Anda di halaman 1dari 17

TUGAS BAHASA INDONESIA

MENGIDENTIFIKASI
TEKS RESENSI

Disusun Oleh :
Nadila Prastika Dewi

XI MULTIMEDIA 1
SMK NEGERI 1 TANJUNG SELOR
“Layla Dan Majnun”
Alkisah, seorang kepala suku Bani Umar di Jazirah Arab memiIiki segala macam
yang diinginkan orang, kecuali satu hal bahwa ia tak punya seorang anakpun. Tabib-tabib di
desa itu menganjurkan berbagai macam ramuan dan obat, tetapi tidak berhasil. Ketika semua
usaha tampak tak berhasil, istrinya menyarankan agar mereka berdua bersujud di hadapan
Tuhan dan dengan tulus memohon kepada Allah swt. memberikan anugerah kepada mereka
berdua. “Mengapa tidak? jawab sang kepala suku. “Kita telah mencoba berbagai macam cara.
Mari, kita coba sekali lagi, tak ada ruginya.

Mereka pun bersujud kepada Tuhan, sambil berurai air mata dari relung hati mereka
yang terluka. “Wahai Segala Kekasih, jangan biarkan pohon kami tak berbuah. Izinkan kami
merasakan manisnya menimang anak dalam pelukan kami. Anugerahkan kepada kami
tanggung jawab untuk membesarkan seorang manusia yang baik. Berikan kesempatan kepada
kami untuk membuat-Mu bangga akan anak kami. Tak lama kemudian, doa mereka
dikabulkan, dan Tuhan menganugerahi mereka seorang anak laki-laki yang diberi nama
Qays. Sang ayah sangat berbahagia, sebab Qays dicintai oleh semua orang. Ia tampan,
bermata besar, dan berambut hitam, yang menjadi pusat perhatian dan kekaguman. Sejak
awal, Qays telah memperlihatkan kecerdasan dan kemampuan fisik istimewa. Ia punya bakat
luar biasa dalam mempelajari seni berperang dan memainkan musik, menggubah syair dan
melukis. Ketika sudah cukup umur untuk masuk sekolah, ayahnya memutuskan membangun
sebuah sekolah yang indah dengan guru-guru terbaik di Arab yang mengajar di sana , dan
hanya beberapa anak saja yang belajar di situ. Anak-anak lelaki dan perempuan dan keluarga
terpandang di seluruh jazirah Arab belajar di sekolah baru ini.

Di antara mereka ada seorang anak perempuan dari kepala suku tetangga. Seorang
gadis bermata indah, yang memiliki kecantikan luar biasa. Rambut dan matanya sehitam
malam, karena alasan inilah mereka menyebutnya Layla-Sang Malam. Meski ia baru berusia
dua belas tahun, sudah banyak pria melamarnya untuk dinikahi, sebab-sebagaimana lazimnya
kebiasaan di zaman itu, gadis-gadis sering dilamar pada usia yang masih sangat muda yakni
sembilan tahun. Layla dan Qays adalah teman sekelas. Sejak hari pertama masuk sekolah,
mereka sudah saling tertarik satu sama lain. Seiring dengan berlalunya waktu, percikan
ketertarikan ini makin lama menjadi api cinta yang membara. Bagi mereka berdua, sekolah
bukan lagi tempat belajar. Kini, sekolah menjadi tempat mereka saling bertemu. Ketika guru
sedang mengajar, mereka saling berpandangan. Ketika tiba waktunya menulis pelajaran,
mereka justru saling menulis namanya di atas kertas. Bagi mereka berdua, tak ada teman atau
kesenangan lainnya. Dunia kini hanyalah milik Qays dan Layla.

Mereka buta dan tuli pada yang lainnya. Sedikit demi sedikit, orang-orang mulai
mengetahui cinta mereka, dan gunjingan-gunjingan pun mulai terdengar. Di zaman itu,
tidaklah pantas seorang gadis dikenal sebagai sasaran cinta seseorang dan sudah pasti mereka
tidak akan menanggapinya. Ketika orang-tua Layla mendengar bisik-bisik tentang anak gadis
mereka, mereka pun melarangnya pergi ke sekolah. Mereka tak sanggup lagi menahan beban
malu pada masyarakat sekitar. Ketika Layla tidak ada di ruang kelas, Qays menjadi sangat
gelisah sehingga ia meninggalkan sekolah dan menyelusuri jalan-jalan untuk mencari
kekasihnya dengan memanggil-manggil namanya. Ia menggubah syair untuknya dan
membacakannya di jalan-jalan. Ia hanya berbicara tentang Layla dan tidak juga menjawab
pertanyaan orang-orang kecuali bila mereka bertanya tentang Layla. Orang-orang pun tertawa
dan berkata, Lihatlah Qays , ia sekarang telah menjadi seorang majnun, gila!

Akhirnya, Qays dikenal dengan nama ini, yakni “Majnun” . Melihat orang-orang dan
mendengarkan mereka berbicara membuat Majnun tidak tahan. Ia hanya ingin melihat dan
berjumpa dengan Layla kekasihnya. Ia tahu bahwa Layla telah dipingit oleh orang tuanya di
rumah, yang dengan bijaksana menyadari bahwa jika Layla dibiarkan bebas bepergian, ia
pasti akan menjumpai Majnun. Majnun menemukan sebuah tempat di puncak bukit dekat
desa Layla dan membangun sebuah gubuk untuk dirinya yang menghadap rumah Layla.
Sepanjang hari Majnun duduk-duduk di depan gubuknya, disamping sungai kecil berkelok
yang mengalir ke bawah menuju desa itu. Ia berbicara kepada air, menghanyutkan dedaunan
bunga liar, dan Majnun merasa yakin bahwa sungai itu akan menyampaikan pesan cintanya
kepada Layla. Ia menyapa burung-burung dan meminta mereka untuk terbang kepada Layla
serta memberitahunya bahwa ia dekat. Ia menghirup angin dari barat yang melewati desa
Layla. Jika kebetulan ada seekor anjing tersesat yang berasal dari desa Layla, ia pun
memberinya makan dan merawatnya, mencintainya seolah-olah anjing suci, menghormatinya
dan menjaganya sampai tiba saatnya anjing itu pergi jika memang mau demikian. Segala
sesuatu yang berasal dari tempat kekasihnya dikasihi dan disayangi sama seperti kekasihnya
sendiri. Bulan demi bulan berlalu dan Majnun tidak menemukan jejak Layla. Kerinduannya
kepada Layla demikian besar sehingga ia merasa tidak bisa hidup sehari pun tanpa
melihatnya kembali. Terkadang sahabat-sahabatnya di sekolah dulu datang mengunjunginya,
tetapi ia berbicara kepada mereka hanya tentang Layla, tentang betapa ia sangat kehilangan
dirinya.

