Anda di halaman 1dari 12

PENINGKATAN NILAI PEAK EXPIRATORY FLOW RATE (PEFR) PADA

PASIEN ASMA BRONKIALE DENGAN METODE PRANAYAMA

Nian Afrian Nuari


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karya Husada
E-Mail : nian.afrian@yahoo.co.id

ABSTRAK
Latar Belakang : Penyakit asma merupakan salah satu masalah bagi masyarakat yang
timbul diberbagai usia dan jumlah penderita asma terus bertambah. Penatalaksanaan
asma yang tepat diantaranya adalah membuat fungsi paru mendekati normal, mencegah
kekambuhan, mengontrol secara berkala. Salah satu metodenya dengan Pranayama
breathing untuk meningkatkan asupan oksigen secara maksimal, dan memperlancar
peredaran darah dari dan ke paru-paru sehingga dapat meningkatkan fungsi paru.
Tujuan; Mengetahui efektifitas metode pranayama breathing terhadap nilai Peak
Expiratory Flow Rate (PEFR). Metode; Penelitian ini menggunakan desain Pre
Eksperimen Design dengan rancangan One Group Pre-Post Test. Pengambilan sampel
dalam penelitian ini menggunakan teknik Purposive Sampling dengan jumlah sampel
penelitian 10 responden, sedangkan instrumen mengukur nilai PEFR menggunakan alat
Flow meter dan frekuensi kekambuhan pada pasien asma bronkiale menggunakan lembar
checklist dan dianalisis dengan uji dependent sample t test (Paired t test) dengan α (taraf
kesalahan) sebesar 5%. Hasil; Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar
responden (90%) mengalami peningkatan nilai PEFR setelah melakukan intervensi
pranayama breathing. Dari hasil analisa uji Paired T Test pada nilai PEFR didapatkan p=
0,001 dan pada frekuensi kekambuhan asma didapatkan p= 0,003 sehingga dapat
disimpulkan ada pengaruh pranayama breathing dengan nilai PEFR dan frekuensi
kekambuhan Asma Bronchiale. Kesimpulan; Ada pengaruh signifikan pada pranayama
breathing dengan nilai PEFR pada pasien Asma Bronchiale di wilayah Puskesmas Bendo
Kediri.

Kata Kunci : Pranayama, Breathing, PEFR, Asma Bronchiale

1
INCREASING THE RATE PEAK EXPIRATORY FLOW (PEFR) VALUES IN
PATIENTS WITH ASTHMA BRONKIALE WITH PRANAYAMA METHOD

Nian Afrian Nuari, Didit Damayanti


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karya Husada
E-Mail : nian.afrian@yahoo.co.id

ABSTRACT
Background: Asthma is one of the issues that arise for people in different age and a growing
number of people with asthma. Appropriate asthma management include making nearly
normal lung function, prevent recurrence, control periodically. One method with Pranayama
breathing to increase oxygen intake to the maximum, and the circulation of blood to and from
the lungs that can improve lung function. Purpose; Knowing the effectiveness of methods of
pranayama breathing rate against Peak expiratory flow rate (PEFR). Methods; This study
used a design with the design of the Pre Experimental Design One Group Pre-Post Test. The
samples in this study using purposive sampling technique with a sample of 10 research
respondents, while the instrument measures the value of PEFR using a flow meter and the
frequency of recurrence in patients with asthma bronkiale using a checklist sheet and
analyzed with the dependent sample t test (paired t test) with α (standard error) of 5%.
Results; The results showed that most respondents (90%) experienced an increase in the
value of PEFR after intervening pranayama breathing. From the analysis of Paired T Test on
PEFR values obtained p = 0.001, and the frequency of recurrence of asthma obtained p =
0.003 so it can be concluded there was an effect of pranayama breathing with PEFR values
and frequency of recurrence of Asthma bronchiale. Conclusion; There was a significant
influence on pranayama breathing in patients with asthma PEFR values in the health center
bronchiale Bendo Kediri.

