Anda di halaman 1dari 14

GAWAT DARURAT TRAUMA

“FLAIL CHEST”

Oleh:
Monika Wulan Sapta Ridha (196070300111051)
Fransiskus Xaverius Meku (196070300111055)

PROGRAM STUDI MEGISTER KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2020
FLAIL CHEST

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi
Flail chest adalah area thorax yang melayang karena adanya fraktur iga multiple
berurutan >3 dan memiliki garis fraktur >2 (segemented) pada setiap iganya. Flail
chest terjadi ketika segemen dinding dada tidak lagi mempunyai kontinuitas
dengan keseluruhan dinding dada. Ketidak-stabilan dinding dada menimbulkan
gerakan paradoksal dari dinding dada pada inspirasi dan ekspirasi. Pada ekspirasi
segmen akan menonjol keluar, pada inspirasi justru masuk ke dalam.
Faktur costa dapat terjadi di mana saja di sepanjang costa tersebut. Dari 12
costa yang ada, 3 costa pertama paling jarang mengalami fraktur, hal ini di
sebabkan karena costa tersebut sangat terlindungi. Costa 4-9 paling banyak
mengalami fraktur, hal ini disebabkan karena costa sangat terbuka dan memiliki
pelindung yang sangat sedikit, sedangkan 3 costa terbawah yaitu costa 10-12 juga
jarang mengalami fraktur oleh karena mobile.

2. Etiologi
a. Flail chest terjadi karena trauma tumpul yang kuat kea rah dada sehingga
menyebabkan fraktur costa di beberapa tempat. Misalnya karena kecelakaan
lalu lintas maupun jatuh.
b. Flail chest juga dapat terjadi karena trauma tembus, misalnya akibat luka
tusuk, luka tikam, maupun luka tembak.

3. Tanda dan gejala


a. Sesak napas
b. Pembengkakan di area cedera
c. Syok
d. Muscle splinting di situs cedera
e. Nyeri berat saat inhalasi/ekshalasi
f. Muncul gerakan paradoksal

4. Patofisiologi
Fraktur costa dapat terjadi akibat trauma yang datngnya dari arah depan,
samping ataupun dari arah belakang. Trauma yang mengenai dada biasanya akan
menimbulkan trauma costa tetapi dengan adanya oto yang melindungi costa pada
dinding dada, maka tidak semua trauma dada akan terjadi fraktur costa. Fraktur
costa yang “displace” akan dapat mencederai jaringan sekitarnya atau bahkan
organ dibawahnya. Fraktur pada costa ke 4-9 dapat mencederai intercostalis,
pleura visceralis, paru maupun jantung, sehingga dapat mengakibatkan timbulnya
hematotoraks, pneumotoraks ataupun laserasi jantung.
Adanya segmen flail chest (segmen mengambang) menyebabkan gangguan
pada pergerakan dinsing dada. Jika kerusakan parenkim paru dibawahnya terjadi
sesuai dengan kerusakan pada tulang maka akan menyebabkan hipoksia yang
serius. Kesulitas utama pada kelaianan flail chest yaitu trauma pada parenkim paru
yang mungkin terjadi (kontusio paru). Ketidak-stabilan dinding dada menimbulkan
gerakan paradoksal dari dinding dada pada inspirasi dan ekspirasi.
Gerakan paradoksal akan menyebabkan fungsi ventilasi paru menurun sebagai
akibat dari aliran udara yang kekurangan O2 dan kelebihan CO2 masuk ke sisi
paru yang lain (rebreathing). Pergerakan fraktur pada costa akan menyebabkan
nyeri yang sangat hebat dan akan membuat pasien takut bernafas. Hal ini akan
menyebabkan hipoksia yang serius. Hipoksia terjadi lebih karena faktor nyeri
sehingga membatasi gerakan dinding dada. Disamping itu, hal ini juga akan
menimbulkan mediastinum akan selalu bergerak mengikut gerak nafas ke kiri dan
ke kanan. Keadaan ini akan menyebabkan gangguan pada venous retrun dari
sistem vena cava, pengurangan cardiacouput, dan penderita jatuh pada kegagalan
hemodinamik.
5. Manifestasi klinik
a. Gerakan paradoksal segmen mengembang yaitu ketika inspirasi ke dalam,
ekspirasi ke luar. Gerakan ini tidak terlihat pada pasien dengan ventilator
b. Sesak napas
c. Krepitasi iga, fraktur tulang rawan
d. Takikardi
e. Sianosis
f. Pasien menunjukkan trauma berat
g. Biasanya disertau trauma pada organ lain (kepala, abdomen, ekstremitas)

