dalam keberhasilan menyelesaikan proyek. Kerangka pentng untuk
dibaca dan digunakan oleh siswa. Maka pengajar harus melakukan
peran dengan baik dalam menganalisa dan mengintegrasikan
kurikulum, mengumpulkan data, mencari sumber-sumber lain untuk
membantu siswa dalam meyelesaikan proyek.
b. Penugasan
Siswa memilih tugas proyek sesuai dengan pilihannya.
Mereka akan memperoleh kerangka proyek namun masih mencari
sumber yang dapat membantu dalam mengerjakan proyek dan
memecahkan masalah yang ada.
c. Merencanakan kegiatan
Pada tahap ini siswa membuat rencangan kegiatan yang akan
dilakukan. Rencana tersebut meliputi menentukan kegiatan dan
langkah yang akan diambil sesuai dengan sub topiknya,
merencanakan waktu pengerjaan dari semua sub topik.
d. Investigasi dan penajian
Pada tahap investigasi siswa menggali lebih dalam informasi
mengenai proyek yang sedang dilakukan. Informasi tersebut dapat
didapatkan dari para ahli. Namun pada tahap investigasi telah
berkembang cara menggali informasi yang dibutuhkan. Investigasi
dapat berupa observasi, eksperimen, dan field trip.
e. Finishing
Hasil dari kegiatan yang dilakukan yaitu berupa laporan dan
presentasi. Setelah laporan dan presentasi telah selesai kemudian
siswa tersebut mendapat feedback dari teman dan guru.
f. Monitoring/evaluasi
Pada tahap ini guru akan melakukan penilaian terhadap
proyek yang dikerjakan siswa. Penilaian tersebut berdasar pada
partisipasi dan produktifitasnya dalam pengerjaan proyek.
2.3.4 Kelebihan Model Problem Based Learning (PBL)
Model Pembelajaran Berbasis Proyek memiliki keuntungan sebagai
berikut:
1. Meningkatkan Motivasi
2. Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah
3. Meningkatkan Kolaborasi
4. Meningkatkan Keterampilan Mengelola Sumber
Moursund et al (1995)meniliti sejumlah artikel mengenai proyek
di kelas yang dapat dipertimbangkan sebagai bahan testimonial terhadap
guru, terutama bagaimana guru menggunakan proyek dan presepsi
mereka tentang bagaimana keberhasilannya. Penjelasan lebih lanjur
mengenai keuntungan dari Belajar berbasis Proyek adalah sebagai
berikut :
1. Meningkatkan Motivasi belajar siswa. Pembelajaran berbasis
proyek dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. hal ini
dibuktikan dari beberapa laporan penelitian tentang pembelajaran
berbasis proyek yang menyatakan bahwa siswa sangat tekun,
berusaha keras untuk menyelesaikan proyek, siswa merasa lebih
bergairah dalam pembelajaran, dan keterlambatan dalam kehadiran
sangat berkurang.
2. Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah. Beberapa
sumber menyatakan bahwa lingkungan belajar pada pembelajaran
berbasis proyek dapat meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah. Dapat membuat siswa lebih aktif dan berhasil memecahkan
masalah yang bersifat kompleks.
3. Meningkatkan Kolaborasi. Kerja kelompok merupakan hal penting
dalam pembelajaran berbasis proyek. Proyek yang dikerjakan siswa
memerlukan siswa mengembangkan dan mempraktikan keterampilan
komunikasi. Aspek-aspek kolaboratif dari sebuah proyek adalah
kelompok kerja kooperatif, evaluasi siswa dan pertukaran informasi
online.
4. Meningkatkan Keterampilan Mengelola Sumber. Karena
pembelajaran berbasis proyek mempersyaratkan siswa harus mampu
secara cepat memperoleh informasi melalui berbagai sumber
informasi, maka keterampilan siswa untuk mencari dan mendapatkan
informasi akan meningkat.

2.3.5 Kelemahan Model Problem Based Learning (PBL)


Selain memiliki keuntungan, pembelajaran berbasis proyek
juga memiliki kalemahan yaitu (Kemdikbud, 2014)
1. Memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah
2. Membutuhkan biaya yang cukup banyak dan banyaknya peralatan
yang harus disediakan
3. Banyak instruktur/guru yang merasa nyaman dengan kelas
tradisional, di mana instruktur/guru memegang peran utama di kelas
4. Siswa yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan pengumpulan
informasi akan mengalami kesulitan
5. Ada kemungkinan siswa yang kurang aktif dalam kerja kelompok
6. Ketika topik yang diberikan kepada masing-masing kelompok
berbeda, dikhawatirkan siswa tidak bisa memahami topik secara
keseluruhan.

