Anda di halaman 1dari 11

Diare

Sebanyak 6 juta anak di dunia meninggal setiap tahunnya karena diare. Sebagian
kematian tersebut terjadi di negara berkembang. Berdasarkan laporan WHO, kematian karena
diare di Indonesia sudah menurun tajam, namun walaupun angka kematian diare menurun,
angka kesakitan karena diare tetap tinggi. Situasi diare di Indonesia berdasarkan survei
morbiditas yang dilakukan oleh Subdit diare Departemen Kesehatan tahun 2000-2010 terlihat
kecenderungan insiden meningkat5.
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi mortalitas dan Riset
kesehatan Dasar, dari tahun ke tahun diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab utama
kematian balita di Indonesia. Prevalensi tertinggi diare terdeteksi pada anak balita usia 1-4
tahun (16,7%) dan merupakan penyebab tertinggi kematian anak balita usia 12-59 bulan
(25,2%)5. Hal ini terjadi karena anak dalam kelompok umur ini mulai aktif bermain dan
berisiko terkena infeksi. Masih tingginya angka kesakitan dan kematian karena diare terutama
di negara berkembang telah menjadi perhatian PBB sehingga penurunan angka kematian
anak menjadi 2/3 bagian dari tahun 1990 sampai dengan 2015 merupakan salah satu target
yang tertuang dalam Millenium Development Goals (MDG’s) 20155.

Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi
lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering (biasanya tiga
kali atau lebih) dalam satu hari1. Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam 6
golongan besar yaitu infeksi (disebabkan oleh bakteri, virus atau infestasi parasit),
malabsorpsi, alergi, keracunan, imunodefisiensi dan sebab-sebab lainnya. Penyebab yang
sering ditemukan di lapangan ataupun secara klinis adalah diare yang disebabkan infeksi dan
keracunan1.
Jenis diare ada dua, yaitu Diare akut, Diare persisten atau Diare kronik. Diare akut
adalah diare yang berlangsung kurang dari 14 hari, sementara Diare persisten atau diare
kronis adalah diare yang berlangsung lebih dari 14 hari1.

Ada tiga derajat dehidrasi, yaitu:


a) Diare tanpa dehidrasi
b) Diare dengan dehidrasi ringan/ sedang
c) Diare dengan Dehidrasi berat.
Etiologi
Peradangan usus oleh agen penyebab3:
1. Faktor infeksi
a. Infeksi enteral yaitu : infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare
pada anak, meliputi:
 Infeksi bakteri : Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Champylobacter, Yersinia,
Aeromonas dan sebagainya.
 Infeksi virus : Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan sebagainya
 Infeksi parasit : Cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides), Protozoa
(E.histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis), jamur (C.albicans).
b. Infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan seperti OMA,
tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya, terutama terdapat pada
bayi dan anak di bawah umur 2 tahun3.
2. Faktor Malabsorbsi
a. Malabsorbsi KH : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan sukrosa), monosakarida
(intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa).
b. Malabsorbsi lemak
c. Malabsorbsi protein
3. Faktor makanan : makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
4. Faktor psikologis : rasa takut, cemas.

Patofisiologi diare
Fungsi utama dari saluran cerna adalah menyiapkan makanan untuk keperluan hidup
sel, pembatasan sekresi empedu dari hepar dan pengeluaran sisa-sisa makanan yang
tidak dicerna4. Fungsi tadi memerlukan berbagai proses fisiologi pencernaan yang
majemuk, aktivitas pencernaan itu dapat berupa
1. Proses masuknya makanan dari mulut kedalam usus.
2. Proses pengunyahan (mastication) : menghaluskan makanan secara mengunyah
dan mencampur dengan enzim-enzim di rongga mulut.
3. Proses penelanan makanan (diglution) : gerakan makanan dari mulut ke gaster.
4. Pencernaan (digestion) : penghancuran makanan secara mekanik, percampuran
dan hidrolisa bahan makanan dengan enzim-enzim.
5. Penyerapan makanan (absorption): perjalanan molekul makanan melalui selaput
lendir usus ke dalam. sirkulasi darah dan limfe.
6. Peristaltik: gerakan dinding usus secara ritmik berupa gelombang kontraksi
sehingga makanan bergerak dari lambung ke distal.
7. Berak (defecation) : pembuangan sisa makanan yang berupa tinja.

