Oleh:
KELOMPOK I
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2020
FRAKTUR TULANG RUSUK DAN STERNUM
1. Latar Belakang
Fraktur merupakan gangguan dari kontinuitas yang normal dari tulang. Jika terjadi
fraktur, maka jaringan lunak di sekitarnya juga sering kali terganggu (Blackdan Hawks, 2014).
Patah tulang rusuk sering disebabkan trauma dada yang disebabkan oleh benda tumpul atau
kecelakaan lalu lintas. Fraktur tulang rusuk tidak mengancam jiwa, tetapi dapat mengakibatkan
terjadinya cedera pada paru-paru. Pada tulang dada, tulang rusuk pertama dan kedua jarang
terjadi fraktur, namun tulang rusuk yang pertama dan kedua sering dikaitkan dengan terjadinya
cedera pada paru-paru, lengkungan aorta, atau tulang belakang.
Mayoritas cedera dada yang ditemukan di Inggris adalah akibat trauma tumpul setelah
kecelakaan kendaraan bermotor. Patah tulang rusuk menyebabkan lebih dari setengah dari cedera
dada yang terjadi di Inggris. Insiden pada fraktur tulang rusuk sebanyak 40% dapat menyebabkan
kematian yang di akibatkan oleh luka terbuka (laserasi) atau mengenai vena subklavia. Insiden
pada fraktur tulang rusuk kiri bawah sebanyak 20% karena dapat menyebabkan cedera pada
limpa. Sedangkan pada tulang rusuk kanan bawah sebanyak 10% yang dapat menyebabkan
cedera pada hati. Fraktur sternum berhubungan dengan cedera pada jantung.
Mortalitas dan morbiditas fraktur tulang rusuk dan sternum berhubungan dengan cedera
yang mendasarinya. Oleh karena itu identifikasi potensi cedera yang mengancam sangat
diperlukan. Fraktur tulang rusuk dan sternum dapat mengganggu ventilasi. Nyeri hebat akibat
cedera ini memengaruhi kemampuan untuk batuk dan bernafas dalam. Ini merupakan predisposisi
untuk retensi dahak dan insufisiensi pernapasan. Oleh karena itu pereda nyeri pada pasien ini
tidak hanya mengurangi nyeri tetapi mencegah komplikasi pernafasan sekunder.
Penatalaksanaan fraktur tulang rusuk dan sternum dengan tepat sangat dipelukan
sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas yang mungkin terjadi. Manajemen
fraktur tulang rusuk dan sternum terutama terdiri dari identifikasi, perawatan terkait cedera,
perawatan pernapasan yang tepat, dan mengurangi gejala.
2. Konsep Penyakit
a. Definisi
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas dari struktur tulang, tulang rawan dan
lempeng pertumbuhan yang dosebabkan oleh trauma dan non trauma. Fraktur juga
dapat diakbitakan oleh cedera, stress yang berulang, kelemahan tulang yang abnormal
atau disebut juga fraktur patologis (Solomon et al, 2010). Patah tulang rusuk adalah
cedera umum yang terjadi ketika salah satu tulang rusuk mengalami patah atau retak.
Penyebab yang paling sering adalah benturan (trauma) dada, jatuh dari ketinggian,
kecelakaan kendaraan bermotor, atau benturan saat olahraga (Bamelman, et al. 2017).
Sedangkan trauma dada adalah trauma yang mengenai dinding thoraks dan organ inti
dada, disebabkan oleh trauma tumpul dan trauma tajam (Mattox, et al, 2013).
b. Etiologi trauma dada dan patah tulang rusuk
Trauma dada tumpul anterior adalah penyebab fraktur sternum yang paling sering terjadi.
Kasus traumatis seperti resusitasi kardiopulmoner, cedera atletik, jatuh, kasus ini sebagaian
besar yang menyebabkan trauma dada. Pasien dengan kyphosis thoracis yang parah,
osteoporosis, atau osteopenia dapat mengalami fraktur sternum dan pasien yang menjalani
terapi steroid jangka panjang, wanita pascamonopouse dan pasien lanjut usia lanjut beresiko
lebih tinggi. Orang yang berolahraga seperti angkat besi dan golf juga bisa mengalami fraktur
stress sternum karena olahraga ini menggunakan tubuh bagian atas.
c. Epidemiologi
Pada kasus fraktur sternum sekitar 60% hingga 90% merupakan kecelakaan bermotor.
