Anda di halaman 1dari 16

PROGRAM-PROGRAM PENCEGAHAN

PENULARAN HIV DAN AIDS PADA PENASUN


(HARM REDUCTION)

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH

“HIV/AIDS”

DOSEN PENGAMPUH :

DR. NOPRIADI, SKM, M. KES

DISUSUN OLEH:

1. ANDI RIZKYNA JULIA ALNUR

2. FADHLURRAHMI.

3. RISTY NANDA MAISI PUTRI

PRODI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
HANG TUAH PEKANBARU
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat
dan petunjuknya sehingga makalah ini bisa diselesaikan. Shalawat dan salam semoga selalu
tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. yang telah berjasa mengarahkan
ummatnya dari alam jahiliyah ke alam ilmiah seperti sekarang ini.
Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga makalah pada Mata Kuliah HIV/AIDS ini dapat terselesaikan.
Akhirnya, tiada manusia yang sempurna di dunia ini, untuk itu penulis menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis meminta saran dan kritik yang
membangun agar makalah ini semakin baik dan lebih sempurna lagi.
Semoga dengan makalah ini akan menambah khazanah pengetahuan kita semua. Amin.....

Pekanbaru, 20 Oktober 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………………………i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………………….....1
A. LATAR BELAKANG………………………………………………………………………………….1
B. RUMUSAN MASALAH................................................................................1
C. TUJUAN…………………………………………………………………………………………………2
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………………………………3
A. PROGRAM PENYUCIHAMAAN……………………………………………………………….3
B. PROGRAM PEMUSNAHAN PERALATAN SUNTIK BEKAS………………………..4
C. PROGRAM LAYANAN ALAT SUNTIK STERIL……………………………………………6
D. PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON…………………………………………….7
E. PROGRAM PEMBERIAN KONDOM DAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV
MELALUI HUBUNGAN SEKSUAL PADA PENASUN………………………………..10
BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………………………12
A. KESIMPULAN……………………………………………………………………………………….12
B. SARAN…………………………………………………………………………………………………12
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………………..iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Upaya penanggulangan penyalahgunaan Napza yang dapat juga sebagai upaya
pencegahan HIV dan AIDS pada penasun dapat dilakukan melalui 3 pilar yaitu reduksi suplai,
reduksi permintaan, dan pengurangan dampak buruk (harm reduction). Pengurangan
dampak buruk (harm reduction) penyalahgunaan napza suntik untuk mencegah penularan
HIV dilaksanakan secara komperhensif dan bersama-sama dengan semua pemangku
kepentingan terkait. Program juga dikaitkan dengan upaya pengurangan kebutuhan napza
suntik bagi penasun.
Program pengurangandampak buruk (harm reduction) diIndonesia sendiri di atur
oleh beberapa Undang-undang dan peraturan, antara lain adalah :
1. SK Menkes No. 567 / Menkes / SK / VIII / 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengurangan Dampak Buruk Napza.
2. Peraturan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat RI No. 02 / Per / Menko /
Kesra / I / 2007 tentang Kebiajakan Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS melalui
Pengurangan Dampak Buruk Penggunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif Suntik.
3. Strategi Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS 2007-2010 dari Komisi Penanggulangan
AIDS.
4. SK Menkes No. 350 / Menkes / SK / III / 2008 tentang Penetapan Lanjutan RS Pengampu
dan Satelit serta Pedoman PTRM.
5. SK Menkes No. 421 / Menkes / SK / III / 2010 tentang Standar Pelayanan Terapi
Rehabilitasi Napza.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2011 tentang Wajib Lapor Pecandu Narkotika.
Pada tahun 2009, WHO, UNAIDS, dan UNODC secara bersama-sama
merekomendasikan suatu paket intervensi komperhensif bagi penasun untuk mengurangi
perilaku berisiko dan memperkecil dampaknya. Selain itu dengan dilaksanakannya paket
intervensi komperhensif tersebut diharapkan bisa merealisasikan akses universal terhadap
berbagai layanan kesehatan yang penting bagi penasun untuk mencegah penularan HIV dan
merawat serta mengobati berbagai penyakit yang disebabkan oleh AIDS. Paket
penanggulangan HIV pada penasun yang komperhensif antara lain :
1. Layanan Alat Suntik Steril (LASS).
2. Terapi Substitusi Metadon.
3. Konseling dan Testing HIV.
4. Terapi Antiretroviral (ART).
5. Pencegahan dan Pengobatan Infeksi Menular Seksual (IMS).
6. Komunikasi, Edukasi, dan Informasi.
7. Pencegahan, Vaksinasi, Diagnosis, dan Pengobatan Hepatitis.
8. Pencegahan, Diagnois, dan Pengobatan TB.