B. ASKEP FLAIL CHEST


1. Pengkajian
a. Data subyektif
1) Riwayat cidera atau keluhan saat ini meliputi waktu kejadian, tempat
kejadian, mekanisme trauma, bagaimana keadaan penderita selama dalam
perjalanan. Pada anamnesis didapatkan riwayat trauma yang mengenai
dinding dada. Gejala; nyeri dada, sesak nafas. Riwayat benturan yang
keras yang mengenai dinding dada.
2) Riwayat kesehatan yang lalu yaitu penyakit-penyakit saat ini atau yang
sudah ada sebelumnya: proses osteodegeneratif, penyakit paru-paru,
penyakit kardiovaskuler.
3) Obat-obatan
4) Alergi
5) Status imunisasi

b. Data obyektif
1) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
 Tingkat kesadaran
 Posisi dimana untuk membalut area yang cedera
 Hipotensi, takikardi, takipnea
 Rasa ketidaknyamanan
b) Inspeksi
 Kontusio dinding dada atau ekimosis
 Pergerakan dinding dada asimetris
 Gerakan dada paradoksal
 Pasien terlihat nyeri saat bernafas
 Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek
 Hiperventilasi
c) Auskultasi
 Suara nafas: berkurang atau tidak pada bagian yang terluka
 Suara jantung: ada suara tambahan atau tidak
d) Palpasi
 Krepitasi atau deformitas tulang
 Nyeri tekan
 Jika terjadi komplikasi berupa pneumotoraks didapatkan perkusi
hipersonor
 Jika terjadi komplikasi berupa hematothoraks didapatkan perkusi
redup

2) Pemeriksaan Penunjang
a) Foto thorax
 Foto thorax anteroposterior dan lateral dapat menentukan jumlah
dan tip costa yang fraktur
 Pada pemeriksaan foto thorax pasien dewasa dengan trauma tumpul
thorax, adanya gambaran hematotoraks, pneumothoraks atau
kontusio pulmo menunjukka hubungan yang kuat dengan gambaran
fraktur costa
b) Radiografi tulang belakang leher
c) Analisa gas darah (penurunan po2)
d) EKG
e) Pulse oksimetri

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas
b. Ketidakefektifan pola nafas
c. Nyeri akut
d. Kecemasan

3. Intervensi dan Implementasi


a. Primary survey
1) Airway dengan control servikal
Penilaian:
 Perhatikan patensi airway (inspeksi, auskultasi, palpasi)
 Penilaian akan adanya obstruksi
Management:
 Lakukan chin lift atau jaw thrust dengan control servikal in-line
immobilisasi
 Bersihkan airway dari benda asing
 Memasang airway definitif: intubasi endotrakeal