2
Keyword : Pranayama, Breathing, PEFR, Asma Bronchiale

PENDAHULUAN Flow Rate (PEFR) penting untuk menilai


berat asma, derajat variasi diurnal, respons
Penyakit asma merupakan salah satu pengobatan saat serangan akut, deteksi
masalah bagi masyarakat yang yang timbul perburukan asimptomatik sebelum menjadi
diberbagai usia. Asma merupakan serius, identifikasi pencetus misalnya
penyakit gangguan inflamasi kronis pajanan lingkungan kerja dan frekuensi
saluran pernafasan yang ditandai dengan kekambuhan asma ( Pedoman diagnosis
adanya episode wheezing, kesulitan dan penatalaksanaan asma di Indonesia,
bernafas, dada yang sesak dan batuk. 2003). Pada penelitian Ambareesha,
Menurut WHO, sebanyak 100 hingga 150 Kondam et al (2012) menyatakan pada
juta penduduk dunia adalah penyandang penelitian pada mahasiswa kedokteran
Asma. Jumlah ini terus bertambah didapatkan hasil pranayama breathing
sebanyak 180.000 orang setiap tahunnya. mampu meningkatkan fungsi pulmonal
Di Indonesia, prevalensi asma belum (Vital Capacity, Forced Vital Capacity,
diketahui secara pasti, namun diperkirakan dan Peak Expiratory Flow Rate).
2 – 5 % penduduk Indonesia menderita Penatalaksanaan asma yang tepat
asma (Depkes RI, 2006). diantaranya adalah membuat fungsi paru
Di tahun 2005 Diperkirakan 400 juta mendekati normal, mencegah
jiwa di dunia menderita asma dengan kekambuhan, mengontrol secara berkala
pertambahan 180.000 setiap tahunnya. dan meningkatkan kebugaran dengan
Prevalensi morbilitas dan mortalitas asma latihan atau exercise yang dianjurkan
akhir-akhir ini dilaporkan meningkat di (Yunus, 2006). Melatih otot pernafasan
seluruh dunia, meskipun berbagai obat merupakan salah satu intervensi pada
baru terus dikembangkan dan digunakan pasien asma bronkiale. Banyak teori yang
untuk mengobati penyakit ini. (Nugroho, menjelaskan tentang cara melatih otot
2009). Di Indonesia diperkirakan sampai pernafasan yang diharapkan nati dapat
17% penduduk mengidap asma dalam meningkatkan fungsi paru salah satunya
berbagai bentuknya (Sahat,C, 2008). adalah dengan tehnik Pranayama
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa breathing.
pravalensi asma di Indonesia diperkirakan Pranayama breathing adalah latihan
3 – 8,0%. Untuk penderita asma di wilayah yoga yang lebih berkonsentrasi pada
Jawa Timur pada tahun 2003 sebanyak pernapasan dan dapat diterapkan pada
21.925 penderita. penderita asma. Pranayama breathing
Untuk menilai beratnya gangguan bermanfaat untuk meningkatkan asupan
yang terjadi dapat dinilai dengan tes fungsi oksigen secara maksimal, dan
paru yaitu dengan pemeriksaan memperlancar peredaran darah dari dan ke
spirometridan pemeriksaan Arus Puncak paru-paru sehingga dapat meningkatkan
Ekspirasi (APE). Selain menggunakan fungsi paru (Nadera, Reyna, 2009).
spirometri, nilai APE dapat diperoleh Penelitian Pramanik, et al. (2009) pada
melalui pemeriksaan yang sederhana pasien dewasa didapatkan bahwa
dengan menggunakan peak expiratory pernafasan bhastrika pranayamic pada
flow meter (PEF meter). Hasil dari tes orang dewasa mampu merangsang
fungsi paru pada pasien asma, dapat frekuensi dan durasi impuls saraf yang
diketahui adanya obstruksi jalan nafas bila mengaktifkan reseptor pulmonal selama
rasio FEV1 (forced expiration volume volume tidal. Hal itu mampu
detik pertama)/ FVC (forced vital meningkatkan vasodilatasi pada pembuluh
capacity) < 75 % atau FEV1 < 80 % nilai darah untuk menurunkan peripheral
prediksi. Monitoring Peak Ekspiratory resistance dalam pembuluh darah sehingga
3
dapat menurunkan tekanan darah. . Hasil Jenis penelitian yang digunakan yaitu jenis
penelitian Bhargava R (1998), penelitian kuantitatif. Desain penelitian
menunjukkan Pranayama mempengaruhi yang digunakan dalam penelitian ini
perubahan pada saraf autonomic yang adalah Pre Eksperimen Design dengan
berhubungan dengan pernafasan dan rancangan One Group Pre-Post Test.
meningkatkan irama vagal serta Tempat dan Waktu Penelitian
mengurangi perubahan sympathetic. Penelitian ini dilakukan di Wilayah
Kebaruan dari penelitian ini adalah Puskesmas Bendo Kediri dan waktu
pelaksanaan Pranayama breathing ini penelitian mulai bulan Januari- Juni 2013.
jarang diterapkan oleh para penderita asma Populasi dan Sampel
dan belum banyak dilakukan penelitian di Populasi dalam penelitian ini adalah
Indonesia tentang pranayama breathing seluruh pasien Asma Bronchiale di
dengan penderita asma di Indonesia. Oleh wilayah Puskesmas Bendo pada bulan
karena itu merasa perlu meneliti pengaruh Januari – Mei 2013.
pranayama breathing ini dengan fungsi Dalam penelitian ini peneliti menetapkan
paru pada pasien asma dan frekuensi jumlah sampel sebanyak 10 orang dengan
kekambuhan pada penyakit asma. teknik pengambilan sampel dengan
menggunakan purposive sampling.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah
TUJUAN 1. Pasien Asma Bronchiale yang bersedia
menjadi responden dan berusia 18-70
Tujuan dalam penelitian ini adalah tahun
mengetahui efektifitas metode Pranayama 2. Pasien tidak mengalami status
Breathing dalam menurunkan nilai Peak asmatikus
Expiratory Flow Rate (PEFR) pada pasien 3. Pasien Asma Bronchiale yang tidak
asma bronkiale. tergantung obat bronkodilator
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini
MANFAAT adalah pasien asma yang mengalami
1) Manfaat Teoritis komplikasi penyakit infeksi saluran
Hasil penelitian ini dapat menjelaskan penafasan yang lain (Pneumonia, COPD)
pengaruh Pranayama Breathing
terhadap nilai Peak Expiratory Flow .Instrumen Penelitian
Rate (PEFR) sehingga frekuensi 1. Nilai PEFR
kekambuhan pada pasien asma Alat ukur yang digunakan berupa alat
bronkiale sehingga dapat digunakan Peakflow meter dan lembar check list
sebagai kerangka dalam pengembangan 2. Frekuensi Kekambuhan Asma
ilmu keperawatan medical bedah . Instrumen yang digunakan adalah
2) Manfaat Praktis lembar observasi
Pranayama Breathing diharapkan dapat
digunakan sebagai salah satu cara yang Pengumpulan Data
efektif dalam menurunkan nilai Peak Penelitian dimulai dengan
Expiratory Flow Rate (PEFR) sehingga melakukan FGD (Focus Group
frekuensi kekambuhan asma menurun Discussion) dengan didampingi pakar
bersama responden dan melakukan
penjelasan prosedur pranayama breathing
kepada responden. Setelah itu dilakukan
pre test dengan mengukur nilai PEFR dan
METODE frekuensi kekambuhan asma yang dialami
oleh responden. Responden melakukan
Desain Penelitian intervensi selama 1 bulan dan dimonitor
4
oleh peneliti. Dalam jangka waktu 1 bulan
kemudian, peneliti melakukan post test
dengan mengukur kembali nilai PEFR dan
frekuensi kekambuhan asma.