Suatu hari, tiga anak laki-laki, sahabatnya yang datang mengunjunginya demikian
terharu oleh penderitaan dan kepedihan Majnun sehingga mereka bertekad membantunya
untuk berjumpa kembali dengan Layla. Rencana mereka sangat cerdik. Esoknya, mereka dan
Majnun mendekati rumah Layla dengan menyamar sebagai wanita. Dengan mudah mereka
melewati wanita-wanita pembantu dirumah Layla dan berhasil masuk ke pintu kamarnya.
Majnun masuk ke kamar, sementara yang lain berada di luar berjaga-jaga. Sejak ia berhenti
masuk sekolah, Layla tidak melakukan apapun kecuali memikirkan Qays. Yang cukup
mengherankan, setiap kali ia mendengar burung-burung berkicau dari jendela atau angin
berhembus semilir, ia memejamkan matanya sembari membayangkan bahwa ia mendengar
suara Qays didalamnya. Ia akan mengambil dedaunan dan bunga yang dibawa oleh angin
atau sungai dan tahu bahwa semuanya itu berasal dari Qays. Hanya saja, ia tak pernah
berbicara kepada siapa pun, bahkan juga kepada sahabat-sahabat terbaiknya, tentang
cintanya. Pada hari ketika Majnun masuk ke kamar Layla, ia merasakan kehadiran dan
kedatangannya. Ia mengenakan pakaian sutra yang sangat bagus dan indah. Rambutnya
dibiarkan lepas tergerai dan disisir dengan rapi di sekitar bahunya. Matanya diberi celak
hitam, sebagaimana kebiasaan wanita Arab, dengan bedak hitam yang disebut surmeh.
Bibirnya diberi lipstick merah, dan pipinya yang kemerah-merahan tampak menyala serta
menampakkan kegembiraannya. Ia duduk di depan pintu dan menunggu. Ketika Majnun
masuk, Layla tetap duduk. Sekalipun sudah diberitahu bahwa Majnun akan datang, ia tidak
percaya bahwa pertemuan itu benar-benar terjadi. Majnun berdiri di pintu selama beberapa
menit, memandangi, sepuas-puasnya wajah Layla. Akhirnya, mereka bersama lagi! Tak
terdengar sepatah kata pun, kecuali detak jantung kedua orang yang dimabuk cinta ini.
Mereka saling berpandangan dan lupa waktu. Salah seorang wanita pembantu di rumah itu
melihat sahabat-sahabat Majnun di luar kamar tuan putrinya. Ia mulai curiga dan memberi
isyarat kepada salah seorang pengawal. Namun, ketika ibu Layla datang menyelidiki,
Majnun dan kawan-kawannya sudah jauh pergi. Sesudah orang-tuanya bertanya kepada
Layla, maka tidak sulit bagi mereka mengetahui apa yang telah terjadi. Kebisuan dan
kebahagiaan yang terpancar dimatanya menceritakan segala sesuatunya. Sesudah terjadi
peristiwa itu, ayah Layla menempatkan para pengawal di setiap pintu di rumahnya. Tidak ada
jalan lain bagi Majnun untuk menghampiri rumah Layla, bahkan dari kejauhan sekalipun.

Akan tetapi jika ayahnya berpikiran dengan bertindak hati-hati ini ia bisa mengubah
perasaan Layla dan Majnun, satu sama lain, sungguh ia salah besar. Ketika ayah Majnun tahu
tentang peristiwa di rumah Layla, ia memutuskan untuk mengakhiri drama itu dengan
melamar Layla untuk anaknya. Ia menyiapkan sebuah kafilah penuh dengan hadiah dan
mengirimkannya ke desa Layla. Sang tamu pun disambut dengan sangat baik, dan kedua
kepala suku itu berbincang-bincang tentang kebahagiaan anak-anak mereka. Ayah Majnun
lebih dulu berkata, “Engkau tahu benar, kawan, bahwa ada dua hal yang sangat penting bagi
kebahagiaan, yaitu “Cinta dan Kekayaan”. Anak lelakiku mencintai anak perempuanmu, dan
aku bisa memastikan bahwa aku sanggup memberi mereka cukup banyak uang untuk
mengarungi kehidupan yang bahagia dan menyenangkan. Mendengar hal itu, ayah Layla pun
menjawab,“Bukannya aku menolak Qays. Aku percaya kepadamu, sebab engkau pastilah
seorang mulia dan terhormat, jawab ayah Layla. “Akan tetapi, engkau tidak bisa
menyalahkanku kalau aku berhati-hati dengan anakmu. Semua orang tahu perilaku
abnormalnya. Ia berpakaian seperti seorang pengemis. Ia pasti sudah lama tidak mandi dan
ia pun hidup bersama hewan-hewan dan menjauhi orang banyak. “Tolong katakan
kawan, jika engkau punya anak perempuan dan engkau berada dalam posisiku,
akankah engkau memberikan anak perempuanmu kepada anakku?

