Anda di halaman 1dari 14

BAB 2

LANDASAN TEORI
2.1 Perencanaan dan Pengendalian Produksi
2.1.1 Konsep Dasar Sistem Produksi
Menurut Gaspersz (2012, p. 7), suatu proses dalam sistem produksi
merupakan integrasi sekuensial dari tenaga kerja, material, informasi, metode
kerja, dan mesin atau peralatan dalam suatu lingkungan guna menghasilkan
nilai tambah bagi suatu produk. Terdapat lima desain sistem produksi sebagai
respon terhadap permintaan konsumen (Gaspersz, 2012, p. 11):
1. Design-to-Order / Engineer-to-Order
2. Make-to-Order
3. Assemble-to-Order
4. Make-to-Stock
5. Make-to-Demand

2.1.2 Konsep Perencanaan dan Pengendalian Produksi


Menurut Nasution & Prasetyawan (2008, p. 15), perencanaan dan
pengendalian produksi adalah suatu proses perencanaan dan pengendalian
aliran material yang masuk dan keluar dari suatu sistem produksi guna
memenuhi permintaan dengan jumlah yang tepat dan dengan biaya yang
minimum. Terdapat enam strategi sistem perencanaan dan pengendalian
produksi, dimana manajemen industri dapat memilih salah satu atau
mengkombinasikan lebih dari satu strategi. Keenam strategi tersebut adalah
(Gaspersz, 2012, p. 23):
1. Project Management System
2. Material&Capacity Requirement Planning (M&CRP) dan Manufacturing
Resource Planning (MRP II)
3. Just-in-Time (JIT) atau Lean
4. Continuous Process Control
5. Flexible Control System
6. Agile Control System
Menurut Gaspersz (2012, p. 42), sistem M&CRP dan MRP II telah
terbukti lebih baik dan telah menjadi pilihan tradisional selama ini untuk
desain produksi Make-to-Order, Assemble-to-Order, atau Make-to-Stock.
Menurut survei yang dilakukan oleh Jonsson dan Mattson (2006), 75%
perusahaan manufaktur menggunakan MRP sebagain metode utama untuk
perencanaan bahan baku. Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh Pandey
et al (2000), Ornek & Cengiz (2006), serta Taal & Wortmann (1997), MRP
relatif lebih mudah digunakan dan dipahami oleh user sehingga MRP lebih
banyak dipilih sebagai metode utama (Milne, Wang, Yen, & Fordyce, 2012,
p. 1566).
Sedangkan menurut (Agrawal, 2010, p. 101) yang mengutip Kimura
dan Terada (1981), Just-in-Time (JIT) merupakan konsep produksi untuk
menentukan kebutuhan suatu item pada waktu yang dibutuhkan. Sistem yang
pada prinsipnya sangat mirip dengan pull system ini dikendalikan oleh
informasi pada downstream yang pada dasarnya lebih berkaitan kepada
Make-to-Stock. Dengan memperhatikan tipe perusahaan yang merupakan
Make-to-Order dan dengan mempertimbangkan skala perusahaan, maka

4
5

Material Requirement Planning (MRP) lebih cocok dan memungkinkan


untuk diterapkan pada PT Artistika Kreasi Mandiri.

2.2 Peramalan
2.2.1 Konsep Dasar Peramalan
Peramalan merupakan input dasar yang digunakan dalam
pengambilan keputusan dari suatu proses manajemen operasi karena
menyediakan informasi permintaan di masa depan (Svenson, 2009, p. 72).
Menurut Render, Stair, & Hanna (2009, p. 178) teknik peramalan secara
umum dapat dibedakan sebagai berikut (lihat Gambar 2.1).