B. RUMUSAN MASALAH

1
1. Apa saja program-program pencegahan penularan HIV dan AIDS pada penasun (Harm
Reduction)?
2. Bagaimana teknik pelaksanaan program-program pencegahan penularan HIV dan AIDS
pada penasun (Harm Reduction)?
3. Apa saja hambatan pelaksanaan program-program pencegahan penularan HIV dan AIDS
pada penasun (Harm Reduction)?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui program-program pencegahan penularan HIV dan AIDS pada
penasun (Harm Reduction)
2. Untuk mengetahui teknik pelaksanaan program-program pencegahan penularan HIV dan
AIDS pada penasun (Harm Reduction)
3. Untuk mengetahui hambatan pelaksanaan program-program pencegahan penularan HIV
dan AIDS pada penasun (Harm Reduction)

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. PROGRAM PENYUCIHAMAAN
1. PENGERTIAN
Program penyucihamaan suntik bekas pakai dapat tejadi ketika peralatan suntik
yang suci hama (steril) tidak tersedia. Cara penyucihamaan antara lain, harus memakai
bahan bilas yang bagus (seperti pemutih), tersedia dan mudah diperoleh, cepat
(pengguna narkoba tidak akan memakai cara yang memakan waktu lama), mudah
dipakai (memakai cara yang seharusnya hanya membutuhkan perubahan kecil pada
perilaku).
2. TINDAKAN TEKNIS
 Pemakaian Panas
Pemakaian panas yaitu dengan merebus alat suntik selama 20 menit dalam
air mendidih cocok untuk semprit kaca, tetapi hanya bisa dipakai satu atau dua kali
dengan semprit platik. Bahkan beberapa semprit sekali pakai akan rusak waktu
pertama kali direbus. Berkenaan dengan penyucihamaan dengan merebus, makin
lama peralatan direndam makin baik.Karena makin lama unsur pembersih
berhubungan dengan darah, semakin besar kemungkinan virus itu mati. Namun,
kenyataannya adalah bahwa pengguna narkoba jarang sekali berada dalam keadaan
dimana mereka mampu memasak atau merendam peralatannya untuk jangka waktu
yang lama. Pesan penyucihamaan lebih lanjut dengan mengingat hambatan ini.
 Memakai Bahan Kimia Seperti Pemutih
Berikut ini merupakan cara penyucihamaan alat suntik dengan
menggunakan pemutih (mengandung hipoklorit 5,25%)
1) Bilas semprit dengan air bersih beberapa kali dengan menyedot air beberapa
kali melalui jarum sehingga semprit penuh total, kemudian semprotkan airnya
ke saluran pembuangan atau toilet. Tujuannya adalah untukmengeluarkan
semua darah yang mungkin tersisa dalam jarum atau semprit. Pemakaian air
dapat dipilih karena air panas dapat menyebabkan darah menjadi beku dan
karena itu menjadi sulit untuk di keluarkan. Jika darah masih dapat terlihat,
jangan pakai semprit atau ulai mencucinya dengan pemutih. Bilas hingga tidak
telihat lagi darah.
2) Isi semprit dengan pemutih yang tidak dilarutkan dengan air, denganmenyedot
pemutih melalui jarum agar masuk ke semprit. Kocok semprit sedikitnya sampai
30 detik. Cara terbaik untuk meyakinkan bahwa pemutih ada didalam semprit
selama 30 detik adalah dengan cara menghitung hingga 30 secara perlahan.
Hitungan sangat pnting karena pemutih harus berhungan dengan vorus selama
sedikitnya 30 detik agar virus mati.
3) Semprotkan pemutih keluarkan ke dalam saluran pembuangan atau toilet. Isi
semprit lagi dengan pemutih dan kocok pelan-pelan lagi untuk 30 detik.
Kemudian semprotkan pemutih keluar ke dalam saluran pembuangan atau
toilet.