Ayah Qays tak dapat membantah. Apa yang bisa dikatakannya? Padahal, dulu
anaknya adalah teladan utama bagi kawan-kawan sebayanya? Dahulu Qays adalah anak
yang paling cerdas dan berbakat seantero Arab? Tentu saja, tidak ada yang dapat
dikatakannya. Bahkan, sang ayahnya sendiri susah untuk mempercayainya. Sudah lama orang
tidak mendengar ucapan bermakna dari Majnun. “Aku tidak akan diam berpangku tangan dan
melihat anakku menghancurkan dirinya sendiri, pikirnya. “Aku harus melakukan sesuatu.
Ketika ayah Majnun kembali pulang, ia menjemput anaknya, Ia mengadakan pesta makan
malam untuk menghormati anaknya. Dalam jamuan pesta makan malam itu, gadis-gadis
tercantik di seluruh negeri pun diundang. Mereka pasti bisa mengalihkan perhatian Majnun
dari Layla, pikir ayahnya. Di pesta itu, Majnun diam dan tidak mempedulikan tamu-tamu
lainnya. Ia duduk di sebuah sudut ruangan sambil melihat gadis-gadis itu hanya untuk
mencari pada diri mereka berbagai kesamaan dengan yang dimiliki Layla. Seorang gadis
mengenakan pakaian yang sama dengan milik Layla, yang lainnya punya rambut panjang
seperti Layla, dan yang lainnya lagi punya senyum mirip Layla. Namun, tak ada seorang
gadis pun yang benar-benar mirip dengannya, Malahan, tak ada seorang pun yang memiliki
separuh kecantikan Layla. Pesta itu hanya menambah kepedihan perasaan Majnun saja
kepada kekasihnya. Ia pun berang dan marah serta menyalahkan setiap orang di pesta itu
lantaran berusaha mengelabuinya. Dengan berurai air mata, Majnun menuduh orang-tuanya
dan sahabat-sahabatnya sebagai berlaku kasar dan kejam kepadanya. Ia menangis sedemikian
hebat hingga akhirnya jatuh ke lantai dalam keadaan pingsan. Sesudah terjadi petaka ini,
ayahnya memutuskan agar Qays dikirim untuk menunaikan ibadah haji ke Mekah dengan
harapan bahwa Allah akan merahmatinya dan membebaskannya dari cinta yang
menghancurkan ini.

Di Makkah, untuk menyenangkan ayahnya, Majnun bersujud di depan altar Kabah,


tetapi apa yang ia mohonkan? “Wahai Yang Maha Pengasih, Raja Diraja Para Pecinta,
Engkau yang menganugerahkan cinta, aku hanya mohon kepada-Mu satu hal saja,
Tinggikanlah cintaku sedemikian rupa sehingga, sekalipun aku binasa, cintaku dan kekasihku
tetap hidup. Ayahnya kemudian tahu bahwa tak ada lagi yang bisa ia lakukan untuk anaknya.
Usai menunaikan ibadah haji, Majnun yang tidak mau lagi bergaul dengan orang banyak di
desanya, pergi ke pegunungan tanpa memberitahu di mana ia berada. Ia tidak kembali ke
gubuknya. Alih-alih tinggal dirumah, ia memilih tinggal direruntuhan sebuah bangunan tua
yang terasing dari masyarakat dan tinggal didalamnya. Sesudah itu, tak ada seorang pun yang
mendengar kabar tentang Majnun. Orang-tuanya mengirim segenap sahabat dan keluarganya
untuk mencarinya. Namun, tak seorang pun berhasil menemukannya. Banyak orang
berkesimpulan bahwa Majnun dibunuh oleh binatang-binatang gurun sahara. Ia bagai hilang
ditelan bumi. Suatu hari, seorang musafir melewati reruntuhan bangunan itu dan melihat ada
sesosok aneh yang duduk di salah sebuah tembok yang hancur. Seorang liar dengan rambut
panjang hingga ke bahu, jenggotnya panjang dan acak-acakan, bajunya compang-camping
dan kumal. Ketika sang musafir mengucapkan salam dan tidak beroleh jawaban, ia
mendekatinya. Ia melihat ada seekor serigala tidur di kakinya. “Hus” katanya, Jangan
bangunkan sahabatku. Kemudian, ia mengedarkan pandangan ke arah kejauhan.

Sang musafir pun duduk di situ dengan tenang. Ia menunggu dan ingin tahu apa
yang akan terjadi. Akhimya, orang liar itu berbicara. Segera saja ia pun tahu bahwa ini adalah
Majnun yang terkenal itu, yang berbagai macam perilaku anehnya dibicarakan orang di
seluruh jazirah Arab. Tampaknya, Majnun tidak kesulitan menyesuaikan diri dengan
kehidupan dengan binatang-binatang buas dan liar. Dalam kenyataannya, ia sudah
menyesuaikan diri dengan sangat baik sehingga lumrah-lumrah saja melihat dirinya sebagai
bagian dari kehidupan liar dan buas itu. Berbagai macam binatang tertarik kepadanya, karena
secara naluri mengetahui bahwa Majnun tidak akan mencelakakan mereka. Bahkan, binatang-
binatang buas seperti serigala sekalipun percaya pada kebaikan dan kasih sayang Majnun.
Sang musafir itu mendengarkan Majnun melantunkan berbagai kidung pujiannya pada Layla.
Mereka berbagi sepotong roti yang diberikan olehnya. Kemudian, sang musafir itu pergi dan
melanjutkan perjalanannya. Ketika tiba di desa Majnun, ia menuturkan kisahnya pada orang
orang. Akhimya, sang kepala suku, ayah Majnun, mendengar berita itu. Ia mengundang sang
musafir ke rumahnya dan meminta keterangan rinci darinya. Merasa sangat gembira dan
bahagia bahwa Majnun masih hidup, ayahnya pergi ke gurun sahara untuk menjemputnya.
Ketika melihat reruntuhan bangunan yang dilukiskan oleh sang musafir itu, ayah Majnun
dicekam oleh emosi dan kesedihan yang luar biasa. Betapa tidak! Anaknya terjerembab
dalam keadaan mengenaskan seperti ini. “Ya Tuhanku, aku mohon agar Engkau
menyelamatkan anakku dan mengembalikannya ke keluarga kami, jerit sang ayah menyayat
hati. Majnun mendengar doa ayahnya dan segera keluar dari tempat persembunyiannya.
Dengan bersimpuh dibawah kaki ayahnya, ia pun menangis, “Wahai ayah, ampunilah aku
atas segala kepedihan yang kutimbulkan pada dirimu. Tolong lupakan bahwa engkau pernah
mempunyai seorang anak, sebab ini akan meringankan beban kesedihan ayah. Ini sudah
nasibku mencinta, dan hidup hanya untuk mencinta. Ayah dan anak pun saling berpelukan
dan menangis. Inilah pertemuan terakhir mereka.