S
umber: (Render, Stair, & Hanna, 2009, p. 179)
Gambar 2.1 Tipe-tipe Teknik Peramalan
Time-series methods merupakan metode peramalan yang didasarkan
hanya pada informasi dan pola data di masa lalu untuk meramalkan nilai di
masa depan pada suatu rangkaian tertentu. Beberapa pola tersebut antara lain
tren, musiman, siklus, dan acak. Sedangkan causal methods merupakan
peramalan yang diturunkan dari hasil analisis data disamping data hasil
peramalan rangkaian waktu yang dilakukan, sehingga terdapat variabel
dengan nilai yang berkaitan dengan nilai yang diramalkan (Nahmias, 2009,
pp. 57-58).
2.2.2 Teknik Peramalan
Menurut Baroto (2002, pp. 32-34), pada pola data tren dan acak,
metode peramalan yang sesuai untuk digunakan antara lain adalah regresi
linier, exponential smoothing, atau double exponential smoothing.
Berdasarkan hal tersebut, teknik peramalan yang digunakan dalam studi
kasus ini antara lain:
1. Double exponential smoothing satu parameter (Metode Brown)
Pada teknik double exponential smoothing satu parameter (Metode
Brown), perhitungan menambahkan satu parameter (Ginting, 2007, p. 53):
(2.1)
(2.2)
Dimana:
S’t = Single exponential smoothing pada periode t
S’’t = Double exponential smoothing pada periode t
Rumus untuk menghitung peramalan periode t adalah sebagai berikut:
(2.3)
(2.4)
(2.5)
2. Double exponential smoothing dua parameter (Metode Holt)
Pada teknik double exponential smoothing dua parameter (metode Holt),
perhitungan memerlukan dua konstanta smoothing, α dan β, serta
6

menggunakan dua perhitungan smoothing yang dirumuskan sebagai


berikut (Nahmias, 2009, p. 77):
(2.6)
(2.7)
(2.8)

Dimana:
St = Intercept pada periode t
Gt = Slope pada periode t
α = Konstanta smoothing pada intercept
β = Konstanta smoothing pada slope
τ = jarak antar waktu peramalan
3. Regresi Linier
Perumusan peramalan pada teknik ini adalah sebagai berikut (Nahmias,
2009, pp. 75-76):
(2.9)
Dimana:
Ft = Peramalan permintaan
b = Derajat kemiringan persamaan garis regresi
a = Konstanta y bila x = 0
t = Periode
Untuk mencari nilai a dan b dilakukan perhitungan berikut:
(2.10)

(2.11)
(2.12)

(2.13)
Dimana:
= Rata-rata permintaan
Di = Permintaan pada periode i
n = Periode waktu
2.2.3 Keakuratan Peramalan
Render, Stair, dan Hanna (2009, pp. 182-183) mengatakan bahwa
tingkat kesalahan dari hasil suatu peramalan dapat dilihat dari selisih antara
nilai peramalan dengan nilai sebenarnya. Beberapa cara untuk mengukur
keakuratan peramalan dilihat dari nilai Mean Absolute Deviation (MAD),
Mean Squared Error (MSE), serta Mean Absolute Percent Error (MAPE)
yang dirumuskan sebagai berikut:
(2.14)

(2.15)

(2.16)

2.3 Perencanaan Agregat


Menurut Nahmias (2009, p. 125), perencanaan agregat merupakan
perencanaan pengambilan keputusan mengenai berapa banyak karyawan yang
7

harus dipertahankan dan berapa banyak barang yang harus diproduksi.


Beberapa biaya di dalam perencanaan agregat antara lain (Nahmias, 2009, p.
130):
1. Smoothing costs, yaitu biaya tambahan sebagai hasil dari perubahan
tingkat produksi dari suatu periode ke periode berikutnya.
2. Holding costs, yaitu biaya tambahan sebagai hasil dari penyimpanan
inventori.
3. Shortage costs, yaitu biaya yang dihasilkan pada tingkat inventori yang
negatif.
4. Regular time costs, yaitu biaya yang dihasilkan dari proses produksi tiap
unit produk selama jam kerja reguler.
5. Overtime and subcontracting costs, yaitu biaya yang dihasilkan dari
proses produksi tiap unit produk di luar jam kerja reguler.
6. Idle time costs, yaitu biaya menunggu. Kebanyakan biaya ini bernilai nol.
Secara umum terdapat tiga strategi untuk mengevaluasi perencanaan
agregat (Nahmias, 2009, pp. 135-138):
1. Chase Strategy (Zero Inventory Plan), dimana penyesuaian tingkat
produksi dilakukan dengan menambah dan mengurangi pekerja sesuai
dengan kebutuhan (persediaan = nol).
2. Constant Workforce Plan, dimana penyesuaian tingkat produksi
dilakukan dengan menyimpan kelebihan produksi (tidak ada penambahan
atau pengurangan pekerja).
3. Mixed Strategies and Additional Constrants, dimana penyesuaian tingkat
produksi dilakukan dengan menggabungkan antara Zero Inventory Plan
dengan Constant Workforce Plan.