Fraktur sternum biasanya dialami banyak wanita dari pada laki-laki dan fraktur sternum lebih
sering terjadi pada pasien yang lebih tua, diduga Karena dinding dada lebih elastis pada
pasien yang lebih muda. Pasien yang lebih muda cenderung mengalami cedera intrathoraks
karena energy benturannya tidak diserap oleh sternum. Kejadian fraktur sternum meningkat
tiga kali lipat dengan penggunaan pengekangan bahu kendaraan, kemungkinan sekunder
akibat dari kekuatan deselerasi yang terkonsentrasi langsung ke sternum.
Insiden dan prevalensi fraktur tulang rusuk tergantung pada cedera dan keparahan saat
terjadinya trauma. Dengan mortalitas dan morbiditas yang lebih tinggi anak-anak lebih kecil
kemungkinannya mengalami patah tulang rusuk dari pada orang dewasa karena tulang
rusuknya lebih elastis. Sedangkan lansia cenderung lebih rentan patah tulang rusuk dari pada
individu yang lebih muda.
d. Patofisiologi
- Fraktur costae (tulang rusuk)
Fraktur costae dapat terjadi akibat trauma yang datangnya dari arah depan,
samping, ataupun dari belakang. Walaupun kontruksi tulang iga sangat kokoh dan kuat
namun tulang iga adalah tulang yang sangat dekat dengan kulit dan tidak banyak
memiliki pelindung. Apabila terjadi trauma tajam dan trauma tumpul dengan kekuatan
yang cukup besar saja yang mampu menimbulkan cedera pada alat / organ dalam yang
vital yang ada di dalamnya. Cedera pada organ tersebut tergantung pada bagian tulang iga
yang mana yang mengalami fraktur.
Cedera pada tiga iga pertama jarang terjadi karena ditunjang pula oleh tulang-
tulang dari bahu seperti skapula, kalvikula, humerus dan seluruh otot. Namun dapat
mengakibatkan kematian yang tinggi karena fraktur tersebut berkaitan dengan laserasi
arteri atau vena subkalvia. Cedera pada iga keempat hingga kesembilan merupakan
tempat fraktur yang paling umum dapat terjadi kemungkinan cedera jantung dan paru.
Dapat mengakibatkan kerusakan ventilasi paru, meningkatkan stimulasi saraf sehingga
pasien akan mengalami nyeri yang sangat hebat, nyeri tekan, dan spasme otot di atas area
fraktur, yang diperburuk dengan batuk, napas dalam, dan gerakan.
Sehingga terjadi masalah keperawatan yaitu Nyeri akut. Untuk mengurangi nyeri
tersebut pasien melakukan kompensasi dengan bernapas dangkal sehingga masalah
keperawatan yang akan timbul adalah Ketidakefektifan pola pernapasan dan
menghindari untuk menghela napas, napas dalam, batuk, dan bergerak. Keengganan
untuk bergerak atau bernapas ini sangat mengakibatkan penurunan ventilasi dan juga
dapat terjadi masalah keperawatan yaitu Inefektif bersihan jalan napas dan Gangguan
mobilitas fisik, selanjutnya dapat terjadi kolaps alveoli yang tidak mendapatkan udara
(atelektasis) sehingga terjadi hipoksemia bahkan dapat terjadi gagal napas. Apabila
melukai otot jantung dapat mengakibatkan tamponade jantung dengan tertimbunnya
darah dalam rongga perikardium yang akan mampu meredam aktivitas diastolik jantung.
Sedangkan iga 10-12 agak jarang terjadi fraktur, karena iga 10-12 ini bisa mobilisasi,
apabila terjadi fraktur kemungkinan cedera organ intraabdomen seperti pada limpa dan
hepar karena tergores oleh patahan tulang iga.
e. Komplikasi
Komplikasi dari fraktur sternum sering karena cedera yang terkait. Fraktur sternum yang
tidak stabil mengakibatkan peningkatan resiko cedera paru, efusi pericardial, fraktur tulang
rusuk, dan fraktur kompresi tulang belakang.
Nyeri dada setelah cedera dapat bertahan selama 8-12 minggu. Nyeri dengan inspirasi
dapat menyebabkan atelectasis, pneumonia, dan komplikasi paru lainnya.
Fraktur sternum non-union, tulang melayang dan deformitas jarang terjadi. Komplikasi
ini mungkin memerlukan perbaikan bedah. Usia lanjut, osteoporosis, penggunaan steroid
yang berkepanjangan, dan diabetes meningkatkan penyatuan tulang akan tertunda.