Keluarga Layla menyalahkan ayah Layla lantaran salah dan gagal menangani situasi
putrinya. Mereka yakin bahwa peristiwa itu telah mempermalukan seluruh keluarga.
Karenanya, orangtua Layla memingitnya dalam kamamya. Beberapa sahabat Layla diizinkan
untuk mengunjunginya, tetapi ia tidak ingin ditemani. Ia berpaling kedalam hatinya,
memelihara api cinta yang membakar dalam kalbunya. Untuk mengungkapkan segenap
perasaannya yang terdalam, ia menulis dan menggubah syair kepada kekasihnya pada
potongan-potongan kertas kecil. Kemudian, ketika ia diperbolehkan menyendiri di taman, ia
pun menerbangkan potongan-potongan kertas kecil ini dalam hembusan angin. Orang-orang
yang menemukan syair-syair dalam potongan-potongan kertas kecil itu membawanya kepada
Majnun. Dengan cara demikian, dua kekasih itu masih bisa menjalin hubungan. Karena
Majnun sangat terkenal di seluruh negeri, banyak orang datang mengunjunginya. Namun,
mereka hanya berkunjung sebentar saja, karena mereka tahu bahwa Majnun tidak kuat lama
dikunjungi banyak orang. Mereka mendengarkannya melantunkan syair-syair indah dan
memainkan serulingnya dengan sangat memukau. Sebagian orang merasa iba kepadanya,
sebagian lagi hanya sekadar ingin tahu tentang kisahnya. Akan tetapi, setiap orang mampu
merasakan kedalaman cinta dan kasih sayangnya kepada semua makhluk. Salah seorang dari
pengunjung itu adalah seorang ksatria gagah berani bernama Amar, yang berjumpa dengan
Majnun dalam perjalanannya menuju Mekah. Meskipun ia sudah mendengar kisah cinta yang
sangat terkenal itu di kotanya, ia ingin sekali mendengarnya dari mulut Majnun sendiri.
Drama kisah tragis itu membuatnya sedemikian pilu dan sedih sehingga ia bersumpah dan
bertekad melakukan apa saja yang mungkin untuk mempersatukan dua kekasih itu, meskipun
ini berarti menghancurkan orang-orang yang menghalanginya! Ketika Amr kembali ke kota
kelahirannya, Ia pun menghimpun pasukannya. Pasukan ini berangkat menuju desa Layla dan
menggempur suku di sana tanpa ampun. Banyak orang yang terbunuh atau terluka.

Ketika pasukan Amr hampir memenangkan pertempuran, ayah Layla mengirimkan


pesan kepada Amr, “Jika engkau atau salah seorang dari prajuritmu menginginkan putriku,
aku akan menyerahkannya tanpa melawan. Bahkan, jika engkau ingin membunuhnya, aku
tidak keberatan. Namun, ada satu hal yang tidak akan pernah bisa kuterima, jangan minta aku
untuk memberikan putriku pada orang gila itu. Majnun mendengar pertempuran itu hingga ia
bergegas kesana. Di medan pertempuran, Majnun pergi ke sana kemari dengan bebas di
antara para prajurit dan menghampiri orang-orang yang terluka dari suku Layla. Ia merawat
mereka dengan penuh perhatian dan melakukan apa saja untuk meringankan luka mereka.
Amr pun merasa heran kepada Majnun, ketika ia meminta penjelasan ihwal mengapa ia
membantu pasukan musuh, Majnun menjawab, “Orang-orang ini berasal dari desa kekasihku.
Bagaimana mungkin aku bisa menjadi musuh mereka? Karena sedemikian bersimpati kepada
Majnun, Amr sama sekali tidak bisa memahami hal ini. Apa yang dikatakan ayah Layla
tentang orang gila ini akhirnya membuatnya sadar. Ia pun memerintahkan pasukannya untuk
mundur dan segera meninggalkan desa itu tanpa mengucapkan sepatah kata pun kepada
Majnun. Layla semakin merana dalam penjara kamarnya sendiri. Satu-satunya yang bisa ia
nikmati adalah berjalan-jalan di taman bunganya. Suatu hari, dalam perjalanannya menuju
taman, Ibnu Salam, seorang bangsawan kaya dan berkuasa, melihat Layla dan serta-merta
jatuh cinta kepadanya. Tanpa menunda-nunda lagi, ia segera mencari ayah Layla. Merasa
lelah dan sedih hati karena pertempuran yang baru saja menimbulkan banyak orang terluka di
pihaknya, ayah Layla pun menyetujui perkawinan itu. Tentu saja, Layla menolak keras. Ia
mengatakan kepada ayahnya, “Aku lebih senang mati ketimbang kawin dengan orang itu.
Akan tetapi, tangisan dan permohonannya tidak digubris. Lantas ia mendatangi ibunya, tetapi
sama saja. Perkawinan pun berlangsung dalam waktu singkat. Orangtua Layla merasa lega
bahwa seluruh cobaan berat akhirnya berakhir juga. Akan tetapi, Layla menegaskan kepada
suaminya bahwa ia tidak pernah bisa mencintainya. “Aku tidak akan pernah menjadi seorang
istri, katanya. “Karena itu, jangan membuang-buang waktumu. Carilah seorang istri yang
lain. Aku yakin, masih ada banyak wanita yang bisa membuatmu bahagia. Sekalipun
mendengar kata-kata dingin ini, Ibnu Salam percaya bahwa, sesudah hidup bersamanya
beberapa waktu lamanya, pada akhirnya Layla pasti akan menerimanya. Ia tidak mau
memaksa Layla, melainkan menunggunya untuk datang kepadanya.