2.4 Master Production Scheduling (MPS)


Menurut Gaspersz (2012, pp. 220-221), Master Production
Scheduling (MPS) merupakan suatu cara untuk menyusun dan
memperbaharui jadwal produksi induk yang memiliki empat fungsi utama,
yaitu:
1. Menyediakan input utama kepada sistem Material Requirement Planning
(MRP) dan Capacity Requirement Planning (CRP).
2. Menjadwalkan pesanan-pesanan produksi dan pembelian untuk item-item
MPS.
3. Memberikan landasan untuk menentukan kebutuhan sumber daya dan
kapasitas.
4. Memberikan basis untuk pembuatan janji tentang penyerahan produk
kepada pelanggan.
Bentuk atau format umum dari rancangan MPS dapat dilihat pada
Tabel 2.1 dibawah ini (Gaspersz, 2012, p. 244):
8

Tabel 2.1 Bentuk Umum dari Master Production Scheduling


Item No: Description:
Lead Time: Safety Stock:
On Hand: Demand Time Fences:
Lot Size: Planning Time Fences:

Past Due

Aug-13
Apr-13

Nov-13
Mei-13

Dec-13
Jun-13

Oct-13
Sep-13
Jul-13
Periode

Sales Forecast <->


Actual Orders
Projected Available
Balance
Available to Promises
Master Scheduled
Sumber: (Gaspersz, 2012, p. 244).
Keterangan dan rumus perhitungan dari Tabel 2.1 tersebut antara lain
(Gaspersz, 2012, pp. 244-248):
- Lead Time, yaitu waktu yang diperlukan untuk memproduksi atau membeli
suatu item.
- On Hand, yaitu nilai inventori awal yang tersedia secara fisik.
- Lot Size, yaitu jumlah item yang biasanya dipesan dari pabrik/pemasok.
- Safety Stock, yaitu stok pengaman yang difungsikan untuk mencegah
fluktuasi dalam ramalan penjualan.
- Demand Time Fence (DTF), yaitu periode mendatang dari MPS dimana
dalam periode ini perubahan-perubahan terhadap MPS tidak dapat diterima.
- Planning Time Fence (PTF), yaitu periode mendatang dari MPS dimana
dalam periode ini perubahan-perubahan terhadap MPS dievaluasi guna
mencegah ketidaksesuaian jadwal yang akan menimbulkan kerugian.
- Time Periods for Display, yaitu banyaknya periode waktu yang ditampilkan
dalam format MPS.
- Sales Forecast (SF), yaitu nilai peramalan penjualan item yang
dijadwalkan.
- Actual Orders (AO), yaitu jumlah pesanan yang diterima dan bersifat pasti.
- Projected Available Balances (PAB), yaitu proyeksi on-hand inventory
selama waktu perencanaan MPS, yang menunjukkan status inventori yang
diproyeksikan pada setiap akhir periode dalam waktu perencanaan MPS.
Nilai PAB didapatkan dari formulasi sebagai berikut:
(2.17)
(2.18)
atau
(2.20)
- Available-To-Promise (ATP), yaitu informasi mengenai estimasi waktu
penyelesaian produksi dapat dilakukan. Nilai ATP didapatkan dari
formulasi sebagai berikut:
(2.19)
(2.20)
9

- Master Scheduled (MS), yaitu jadwal produksi yang diantisipasi untuk item
tertentu. Nilai MS didapatkan dari formulasi sebagai berikut:
(2.21)