3
4) Isi semprit dengan air bersih lagi, kemudian semprotkan ke dalam saluran
pembuangan atau toilet. Lakukan itu sedikitnya dua kali.
5) Setelah menyuntik, bilas semprit dengan air beberapa kali untuk mengeluarkan
darah yang ada.
Pembersihan dengan pemutih menghabiskan setidaknya kurang lebih lima
menit. Hati-hati agar tidak menyemprotkan air dari semprit ke persediaan air bilasan
yang yang bersih, dan hindari semprit masuk ke air bekas pakai. Membilas beberapa
kali dengan air akan mengeluarkan pemutih. Jika ada sejumlah pemutih yang
tertinggal dan tersuntikkan, ini tidak berbahaya.
3. HAMBATAN PROGRAM
Sebagai pecandu napza, para penasun cenderung tidak sabar jika melakukan
tahapan-tahapan diatas. Walaupun hanya memerlukan waktu 5 menit saja, penasun
meras itu merupakan waktu yang lama dan hanya membuang-buang waktu.

B. PROGRAM PEMUSNAHAN PERALATAN SUNTIK BEKAS


1. PENGERTIAN
Pembuangan dan penumpulan peralatan suntik yang tidak suci hama (tidak steril)
bertujuan untuk :
 Memastikan bahwa peralatan suntik bersih yang dipakai.
 Menghindari penjualan ulang peralatan suntik bekas pakai.
 Memastikan pembuangan peralatan bekas pakai sepantasnya.
 Mencegah cegera tertusuk jarum pada orang lain.
Beberapa tempat pembuangan dan pengumpulan perlatan suntik bekas pakai :
 Tempat penjualan peralatan suntik (misalnya apotek).
 Rumah sakit setempat, dibakar dalam mesin pembakaran, dikubur dalam lubang
yang sangat dalam.
 Program perjasun atau rumah sakit mungkin dapat menyediakan wadah sekali pakai
yang dapat dikembalikan ketika wadah tersebut sudah penuh.
Informasi tentang pengembalian atau pembuangan peralatan suntik bekas pakai
dengan aman harus termasuk dalam semua tansaksi pertukaran. Walaupun
pembuangan dapat menjadi masalah yang sulit dan rumit, ini harus dilakukan, untuk
menghindari bahaya kesehatan. Pembuangan peralatan suntik bekas pakai secara efektif
dapat meringankan ketakutan komunitas dan mendorong dukungan untuk program
perjasun.
2. TINDAKAN TEKNIS
Limbah jarum suntik yang berasal dari rumah sakit atau Puskesmas harus
dimusnahkan. Karena jarum suntik yang sudah menjadi limbah itu dianggap
mengandung virus atau penyakit menular. Selama ini untuk mengatasi limbah jarum
suntik, dokter atau tenaga kesehatan lainnya kerap menggunakan metode mengubur
atau memakai insinerator. Cara ini sebenarnya sudah baik, hanya saja kurang tepat dan
tidak efisien. Insinerator memerlukan tempat khusus dan energi besar, disamping
melebur jarum suntik tanpa mencapai titik leburnya. Untuk menjadikan jarum suntik
yang terbuat dari stainless steel menjadi serbuk, dibutuhkan 1.200 derajat celsius. Oleh
karena itu, harus dicari alat yang mampu membakar jarum suntik hingga titik lebur,