Ketika kabar tentang perkawinan Layla terdengar oleh Majnun, ia menangis dan
meratap selama berhari-hari. Ia melantunkan lagu-Iagu yang demikian menyayat hati dan
mengharu biru kalbu sehingga semua orang yang mendengarnya pun ikut menangis. Derita
dan kepedihannya begitu berat sehingga binatang-binatang yang berkumpul di sekelilinginya
pun turut bersedih dan menangis. Namun, kesedihannya ini tak berlangsung lama, sebab tiba-
tiba Majnun merasakan kedamaian dan ketenangan batin yang aneh. Seolah-olah tak terjadi
apa-apa, ia pun terus tinggal di reruntuhan itu. Perasaannya kepada Layla tidak berubah dan
malah menjadi semakin lebih dalam lagi. Dengan penuh ketulusan, Majnun menyampaikan
ucapan selamat kepada Layla atas perkawinannya: “Semoga kalian berdua selalu berbahagia
di dunia ini. Aku hanya meminta satu hal sebagai tanda cintamu, janganlah engkau lupakan
namaku, sekalipun engkau telah memilih orang lain sebagai pendampingmu. Janganlah
pernah lupa bahwa ada seseorang yang, meskipun tubuhnya hancur berkeping-keping, hanya
akan memanggil-manggil namamu, Layla. Sebagai jawabannya, Layla mengirimkan sebuah
anting-anting sebagai tanda pengabdian tradisional. Dalam surat yang disertakannya, ia
mengatakan, “Dalam hidupku, aku tidak bisa melupakanmu barang sesaat pun. Kupendam
cintaku demikian lama, tanpa mampu menceritakannya kepada siapapun. Engkau
memaklumkan cintamu ke seluruh dunia, sementara aku membakarnya di dalam hatiku, dan
engkau membakar segala sesuatu yang ada di sekelilingmu . “Kini, aku harus menghabiskan
hidupku dengan seseorang, padahal segenap jiwaku menjadi milik orang lain. Katakan
kepadaku, kasih, mana di antara kita yang lebih dimabuk cinta, engkau ataukah aku?.

Tahun demi tahun berlalu, dan orang-tua Majnun pun meninggal dunia. Ia tetap
tinggal di reruntuhan bangunan itu dan merasa lebih kesepian ketimbang sebelumnya. Di
siang hari, ia mengarungi gurun sahara bersama sahabat-sahabat binatangnya. Di malam hari,
ia memainkan serulingnya dan melantunkan syair-syairnya kepada berbagai binatang buas
yang kini menjadi satu-satunya pendengarnya. Ia menulis syair-syair untuk Layla dengan
ranting di atas tanah. Selang beberapa lama, karena terbiasa dengan cara hidup aneh ini, ia
mencapai kedamaian dan ketenangan sedemikian rupa sehingga tak ada sesuatu pun yang
sanggup mengusik dan mengganggunya. Sebaliknya, Layla tetap setia pada cintanya. Ibnu
Salam tidak pernah berhasil mendekatinya. Kendatipun ia hidup bersama Layla, ia tetap jauh
darinya. Berlian dan hadiah-hadiah mahal tak mampu membuat Layla berbakti kepadanya.
Ibnu Salam sudah tidak sanggup lagi merebut kepercayaan dari istrinya. Hidupnya serasa
pahit dan sia-sia. Ia tidak menemukan ketenangan dan kedamaian di rumahnya. Layla dan
Ibnu Salam adalah dua orang asing dan mereka tak pernah merasakan hubungan suami istri.
Malahan, ia tidak bisa berbagi kabar tentang dunia luar dengan Layla. Tak sepatah kata pun
pernah terdengar dari bibir Layla, kecuali bila ia ditanya. Pertanyaan ini pun dijawabnya
dengan sekadarnya saja dan sangat singkat. Ketika akhirnya Ibnu Salam jatuh sakit, ia tidak
kuasa bertahan, sebab hidupnya tidak menjanjikan harapan lagi. Akibatnya, pada suatu pagi
di musim panas, ia pun meninggal dunia. Kematian suaminya tampaknya makin mengaduk-
ngaduk perasaan Layla. Orang-orang mengira bahwa ia berkabung atas kematian Ibnu Salam,
padahal sesungguhnya ia menangisi kekasihnya, Majnun yang hilang dan sudah lama
dirindukannya.

Selama bertahun-tahun, ia menampakkan wajah tenang, acuh tak acuh, dan hanya
sekali saja ia menangis. Kini, ia menangis keras dan lama atas perpisahannya
dengan kekasih satu-satunya. Ketika masa berkabung usai, Layla kembali ke rumah
ayahnya. Meskipun masih berusia muda, Layla tampak tua, dewasa, dan bijaksana,
yang jarang dijumpai pada diri wanita seusianya. Sementara api cintanya makin
membara, kesehatan Layla justru memudar karena ia tidak lagi memperhatikan
dirinya sendiri. Ia tidak mau makan dan juga tidak tidur dengan baik selama
bermalam-malam. Bagaimana ia bisa memperhatikan kesehatan dirinya kalau yang
dipikirkannya hanyalah Majnun semata? Layla sendiri tahu betul kalau ia tidak akan sanggup
bertahan lama. Akhirnya, penyakit batuk parah yang mengganggunya selama beberapa bulan
pun menggerogoti kesehatannya. Ketika Layla meregang nyawa dan sekarat, ia masih
memikirkan Majnun. Ah, kalau saja ia bisa berjumpa dengannya sekali lagi
untuk terakhir kalinya! Ia hanya membuka matanya untuk memandangi pintu
kalau-kalau kekasihnya datang. Namun, ia sadar kalau waktunya sudah habis dan ia
akan pergi tanpa berhasil mengucapkan salam perpisahan kepada Majnun. Pada suatu
malam di musim dingin, dengan matanya tetap menatap pintu, ia pun meninggal
dunia dengan tenang sambil bergumam, Majnun.. Majnun.. Majnun.

Kabar tentang kematian Layla menyebar ke segala penjuru negeri dan, tak lama
kemudian, berita kematian Layla pun terdengar oleh Majnun. Mendengar kabar itu, ia pun
jatuh pingsan di tengah-tengah gurun sahara dan tetap tak sadarkan diri selama beberapa hari.
Ketika kembali sadar dan siuman, ia segera pergi menuju desa Layla. Nyaris tidak sanggup
berjalan lagi, ia menyeret tubuhnya di atas tanah. Majnun bergerak terus tanpa henti hingga
tiba di kuburan Layla di luar kota . Ia berkabung dikuburannya selama beberapa hari. Ketika
tidak ditemukan cara lain untuk meringankan beban penderitaannya, perlahan-lahan ia
meletakkan kepalanya di kuburan Layla kekasihnya dan meninggal dunia dengan tenang.
Jasad Majnun tetap berada di atas kuburan Layla selama setahun. Belum sampai setahun
peringatan kematiannya ketika segenap sahabat dan kerabat menziarahi kuburannya, mereka
menemukan sesosok jasad terbujur di atas kuburan Layla. Beberapa teman sekolahnya
mengenali dan mengetahui bahwa itu adalah jasad Majnun yang masih segar seolah baru mati
kemarin. Ia pun dikubur di samping Layla. Tubuh dua kekasih itu, yang kini bersatu dalam
keabadian, kini bersatu kembali.
Mengidentifikasi Teks Resensi Berjudul Layla Majnun Karya Syaikh Nizami Berdasarkan
Unsur-Unsurnya :