2.5 Material Requirement Planning (MRP)


Gaspersz (2012, p. 266) menyatakan bahwa MRP adalah suatu
metode penjadwalan untuk purchased planned orders dan manufactured
planned orders. Metode MRP merupakan metode perencanaan dan
pengendalian pesanan dan inventori untuk item-item dependent demand,
seperti bahan baku, parts, subassemblies, dan assemblies, dimana semua hal
tersebut biasa disebut sebagai manufacturing inventories.
Prinsip MRP adalah memperoleh material yang tepat dari sumber
yang tepat untuk penempatan yang tepat pada waktu yang tepat. Sebagai
suatu sistem, lima input utama MRP antara lain adalah (Gaspersz, 2012, pp.
267-269):
1. Master Production Scheduling (MPS)
2. Bill of Material (BOM)
3. Item Master
4. Orders
5. Requirements
2.5.1 Struktur MRP
Gambaran mengenai input yang dibutuhkan, serta output yang
dihasilkan dari suatu sistem MRP dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut:

Sumber: (Baroto, 2002, p. 145)


Gambar 2.2 Struktur Sistem MRP
2.5.2 Tahapan Pembuatan MRP
Terdapat empat tahapan dalam pembuatan MRP, yaitu (Baroto, 2002,
pp. 149-154):
1. Netting, yaitu proses perhitungan untuk menetapkan jumlah kebutuhan
bersih, yang besarnya merupakan selisih antara kebutuhan kotor dengan
keadaan persediaan. Beberapa data yang diperlukan pada tahapan ini
antara lain kebutuhan kotor untuk setiap periode, persediaan yang dimiliki
pada awal perencanaan, serta rencana penerimaan untuk setiap periode
perencanaan.
10

2. Lotting, yaitu proses untuk menentukan besarnya jumlah pesanan optimal


untuk setiap item secara individual berdasarkan hasil perhitungan
kebutuhan bersih yang telah dilakukan. Beberapa teknik lotting antara lain
lot for lot, economic order quantity, fix order quantity, dan lain-lain.
3. Offseting, yaitu proses untuk menentukan saat yang tepat untuk melakukan
rencana pemesanan dalam rangka memenuhi kebutuhan bersih. Rencana
pemesanan diperoleh dengan mengurangkan ukuran lot awal yang
diinginkan dengan besarnya lead time.
4. Explosion, yaitu proses untuk menghitung kebutuhan kotor untuk tiap
item/komponen yang lebih bawah, yang didasarkan pada rencana
pemesanan item-item produk pada level yang lebih atas.
2.5.3 Format MRP
Bentuk atau format umum dari MRP dapat dilihat pada Tabel 2.2
(Gaspersz, 2012, p. 271):
Tabel 2.2 Bentuk Umum dari Material Requirement Planning
Part No: Description:
BOM UOM: On Hand:
Lead Time: Order Policy:
Safety Stock: Lot Size:

May-13

Aug-13
Apr-13

Nov-13

Dec-13
Jun-13

Oct-13
Sep-13
Jul-13
Periode Past Due

Gross Requirement
Scheduled Receipts
Projected Available
Balance 1 (PAB 1)
Net Requirement
Planned Order Receipt
Planned Order Release
Projected Available
Balance 2 (PAB 2)
Sumber: (Gaspersz, 2012, p. 271).
Keterangan dan rumus perhitungan dari Tabel 2.2 tersebut antara lain
(Gaspersz, 2012, pp. 271-277):
- Lead Time, yaitu jangka waktu yang dibutuhkan dari waktu MRP
menyarankan suatu pesanan sampai item yang dipesan siap digunakan.
- On Hand, yaitu kuantitas item yang secara fisik tersedia.
- Lot Size, yaitu kuantitas yang harus dipesan serta teknik lot-sizing yang
digunakan.
- Safety Stock (SS), yaitu stok aman untuk mencegah fluktuasi permintaan.
- Planning Horizon, yaitu banyaknya waktu yang tercakup dalam
perencanaan.
- Gross Requirements, yaitu total dari semua kebutuhan, termasuk kebutuhan
antisipatif untuk setiap periode waktu. Pada bahan baku nilai ini didapatkan
dari nilai Master Scheduled pada MPS. Sedangkan pada material nilai ini
didapatkan dari nilai Planned Order Release material yang berada pada
level diatasnya dikalikan dengan kuantitas bahan baku yang digunakan.
11

- Scheduled Receipt, yaitu total penerimaan yang dijadwalkan.