Analisa Data

Analisis bivariate dilakukan untuk


mengetahui perbedaan nilai PEFR dan Sumber: Data Primer
frekuensi kekambuhan asma pada saat pre Gambar 2. Diagram Distribusi Frekuensi
test dan post test dengan uji statistic Berdasarkan Jenis Kelamin Pasien Asma
dependent sample t test (Paired t test) di Puskesmas Bendo Kediri Juni 2013
dengan α (taraf kesalahan) sebesar 5%.
Berdasarkan Gambar 2.
HASIL PENELITIAN menunjukkan sebanyak 9 responden (90
%) berjenis kelamin perempuan dan 1
Karakteristik Responden responden (10%) berjenis kelamin laki-
a.Umur laki.
Distribusi frekuensi pasien Asma
Bronchiale berdasarkan umur, dapat dilihat c.Lama Menderita Asma Bronchiale
berikut ini: Distribusi frekuensi pasien Asma
Bronchiale berdasarkan lama menderita
asma dapat dilihat berikut ini:

40%
1-5 Tahun
60%
6-10 Tahun

Sumber: Data Primer


Gambar 1. Diagram Distribusi Frekuensi
Berdasarkan Umur Pasien Asma di
Puskesmas Bendo Kediri Juni 2013 Sumber: Data Primer
Gambar 3. Diagram Distribusi Frekuensi
Berdasarkan Gambar 1. Berdasarkan Lama Menderita Penyakit
menunjukkan sebanyak 5 responden (50 Asma di Puskesmas Bendo Kediri Juni
%) mempunyai usia 61-70 tahun, 3 2013
responden (30%) berusia 51-60 tahun, 10
% berusia 31-40 tahun dan 10 %
responden berusia 41-50 tahun.

Berdasarkan Gambar 3.
menunjukkan sebanyak 6 responden (60
b. Jenis Kelamin %) menderita asma selama 6-10 tahun dan
Distribusi frekuensi pasien Asma 4 responden (40%) menderita asma selama
Bronchiale berdasarkan jenis kelamin 1-5 tahun.
dapat dilihat berikut ini:

5
Berdasarkan Gambar 5.
d.Tinggi Badan menunjukkan sebanyak 6 responden (60
Distribusi frekuensi pasien Asma %) memiliki berat badan 31-40 kg, 3
Bronchiale berdasarkan tinggi badan dapat responden (30%) memiliki berat badan 41-
dilihat berikut ini: 50 kg dan 1 responden (10%) memiliki
berat badan 61-70 kg.

2. Data Khusus
a. Nilai PEFR
Nilai PEFR responden pada saat
pre test dan post test dapat dilihat berikut
ini:

Sumber: Data Primer


Gambar 4. Diagram Distribusi Frekuensi
Berdasarkan Tinggi Badan Responden di
Puskesmas Bendo Kediri Juni 2013

Berdasarkan Gambar 4.
menunjukkan sebanyak 8 responden (80 Sumber: Data Primer
%) memiliki tinggi badan 141-150 cm, 1 Gambar 6. Diagram Nilai PEFR
responden (10%) memiliki tinggi badan Responden Saat Pre Test Dan Post Test
131-140 cm dan 1 responden (10%) di Puskesmas Bendo Kediri Juni 2013
memiliki tinggi badan 151-160 cm. Berdasarkan Gambar 6.
menunjukkan sebanyak 9 responden (90
e. Berat Badan %) mengalami peningkatan nilai PEFR
Distribusi frekuensi pasien Asma setelah intervensi Pranayama Breathing
Bronchiale berdasarkan berat badan dapat dan 1 responden (10%) tidak mengalami
dilihat berikut ini: peningkatan nilai PEFR setelah intervensi.