2.3.6 Keatifan siswa


Partisipasi aktif siswa sangat berpengaruh pada proses
perkembangan berpikir, emosi, dan sosial. Beberapa upaya yang
dapat dilakukan guru dalam mengembangkan keaktifan belajar siswa
dalam mata pelajaran dengan meningkatkan minat siswa,
membangkitkan motivasi siswa, serta menggunakan media dalam
pembelajaran (Wibowo, 2016). Sardiman (2001), mengatakan
keaktifan belajar merupakan kegiatan fisik ataupun mental dalam
berfikir dan berbuat dalam suatu rangkaian yang tidak dapat
dipisahkan. Sedangkan menurut Maharani dan Kristin (2017:4),
Keaktifan belajar merupakan usaha yang dilakukan oleh siswa dalam
proses pembelajaran, dimana siswa ikut serta berperan aktif dalam
pembelajaran dikelas, sehingga siswa tersebut memperoleh
pengalaman, pengetahuan, pemahaman dan aspek-aspek lainya
tentang apa yang telah dilakukan. Menurut Yamin (2007), keaktifan
siswa dalam proses pembelajaran dapat merangsang dan
mengembangkan bakat, kemampuan berpikir kritis, dan mampu
memecahkan masalah dalam kehidupan sehari – hari.
Proses belajar dan mengajar merupakan kegiatan interaksi
antara guru – siswa, siswa – siswa, dan komunikasi timbal balik
yang berlangsung dalam pembelajaran untuk menjapai tujuan
belajar. kegiatan belajar mengajar tersebut siswa dilatih untuk saling
berinteraksi, kreatif, berpikir logis dan kritis. Intraksi dan
komunikasi timbal balik yang terjadi antara guru dan siswa
merupakan ciri dan syarat utama bagi berlangsungnya pembelajaran.

2.3.7 Kemampuan Berpikir Kritis


Sanjaya (2006), mengatakan bahwa berpikir adalah proses
mental seseorang yang lebih dari sekedar mengingat dan
memahami. Oleh karena itu kemampuan berpikir memerlukan
kemampuan mengingat dan memahami. Menurut Murti (2010),
berpikir kritis berbeda dengan berpikir. Berpikir kritis merupakan
proses berpikir intelektual di mana pemikir dengan sengaja menilai
kualitas pemikirannya. Pemikir menggunakan pemikiran yang
reflektif, independen, jernih, dan rasional
Berpikir kritis atau biasa disebut berpikir tingkat tinggi
merupakan keterampilan berpikir mengolah segala informasi,
observasi dan permasalahan yang didapat, dengan membuat
keputusan apa yang harus dilakukan disertai dengan logika. Hal ini
membuat berpikir menjadi hal yang dirasa penting terutama dalam
proses pembelajaran. Berpikir kritis penting diterapkan, bukan hanya
menghafal teori saja yang mudah dilupakan akantetapi mampu
menganalisis dan memahami maknanya serta memperoleh
keterampilan yang berguna bagi kehidupannya dilingkungan
masyarakat.
Berpikir kritis merupakan salah satu indikator dari berpikir
tingkat tinggi, istilah berpikir timgkat tinggi sering diartikan dengan
berpikir konvergen, berpikir logis, dan reasoning. Berpikir kritis
adalah berpikir dengan baik, yang digunakan dalam kegiatan
memecahkan masalah, mengambil keputusan, menganalisis asumsi
dan melakukan penelitian secara ilmiah (Alwasilah, 2010). Salah
satu menjadi orang kritis menurut (Harsanto, 2005) yaitu memiliki
pikiran terbuka dan setiap keputusan yang diambil harus disertakan
alasan berdasarkan fakta dan mampu terbuka terhadap pendapat
orang lain atau perbedaan pendapat. Ennis (1996), merancang
kurikulum berpikir kritis yang terdiri dari 12 indikator dan
dikelompokkan dalam lima kelompok kemampuan berpikir kritis,
yaitu ;
1. Memberikan penjelasan sederhana (elementary
clarification)
2. Membangun keterampilan (basic support)
3. Membuat inferensi (inferring)
4. Membuat penjelasan lebih lanjut (advanced
clarification)
5. Mengatur strategi dan taktik (strategies and
tactics)
Berpikir kritis menurut Facione (2015) terdiri atas enam
aspek yaitu interpretation (interpretasi), analysis (analisis),
evaluation (evaluasi), inference (kesimpulan), explanation
(penjelasan), dan self-regulation (pengaturan diri).
Siswa mampu dikatakan berpikir kritis apabila dalam pembelajaran
;
1. Mampu mendefinisikan dan mengklarifikasi
masalah
2. Menilai informasi yang memiliki korelasi dengan
masalah
3. Memberikan solusi atau membuat kesimpulan yang
memecahkan permasalahan
Peran guru dalam melatih kemampuan berpikir kritis pada
pelajaran biologi, dapat dilakukan denganpemilihan model
pembelajaran yang tepat sesuai dengan materi pembeljaran dan yang
dapat dilakukan oleh guru. Model pembelajaran yang dipilih harus
memiliki sintaks pembelajaran yang berpusat pada siswa. Salah satu
model pembelajaran yang dapat digunakan ialah model pembelajaran
Problem Based Learning (PBL), atau model pembelajaran berbasis
masalah, model ini dipilih karena dapat mengajak siswa untuk
berpikir kritis dan analitis (Amir, 2010).