1. Judul Resensi
2. Identitas Buku
3. Pendahuluan
4. Biografi
5. Isi Meliputi Sinopsis Buku, Kelebihan dan Kekurangan Buku
6. Penutup

1. Judul Resensi : Layla Majnun

2. Identitas Buku
 Judul Buku : Layla Majnun
 Penulis : Nizami Ganjavi
 Penerbit : Navila
 Kota Terbit : Yogyakarta
 Tahun Terbit : 2010
 Cetakan ke- : 1
 Deskripsi Fisik : 236 Halaman
 ISBN : 978-979-306-544-1

3. Pendahuluan :
Novel yang akan saya analisis adalah Layla Majnun karya Nizami. Novel ini
merupakan novel sastra yang berhasil memadukan tema cinta dan latar belakang
budaya suatu bangsa.
Layla Majnun merupakan kisah cinta klasik yang dikisahkan dari mulut
kemulut ditanah Arab sejak Dinasti Umayyah berkuasa (661-750 M) . Diyakini oleh
banyak orang, roman ini didasarkan pada kisah nyata tentang seorang pemuda Qays
Putra Al-Mulawwah, penguasa Bani Amir di Arabia.

4. Biografi :
Nezami-ye Ganjavi atau Nezami, yang nama lengkapnya adalah Nizam ad-Din
Abu Muhammad Ilyas Ibn-Zaki Ibn-Muayyid, adalah penyair yang dianggap sebagai
penyair epik romantik terbesar dalam literatur Persia yang membawa gaya bahasa
sehari-hari dan realistik ke epik Persia. Warisannya dihargai dan dibagikan secara luas
oleh Afghanistan, Azerbaijan, Iran, wilayah Kurdistan dan Tajikistan .

Lahir pada tahun 1141 di Ganja ( Seljuk Persia, Azerbaijan modern )


dan wafat pada tahun 1209 di Ganja Ganja ( Dinasti Shirvanshah, Azerbaijan
modern ) dan dimakamkan di Nizami Mausoleum, Ganja, Azerbaijan.
Nizami lahir dari latar belakang perkotaan di kerajaan Ganja dan diyakini
telah menghabiskan seluruh hidupnya di Kaukasus Selatan. Nizami menjadi yatim
piatu lebih awal dan dibesarkan oleh pamannya, Khwaja Umar, yang mengambil
tanggung jawab untuknya dan memberinya pendidikan yang sangat baik. Ibunya
bernama Ra’isa berasal dari Kurdi dan ayahnya bernama Yusuf.

Nizami adalah seorang penyair yang terpelajar dan master gaya liris dan
sensual. Penyair diharapkan berpengalaman dalam banyak mata pelajaran tapi Nizami
tampaknya sangat luar biasa. Puisi-pusinya menunjukkan bahwa ia tidak hanya
mengenal sepenuhnya literatur Arab dan Persia dan daengan tradisi lisan dan tulisan
yang populer dan lokal, tetapi juga akrab dengan berbagai bidang seperti matematika,
astronomi, astrologi, alkimia, kedokteran, botani, tafsir Al-qur’an, teori dan hukum
islam, mitos dan legenda Iran, sejarah, etika, filsafat dan pemikiran esoteris, musik
dan seni visual.

Berikut beberapa karya-karya dari Nizami Ganjavi diantarnya ada Layla


Majnun, Khamsa Of Nizami, Makhzan al-Asrar, Khosrow and Shirin dan masih
banyak lagi .

5. Isi meliputi sinopsis buku, kelebihan dan kekurangan buku :

 Sinopsis :
Duhai betapa dunia akan bermuram durja bila engkau tidak pernah
berkunjung kerumah seorang kekasih dan tidak memiliki seorang kekasih
untuk menghiburmu .
Layla Majnun adalah dua insan manusia yang memiliki ketulusan cinta
yang telah membuat mereka menjadi pecinta sejati, yang tak terbatas pada
cinta kepada sang kekasih, namun semangat cinta telah membuat Qays dan
Layla manusia yang mencintai alam dan cinta perdamaian.
Cinta alih-alih membelenggu, justru membebaskan mereka dari nafsu
keduniaan. Inilah kisah pencarian terhadap kesejatian cinta. Kisah cinta dua
anak manusia yang akan membuka mata hati anda tentang makna perjuangan
dalam mempertahankan cinta sejatinya dan tentang makna cinta yang akan
membuat anda yakin dengan ketulusan cinta.

Unsur intrinsik novel :

a) Tema

 Cinta yang abadi antara anak manusia


 Tentang kesejatian cinta antara dua insan manusia yaitu Layla
Majnun.
 Perjuangan seorang pecinta untuk menggapai cinta sejatinya.
 Cinta yang membuat seseorang pecinta menjadi gila.

b) Tokoh

 Tokoh Utama : Layla dan Qays (Majnun)


 Tokoh Kedua : Naufal dan Ibnu Salam
 Tokoh Ketiga / Tokoh Pembantu : Syed Omri, Ayah Layla,
Ishaq dan Zayd
 Tokoh Piguran : Ibu Qays atau Majnun dan Warga.

c) Penokohan

 Tokoh Utama :

Tokoh Layla “disini digambarkan sebagai gadis yang cantik,


sabar dan penurut. Akan tetapi ia lemah sehingga ia tidak
mempunyai kekuatan untuk menolak perintah ayahnya. Layla
yang sabar menunggu kekasihnya sampai ia terkubur oleh tanah
dengan batu nisan.”

Tokoh Qays (Majnun) “yang memiliki sifat yang mudah putus


asa dengan dikisahkan bagaimana perilaku Majnun setelah ia
pisah dengan Layla. Majnun yang hidup dengan keputusasahan
dan penderitaan hanya karena cintanya pada Layla. Perilaku
Majnun yang dianggap banyak orang bahwa ia gila sehingga ia
dijuluki Majnun.”

