Anda di halaman 1dari 3

I.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
Dengue genus Flavivirus family Flaviviridae yang ditularkan dari nyamuk Aedes Spp pada
daerah tropik dan sub tropik. Tempat berkembangnya nyamuk penyebab DBD yaitu di
lingkungan yang lembab, curah hujan tinggi, dan terdapat genangan air di dalam maupun di
luar rumah (Sinta, 2018). Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2017
(Kemenkes RI, 2017), saat ini jumlah penderita DBD semakin meningkat dan penyebarannya
semakin luas sehingga menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2019, kejadian DBD telah
meningkat secara signifikan di seluruh dunia dalam beberapa dekade terakhir. Tahun 2016
merupakan tahun dengan wabah DBD tertinggi di dunia. Negara-negara tropis dan subtropis
seperti Cina Selatan, dan Taiwan Selatan, anak benua India dan Sri Lanka, lalu menurun ke
negara-negara kepulauan Malaysia, Filipina, Guinea Baru, Australia Timur Laut, dan
beberapa pulau di Pasifik menjadi tempat penyebaran DBD yang hingga saat ini menjadi
penyebab utama rawat inap di rumah sakit dan penyebab kematian tertinggi pada anak-anak.
Sebanyak lebih dari 50% kematian terjadi pada penderita diatas 15 tahun di Singapura sejak
tahun 1982 (WHO, 2019).
Menurut Kemenkes RI (2018), kasus DBD di Indonesia pada tahun 2017 sebanyak
68.407 dengan kasus kematian berjumlah 493 kematian (Case Fatality Rate/CFR = 7,21%),
hal ini menunjukkan penurunan yang signifikan dari tahun 2016 sebanyak 204.171 kasus
dengan 1.598 kasus kematian (CFR = 7,83%) (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2016). Jumlah kasus DBD tertinggi di Indonesia pada tahun 2017 terdapat di tiga provinsi di
Pulau Jawa yaitu Jawa Barat dengan total kasus DBD sebesar 10.016 kasus, Jawa Timur
sebesar 7.838 kasus dan Jawa Tengah sebesar 7.400. Sedangkan jumlah kasus DBD terendah
di Indonesia pada tahun 2017 terjadi di Maluku Utara sebesar 37 kasus. Adapun kasus
kematian tertinggi akibat DBD di Indonesia terdapat di Provinsi Jawa timur sebanyak 105
kematian (CFR = 13,4%) diikuti oleh Provinsi Jawa Tengah dengan kasus kematian tertinggi
kedua sebanyak 92 kematian (CFR = 12,43%) (Kemenkes RI, 2018).
Menurut Kemenkes RI (2018), kasus DBD di Provinsi Riau pada tahun 2017
mengalami penurunan yang signifikan sebanyak 1.928 kasus dengan jumlah kematian
sebanyak 15 kasus (CFR = 7,78%) dibandingkan tahun 2016 sebanyak 4.170 kasus dengan
jumlah kematian sebanyak 39 kasus (CFR = 9,35%). Selanjutnya, kasus DBD di Provinsi
Riau pada tahun 2018 mengalami penurunan kembali menjadi 918 kasus dengan jumlah
kematian sebanyak 8 kasus (CFR = 8,71%). Di Kota Pekanbaru dengan jumlah penduduk
yang padat, DBD merupakan masalah kesehatan pada masyarakat sampai saat ini sehingga
memerlukan penanganan yang serius karena berpotensi untuk terjadinya Kejadian Luar Biasa
(KLB) dan mengancam masyarakat. Pada tahun 2015 didapatkan jumlah penderita DBD
sebanyak 516 kasus di Kota Pekanbaru, lalu meningkat pada tahun 2016 sebanyak 873 kasus
dengan jumlah kematian sebanyak 10 kasus (CFR = 1,15%) (Dinas Kesehatan Kota
Pekanbaru, 2016-2018)
Puskesmas Payung Sekaki merupakan salah satu dari 20 Puskesmas yang terdapat di
Kota Pekanbaru dengan jumlah kasus DBD terbanyak yaitu 145 kasus pada tahun 2016.
Kemudian, kasus DBD yang dilaporkan di Puskesmas Payung Sekaki mengalami penurunan
pada tahun 2017 sebanyak 67 kasus dan menduduki peringkat tertinggi kelima. Selanjutnya,
kasus DBD di Puskesmas Payung Sekaki pada tahun 2018 mengalami penurunan lagi
menjadi 52 kasus dan menempati peringkat ketiga tertinggi setara dengan Kecamatan
Tampan. Akan tetapi, pada tahun 2019 kasus DBD di Puskesmas Payung Sekaki mengalami
peningkatan kembali sebanyak 56 kasus sampai dengan minggu ketiga puluh (Dinas
Kesehatan Kota Pekanbaru, 2016-2019).
Faktor-faktor yang sangat berpengaruh terhadap penularan DBD, terdapat faktor yang
dapat memicu kejadian DBD seperti keadaan lingkungan yang kurang baik dan perilaku
masyarakat yang kurang baik dalam pencegahan DBD. Faktor lingkungan seperti perubahan
suhu, kelembapan, dan curah hujan akan mengakibatkan meningkatnya keberadaan nyamuk
penyebab DBD sehingga virus Dengue dapat berkembang lebih ganas. Keberadaan tempat
penampungan air seperti bak mandi, vas bunga, drum, kaleng bekas, dan lain-lain dapat
mengakibatkan nyamuk bertelur di tempat-tempat yang berpotensi menjadi breeding places.
Sedangkan faktor perilaku yang dapat memicu penularan DBD yaitu kurangnya perhatian
masyarakat terhadap kebersihan lingkungan tempat tinggal seperti tidak menerapkan perilaku
3M yaitu menguras tempat penampungan air untuk membersihkannya dari jentik-jentik
nyamuk, menutup tempat penampungan air agar nyamuk yang dapat menularkan DBD tidak
bertelur di tempat tersebut, dan mendaur ulang barang bekas yang berpotensi menjadi tempat
perkembangbiakan nyamuk yang menularkan DBD (Gama T and Betty R, 2010).
Dalam Penelitian Sari dan Suryani (2017) mengatakan bahwa upaya pencegahan dan
pengendalian DBD merupakan bentuk tindakan memutus rantai penularan DBD yang
dilakukan dengan menguras tempat penampungan air, menutup tempat penampungan air dan
mendaur ulang barang bekas yang berpotensi menjadi tempat perindukan nyamuk. Perilaku
3M ini berhubungan dengan kejadian DBD, dimana anggota keluarga dengan perilaku 3M
kurang baik mempunyai risiko mengalami kejadian DBD lebih besar dibandingkan anggota
keluarga dengan perilaku 3M baik dengan hasil penelitian p-value = 0,000 dan OR = 8,222.
Selain itu, pada penelitian Herlambang et al (2017) juga mengatakan bahwa terdapat
hubungan antara perilaku 3M plus dengan kejadian DBD yang dibuktikan hasil penelitian p-
value < 0,001 (Herlambang et al, 2017).

Anda mungkin juga menyukai