Komplikasi yang paling parah terkait dengan patah tulang rusuk adalah fraktur terbuka
dan terjadi kerusakan pada struktur yang mendasarinya. Cedera organ yang terkait akibat
patah tulang rusuk adalah cedera hati dan cedera limpa. Semakin dalam patah tulang rusuk di
dalam thoraks, maka semakin besar kemungkinan dapat menyebabkan cedera hati atau limpa.
Pada patah tulang rusuk dapat menyebabkan susah bernafas sehingga memerlukan ventilasi
mekanik dan proses pembedahan.
f. Evaluasi
Pemeriksaan radiografi thoraks sering dilakukan pada pasien dengan dugaan cedera sternum.
Radiografi anteroposterior telah terbukti hanya 50% untuk mendeteksi fraktur sternum. Pada
radiografi lateral dapat meningkatkan sensivitas dan diagnostic, karena sebagain besar fraktur
strernum melintang, dan setiap perpindahan terjadi pada bidang sagital.
g. Treatment and Management Fraktur Sternum and Rib
Pasien dengan fraktur sternum akut harus di pantau menggunakan pedoman
ATLS. Jalan nafas, pernafasan, dan sirkulasi pada pasien harus dievaluasi. Survey
primer untuk menilai segala kondisi yang mengancam jiwa harus dilakukan. Cedera
terkait tension pneumothorakx, hemothorax, temponade jantung dan flail chest harus
segera diobati. Setelah dilakukan stabilisasi, survey sekunder harus dilakukan. Patah
tulang rusuk, kontusio paru, dan cedera pada miokard tumpul adalah cedera yang
banyak terjadi pada fraktur sternum.
Elektrokardiografi dan pemantauan jantung harus dilakukan pada pasien dengan
fraktur sternum. Pasien dengan tanda-tanda kontusio miokard harus dirawat untuk di
evaluasi dan mendapatkan penanganan lebih lanjut. Pasien dengan cedera
intrathoraks, ketidakstabilan hemodinamik, nyeri yang tidak terkontrol juga harus di
lakukan observasi. Pada pasien lanjut usia harus di lakukan observasi karena beresiko
lebih tinggi dalam masalah pernafasan. Untuk fraktur yang bergeser atau tidak stabil
dapat dilakukan fiksasi operatif. Namun, fraktur sternum yang paling terisolasi akan
sembuh secara spontan selama < 10 minggu.
Ada dua kategori utama dengan patah tulang rusuk. Ketegori pertama adalah
pesian dengan fail chest, didefinisikan sebagai cedera dada dengan 3 atau lebih,
berturut-turut, ipsilateral, patah tulang rusuk. Kategori kedua adalah pasien dengan
fraktur tulang rusuk multiple tanpa komponen flail. Fail chest dan fraktur tulang
rusuk multiple sama-sama dilakukan operasi menggunakan berbagai jenis bahan
osteosintesis.
Implementasi Keperawatan
Dilakukan sesuai dengan intervensi
Evaluasi Keperawatan
1. Menunjukkan ketidakefektifan pola pernapasan
2. menunjukkan inefektif bersihan jalan napas
3. Adanya perubahan kenyamanan : Nyeri akut
4. Tidak adanya gangguan mobilitas fisik
5. Tidak adanya kerusakan integritas kulit
Discharge Planning
1. Hilangkan nyeri interkosta yang mungkin terjadi dengan menggunakan pemanasan
lokal dan nalgesia oral
2. Selingi berjalan dan aktivitas lain dengan periode istirahat yang sering. Sadari bahwa
kelemahan dan keletihan adalah umum untuk 3 minggu pertama.
3. Praktikkanlah latihan pernapasan beberapa kali sehari selama beberapa minggu
pertama di rumah
4. Hindari mengangkat beban lebih dari 10 kg sampai terjadi penyembuhan sempurna;
otot-otot dada dan insisi mungkin lebih lemah dari normal selama 3 sampai 6 bulan
setelah operasi
5. Berjalan dengan jarak sedang, secara bertahap tingkatkan waktu dan jarak berjalan.
Jaga tetap persisten.
6. Dengan segera hentikan semua aktifitas yang dapat menyebabkan keletihan,
peningkatan sesak nafas, atau nyeri dada
7. Hindari iritan bronkhial (merokok, asap, polusi udara, semprot aerosol)
8. Cegah kedinginan atau infeksi paru
9. Dapatkan vaksin influenza tahunan. Juga bahas vaksinasi terhadap pneumonia
dengan dokter
10. Melapor untuk tindak lanjut perawatan oleh ahli bedah atau kllinik sesuai kebutuhan
6. Sternal fraktur
Sternal fraktur lebih umum pada wanita dan orang tua (Brookes et al., 1993). Keluhan
yang muncul adalah nyeri sternum akut yang berhubungan dengan nyeri tekan lokal dan
tanda-tanda insufisiensi pernapasan termasuk takipnea, penggunaan otot tambahan untuk
ventilasi dan sianosis.