2) Breathing
Penilaian
 Buka leher dan dada pasien dengan tetap memperhatikan control
servikal in-line immobilisasi
 Tentukan laju dan dalamnya pernapasan
 Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan
terdapat deviasi trachea, ekspansi thoraks simetris atau tidak,
pemakaian otot-otot tambahan dan tanda-tanda cedera lainnya
 Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor
 Auskultasi thoraks bilateral
Management:
 Menempatkan pasien dengan posisi terlentang sehingga segmen yang
mengambang tadi terletak menempel pada tempat tidur
 Pemberian ventilasi adekuat
 Control nyeri dan membantu pengembangan dada dengan cara
pemberian analgesik dan pemberian blok nervus interkostalis yang
dapat digunakan untuk mengatasi nyeri berat akibat fraktur costa
 Stabilisasi area flail chest
o Ventilator
o Stabilisasi sementara dengan menggunakan towl-clip traction atau
pemasangan firm strapping
o Pada pasien dengan flail chest tidak dibenarkan melakukan tindakan
fiksasi pada daerah flail secara eksterna, seperti melakukan
splint/bandage yang melingkari dada, oleh karena akan mengurangi
gerakan mekanik pernapasan secara keseluruhan
 Pemasangan WSD yaitu sebagai profilaksis atau preventif pada semua
pasien yang dipasang ventilator

3) Circulation dengan kontrol perdarahan


Penilaian:
 Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal
 Mengetahui sumber perdarahan internal
 Periksa nadi: kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus. Jika
tidak ditemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda
diperlukannya resusitasi massif seger
 Periksa wana kulit, kenali tanda-tanda sianosis
 Periksa tekanan darah
Management:
 Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal (balut dan
tekan)
 Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel
darah untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, golongan darah dan cross
match serta Analisa gas darah (BGA)
 Beri cairan kristaloid 1-2 liter yang sudah dihangatkan dengan tetesan
cepat. Kalua pasien tidak syok, pemberian cairan IV harus lebih
berhati-hati
 Pemasangan kateter urin untuk monitoring indeks perfusi jaringan

4) Disabaility
 Menilai tingkat kesadaran dengan memakai GCS
 Nilai pupil: besarnya, isokor atau tidak, refleks cahaya dan awasi
tanda-tanda lateralisasi

5) Exposure
 Buka pakaian penderita
 Cegah hipotermia: beri selimut hangat dan tempatkan pada ruangan
yang cukup hangat

b. Resusitasi fungsi vital dan re-evaluasi


Re-evaluasi pasien: Penilaian respon pasien terhadap pemberian cairan awal
dengan menilai perfusi organ (nadi, warna kulit, kesadaran, produksi urin)
serta awasi tanda-tanda syok.

c. Terapi definitif
Fiksasi internal dengan menyatukan fragmen-fragmen yang terpisah dengan
operatif.
Indikasi operasi (stabilisasi) pada flail chest:
1) Bersamaan dengan torakotomi karena sebab lain contohnya hematotoraks
massif.
2) Gagal/sulit waeaning ventilator
3) Menghindari prolong ICU stay
4) Menghindari prolong hospital stay
5) Mengindari cacat permanen
Tindakan operasi adalah dengan fiksasi fraktur iga sehingga tidak didapatkan
lagi area flail.

d. Rujuk
1) Pasien dirujuk apabila rumah sakit tidak mampu menangani pasien karena
keterbatasan SDM maupun fasilitas serta keadaan pasien yang masih
memungkinkan untuk di rujuk.
2) Tentukan indikasi rujukan, prosedur rujukan dan kebutuhan pasien
selama perjalanan serta komunikasikan dengan dokter pada pusat rujukan
yag dituju.