 Tokoh Kedua :

Tokoh Naufal “seorang pengembara yang terkenal yang


memiliki sifat pemberani, bersahabat, baik dan jujur. Hal itu
bisa dilihat ketika Naufal menolong Majnun, dan Naufal rela
menukarkan nyawanya berperang dan berperang melawan
kabilah Qhatibiah asal keluarga Layla menyetujui Qays untuk
meminang Layla meskipun Naufal gagal karena ia tidak tega
dengan ayahnya Layla.”

Tokoh Ibnu Salam “suami Layla, Ibnu Salam yang sabar


menunggu sampai Layla bisa mencintai sepenuh hatinya
sampai Ibnu Salam wafat karena rasa sakit dalam hati yang
diderita karena cintanya pada Layla”.

 Tokoh Ketiga/Pembantu :

Tokoh Syed Omri ayah dari Majnun” yang memiliki sifat


bijaksana dan baik dengan kekayaannya yang berlimpah akan
tetapi ia tidak begitu mengenal apa itu cinta sebenarnya, ia
lebih membangga-banggakan kekayaannya yang berlimpah.
Yang dalam kisah ia datang meminang Layla untuk Qays
dengan membawa emas yang belimpah. Ia mengira dengan
emas ia bisa membawa Layla untuk anaknya yang gila karena
cinta”.

Tokoh ayah Layla “memiliki sifat yang tegas dan sangat


mempunyai pendirian, dan sangat menjaga harga diri dari bani
Qhatibiah, hal itu bisa dilihat ketika ayah Layla menjauhkan
Layla dari Qays dan ia tidak sudi menikahkan puterinya yang
cantik jelita dengan orang gila, ia tidak mau mencoreng nama
baik Bani Qhatibiah”.

Tokoh Ishaq dan Zayd “seseorang yang mempunyai sifat


fathonah yaitu seseorang yang dapat dipercaya. Mereka berdua
yaitu seseorang yang pernah disuruh Layla untuk
menyampaikan pesan Layla pada Majnun”.

 Tokoh Piguran :

Tokoh Ibu Qays atau Majnun “memiliki sifat penyayang,


penyabar, selalu menuruti kemauan anaknya demi kebahagian
anaknya Qays/ Majnun tetapi anaknya tidak pernah menuruti
kemauannya hingga ajalnya menjemput”.

Warga “memiliki sifat tidak perduli dengan keadaan sekitar dan


lain sebagainya.”

d) Alur
Alur yang di gunakan dalam novel Layla Majnun adalah alur maju
karena menceritakan mulai dari awal bahagianya Layla dan
Qays/Majnun ketika mereka bertemu sampai mereka dipisahkan oleh
maut meskipun cinta kedua insan manusia tersebut tidak pernah
bersatu di dunia tempat mereka hidup.

e) Sudut Pandang
Dalam kisah roman ini, si pengarang menggunakan sudut pandang
orang ketiga yaitu tepatnya si pengarang menceritakan kisah seseorang
bernama Majnun atau dengan nama aslinya yaitu Qays dan kekasih
Qays yaitu beranama Layla.

f) Amanat
Dalam novel yang berjudul Layla Majnun ini saya banyak
mendapatkan pesan maupun moral. Kisah seorang Majnun atau Qays
yang menjadi gila hanya karena cinta. Memang benar cinta itu
segalanya bagi remaja, cinta bisa menjadi racun sekaligus menjadi obat
bagi yang merasakannya. Dengan cinta kita bisa merasakan indahnya
dunia, namun juga karena cinta kita bisa mengalami penderitaan yang
tak terukur bagaimana rasanya. Qays dan Layla, dua sejoli yang sudah
terperangkap dalam naungan cinta. Dalam roman ini kita bisa
mengetahui bagaimana cinta itu sesungguhnya, akan tetapi kita tidak
boleh teperangkap oleh duri cinta yang mengandung racun sehingga
kita lupa akan segalanya, melupakan semua yang ada disekeliling kita,
sanak saudara kita bahkan kita melupakan bagaimana hidup yang
semestinya. Bisa dilihat pada Qays yang putus asa ketika dipisahkan
dengan Layla. Hidup Qays yang semakin memburuk bahkan dicela
semua orang dengan sebutan orang gila. Qays yang dalam hidupnya
hanya bisa menyebut nama Layla terus menerus dan melantunkan
syair-syair indah yang keluar dari bibirnya. Juga dalam kisah novel ini
kita bisa memetik kebijaksanaan dalam kehidupan. Kita tidak butuh
semua harta ataupun kekayaan melimpah ketika harta itu tidak bisa
ditukar dengan keindahan yang dirasakan oleh Qays.

 Kelebihan dan Kekurangan dari segi fisik

 Kelebihannya covernya lumayan bagus, simpel dan ada frasa yang


menarik orang untuk membaca yaitu “Roman cinta paling abadi dan
populer” dan jenis kertas yang digunakan itu Book paper dan kertas
dengan jenis itu kualitasnya sangat bagus dan sangat cocok digunakan
untuk kertas novel. Untuk kekurangan dari segi fisiknya menurut saya
tidak ada semuanya bagus-bagus saja.

 Kelebihan dan Kekurangan dari Segi Non Fisik :

 Alur ceritanya mudah dipahami karena menggunakan satu alur saja


yaitu alur maju dan didalam novel ini memakai bahasa yang tinggi,
banyak sekali syair-syair yang membuat orang-orang terpanah karena
keindahan syairnya. Tetapi, karena menggunakan bahasa yang tinggi
membuatnya untuk sulit dipahami, bagi orang yang awam akan sangat
sukar untuk menafsirkannya.

6. Penutup
Dari analisis novel yang telah saya paparkan diatas, maka dapat saya
simpulkan bahwa, tema dari novel ini adalah tentang percintaan yang kental dengan
nuansa religi, yang terjadi di sekitar Timur Tengah. Dapat kita lihat, cara mereka
mencintai juga bernuansa religi, tidak vulgar, namun tampak secara perlahan. Alur
yang digunakan pada novel ini merupakan alur maju. Tokoh-tokoh yang terdapat
dalam novel ini adalah Qays, Layla, Syed Omri, Ibu Qays, Naufal, Ayah Layla, Ishaq,
Zayd, Ibnu Salam dan warga. Latar ini ada tiga macam, yaitu latar tempat, latar
waktu, dan latar suasana. Latar tempat di Arabia, latar waktu malam hari, dan latar
suasana yang hampir mendominasi adalah suasana mengharukan dan gaya bahasa
yang digunakan penulis adalah bahasa kiasan dan perbandingan.
Dan menurut saya novel ini pantas dibaca untuk siapa saja, terutama untuk
kaum pecinta. Sesuai konsep nya yang inspirasional, novel ini memberikan kita
banyak inspirasi, pesan dan kesan yang dapat mengalir hingga ke lubuk hati dan
pikiran.