7. Komplikasi sternal fraktur
Nyeri yang berhubungan dengan fraktur sternum dapat menjadi masalah. Ini dapat
menyebabkan insufisiensi pernapasan dan retensi dahak seperti fraktur tulang rusuk.
analgesik harus diberikan kepada pasien untuk mencegah komplikasi pernapasan.
- Myocardial contusion
Kejadian kontusio miokard setelah fraktur sternum bervariasi dan sangat sulit untuk
didiagnosis. Ekokardiografi dapat mengungkapkan efusi perikardial yang tidak
terduga hingga 25% pasien, tetapi ini tidak terkait dengan hasil yang merugikan dan
mungkin merupakan respons terhadap cedera lokal atau perikard daripada kerusakan
miokard (Bu'Lock et al., 1994). Abnormalitas EKG sering terjadi tetapi tidak spesifik
dan tidak berkorelasi dengan adanya kerusakan miokard (Potkin et al., 1982). Ini
termasuk sinus takikardia, inversi gelombang T asimetris. Sebagian kecil pasien
dapat mengalami episode fibrilasi atrium transien, atau kelainan konduksi
atrioventrikular (Hills et al., 1993). Analisis isoenzim kardiak termasuk CK-MB atau
troponin jantung tidak spesifik dan memiliki nilai terbatas (Bu'Lock et al., 1994; Hills
et al., 1993; Mayfield dan Hurley, 1984); namun, kombinasi peningkatan Troponin I
dan EKG abnormal adalah indikasi untuk rawat inap (Ranasinghe et al., 2004).
Pasien-pasien berisiko yang memerlukan pemantauan dan investigasi rawat inap
termasuk mereka yang memiliki riwayat penyakit jantung iskemik, mereka yang
menggunakan terapi antiaritmia dan pasien yang berusia lebih dari 65 memiliki
resiko tinggi. Pasien yang tidak berisiko dan yang rasa sakitnya dikendalikan oleh
analgesia sederhana seharusnya tidak memerlukan rawat inap di rumah sakit
(Brookes et al., 1993; Bu’Lock et al., 1994; Hills et al., 1993; Velissaris et al., 2003).
Dalam sebuah tinjauan praktik manajemen fraktur sternum di Inggris oleh Munsch
dan rekannya, mereka menyimpulkan bahwa pasien yang sehat dengan hasil EKG
dan CXR normal dapat pulang dengan aman selama analgesia oral dapat efektif
(Sadaba et al., 2000).
8. Kesimpulan
Fraktur Tulang rusuk dan sternum sering terjadi setelah trauma tumpul. Kecurigaan yang
tinggi terkait hal yang mengancam jiwa harus diperhatikan, oleh karena itu kegagalan
untuk mendiagnosis dari pada manajemen akan menyebabkan tingginya angka mortalitas.
Perawatan utama adalah analgesia yang memadai dan dukungan pernapasan yang tepat,
karena akan mengakibatkan komplikasi paru, terutama pada orang tua, yang bertanggung
jawab atas meningkatnya angka morbiditas.
DAFTAR PUSTAKA
Abd-Elnaim, M. K., El-Minshawy, A., Osman, M. A. E., & Ahmed, M. M. (2017). Plating versus
wiring for fixation of traumatic rib and sternal fractures. Journal of the Egyptian Society of
Cardio-Thoracic Surgery, 25(4), 356-361.
Bemelman, M., Kruijf, D., Baal, V. M., & Leenan, L.(2017) Rib Fractures: To Fix or
Not to Fix? An Evidence-Based Algorith. The Korean Journal of Thoracic and
Cardiovascular Surgery.
Bentley, P. T. & Journey, D., J. (2020). Sternal Fracture. StarPearls Publishing, Treasure Island
(FL).
Emergency Nurse Assosiation. (2007). Emergency Nurse Core Curiculum 6 th. Ed. Saunders:
Elsevier
NJ Howell, AM Ranasinghe, & TR Graham. (2005). Management of Rib and Sternal Fraktur.
Edward Arnold (Publishers) Ltd
Solomo, et al. (2010) Orthopedi dan Fraktur system Apley, Jakarta: Widya Medika.
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis keperawatan dengan intervensi NIC
dan Kriteria hasil NOC. Jakarta: EGC