Dalam keadaan normal dimana saluran pencernaan berfungsi efektif akan


menghasilkan ampas tinja sebanyak 50-100 gr sehari dan mengandung air sebanyak 60-
80%. Dalam saluran gastrointestinal cairan mengikuti secara pasif gerakan bidireksional
transmukosal atau longitudinal intraluminal bersama elektrolit dan zat zat padat lainnya
yang memiliki sifat aktif osmotik4.
Cairan yang berada dalam saluran gastrointestinal terdiri dari cairan yang masuk
secara per oral, saliva, sekresi lambung, empedu, sekresi pankreas serta sekresi usus
halus. Cairan tersebut diserap usus halus, dan selanjutnya usus besar menyerap kembali
cairan intestinal, sehingga tersisa kurang lebih 50-100 gr sebagai tinja 4. Motilitas usus halus
mempunyai fungsi untuk:
1) Menggerakan secara teratur bolus makanan dari lambung ke sekum
2) Mencampur khim dengan enzim pankreas dan empedu
3) Mencegah bakteri untuk berkembang biak.

Faktor – factor fisiologi yang menyebabkan diare sangat erat hubungannya satu
dengan lainnya. Misalnya bertambahnya cairan pada intraluminal akan menyebabkan
terangsangnya usus secara mekanis, sehingga meningkatkan gerakan peristaltik usus dan
akan mempercepat waktu lintas khim dalam usus.
Berdasarkan gangguan fungsi fisiologis saluran cerna dan macam penyebab dari
diare, maka patofisiologi diare dapat dibagi dalam 3 macam kelainan pokok yang berupa4 :
1. Kelainan gerakan transmukosal air dan elektrolit (karena toksin) Gangguan reabsorpsi
pada sebagian kecil usus halus sudah dapat menyebabkan diare, misalnya pada
kejadian infeksi.
2. Kelainan cepat laju bolus makanan didalam lumen usus (invasive diarrhea)
Suatu proses absorpsi dapat berlangsung sempurna dan normal bila bolus
makanan tercampur baik dengan enzim-enzim saluran cerna dan. berada dalam
keadaan yang cukup tercerna. Juga. waktu sentuhan yang adekuat antara khim dan
permukaan mukosa usus halus diperlukan untuk absorpsi yang normal. Permukaan
mukosa usus halus kemampuannya berfungsi sangat kompensatif, ini terbukti pada
penderita yang masih dapat hidup setelah reseksi usus, walaupun waktu lintas menjadi
sangat singkat.
Motilitas usus merupakan faktor yang berperanan penting dalam ketahanan
lokal mukosa usus. Hipomotilitas dan stasis dapat menyebabkan mikro organisme
berkembang biak secara berlebihan (tumbuh lampau atau overgrowth) yang kemudian
dapat merusak mukosa usus, menimbulkan gangguan digesti dan absorpsi, yang
kemudian menimbulkan diare. Hipermotilitas dapat terjadi karena rangsangan hormon
prostaglandin, gastrin, pankreosimin; dalam hal ini dapat memberikan efek langsung
sebagai diare. Selain itu hipermotilitas juga dapat terjadi karena pengaruh enterotoksin
staphilococcus maupun kholera atau karena ulkus mikro yang invasif o1eh Shigella
atau Salmonella.Selain uraian di atas haruslah diingat bahwa hubungan antara aktivitas
otot polos usus,gerakan isi lumen usus dan absorpsi mukosa usus merupakan suatu
mekanisme yang sangat kompleks.
3. Kelainan tekanan osmotik dalam lumen usus (virus).
Dalam beberapa keadaan tertentu setiap pembebanan usus yang melebihi
kapasitas dari pencernaan dan absorpsinya akan menimbulkan diare. Adanya
malabsorpsi dari hidrat arang, lemak dan zat putih telur akan menimbulkan kenaikan
daya tekanan osmotik intra luminal, sehingga akan dapat menimbulkan gangguan