Analisis Data
Uji Normalitas dengan menggunakan uji
Kolmogorov smirnov Berdasarkan analisis
data dengan uji statistic Paired t test
didapatkan bahwa pada nilai PEFR
didapatkan p 0,001 (p < 0,05) yang artinya
ada perbedaan nilai PEFR sebelum dan
sesudah intervensi pranayama breathing.
Sedangkan frekuensi kekambuhan asma
Sumber: Data Primer didapatkan p 0,003 (p < 0,05) yang artinya
ada perbedaan frekuensi kekambuhan
Gambar 5. Diagram Distribusi Frekuensi asma sebelum dan sesudah intervensi
Berdasarkan Berat Badan Responden di pranayama breathing.
Puskesmas Bendo Kediri Juni 2013
6
karena pengaruh riwayat merokok dan
PEMBAHASAN lain-lain. Sedangkan nilai PEFR pada
1. Analisis Nilai PEFR Sebelum orang dewasa yang menderita penyakit
Dilakukan Intervensi Pranayama paru juga mengalami penurunan
Breathing terbanyak dengan nilai 50-80 %. Hal ini
Dari hasil penelitian didapatkan sejalan dengan penelitian bahwa orang
bahwa sebelum dilakukan dintervensi yang menderita gangguan pernafasan
Pranayama Breathing sebanyak 5 seperti asma bronchiale mengalami
responden (50 %) mempunyai nilai penurunan nilai PEFR.
PEFR dibawah 250 l/dtk dan sebanyak Hasil penelitian menunjukkan
1 responden (10%) mempunyai nilai bahwa sebanyak 8 responden (80 %)
PEFR 250 l/dtk, dan sebanyak 4 memiliki tinggi badan 141-150 cm dan
responden (40%) mempunyai nilai sebanyak 6 responden (60 %) memiliki
PEFR diatas 250 l/dtk. Hal ini berat badan 31-40 kg. Nilai PEFR yang
menunjukkan bahwa pada pasien asma dimiliki responden bervariasi sesuai
cenderung memiliki nilai PEFR dengan tinggi badan yang dimilki
dibawah normal sesuai dengan hitungan responden. Hal ini sesuai dengan
usia dan tinggi badan. penelitian Mulyadi (2011) menyatakan
Untuk menilai beratnya gangguan bahwa nilai PEFR normal individu
yang terjadi pada asma dapat dinilai berkaitan dengan tinggi badan dan berat
dengan tes fungsi paru yaitu dengan badan individu dan nilai PEFR juga
pemeriksaan spirometri dan dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin,
pemeriksaan Arus Puncak Ekspirasi gangguan pernafasan dan riwayat
(APE). Selain menggunakan spirometri, penyakit paru. Hal ini dapat
nilai APE dapat diperoleh melalui disimpulkan bahwa nilai normal PEFR
pemeriksaan yang sederhana dengan dipengaruhi berat badan dan tinggi
menggunakan peak expiratory flow badan.
meter (PEF meter). Hasil dari tes fungsi Berdasarkan Laporan Hasil Riset
paru pada pasien asma, dapat diketahui Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun
adanya obstruksi jalan nafas bila rasio 2007 didapatkan bahwa kecenderungan
FEV1 (forced expiration volume detik prevalensi penyakit asma mempunyai
pertama)/ FVC (forced vital capacity) < kecenderungan prevalensi meningkat
75 % atau FEV1 < 80 % nilai prediksi. dengan bertambahnya usia. Saluran
Monitoring Peak Ekspiratory nafas penderita asma memiliki sifat
Flow Rate (PEFR) penting untuk khas yaitu sangat peka terhadap
menilai berat asma, derajat variasi berbagai rangsangan. Serangan asma ini
diurnal, respons pengobatan saat bisa terjadi di semua umur mulai anak-
serangan akut, deteksi perburukan anak sampai dewasa (Sandaru, 2007).
asimptomatik sebelum menjadi serius, Pasien asma yang lebih muda
identifikasi pencetus misalnya pajanan dibawah usia 30 tahun sekitar 70 %
lingkungan kerja dan frekuensi disebabkan karena hipersensitifitas.
kekambuhan asma ( Pedoman diagnosis Pada pasien asma yang lebih tua,