4. Evaluasi dan pemantauan yang sedang berlangsung


a. Kepantenan jalan nafas
b. Status hemodinamik
c. Bunyi nafas dan oksimetri nadi
d. Laju dan irama jantung
e. Input dan output
f. Pereda nyeri
C. EVIDENCE BASED NURSING PRACTICE
Flail chest merupakan suatu kondisi dimana terjadi fraktur >2 tulang rusuk
berturut-turut, fraktur sternum atau pemisahan sendi costochondral. pengkajian
mekanisme cedera sangat diperlukan karena dapat menjadi penyebab ketidak stabilan
hemodinamik, rongga toraks sangat diperlukan. Setelah cedera dada terjadi, bagian
anterior atau lateral thorax mungkin akan terpengaruh.
Flater mediastinum adalah penyebab fisiopatologis utama ketidakstabilan
hemodinamik pada pasien dengan flail chest sehingga menyebabkan torsi superior
dan inferior vena cava ditandai dengan gerakan paradoksal dari segmen dinding dada.
Hal ini menyebabkan penurunan curah jantung karena penurunan pasokan darah ke
jantung, dan memicu hipertensi, sinkop, dan cardiac arrest.
Menurut Altintop, Gunarli, & Fazlioglu (2014) dalam jurnal dengan judul Flail
Chest Associated With A Simple Fall And Successful External Tamponade
Application In A Pediatric Case dimana dijelaskan bahwa kasus flail chest pada anak-
akan (pediatrik) sangat sering terjadi. Tindakan yang harus dilakukan segera
untukmenyelamatkan nyawa adalah melakukan torakosintesis untuk mengurangi
Tekanan udara pada rongga paru dan dilakukan plester besar pada seluruh lapang
paru. Hal ini dilakukan untuk mengurang gerakan paradoksal dari fragmen tulang
yang patah. Tindakan ini hanya dilakukan sambil menunggu tindakan bedah
dilakukan.
Tindakan yang dilakukan pada pasien dengan flail chest adalah
memaksimakkan ekspansi paru sehingga dapat memenuhi kebutuhan oksigen
maksimal. Hal ini dapat dilakukan dengan cara pemasangan Vacuum Assisted
Closure (VAP). Menurut Winge, Berg, Albret, & Krag (2012) dalam jurnal dengan
judul VAC for external fixation of flail chest. VAC merupakan suatu tindakan dengan
memerikan tekanan negative pada kulit/ dada yang mengalami flail chest sehingga
mengurangi gerakan paradoksal yang terjadi akibat adanya fragmen tulang yang
patah.

Menurut Jena, Agrawal, Sandeep, & Shrikhande (2016) dalam Understanding


of flail chest injuries and concepts in management disebutkan bahwa management
jalan napas pasien dengan flail chest sebaiknya dengan intubasi endotrakeal dan
segera dilakukan fiksasi bedah. kombinasi keduanya. fiksasi bedah dapat menurunkan
morbiditas. manajemen konservatif flail chest terdiri pemeliharaan tekanan
intrathoracic positif untuk membantu upaya ventilasi spontan pasien dan mengurangi
gerakan dissynchronous dari fragmen tulang (gerakan paradoksal) sehingga
membantu ekspansi paru.
Nyeri akan timbul bersamaan dengan gerakan dada yang agresigf saat
pernapasan sangat mengganggu kenyamanan pasien oleh karena itu penggunaan
analgetik golongan narkotik sangat dianjurkan (hati-hati pada pasien lanjut usia) dan
penggunaan analgesia epidural telah terbukti untuk meningkatkan volume paru-paru
dan fungsi ventilasi. Ventilasi pada pasien dengan Flail chest sangat tergantug pasa
penyebab da nada tidaknya trauma lain. Penggunaan ventilasi positif sangat
membantu pasien dengan murni flail chest. Flail chest merupakan suatu keadaan
darurat, oleh karena irtu stabilisasi segment tulang yang patah sangat diajurkan yatiu
melalui pembedahan dan stabilisasi menggunakan ventilator. Kombinasi keduanya
sangat membantu kesembuhan pasien
DAFTAR PUSTAKA

Altintop, I., Gunarli, N., & Fazlioglu, M. (2014). Flail Chest Associated with a
Simple Fall and Successful External Tamponade Application in a Pediatric Case.
Case Reports in Clinical Medicine, 03(12), 660–663.
https://doi.org/10.4236/crcm.2014.312139
Jena, R., Agrawal, A., Sandeep, Y., & Shrikhande, N. (2016). Understanding of flail
chest injuries and concepts in management. International Journal of Students�
Research, 6(1), 3. https://doi.org/10.4103/ijsr.int_j_stud_res_8_16
Winge, R., Berg, J. O., Albret, R., & Krag, C. (2012). VAC® for external fixation of
flail chest. Clinics and Practice, 2(3), 161–163.
https://doi.org/10.4081/cp.2012.e65

Anda mungkin juga menyukai