4
hemat energi dan efisien. Berawal dari itulah, kemudian Ir. Hariadi MT seorang peneliti
LIPI merancang alat yang lebih praktis ketimbang insinerator. Alat yang dibuat oleh
Hariadi dinamakan Syringe Sheredder SS-500. Sebuah alat penghancur jarum suntik yang
bisa dibawa kemana-mana (portable) dengan tenaga motor listrik sebesar 100 watt. Cara
kerja alat ini adalah memanfaatkan panas tinggi yang ditimbulkan oleh gesekan ketika
proses penghancuran dilakukan secara mekanis. Dibandingkan dengan insinerator, alat
ini bekerja lebih cepat.Untuk membakar jarum suntik menjadi serbuk berukuran 0,005
mikron hanya mamakan waktu paling lama 10 detik. Hebat bukan... Ketika sudah
terdaftar dan memiliki paten, Syringe Shredder SS-500 diproduksi oleh Medinas. Dengan
penemuan ini penanganan limbah dan virus dari jarum suntik dapat dicegah. Sumber: 30
penemu Indonesia
Ada yang menggunakan cara memasukkan jarum suntik ke dalam kantong kemudian
ditimbun dalam tanah. Hal ini menimbulkan malapetaka baru tentunya karena selain
tidak hancur, kuman juga tidak mati.
Di beberapa tempat, menggunakan cara insenerator. Cara ini memerlukan tempat
khusus dan energi yang besar dalam proses peleburan jarum suntik, yaitu dengan suhu
1.200 derajat celcius. Namun, insinerator yang kurang sempurna merupakan penghasil
dioksin berbahaya. Sebab, kristal putih hasil pembakaran terbukti mengandung 300
senyawa berbahaya, di antaranya TCDD (tetra chloro difensopora dioksin) senyawa
beracun.
Dari Jawa Barat dilaporkan, limbah padat medis mencapai 23 ton per hari. Selama
ini, empat petugas kebersihan mengalami kecelakaan akibat tertusuk jarum suntik yang
dibuang di TPA Ciangir. Kasus itu menunjukkan, limbah padat eks rumah sakit (antara
lain jarum suntik) dibuang bersama limbah rumah tangga sehingga membahayakan
petugas kebersihan sekaligus meningkatkan penularan HIV (99 persen) lewat
penggunaan jarum suntik bekas. Bagaimana kalau limbah jarum suntik ini ditemukan
anak kecil, kemudian dijadikan mainan.
Sebenarnya ada cara praktis untuk menghancurkan jarum suntik yaitu dengan
menggunakan alat khusus bertekhnologi sederhana. Alat ini dibuat oleh putera
Indonesia yaitu Bambang Widiyatmoko. Pertama-tama jarum suntik dimasukkan ke
dalam sebuah alat, kemudian bagian metal akan hancur menjadi serbuk dalam waktu 10
detik. Selain itu kuman yang menghuni jarum suntik tadi juga ikut mati karena
menggunakan suhu tinggi. Alat serupa ini banyak di luar negeri, namun banyak perawat
yang enggan memakainya karena memancarkan percikan api. Bambang Widyatmoko
adalah peraih 30 Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) dalam dan luar negeri. Tiga
diantaranya di Amerika Serikat, tiga di International WPO, 23 di Jepang dan satu di
Indonesia.
3. HAMBATAN PROGRAM
Dalam mengunakan incinerator diperlukan tenaga teknis yang memadai, dan benar-
benar mengetahui spesifikasi, nilai baku mutu hasil bakaran yang harus dicapai, serta
penggunaan teknis dari insinerator itu sendiri yang sering tidak dipahami oleh pelaksana
program.
Masih banyak sekali pihak-pihak nakal yang memanfaatkan alat suntik bekas untuk
diolah kembali atau bahkan dijual kembali kepada penasun. Hal ini yang sering luput dari
pantauan petugas.

5
C. PROGRAM LAYANAN ALAT SUNTIK STERIL
1. PENGERTIAN
Layanan alat suntik steril (LASS) atau needle/syringe Program(NSP) adalah upaya
penyedian layanan yang meliputi penyediaan jarum suntik steril (baru), pendidikan dan
informasi tentang penularan HIV, rujukan terhadap akses medis, dan layanan sosial.
Layanan ini menyediakan dan memberikan peralatan suntik steril, serta materi-materi
pengurangan risiko lainnya, kepada Penasun (pecandu/penggunan napza suntik), untuk
memastikan setiap penyuntikan dilakukan dengan menggunakan jarum suntik yang baru.
Hingga saat ini, layanan ini merupakan salah satu intervensi yang paling efektif
diantara program pencegahan penularan HIV pada kelompok penasun. Evaluasi intensif
terhadap layanan jarum suntik steril telah dilakukan diberbagai Negara dan telah
terbukti secara meyakinkan bahwa program LASS berhasil mengurangi penularan HIV,
tidak mendorong penggunaan napza suntik, ataupun penggunaan napza lainnya.
Tujuan dari kegiatan ini adalah :
 Menyediakan dan mendistribusikan jarum suntik steril kepada Penasun, dan
menghentikan beredarnya jarum suntik bekas pakai yang berpotensi menyebarkan
HIV.
 Memastikan penggunaan jarum suntik steril sebanyak mungkin pada praktek
penggunaan napza secara suntik.
 Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan penasun mengenai menyuntik yang
lebih aman.
 Mendekatkan penasun kepada layanan-layanan lainnya dalam upaya meningkatkan
kualitas hidup fisik, mental, dan sosial dari penasun.
Jenis program LASS antara lain adalah :
 Menetap, program penyediaan tempat khusus untuk pelayanan pendistribusian
jarum suntik steril, seperti; drop in center (DIC) atau Puskesmas. Tempat tersebut
juga menyediakan layanan lain selain LASS, seperti; layanan kesehatan umum, case
managenment, dan layanan VCT.
 Satelit, program penyediaan tempat I lokasi komunitas sebagai perpanjangan dari
lokasi menetap. Satelit LASS dikembangkan di tempat yang mempunyai jumlah
penasun relative besar untuk mempermudah akses terhadap jarum steril. Jumlah
jarum yang terdistribusikan dan informasi pengguna layanan diupayakan sedapat
mungkin didokumentasikan dalam formulir yang disediakan. Petugas lapangan
bertanggung jawab untuk datang dan bekerja di tempat yang ditentukan dan waktu
yang ditentukan.
 Bergerak, petugas lapangan membawa tas yang berisi jarum suntik steril dan media
informasi serta mendatangi tempat-tempat yang sering dikunjungi oleh penasun.
2. TINDAKAN TEKNIS
Pelaksanaan kegiatan LASS dilakukan dengan pengawasan dan supervise yang ketat
dari pihak-pihak terkait dibawah koordinasi KPA Nasional. Seluruh pelaksanaan kegiatan
LASS, dilakukan dalam suatu sistem monitoring dan evaluasi yang baku dan sistematis.
Pelaksana program LASS yaitu institusi/lembaga kesehatan, LSM atau organisasi
kemasyarakatan, institusi/lembaga pemerintah, institusi/lembaga non pemerintah, dan