- Projected Available Balance 1, yaitu projected availabel balance yang
tidak termasuk planned orders. Nilai PAB 1 didapatkan dari formulasi
sebagai berikut:
PAB1t = PAB2t-1 – Gross Requirementt + Scheduled Receiptt (2.22)
- Net Requirements (NR), yaitu kekurangan material yang diproyeksikan
untuk suatu periode. Nilai ini didapatkan dari formulasi sebagai berikut:
NRt = (-1*PAB1t) + Safety Stock (if NRt < SS) (2.23)
atau
NRt = 0 (if NRt > SS) (2.24)
- Planned Order Receipts, yaitu kuantitas pesanan pengisi kembali yang telah
direncanakan untuk diterima guna memenuhi kebutuhan bersih. Nilai
Planned Order Receipts didapatkan dari formulasi sebagai berikut:
(2.25)
- Planned Order Releases, yaitu kuantitas planned orders dikeluarkan dalam
periode tertentu agar item yang dipesan tersedia saat dibutuhkan. Nilai
Planned Order Release didapatkan dari formulasi sebagai berikut:
Planned Order Releaset = Planned Order Receiptt+lot size (2.26)
- Projected Available Balance 2, yaitu projected availabel balance yang
sudah termasuk planned orders. Nilai PAB 2 didapatkan dari formulasi
sebagai berikut:
PAB2t = PAB1t + Planned Order Receiptt (2.27)

2.6 Pengembangan Sistem Informasi


Menurut O’Brien & Marakas (2010, p. 4), sistem informasi
merupakan kombinasi dari manusia, hardware, software, jaringan
komunikasi, sumber data, serta kebijakan dan prosedur yang bertujuan untuk
menyimpan, memperoleh, mengubah, dan menyebarluaskan informasi di
dalam suatu organisasi.
Keseluruhan proses membangun, menyebarkan, menggunakan, serta
memperbaharui sistem informasi disebut sebagai Systems Development Life
Cycle (SDLC). Lima tahapan utama SDLC antara lain project planning
phase, analysis phase, design phase, implementation phase, dan support
phase (Satzinger, Jackson, & Burd, 2005, pp. 39-40).
2.6.1 Metodologi Pengembangan Sistem
Metodologi pengembangan sistem menyediakan suatu panduan untuk
menyelesaikan setiap aktivitas dalam pengembangan sistem, termasuk model,
tools, serta teknik secara spesifik. Salah satu metode yang paling awal
muncul adalah Unified Process. Fase di dalam Unified Process terdiri dari
inception, elaboration, construction, serta transition (Satzinger, Jackson, &
Burd, 2005, pp. 45-47).
Dalam pengembangan sistem, digunakan suatu model untuk
menggambarkan inputs, outputs, proses, objek, interaksi objek, lokasi,
jaringan, peralatan, serta hal lain diantaranya (Satzinger, Jackson, & Burd,
2005, p. 48). Suatu notasi yang mendefinisikan pemodelan sistem dalam
bentuk diagram adalah Unified Modeling Language (UML). UML merupakan
12

suatu set standar model yang dibangun dan notasi yang dikembangkan secara
spesifik untuk pengembangan berorientasi objek (Satzinger, Jackson, & Burd,
2005, p. 48). Pengembangan berorientasi objek unggul dalam hal perawatan,
dimana software dapat dimodifikasi untuk beradaptasi dengan perubahan
lingkungan (Din & Idris, 2009, p. 71).
2.6.2 Pemodelan Analisis Kebutuhan Sistem dengan Notasi UML
1. Activity Diagram
Activity diagram merupakan suatu diagram aliran kerja sederhana
yang mendeskripsikan berbagai aktivitas user (atau sistem), orang yang
melakukan aktivitas tersebut, serta urutan dari aliran aktivitasnya
(Satzinger, Jackson, & Burd, 2005, p. 144). Simbol-simbol pada activity
diagram dapat dilihat pada Gambar 2.3 berikut:

Sumber: (Satzinger, Jackson, & Burd, 2005, p. 145)


Gambar 2.3 Simbol-simbol pada Activity Diagram
2. Event Table
Menurut Satzinger, Jackson, & Burd (2005, pp. 166-167), event
merupakan kejadian pada waktu dan tempat tertentu yang dapat
digambarkan dan perlu untuk diingat. Dalam sebuah event table, terdapat
baris dan kolom yang menggambarkan kejadian-kejadian beserta
informasi yang berkaitan dengannya. Format pembuatan event table dapat
dilihat pada Gambar 2.4 berikut:

Sumber: (Satzinger, Jackson, & Burd, 2005, p. 175)


Gambar 2.4 Format Event Table
13

3. Use Case Diagram


Use case diagram merupakan diagram yang menggambarkan peran user
dan caranya berinteraksinya dengan sistem. Use case diagram juga berisi
mengenai proses-proses bisnis yang perlu didukung oleh sistem
(Satzinger, Jackson, & Burd, 2005, p. 213). Notasi dan contoh use case
diagram sederhana dapat dilihat pada Gambar 2.5 berikut:

Sumber: (Satzinger, Jackson, & Burd, 2005, p. 215)


Gambar 2.5 Notasi dan Contoh Use Case Diagram Sederhana
4. Use Case Description
Menurut Satzinger, Jackson, & Burd (2005, p. 220), use case
diagram dideskripsikan lebih lanjut kedalam suatu use case description
untuk menggambarkan kebutuhan pengembangan sistem pada tingkat
yang lebih detail. Menurut tingkat detail dari deskripsinya, use case
description dibedakan menjadi brief description, intermediate
description, dan fully developed description. Adapun tingkat detail dari
use case description yang digunakan dalam studi kasus ini adalah fully
developed description, dimana formatnya dapat dilihat seperti pada Tabel
2.3 berikut:
Tabel 2.3 Format Pembuatan Use Case Description

Sumber: (Satzinger, Jackson, & Burd, 2005, p. 223)


5. Domain Model Class Diagram
Menurut Satzinger, Jackson, & Burd (2005, p. 185), domain class
diagram merepresentasikan objek-objek yang terdapat pada sebuah sistem
ke dalam sebuah kelas. Kelas tersebut kemudian berisi entitas-entitas
yang saling berhubungan dan memiliki fungsi tertentu. Contoh dari suatu
domain model class diagram dapat dilihat pada Gambar 2.6 berikut:
14

Sumber: (Satzinger, Jackson, & Burd, 2005, p. 185)


Gambar 2.6 Contoh Domain Model Class Diagram
6. System Sequence Diagram
Menurut Satzinger, Jackson, & Burd (2005, p. 225), System
Sequence Diagram (SSD) merupakan suatu jenis dari interaction diagram
yang digunakan untuk menggambarkan aliran informasi yang berasal dan
keluar dari sistem otomatis. SSD mendokumentasikan input dan output
serta mengidentifikasi interaksi diantara aktor dan sistem. Contoh dari
suatu SSD sederhana dapat dilihat pada Gambar 2.7 berikut:

Sumber: (Satzinger, Jackson, & Burd, 2005, p. 229)


Gambar 2.7 Contoh System Sequence Diagram Sederhana
7. Statechart Diagram
Statechart diagram menggambarkan informasi mengenai status
dari suatu objek problem domain. Tidak semua kelas memerlukan
statechart, hanya kelas-kelas yang memerlukan pengawasan dalam
prosesnya yang memerlukannya. Contoh dari suatu statechart diagram
sederhana dapat dilihat pada Gambar 2.8 berikut:

Sumber: (Satzinger, Jackson, & Burd, 2005, p. 237)