absorpsi air.
Malabsorpsi hidrat arang pada umumnya sebagai malabsorpsi laktosa yang
terjadi karena defesiensi enzim laktase. Dalam hal ini laktosa yang terdapat dalam susu
tidak sempurna mengalami hidrolisis dan kurang di absorpsi oleh usus halus.
Kemudian bakteri-bakteri dalam usus besar memecah laktosa menjadi
monosakharida dan fermentasi seterusnya menjadi gugusan asam organik dengan
rantai atom karbon yang lebih pendek yang terdiri atas 2-4 atom karbon. Molekul-
molekul inilah yang secara aktif dapat menahan air dalam lumen kolon hingga terjadi
diare. Defisiensi laktase sekunder atau dalam pengertian yang lebih luas sebagai
defisiensi disakharidase (meliputi sukrase, maltase, isomaltase dan trehalase) dapat
terjadi pada setiap kelainan pada mukosa usus halus4.
Hal tersebut dapat terjadi karena enzim-enzim tadi terdapat pada brush border
epitel mukosa usus. Asam-asam lemak berantai panjang tidak dapat menyebabkan
tingginya tekanan osmotik dalam lumen usus karena asam ini tidak larut dalam air.
Sebagai akibat diare baik yang akut maupun khronis, maka akan terjadi:
1. Kehilangan air dan elektrolit sehingga timbul dehidrasi dan keseimbangan
asam basa disebabkan oleh:
a. Previous Water Losses : kehilangan cairan sebelum pengelolaan, sebagai
defisiensi cairan.
b. Normal Water Losses : kehilangan cairan karena fungsi fisiologik.
c.Concomittant Water Losses : kehilangan cairan pada waktu pengelolaan.
d. Intake yang kurang selama sakit : kekurangan masukan cairan karena anoreksia
atau muntah.
Kekurangan cairan pada diare terjadi karena:
a. Pengeluaran usus yang berlebihan
 Sekresi yang berlebihan dari selaput lendir usus (Secretoric diarrhea)
karena, gangguan fungsi selaput lendir usus, (Cholera E. coli).
 Berkurangnya penyerapan selaput lendir usus, yang disebabkan oleh
berkurangnya kontak makanan dengan dinding usus, karena adanya
hipermotilitas dinding usus maupun kerusakan mukosa usus.
 Difusi cairan tubuh kedalam lumen usus karena penyerapan oleh tekanan
cairan dalam lumen usus yang hiperosmotik; keadaan ini disebabkan karena
adanya substansi reduksi dari fermentasi laktosa yang tidak tercerna enzim laktase
(diare karena virus Rota)
b. Masukan cairan yang kurang karena :
 Anoreksia
 Muntah
 Pembatasan makanan (minuman)
 Keluaran yang berlebihan (panas tinggi, sesak nafas)
2. Gangguan gizi sebagai “kelaparan” (masukan kurang dan keluaran berlebihan)
disebabkan karena;
 Masukan makanan berkurang karena adanya anoreksia (sebagai gejala
penyakit) atau dihentikannya beberapa macam makanan o1eh orang tua, karena
ketidaktahuan. Muntah juga merupakan salah satu penyebab dari
berkurangnya masukan makanan.
 Gangguan absorpsi. Pada diare akut sering terjadi malabsorpsi dari nutrien mikro
maupun makro. Malabsorpsi karbohidrat (laktosa, glukosa dan fruktosa) dan lemak
yang kemudian dapat berkembang menjadi malabsorpsi asarn amino dan
protein. Juga kadang akan terjadi malabsorpsi vitamin baik yang larut dalam air
maupun yang larut dalam lemak (vitamin B12, asam folat dan vitamin A) dan
mineral trace (Mg dan Zn).
Gangguan absorpsi ini terjadi karena:
o Kerusakan permukaan epitel (brush border) sehingga timbul deplisit enzim
laktase.
o Bakteri tumbuh lampau, menimbulkan:
1. Fermentasi karbohidrat
2. Dekonjugasi empedu.