6
kelompok masyarakat. Untuk jam kerja layanan program, lembaga yang melaksanakan
LASS harus menentukan waktu yang tepat dimana penasun paling membutuhkan akses
untuk memperoleh jarum suntik steril, dan petugan lapangan harus rutin dan teratur
datang di tempat dan waktu dimana hubungan yang maksimal dengan penasun dapat
dibangun.
Kegiatan yang dilaksanakan dalam program ini antara lain :
 Memastikan peserta telah memperoleh informai tentang tujuan LASS, lembaga
pelaksana, HIV/AIDS dasar, dan layanan-layanan yang tersedia terkait dengan
penasun.
 Pemberian jarum suntik steril dan meminta jarum suntik bekas pakai.
 Mempromosikan pengembalian jarum suntik bekas pakai dan pemusnahan dengan
aman; dipadukan dalam setiap terjadinya pertukaran peralatan.
 Menyediakan tempat/kotak pemusnahan jarum suntik bekas pakai.
 Monitoring kegiatan pengembalian jarum suntik bekas pakai dan pemusnahannya
yang terdiri atas (penasun langsung memasukkan jarum suntik bekas pakai ke
tempat khusus, tempat pemusnahan tidak boleh terlalu penuh, tempat tersebut
harus langsung dibuang ke tempat pembakaran tanpa mengeluarkan, apabila ada
jarum suntik yang dikembalikan dan menurut laporan bersih dan tidak dipakai, harus
tetap dibuang, wadah pemusnahan yang telah penuh segera disegel, wadah yang
telah disegel kemudian dibawa ke tempat pembakaran, pembakaran jarum suntik
bekas menggunakan incinerator, pembuatan laporan pemusnahan).
Peralatan yang harus disediakan dalam program ini adalah :
 Jarum suntik steril dan tabung suntik berdasarkan model yang biasanya dipakai oleh
penasun di daerah tersebut.
 Kapas berarkohol, digunakan untuk membersihkan kulit tempat yang akan disuntik
dan untuk membersihkan peralatan lain serta tangan. Paling sedikit disediakan 2
kapas alkohol untuk setiap jarum suntik dan tabung yang diberikan.
 Kondom dan pelicin, untuk mendorong perilaku seks aman.
 Kantong, terdiri dari kantong kertas kecil, dan kantong plastik besar, untuk
membawa jarum suntik steril dan bekas pakai.
 Media informasi terkait dengan HIV/AIDS dan Napza, berupa brosur, buklet, stiker,
atau media lainnya.
3. HAMBATAN PROGRAM
Para pengecer alat suntik steril sering sekali berbuat nakal dengan menjual alat
suntik dengan harga tertentu. Ada juga pihak tertentu yang menimbun atau
mengumpulkan alat suntik yang kemudian meminta stock kembali kepada petugas
penyedia layanan yang dalam hal ini memberikan layanan LASS secara gratis yang justru
dimanfaatkan oknum tertentu untuk meraup keuntungan.

D. PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON


1. PENGERTIAN
Program terapi rumatan metadon (PTRM) adalah layanan yang memberikan layanan
berupa zat metadon sebagai pengganti (substitusi) dari zat heroin illegal yang

7
dikonsumsi pasien. Pemberian zat substitusi ini bersifat jangka panjang. Oleh karena itu
disebut program rumatan.
Metadon adalah zat sintetik golongan opioid yang bersifat agonis. Dasar rasional
PTRM adalah fakta tingginya angka kekambuhan pada pecandu heroin yang
mengindikasikan kebutuhan tubuh atas zat jenis opiate untuk membuat keseimbangan
tubuh agar dapat beraktivitas secara normal. Efek metadon secara kuaitatif mirip
dengan morfin dan opioid lainnya. Efek metadon tersebut antara lain sebagai analgetik,
sedative, depresi pernapasan, dan euphoria. Efek samping metadon antara lain
gangguan tidur, mual-muntah, konstipasi, mulut kering, vasodilatasi, berkeringat, dan
gatal-gatal, menstruasi tidak teratur, ginekomastia, dan disfungsi seksual pada pria, serta
retensi cairan, dan penambahan berat badan. Efek samping tidak akan terlalu banyak
dialami oleh orang yang telah menggunakan heroin.
Tujuan utama dari terapi rumatan metadon adalah untuk mengurangi dampakburuk
kesehatan, sosial, dan ekonomi bagi setiap orang dan komunitas. Selain itu tujuan lain
adalah :
 Mengurangi resiko tertular atau menularkan HIV/AIDS serta penyakit lain yang
ditularkan melalui darah (Hepatitis B dan C).
 Memperkecil risiko overdosis dan penyulit kesehatan lain.
 Mengurangi penggunaan napza berisiko.
 Mengurangi dorongan dan kebutuhan pecandu untuk melakukan tindak kriminal.
Beberapa komponon dalam program terapi rumatan metadon adalah sebagai
berikut :
 Pemberian metadon.
 Konseling, meliputi ; konseling adiksi, metadon, keluarga, kepatuhan minum obat,
kelompok dan VCT. Akses ke pelayanan konseling harus di rumah sakit
penyelenggara metadon.
 Pertemuan keluarga (PKMRS = Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit).
 Program pencegahan kekambuhan (relapse prevention program).
2. TINDAKAN TEKNIS
Pemberian dosis awal metadon yang dianjurkan dalah 15-30 mg untuk tiga hari
pertama. Kematian sering terjadi bila menggunakan dosis awal yang melebihi 40 mg.
Pasien harus diobservasi selama 45 menit setelah pemberian dosis awal untuk
memantau tanda-tanda toksisitas atau gejala putus obat. Jika terdapat intosiktasi atau
gejala putus obat berat maka dosis akan dimodifikasi berdasarkan keadaan.
Metadon harus diberikan dalam bentuk cair dan diencerkan sampai menjadi 100cc.
Pasien harus hadir setiap hari di klinik. Metadon akan diberikan oleh aisten apoteker
atau perawat yang diberi wewenang oleh dokter. Pasien harus segera menelan metadon
tersebut dihadapan petugas PTRM. Petugas PTRM akan memberikan segelas air minum.
Setelah diminum, petugas akan meminta menyebutkan namanya atau mengatakan
sesuatu yang lain untuk memastikan metadon telah ditelan. Pasien harus
menandatangani buku yang tersedia, sebagai bukti bahwa ia telah menerima dosis
metadon hari itu.
Dosis rata-rata rumatan adalah 60-120 mg per hari. Dosis rumatan harus dipantau
dan disesuaikan setiap hari secara teratur tergantung dari keadaan pasien.Selain itu