Gambar 2.8 Contoh Statechart Sederhana
15

2.6.3 Pemodelan Desain Sistem dengan Notasi UML


1. Deployment Environment
Menurut Satzinger, Jackson, & Burd (2005, pp. 270-272),
deployment environment terdiri dari hardware, system software, dan
networking environment dalam suatu sistem yang akan beroperasi. Secara
umum, model arsitektur jaringan komputer terbagi menjadi dua, yaitu
centralized architecture dan distributed architecture.
2. First-Cut Design Class Diagram
Menurut Satzinger, Jackson, & Burd (2005, p. 309), first-cut
design class diagram dikembangkan dari domain model class diagram,
dengan penambahan: (1) Menguraikan atribut dengan tipe dan inisial
sesuai dengan nilainya, dan (2) Menambahkan arah panah navigasi.
Contoh dari first-cut design class diagram sederhana dapat dilihat pada
Gambar 2.9 berikut:

Sumber: (Satzinger, Jackson, & Burd, 2005, p. 307)


Gambar 2.9 Contoh First-Cut Design Class Diagram Sederhana
3. Three-Layer Sequence Diagram
Three-layer completed sequence diagram menunjukan asosiasi
suatu kelas dengan tiga lapisan, yaitu view layer classes yang merupakan
objek tampilan menu dan form yang dimaksud, business layer classes
yang merupakan pengendali objek dan kelas, serta data access layer
classes yang berisikan objek database kelas (Satzinger, Jackson, & Burd,
2010, p. 435). Notasi yang digunakan dalam pembuatan three-layer
sequence diagram dapat dilihat pada Tabel 2.4 berikut:
Tabel 2.4 Notasi Pembuatan Three-Layer Sequence Diagram
Gambar Notasi

Actor
Actor

Objek
Object Lifeline

Input dan
Output Message
Sumber: (Satzinger, Jackson, & Burd, 2005, p. 315)
16

4. Updated Design Class Diagram


Menurut Satzinger, Jackson, & Burd (2005, p. 338), updated
design class diagram merupakan class diagram yang sudah
dikembangkan melalui tiga penambahan: (1) constructor methods, (2)
data get and set methods, serta (3) use specific methods. Contoh dari
updated design class diagram dapat dilihat pada Gambar 2.10 berikut:

Sumber: (Satzinger, Jackson, & Burd, 2005, p. 339)


Gambar 2.10 Contoh Updated Design Class Diagram
5. Package Diagram
Package diagram merupakan diagram tingkat tinggi yang
memungkinkan designer untuk menghubungkan kelas-kelas yang saling
berhubungan ke dalam suatu group layer yang sama. Group layer tersebut
terbagi menjadi the view layer, the domain layer, serta the data access
layer (Satzinger, Jackson, & Burd, 2005, pp. 339-340). Contoh
pembuatan package diagram dapat dilihat pada Gambar 2.11 berikut:

Sumber: (Satzinger, Jackson, & Burd, 2005, p. 341)


Gambar 2.11 Contoh Package Diagram
17

6. Database Design
Beberapa langkah dalam membuat perancangan database
berdasarkan skema dari class diagram antara lain tentukan kelas yang
membutuhkan persistent storage, tampilkan persistent storage, tampilkan
hubungan antar persistent storage, serta pilih tipe data dan batasan
nilainya (Satzinger, Jackson, & Burd, 2005, p. 400).
7. User Interface
Menurut Satzinger, Jackson, & Burd (2005, p. 442) user interface
merupakan bagian dari sistem informasi yang memerlukan interaksi dari
user guna menghasilkan suatu input dan output. Dalam merancang suatu
user interface yang interaktif, terdapat delapan aturan emas yang perlu
untuk diikuti, yaitu (Satzinger, Jackson, & Burd, 2005, p. 454):
a. Strive for Consistency
b. Enable Frequent Users to Use Shortcuts
c. Offer Informative Feedback
d. Design Dialogs to Yield Closure
e. Offer Simple Error Handling
f. Permit Easy Reversal of Actions
g. Support Internal Locus of Control
h. Reduce Short-Term Memory Load
Story board merupakan suatu teknik yang digunakan untuk
mendokumentasikan rancangan user interface dengan menunjukkan
urutannya pada tampilan (Satzinger, Jackson, & Burd, 2005, p. 460).

Anda mungkin juga menyukai