dan penatalaksanaan asma di Indonesia, penyebabnya hipersensitifitas terhadap
2003). bahan iritan non alergi di udara seperti
Hasil penelitian Mulyadi (2011) debu, infeksi saluran nafas, kecapaian,
menyatakan bahwa penelitian PEFR perubahan cuaca dan ekspresi emosi
pada orang dewasa dengan penyakit yang berlebihan. Reaksi alergi yang
asma cenderung mengalami penurunan terjadi akan merangsang pembentukan
dan jenis kelamin laki-laki juga sejumlah antibody IgE abnormal dalam
cenderung mengalami penurunan PEFR jumlah yang besar dan anti bodi ini
7
menyebabkan reaksi alergik. Hal ini (Vital Capacity, Forced Vital Capacity,
sesuai dengan hasil penelitian bahwa dan Peak Expiratory Flow Rate).
sebagian besar responden mempunyai Penatalaksanaan asma yang tepat
usia diatas 30 tahun dimana dengan diantaranya adalah membuat fungsi
bertambahnya usia individu mengalami paru mendekati normal, mencegah
hipersensitifitas yang lebih tinggi kekambuhan, mengontrol secara
sehingga frekuensi kekambuhannya berkala dan meningkatkan kebugaran
menjadi lebih tinggi. dengan latihan atau exercise yang
Berdasarkan karakteristik menurut dianjurkan (Yunus, 2006). Melatih otot
jenis kelamin didapatkan sebagian besar pernafasan merupakan salah satu
berjenis kelamin perempuan. Hal ini intervensi pada pasien asma bronkiale.
sesuai dengan hasil RISKESDAS 2007 Banyak teori yang menjelaskan tentang
yang menyatakan bahwa prevalensi cara melatih otot pernafasan yang
asma tidak ada perbedaan berdasarkan diharapkan nanti dapat meningkatkan
jenis kelamin. fungsi paru salah satunya adalah
Hasil penelitian menunjukkan dengan tehnik Pranayama breathing.
bahwa sebanyak 8 responden (80 %) Pranayama breathing adalah latihan
memiliki tinggi badan 141-150 cm dan yoga yang lebih berkonsentrasi pada
sebanyak 6 responden (60 %) memiliki pernapasan dan dapat diterapkan pada
berat badan 31-40 kg. Berat badan dan penderita asma. Pranayama breathing
tinggi badan berpengaruh terhadap bermanfaat untuk meningkatkan asupan
kekuatan otot pernafasan dan fungsi oksigen secara maksimal, dan
paru, hasil ini berkaitan dengan teori memperlancar peredaran darah dari dan
bahwa seseorang yang mempunyai ke paru-paru sehingga dapat
badan yang tinggi besar maka akan meningkatkan fungsi paru (Nadera,
mempunyai fungsi ventilasi paru yang Reyna, 2009).
lebih tinggi dibandingkan orang yang Pada kondisi normal kita memakai
bertubuh kecil. Fungsi inspirasi dan 10 – 15 % dari kemampuan kita untuk
ekspirasi dipengaruhi oleh tinggi badan bernafas sehari hari. Latihan
dan berat badan karena kemampuan pranayama akan meningkatkan jumlah
dada untuk mengembang akan darah yang ditukarkan dalam paru paru.
berbedapada setiap tinggi badan dan Pada kondisi normal jumlah udara yang
berat badan (Guyton & Hall, 2001). masuk keparu paru dalam satu menit
adalah sebanyak 16 x 500ml, sedangkan
pada saat melakukan latihan yoga
2. Analisis Nilai PEFR Setelah jumlahnya meningkat 4 x 4800 ml.
Dilakukan Intervensi Pranayama Beberapa manfaat yoga pada
Breathing pernafasan adalah meningkatkan
Dari hasil penelitian didapatkan kapasitas pernafasan, memperbaiki
bahwa setelah dilakukan intervensi pengaturan nafas, dan menambah suplai
Pranayama Breathing sebanyak 2 oksigen.
responden (20 %) mempunyai nilai Penelitian Pramanik, et al. (2009)
PEFR dibawah 250 l/dtk dan sebanyak pada pasien dewasa didapatkan bahwa