2.3.8 Karaktristik Mata Pelajaran


Mata pelajaran yang dipilih ialah mata pelajaran
pencemaran lingkungan. Hal ini terkait isu – isu yang dapat
dijadikan bahan pembahasan dan sesuai dengan materi yang akan
dipelajari. Adapun indikator dan tujuan serta materi pembelajaran
yang hendak dicapai yaitu;
A. Standar Kompetensi
4. Menganalisis hubungan antara komponen ekosistem,
perubahan materi dan energi serta peranan manusia dalam
keseimbangan ekosistem
B. Kompetensi Dasar
2.2 Menjelaskan keterkaitan antara kegiatan manusia
dengan masalah perusakan/pencemaran
lingkungan dan pelestarian lingkungan.
C. Indikator
1. Mendeskripsikan keterkaitan antara kegiatan manusia
dengan masalah kerusakan lingkungan
2. Mendeskripsikan keterkaitan antara kegiatan manusia
dengan masalah pencemaran lingkungan
3. Mengidentifikasi dampak-dampak negatif dari
pencemaran lingkungan
4. Mengidentifikasi cara menanggulangi pencemaran
lingkungan
D. Tujuan
1. Siswa mampu menjelaskan keterkaitan antara kegiatan
manusia dengan masalah kerusakan lingkungan
2.Siswa mampu menjelaskan keterkaitan antara kegiatan
manusia dengan masalah pencemaran lingkungan
3. Siswa mampu menjelaskan dampak negatif masalah
pencemaran lingkungan
E. Materi Pembelajaran
A. Pencemaran Lingkungan
a. Pencemaran air
1. Hubungan antara kegiatan manusia yang
menyebabkan pencemaran air
2. Penyebab pencemaran air
3. Dampak pencemaran air
4. Cara penanggulangannya
b. Pencemaran Tanah
1. Hubungan antara kegiatan manusia yang
menyebabkan pencemaran tanah
2. Penyebab pencemaran tanah
3. Dampak pencemaran tanah
4. Cara penanggulangannya
c. Pencemaran Udara
1. Hubungan antara kegiatan manusia yang
menyebabkan pencemaran air
2. Penyebab Pencemaran udara
3. Dampak penyemaran udara

2.4 Penelitian Relevan


Berikut ini akan disajikan beberapa hasil penelitian relevan dengan
penelitian ini. Hasil penelitian pendukung yang dimaksud adalah hasil
penelitian yang berkaitan dengan penggunaan model Problem Based
Learning untuk meningkatkan keaktifan dan kemampuan berpikir kritis
siswa Kelas X pada materi pencemaran lingkungan antara lain :
1. Hasil penelitian Astuti (2013) yang berjudul “Peningkatan Aktivitas
dan Hasil Belajar melalui PBL pada Siswa Kelas X SMA”
menyimpulkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan problem based
learning dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar biologi siswa
kelas X6 SMA Negeri 4 Pekalongan. Hal ini dilihat pada kenaikan nilai
ulangan siswa dan peningkatan jumlah peserta didik yang mendapat
nilai di atas nilai KKM. Hasil penelitian tersebut adalah pada siklus 1,
siswa yang tuntas yaitu dari 30 siswa atau 63, 3% da siswa yang tidak
tuntas adalah 11 dari 30 siswa atau 26,7%. Hasil pada siklus II adalah
siswa yang tuntas 25 dari 30 siswa atau 83,3%.
2. Hasil penelitian Noma dkk (2016) yang berjudul “Penerapan Model
Problem Based Learning (PBL) pada Materi Pencemaran
Lingkungan untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikir Tingkat
Tinggi Peserta Didik Kelas X MIA 3 SMA Negeri 2 Sukoharjo
Tahun Pelajaran 2015/2016” menujukkan bahwa pada materi
pencemaran lingkungan dengan penerapan model PBL mengalami
peningkatan dengan capaian rata-rata 75,77%.
3. Hasil penelitian Hasibuan dkk (2018) yang berjudul “Peningkatan
Kemampuan Berpikir Kritis Melalui Model Pembelajaran
Kooperatif Think Pair Share di Kelas X SMA Negeri 1 Padang
Bolak” menyimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa di
kelas X meningkat dikarenakan telah memenuhi indikator keberhasilan
siswa. Hal ini dilihat dari siklus pertama dengan presentase 63,44% dan
siklus kedua meningkat dengan presentase sebesar 82,38%.
2.5 Literature Map