8
banyak pengaruh sosial lainnya yang menjadi pertimbangan penyesuaian dosis. Fase ini
dapat berjalan selama bertahun-tahun sampai perilaku stabil, baik dalam bidang
pekerjaan, emosi, dan kehidupan sosial.
Metadon dapat dihentikan secara bertahap perlahan (tappering off). Pada keadaan
berikut, pasien sudah dalam keadaan stabil, minimal 6 bulan pasien dalam keadaan
bebas dari heroin, pasien dalam keaddaan stabil untuk bekerja dan dalam lingkungan
rumah (stable working and housing). Penurunan dosis maksimal sebanyak 10%.
Penurunan dosis yang direkomendasikan adalah setiap 2 minggu. Pemantauan
perkembangan psikologis pasien harus diperhatikan. Jika ada emosi tidak stabil, dosis
dapat dinaikkan kembali.
Ada beberapa alasan yang perlu dipertimbangkan untuk mengeluarkan pasien dari
PTRM, antara lain pasien mengancam keselamatan atau kenyamanan anggota staf,
pasien lain, atau seseorang yang berkaitan dengan mereka, pasien terlibat dalam
perilaku merusak di tempat milik PTRM, pasien yang diketahui memperjualbelikan atau
berbagai metadon dengan orang lain, pasien yang diketahui mencuri metadon dari
klinikatau melakukan tindak criminal lain di lingkungan PTRM, semua keputusan untuk
mengeluarkan pasien dari program harus berdasarkan keputusan dokter.
Lokasi PTRM berada di sekitar poli rawat jalan dan sebaliknya ditempatkan di area
yang tidak terlalu ramai. Sarana layanan PTRM harus memiliki beberapa ruangan yang
terdiri dari ruangan untuk ruang tunggu, pemeriksaaan kesehatan, konseling individual,
konseling kelompok, tempat memberikan obat metadon, penyimpanan sementara, dan
penyimpanan metadon. Tempat penyimpanan metadon harus aman dan terjaga, dekat
dengan pos petugas keamanan.Ruang atau loket pemberian dosis hanya memungkinkan
satu orang dilayani pada satu saat.Loket tersebut harus ada pengamanan khusus, yaitu
adanya pemisah antar pemberi obat dan penerima metadon.
Seluruh ruangan dalam sarana layanan PTRM adalah ruangan yang memiliki
kecukupan cahaya baik dengan listrik maupun matahari serta memiliki ventilasi yang
memadai. Sarana layanan PTRM harus memiliki tata cara pembuangan limbah sesuai
pedoaman sanitassi rumah sakit, baik untuk limbah padat atau cair (tempat untuk cuci
gelas). Harus memiliki tempat cuci tangan sebagai salah satu upaya kewaspadaaan baku
dan kewaspadaan transmisi.
Peralatan medis yang diperlukan mencakup; pompa pengukur dosis untuk metadon,
sediaan metadon, stetoskop, tensimeter, timbangan, tempat tidur periksa, steps tool,
dan peralatan pertolongan pertama; semprit suntik, desinfektan, kapas, obat-obat
gawat darurat lain, dan nalokson (Narcan). Sumber daya manusia yang memberikan
layanan PTRM adalah tim yang terdiri dari multidisiplin ilmu, yaitu; dokter umum, dokter
spesialis penyakit dalam, dokter spesialis kedokteran jiwa, dokter spesialis kebidanan,
dan kandungan, perawat mahir dibidang adiksi, apoteker dan / asisten apoteker,
konselor, psokolog klinis, pekerja sosial, petugas laboratorium, pertugas rekam medik,
petugas keamanan.
Satelit PTRM adalah unit pelayanan terapi rumatan metadon yang disediakan di
wilayah local dimana prevalensi HIV/AIDS dan IDU memiliki peningkatan signifikan (hot
spot area). Satelit PTRM harus memiliki kriteria sebagai penyedia layanan kesehatan.
Satelit PTRM adalah sarana pelayanan kesehatan, misalnya rumah rakit, puskesmas, dan
unit kesehatan Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) khusus untuk pananganan narapidana

9
narkotika. Rumah sakit yang merupakan rujukan untuk terapi metadon merupakan
pengampun dari satelit PTRM, serta memiliki tanggung jawab untuk pendampingan
klinis pemberian pelayanan terapi metadon di satelit. Satelit berfungsi memberikan
layanan PTRM secara langsung sesuai pedoman dan SOP yang berlaku, dan melanjutkan
terapi yang diberikan oleh rumah sakit rujukan PTRM.
3. HAMBATAN PROGRAM
Menurut pantauan petugas para pecandu atau penasun merasa kesulitan jika harus
meluangkan waktu setiap hari untuk melakukan pemeriksaan.