8 responden (80%) mempunyai nilai pernafasan bhastrika pranayamic pada
PEFR diatas 250 l/dtk. Hal ini sesuai orang dewasa mampu merangsang
dengan penelitian Ambareesha, frekuensi dan durasi impuls saraf yang
Kondam et al (2012) menyatakan pada mengaktifkan reseptor pulmonal selama
penelitian pada mahasiswa kedokteran volume tidal. Hal itu mampu
didapatkan hasil pranayama breathing meningkatkan vasodilatasi pada
mampu meningkatkan fungsi pulmonal pembuluh darah untuk menurunkan
8
peripheral resistance dalam pembuluh mampu meningkatkan penggunaan NO
darah sehingga dapat menurunkan (Nitric Oxcide) yang merangsang
tekanan darah. Dengan adanya Guanylil cyclase sehingga mengaktivasi
rangsangan tersebut maka akan terjadi cGMP dan GTP yang mengaktifasi
peningkatan fungsi paru dan cGMP dependet sehingga mampu
berpengaruh terhadap nilai PEFR menstimulasi myosin light-chain
pasien. phospatase activity yang menyebabkan
Pada teori adaptasi Roy memandang relaksasi pada saluran nafas sehingga
manusia sebagai system adaptasi terjadi dilatasi yang mampu
terbuka yang selalu mendapatkan input meningkatkan fungsi paru yang diukur
berupa stimulus (fokal, kontekstual dan dengan nilai Peak Expiratory Flow
residual) untuk melakukan proses Rate (PEFR) pada pasien asma
control menggunakan mekanisme bronkiale.
koping regulator dan kognator sehingga Upaya pengaturan nafas pada
akan memberikan respon adaptif atau pranayama breathing baik inhalasi
maladaptive terhadap stimulus tersebut maupun ekshalasi juga dapat
(Tomey & Aligood, 2006). Pada pasien meningkatkan fleksibilitas otot
asma ini terjadi perubahan fisiologis intercostalis, pectoralis dan trapezius
didalam tubuhnya sehingga perlu sehingga terjadi peningkatan kadar O2
adanya koping untuk mengatasi hal dalam paru yang akan meningkatkan
tersebut dan untuk mengelola stress fungsi paru. Dengan adanya mekanisme
sehingga tidak menjadi factor pemicu koping regulator juga harus diimbangi
yang dapat menimbulkan serangan dan dengan kognator dengan memberikan
meningkatkan resiko kekambuhan. pengetahuan pada klien untuk
Untuk mencapai koping yang adaptif menghindari factor pemicu terjadinya
sehingga meminimalkan frekuensi kekambuhan pada klien dengan asma
kekambuhan dan memaksimalkan bronkiale dengan menggunakan jalur
fungsi paru, maka perawat membantu emosi-kognitif yaitu persepsi (proses
menguatkan koping regulator yaitu informasi), proses belajar, penilaian dan
dengan memberikan latihan dorongan emosi. Dengan 4 komponen
Pranayanama Breathing dan aspek kognator tersebut akan terjadi koping
kognator dengan cara memberikan yang adaptif sehingga pranayama
informasi menghindari factor pemicu brething dapat diterapkan oleh klien
untuk mencegah kekambuhan asma asma bronkiale dan mampu
bronkiale. meningkatkan fungsi paru dan
Pranayama Breathing merupakan menurunkan frekuensi kekambuhan
upaya untuk mengatur dan asma.
mengendalikan nafas secara sadar yaitu Hasil penelitian Bhargava R
mencakup pengaturan panjang dan (1998), juga menunjukkan Pranayama
durasi inhalasi dan ekshalasi serta mempengaruhi perubahan pada saraf
upaya menahan nafas. Dengan autonomic yang berhubungan dengan
penerapan pranayama breathing terjadi pernafasan dan meningkatkan irama
mekanisme koping regulator yang vagal serta mengurangi perubahan
mampu menghambat pelepasan CO2 sympathetic. Hasil penelitian tersebut
yang merangsang terjadinya efek Bohr sejalan dengan penelitian ini bahwa