Peningkatan Aktivitas Penerapan Model Problem Based Learning Peningkatan Kemampuan


dan Hasil Belajar (PBL) pada Materi Pencemaran Lingkungan Berpikir Kritis Melalui
melalui PBL pada untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikir Model Pembelajaran
Siswa Kelas X SMA ( Tingkat Tinggi Peserta Didik Kelas X MIA 3 Kooperatif Think Pair Share
(Astuti & Junaedi, SMA Negeri 2 Sukoharjo Tahun Pelajaran di Kelas X SMA Negeri 1
2013) 2015/2016 (Noma dkk, 2016) Padang Bolak (Hasibuan
dkk, 2018)

Persamaan = penerapan Persamaan = materi Persamaan = variabel yang


model Problem Based pembelajaran diamati pada siswa
Learning
Perbedaan = variabel yang Perbedaan = penerapan model
Perbedaan = variabel yang
diamati pada siswa diamati pada siswa pembelajaran

Peningkatan Keaktifan dan Kemampuan


Berpikir Kritis Siswa Kelas X SMAN
Tadika Melalui Model Pembelajaran
Problem Based Learning (PBL) pada
Materi Pencemaran Lingkungan

Bagan 1 Literatur M
2.6 Kerangka Berpikir

Siswa kelas X IPA 1 Observsi awal


SMA N Tadika

- Model pembelajaran yang monoton - Menggunakan pembelajaran …..


(ceramah)
- Model pembelajaran Problem Service
- Keaktifan siswa saat pembelajaran masih Learning (PBL)
kurang terlatih, seperti hasil observasi dalam - Kelebihan PBL :
bertanya 32,14%, berpendapat 14,29%, 1. Meningkatkan Motivasi
menjelaskan 17,86%, dan 2. Meningkatkan Kemampuan
mempertimbangkan sumber relevan 39,29%. Pemecahan Masalah
3. Meningkatkan Kolaborasi
- Kemampuan berpikir kritis siswa, seperti 4. Meningkatkan Keterampilan
data hasil tes menunjukkan; Mengelola Sumber
1) kemampuan interpretasi 43,97% (cukup) - Penelitian Relevan
2) kemampuan analisis 29,31% (kurang) 1. Penelitian yang dilakukan Astuti
3) kemampuan evaluasi 32,76% (kurang) (2013) menunjukkan penerapan
4) kemampuan menyimpulkan 43,10% model PBL dapat meningkatkan
(kurang) aktivitas dan hasil belajar biologi
5) kemampuan menjelaskan 53,45% siswa
(cukup) 2. Penelitian yang dilakukan Noma,
6) kemampuan pengaturan diri 52,59% dkk (2016) menunjukkan
(cukup) peningkatan berpikir tingkat tinggi
pada materi pencemaran
- Materi Pencemaran Lingkungan lingkungan
membutuhkan kemampuan berpikir kritis 3. Penelitian yang dilakukan
dalam menganalisis dan memecahkan Hasibuan, dkk (2018) dapat
permasalahan yang terjadi. meningkatkan kemampuan berpikir
kritis pada materi kimia