7. Kaidah Kebahasaan :

1. Menggunakan konjungsi penerang : bahwa, yakni, yaitu


 Kecuali satu hal bahwa ia tak punya seorang anakpun.
 Gadis-gadis sering dilamar pada usia yang masih sangat muda yakni
sembilan tahun.
 Akhirnya, Qays dikenal dengan nama ini, yakni “Majnun” .
 Ia tahu bahwa Layla telah dipingit oleh orang tuanya di rumah.
 Yang dengan bijaksana menyadari bahwa jika Layla dibiarkan bebas
bepergian, ia pasti akan menjumpai Majnun.
 Majnun merasa yakin bahwa sungai itu akan menyampaikan pesan
cintanya kepada Layla.
 Ia menyapa burung-burung dan meminta mereka untuk terbang kepada
Layla serta memberitahunya bahwa ia dekat.
 Ia memejamkan matanya sembari membayangkan bahwa ia mendengar
suara Qays didalamnya
 Ia akan mengambil dedaunan dan bunga yang dibawa oleh angin atau
sungai dan tahu bahwa semuanya itu berasal dari Qays.
 Sekalipun sudah diberitahu bahwa Majnun akan datang.
 Ia tidak percaya bahwa pertemuan itu benar-benar terjadi.
 “Engkau tahu benar, kawan, bahwa ada dua hal yang sangat penting bagi
kebahagiaan, yaitu “Cinta dan Kekayaan”.
 Aku bisa memastikan bahwa aku sanggup memberi mereka cukup banyak
uang untuk mengarungi kehidupan yang bahagia dan menyenangkan.
 Qays dikirim untuk menunaikan ibadah haji ke Mekah dengan harapan
bahwa Allah akan merahmatinya.
 Ayahnya kemudian tahu bahwa tak ada lagi yang bisa ia lakukan untuk
anaknya.
 Banyak orang berkesimpulan bahwa Majnun dibunuh oleh binatang-
binatang gurun sahara.
 Segera saja ia pun tahu bahwa ini adalah Majnun yang terkenal.
 Karena secara naluri mengetahui bahwa Majnun tidak akan mencelakakan
mereka.
 Mereka sangat gembira dan bahagia bahwa Majnun masih hidup.
 Tolong lupakan bahwa engkau pernah mempunyai seorang anak.
 Mereka yakin bahwa peristiwa itu telah mempermalukan seluruh
keluarga.
 Karena mereka tahu bahwa Majnun tidak kuat lama dikunjungi banyak
orang.
 Layla menegaskan kepada suaminya bahwa ia tidak pernah bisa
mencintainya.
 Ibnu Salam percaya bahwa sesudah hidup bersamanya beberapa waktu
lamanya.
 Janganlah pernah lupa bahwa ada seseorang yang,
 Orang-orang mengira bahwa ia berkabung atas kematian Ibnu Salam,
 Beberapa teman sekolahnya mengenali dan mengetahui bahwa itu adalah
jasad Majnun yang masih segar seolah baru mati kemarin.

2. Menggunakan konjungsi temporal : sejak, semenjak, kemudian, akhirnya.


 Tak lama kemudian, doa mereka dikabulkan,
 Sejak awal, Qays telah memperlihatkan kecerdasan dan kemampuan fisik
istimewa.
 Sejak hari pertama masuk sekolah, mereka sudah saling tertarik satu sama
lain.
 Akhirnya, Qays dikenal dengan nama ini, yakni “Majnun.”
 Sejak ia berhenti masuk sekolah,
 Akhirnya, mereka bersama lagi!
 Ia menangis sedemikian hebat hingga akhirnya jatuh ke lantai dalam
keadaan pingsan.
 Ayahnya kemudian tahu bahwa tak ada lagi yang bisa ia lakukan untuk
anaknya.
 Kemudian, ia mengedarkan pandangan ke arah kejauhan.
 Akhimya, orang liar itu berbicara.
 Kemudian, sang musafir itu pergi dan melanjutkan perjalanannya.
 Akhimya, sang kepala suku, ayah Majnun, mendengar berita itu.
 Kemudian, ketika ia diperbolehkan menyendiri di taman,
 Akhirnya, penyakit batuk parah yang mengganggunya selama beberapa
bulan pun menggerogoti kesehatannya.
 Tak lama kemudian, berita kematian Layla pun terdengar oleh Majnun.

3. Menggunakan konjungsi penyebab : karena, sebab


 Sebab Qays dicintai oleh semua orang.
 karena alasan inilah mereka menyebutnya Layla-Sang Malam.
 Sebab engkau pastilah seorang mulia dan terhormat, jawab ayah Layla.
 Karena secara naluri mengetahui bahwa Majnun tidak akan mencelakakan
mereka.
 Sebab ini akan meringankan beban kesedihan ayah.
 Karena-nya, orangtua Layla memingitnya dalam kamamya.
 Karena Majnun sangat terkenal di seluruh negeri,
 Karena mereka tahu bahwa Majnun tidak kuat lama dikunjungi banyak
orang.
 Karena sedemikian bersimpati kepada Majnun, Amr sama sekali tidak
bisa memahami hal ini.
 Katanya. “Karena itu, jangan membuang-buang waktumu.
 Selang beberapa lama, karena terbiasa dengan cara hidup aneh ini,
 Kesehatan Layla justru memudar karena ia tidak lagi memperhatikan
dirinya sendiri.

4. Menggunakan pernyataan yang berupa saran : jangan, harus, hendaknya


 “Wahai Segala Kekasih, jangan biarkan pohon kami tak berbuah.
 “Aku harus melakukan sesuatu.
 Jangan-lah pernah lupa bahwa ada seseorang yang, meskipun tubuhnya
hancur berkeping-keping, hanya akan memanggil-manggil namamu,
Layla.

Anda mungkin juga menyukai