yang akan meningkatkan jumlah katalis perubahan saraf autonomic yang akan
dalam reaksi kimia pelepasan oksigen meningkatkan fungsi paru pasien.
dari Hb, sehingga akan mempercepat Pranayama Breathing mengurangi
distribusi oksigen ke jaringan. aktifitas sympathetic dan memberikan
Disamping itu latihan nafas juga respon relaksasi. Relaksasi dari otot
9
skeletal juga meningkatkan ekspansi dan murah yang dapat dilakukan secara
paru. Selama melakukan pranayama kontinu oleh pasien asma bronchiale.
akan terjadi peningkatan pola nafas
bronchiale yang semakin memperbesar DAFTAR PUSTAKA
perfusi darah ke alveoli. Hal inilah yang
mampu mendukung pola nafas yang Ambareesha, kondam et al . 2012. A study
terkontrol dan membantu mengurangi to evaluate the effect of vital
sensitifitas allergen yang berasal dari capacity (vc), forced vital capacity
lingkungan. Mekanisme ini yang dapat (fvc) and peak expiratory flow rate
mempengaruhi penurunan reaksi alergi (pefr) in subjects practicing
sehingga frekuensi kekambuhan asma pranayama . Inter J Cur Res Rev.
bisa menurun. Vol 04 issue 19
Pernafasan yang dalam pada Bhavanani AB , Sanjay Z , Madanmohan.
Pranayama menyebabkan paru-paru 2011. Immediate effect of sukha
mendapatkan banyak oksigen dan pranayama on cardiovascular
oksigen ini akan mengalir ke seluruh variables in patients of
tubuh. Apabila pernafasan ini dilakukan hypertension. International Journal
secara teratur dan berkonsentrasi, maka Of Yoga Therapy [Int J Yoga
gelombang frekuensi amplitude medan Therap] . (21), pp. 73-6.
energy bioelektrik dalam tubuh akan Bhargava R , Gogate MG , Mascarenhas
akan berlangsung perlahan dan teratur. JF. 1998. Autonomic responses to
Hal ini menunjang akivitas sel Dan breath holding and its variations
organ tubuh menjadi sinkron dan following pranayama. Indian
merangsang pengeluaran antibody yang Journal Of Physiology And
bekerja melawan berbagai sumber Pharmacology [Indian J Physiol
penyakit dan merangsang pengeluaran Pharmacol] 1998 Oct-Dec; Vol. 32
hormone seperti melatonin, endorphin (4), pp. 257-64.
yang menenangkan saraf dan pikiran. Black, Joyce & Hawk, Jane. 2005.
Hal inilah yang menyebabkan pasien Medical Surgical Nursing; Clinical
asma bronhiale bisa terhindar dari Management For Positive
serangan asma berulang karena pikiran Outcome. St.Louis: Elsvier.Inc.
yang rileks dan tidak stress Camalia, S.Sahat.2008. Pengaruh senam
menyebabkan pasien bisa menghindari asma terhadap kekuatan otot
stressor atau allergen pemicu terjadinya pernafasan dan fungsi paru pasien
serangan asma. asma di RSU Tangerang.
Thesis.Universitas Indonesia
Dabhade AM ,Pawar BH , Ghunage MS ,
KESIMPULAN Ghunage VM. 2012. Effect of
Hasil penelitian menunjukkan pranayama (breathing exercise) on
bahwa metode Pranayama Breathing arrhythmias in the human heart.
dapat mempengaruhi nilai PEFR dan Elsevier Country of Publication:
frekuensi kekambuhan asma. Metode United States NLM ID: 101233160
Pranayama Breathing mampu Depkes RI. 2003. Pedoman diagnosis dan
meningkatkan nilai PEFR pasien asma penatalaksanaan asma di Indonesia
bronchiale Guyton & Hall . 2001. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Jakarta : EGC, hal 14,
SARAN 119, 120, 122, 124, 126
Disarankan metode ini dapat diterapkan Hidayat, Azis Alimul. 2007. Metode
sebagai salah satu exercise yang mudah penelitian keperawatan dan tehnik