Kurangnya
Meningkatkan

Keaktifan siswa Kemampuan berpikir


kritis
Observasi awal telah dilakukan terhadap siswa – siswa kelas X IPA 1 SMA Tadika, dari
Keaktifan siswa Kemampuan
hasil pengamatan banyak siswa yang mengeluh terkait model pembelajaran guru biologi yang
monoton. Monoton yang dimaksud ialah pembelajaran yang hanya melakukan ceramah kritis
berpikir dimana
hanya berpusat pada guru saja tanpa melibatkan siswa dalam diskusi, tanya jawab terkait materi
pembelajaran, walaupun terkadang dilakukan diskusi kelompok guru hanya melakukan interaksi
terhadap siswa yang aktif bertanya atau siswa yang menonjol. Hal ini menyebabkan banyak
siswa yang kurang mampu dibidang akedemik merasa minder dan makin menaarik diri atau
semakin pasif. Selain mempengaruhi iklim kelas dengan kurang nya aktivitas yang dilakukan
siswa hal tersebut berdampak terhadap hasil belajar terkait kemapuan berpikir kritis. Siswa yang
pasif cenderung hanya diam dan hanya mengikuti jalan nya pembelajaran tanpa ada interaksi
terkait diskusi yang dilakukan. dibuktikan dari cara mengajar guru yang terkesan monoton dsn
masih terdapat peserta didik kurang terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran seperti kurang
terlatih dalam bertanya 32,14%, berpendapat 14,29%, menjelaskan 17,86%, dan
mempertimbangkan sumber relevan 39,29%.
Berdasarkan permasalahan yang dijumpai, yang perlu diubah untuk meningkatkan
keaktivan serta kemampuan berpikir siswa ialah model pembelajaran. Model pembelajran
Problem Base Learning menjadi solusi agar meningkatkan aktivitas siwa didalam kelas dan
kemampuan berpikir kritis dimana siswa mmapu bertanya, menganalisis, mengobservasi, serta
menyimpulkan terkait permasalahan yang diberikan guru.

2.7 Hipotesis
Hipotesis penelitian ini meliputi :
1. Penerapan model Problem Based Learning (PBL) mempengaruhi keaktifan siswa
kelas X SMAN Tadika pada materi Pencemaran Lingkungan.
2. Penerapan model Problem Based Learning (PBL) mempengaruhi kemampuan
berpikir kritis siswa kelas X SMAN Tadika pada materi Pencemaran Lingkungan.
Daftar Pustaka

Abidin, Y. (2014). Desain Sistem Pembelajaran dalam Konteks Kurikulum. Bandung: PT Refika
aditama.
Alwasilah, C. (2010). Contextual Teaching and Learning; Menjadikan kegiatan Belajar -
Mengajar Mengasyikan dan Bermakna. Bandung: Kaifa.
Amir. (2007). Dasar-Dasar Penulisan Karya Ilmiah. Surakarta: UNS Press.
Amir, M. T. (2010). Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Aunurrahman. (2014). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Ennis, R. H. (1996). Critical Thinking. USA: Prentice Hall, Inc.
Harsanto, R. (2005). Melatih Anak Berpikir Analitis, Kritis, dan Kreatif. Jakarta: PT. Grasindo.
Hatasuhui, S. (2010). Implementasi Pembelajaran Berbasis Proyek ( Project Based Learning).
Jurnal Pekbis, 2(1):196-207.
Kemdikbud. (2014). Materi pelatihan guru implementasi kurikulum 2013 tahun ajaran . Jakarta:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kusumah, S. Y. (2008). Konsep Pengembangan dan implementasi Computer Based Learning
dalam peningkatan Kemampuan High-Order Mathematical Thinking. Bandung: UPI
Press.
Moursund, D., Bielefeldi, T., Ricketts, R., & Underwood, S. (1995). Effect Practice: Computer
Tecnology in Education. Eugene: OR: ISTIE.
Murti, B. (2010). Berpikir Kritis (Critical Thinking). Jurnal Kedokteran, 1 - 5.
Rais, Muh. 2010. PROJECT-BASED LEARNING: Inovasi Pembelajaran yang Berorientasi
Soft skills. Makalah Pendamping dalam Seminar Nasional Pendidikan Teknologi dan
Kejuruan. Fakultas Teknik Universitas Negeri Surabaya.

Rusman. (2014). Model-model Pembelajaran (Mengembangkan Profesionalisme Guru). Jakarta:


Raja Grafindo Persada.
Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Bandung:
Kencana.
Sardiman. (2001). Interaksi dan Motivasi belajar Mengajar. Jakarta: Grafindo Persada.
Slameto. (2013). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Sumantri. (2015). Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kharisma Putra Utama.
Trianto. (2010). Mendesain Model Pembelajaran inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan
Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) . Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Yamin, M. (2007). Kiat membelajarkan SIswa. Jakarta: Goung Persada Press and Center For Learning
Innovation.

Anda mungkin juga menyukai