E. PROGRAM PEMBERIAN KONDOM DAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV


MELALUI HUBUNGAN SEKSUAL PADA PENASUN
1. PENGERTIAN
Sejumlah penelitian di Indonesia telah menunjukkan bahwa sebagiaan besar
penasun baik laki-laki maupun perempuan, secara seksual aktif berhubungan seks
dengan pasangan seks yang bervariasi antara lain dengan passangan tetap (suami, istri,
atau pacar), pekerja seks, teman atau seseorang yang di temui di tempat-tempat
tertentu. Fakta bahwa tingkat infeksi HIV pada penasun yang tinggi telah menunjukkan
kebutuhan mendesak untuk memperkuat upaya pencegahan HIV secara seksual yanh
intensif dan meluas ke populasi umum.
Untuk itu diperlukan suatu strategi intervensi untuk semua penasun agar mencegah
terjadinya penularan HIV melalui hubungan seksualitas, antara lain adalah:
 Penyediaan kondom pada kelompok berisiko tinggi.
 Penyediaan kondom bagi penasun laki-laki maupun perempuan, serta pelumas.
 Melakukan intervensi kepada pasangan tetap, pasangan tidak tetap, dan penasun
yang berpotensi sebagai pekerja seks. Intervensi ini dapat berupa, pengembangan
media KIE tentang pencegahan penularan HIV dan seks aman, pengembangan sesi
diskusi tentang perilaku seks aman di DIC, serta mengembangkan sesi konseling
untuk membicarakan permasalahan seks kepada pasangan.
 Meningkatkan upaya untuk melakukan perluasan layanan VCT bagi penasun.
 Peningkatan layanan VCT harus dilakukan dengan penguatan konseling, layanan
dukungan social dan akses ke perawatan klinis untuk individu HIV positif.
 Memperkuat kegiatan penilaian risiko kelompok untuk mendorong upaya
mengurangi penggunaan napza suntik yang berisiko.
2. TINDAKAN TEKNIS
 Persiapan dan penggalian kebutuhan, dengan menetapkan jenis dan jumlah kondom
yang perlu ada di tiap pengecer, tiap wisma, dan di gudang pokja.
 Manajemen pengadaan dan pemasokan, dengan memastikan adanya pemasokan
dari berbagai sumber, misalnya Dinas Kesehatan, BKKBN, atau mitra pemasok lain.
 Manajemen penyimpanan, dengan memastikan penyimpanan di pokja dengan
sistem kontrol kualitas kondom dan kualitas cara menyimpan, seperti tidak terkena
sinar matahari langsung.

10
 Manajemen distribusi, dengan memastikan pendistribusian dari pokja ke pengecer
dan pemilik wisma dilengkapi dengan pencatatan dan pelaporan, kontrol kualitas
kondom dan kualitas penyimpanan di pengecer dan pemilik wisma.
 Mekanisme promosi dan penjualan, dengan membuat mekanisme promosi dan
penjualan dari pengecer dan pemilik wisma ke pelanggan populasi kunci.
 Mekanisme pemantauan stok barang, dengan membuat mekanisme pemantauan
stok barang dan pemesanan ulang di tiap tingkat (di gudang pokja setempat, di
pengecer, di tiap wisma, di kamar, di tiap individu populasi kunci).
 Manajemen keuangan.
 Pencatatan dan pelaporan.
3. HAMBATAN PROGRAM
Pendistribusian terkesan lambat dan petugas salah menentukan atau memilih
pengecer yang tepat yang malah memanfaatkan kondom sebagai ranjau bisnis.

11
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Upaya penanggulangan penyalahgunaan Napza yang dapat juga sebagai upaya
pencegahan HIV dan AIDS pada penasun dapat dilakukan melalui 3 pilar yaitu reduksi suplai,
reduksi permintaan, dan pengurangan dampak buruk (harm reduction). Pengurangan
dampak buruk (harm reduction) penyalahgunaan napza suntik untuk mencegah penularan
HIV dilaksanakan secara komperhensif dan bersama-sama dengan semua pemangku
kepentingan terkait. Program juga dikaitkan dengan upaya pengurangan kebutuhan napza
suntik bagi penasun.

B. SARAN
Meskipun ada beberapa cara pencegahan HIV/AIDS bagi penasun, namun hal
tersebut bukanlah solusi yang efisien karena pencegahan HIV/AIDS dapat dilakukan dari diri
individu sendiri dalam menjalankan hidup.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Gomugomuku. 2017. Program Pencegahan Penularan HIV/AIDS Pada Penasun. Diperoleh


dari: http://gomugomuku.blogspot.com/2017/10/program-pencegahan-penularan-
hivaids.html. Diakses pada: 14 oktober 2017.
2. Hidayad, Monica Julya. 2012. Harm Reduction (Pencegahan HIV/AIDS bg Penasun). Diperoleh
dari: http://monicajulyahidayad.blogspot.com/2012/12/harm-reduction-pencegahan-
hivaids-bg.html. Diakses pada: 5 Desember 2012.
3. Sakti, Esan. 2011. Makalah. Diperoleh dari:
http://wwwichsangrensel.blogspot.com/2011/06/blog-post.html. Diakses pada: 23 Juni
2011.

iii

Anda mungkin juga menyukai