10
analisis data. Jakarta: Salemba
Medika
Khanam, AA, Sachdeva U & Gulleria R.
1996. Study Of Pulmonary and
Autonomic Functions Of Ashma
Patients After Yoga Training. The
Journal Physiology Pharmacology
Volume 40 (4). 1996. Pp. 318-324
Mulyadi, Zulfiitri, & Nafsiah, Siti. 2011.
Analis Hasil PEFR Pada Pasien
Gangguan Pernafasan Di Pesisir
Kota Banda Aceh. Jurnal
Respirology Indonesia Volume 31,
No.2, 2011.
Nadera, Reyna, 2009. Menyembuhkan
penyakit asma secara alami.
Jakarta: Gramedia
Nugroho, sigit. 2009.Terapi pernafasan
pada penderita asma. Yogyakarta
Nursalam. 2003. Konsep & Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan: Pedoman Skipsi,
Tesis, dan Instrumen Penelitian.
Jakarta: Salemba Medika, hal 16-
21
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi
penelitian kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Potter, Patricia A. 2005. Buku Ajar
Fundamental Keperawatan Vol. 2.
Jakarta: EGC.
Prasetya, Arief Widya.. 2011. Pengaruh
Latihan Nafas Metode Butekyo
Terhadap Peak Expiratory Flow
Rate (PEFR) dan Derajat Kontrol
Penderita Ashma. Thesis.
Universitas Airlangga
Pramanik, Tapas, Sharma, Hari Om,et
al. (2009). Immediate Effect of
Slow Pace Bhastrika
Pranayama on Blood Pressure
and Heart Rate. The Journal Of
Alternative And Complementary
Medicine Volume 15, Number 3,
2009, pp. 293–295,

11
12

Anda mungkin juga menyukai