3. Kerusakan mukosa usus, dimana akan terjadi perubahan struktur


mukosa usus dan kemudian terjadi pemendekan villi dan pendangkalan kripta
yang menyebabkan berkurangnya permukaan mukosa usus.

Selama diare akut karena kolera dan E. coli terjadi penurunan absorpsi karbohidrat,
lemak dan nitrogen. Pemberian masukan makan makanan diperbanyak akan dapat
memperbaiki aborpsi absolut sampai meningkat dalam batas kecukupan walaupun diarenya
sendiri bertambah banyak. Metabolisme dan absorpsi nitrogen hanya akan mencapai 76%
dan absorpsi lemak hanya 50%4.
C. Katabolisme
Pada umumnya infeksi sistemik akan mempengaruhi metabolisme dan fungsi
endokrin, pada penderita infeksi sistemik terjadi kenaikan panas badan. Akan memberikan
dampak peningkatan glikogenesis, glikolisis, peningkatan sekresi glukagon, serta
aldosteron, hormon anti diuretik (ADH) dan hormon tiroid. Dalam darah akan terjadi
peningkatan jumlah kholesterol, trigliserida dan lipoprotein. Proses tersebut dapat memberi
peningkatan kebutuhan energi dari penderita dan akan selalu disertai kehilangan nitrogen
dan elektrolit intrasel melalui ekskresi urine, peluh dan tinja4.
d. Kehilangan langsung
Kehilangan protein selama diare melalui saluran cerna sebagai Protein loosing
enteropathy dapat terjadi pada penderita campak dengan diare, penderita kolera dan diare
karena E. coli. Melihat berbagai argumentasi di atas dapat disimpulkan bahwa diare
mempunyai dampak negatif terhadap status gizi penderita.
3) Perubahan ekologik dalam lumen usus dan mekanisme ketahanan isi usus.
Kejadian diare akut pada umumnya disertai dengan kerusakan mukosa usus keadaan
ini dapat diikuti dengan gangguan pencernaan karena deplesi enzim. Akibat lebih lanjut
adalah timbulnya hidrolisis nutrien yang kurang tercerna sehingga dapat menimbulkan
peningkatan hasil metabolit yang berupa substansi karbohidrat dan asam hidrolisatnya.
Keadaan ini akan merubah ekologi kimiawi isi lumen usus, yang dapat menimbulkan
keadaan bakteri tumbuh lampau, yang berarti merubah ekologi mikroba isi usus4.
Bakteri tumbuh lampau akan memberi kemungkinan terjadinya dekonjugasi garam
empedu sehingga terjadi peningkatan asam empedu yang dapat menimbulkan kerusakan
mukosa usus lebih lanjut. Keadaan tersebut dapat pula disertai dengan gangguan mekanisme
ketahanan lokal pada usus, baik yang disebabkan oleh kerusakan mukosa usus maupun
perubaban ekologi isi usus4.

Patogenesis
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah 3:
1. Gangguan osmotik, yaitu terdapat makanan dan zat yang tidak dapat diserap sehingga
meningkatkan tekanan osmotik di dalam rongga usus. Kemudian air dan elektrolit masuk
ke dalam rongga usus dan merangsang usus untuk mengeluarkannya.
2. Gangguan sekresi, yaitu akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus
sehingga terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus.
3. Gangguan motilitas usus, yaitu pada keadaan peristaltik usus menurun mengakibatkan
bakteri timbul berlebihan di dalam rongga usus.

LANGKAH DIAGNOSTIK
Anamnesis
 Sudah berapa lama diare berlangsung, berapa kali sehari, warna dan konsistensi tinja,
lender dan /darah dalam tinja, adanya muntah, anak lemah, kesadaran menurun, rasa
haus, rewel, kapan kencing terakhir, suhu badan3.
 Jumlah cairan yang masuk selama diare.
 Anak minum ASI atau susu formula, apakah anak makan-makanan yang tidak biasa.
 Apakah ada yang menderita diare di sekitarnya. Dari mana sumber air minum.

Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaaan fisis harus diperhatikan tanda utama, yaitu kesadaran, rasa haus,
dan turgor kulit abdomen. Tanda tambahan seperti ubun-ubun besar dan mata cekung atau
tidak, air mata ada/tidak, mukosa bibir, mulut dan lidah kering/tidak2.
Penilaian derajat dehidraasi dilakukan sesuai dengan criteria sebagai berikut:
Tanpa dehidrasi (Kehilangan cairan <5% berat badan)
 Tidak ditemukan tanda utama dan tanda tambahan
 Keadaan umum baik dan sadar.
 Tanda vital dalam batas normal.
 Ubun-ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung, air mata ada, mukosa mulut dan
bibir basah.
 Turgor abdomen baik, bising usus normal.
 Akral hangat.
 Pasien dapat dirawat di rumah kecuali bila terdapat komplikasi seperti tidak mau
minum, muntah terus-menerus, diare frekeun.
Dehidrasi ringan-sedang (kehilangan cairan 5 – 10% berat badan)
 Apabila ditemukan dua tanda utama ditambah dua atau lebih tanda tambahan.
 Keadaan umum gelisah atau cengeng.
 Ubun-ubun besar sedikit cekung, mata sedikit cekung, air mata kurang, mukosa mulut
dan bibir sedikit kering.
 Turgor kurang.
 Akral hangat.
 Pasien harus rawat inap.
Dehidrasi berat (kehilangan cairan >10% berat badan)
 Apabila ditemukan dua tanda utama ditambah dua atau lebih tanda tambahan.
 Keadaan umum lemah, letargi atau koma
 Ubun-ubun besar sangat cekung, mata sangat cekung, air mata tidak ada, mukosa
mulut dan bibir sangat kering.
 Turgor buruk.
 Akral dingin.
 Pasien harus rawat inap.

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan tinja antara lain2:
a. Pemeriksaan penunjang tinja dilakukan pada diare akut, kecuali apabila ada tanda
intoleransi laktosa dan kecurigaan amubiasis
b. Hal – hal yang dinilai pada pemeriksaan tinja ;
Makroskopis: bau, warna, lender, darah dan konsistensi
Mikroskopis: eritrosit, leukosit, parasit.
Kimia: pH dan elektrolit (Na,K, HCO3).
Bila perlu biakan dan uji resistensi.
c. Analisis gas darah dan elektrolit bila secara klinis dicurigai adanya gangguan
keseimbangan asam basa dan elektrolit

TERAPI
1. Cairan dan elektrolit3
Adapun tujuan dari pada pemberian cairan adalah :
1. Memperbaiki dinamika sirkulasi ( bila ada syok ).
2. Mengganti defisit yang terjadi.
3. Rumatan ( maintenance ) untuk mengganti kehilangan cairan dan elektrolit yang sedang
berlangsung ( on going losses ).
Pelaksanaan pemberian terapi cairan dapat dilakukan secara oral atau parenteral.
Pemberian secara oral dapat dilakukan untuk dehidrasi ringan sampai sedang dapat
menggunakan pipa nasogastrik, walaupun pada dehidrasi ringan dan sedang, bila diare profus
dengan pengeluaran air tinja yang hebat ( > 100 ml/kg/hari ) atau mutah hebat ( severe
vomiting ) dimana penderita tak dapat minum sama sekali, atau kembung yang sangat hebat
(violent meteorism) sehingga rehidrasi oral tetap akan terjadi defisit, maka dapat dilakukan
rehidrasi parenteral walaupun sebenarnya rehidrasi parenteral dilakukan hanya untuk
dehidrasi berat dengan gangguan sirkulasi.

Jenis cairan:
 Per oral : cairan rumah tangga, oralit
 Parenteral: ringer laktat, ringer asetat, normal salin
Volume cairan diberikan sesuai derajat dehidrasi, yaitu:
Tanpa dehidrasi: cairan rumah tangga dan ASI diberikan semaunya, oralit diberikan sesuai
usia setiap kali BAB atau muntah, dengan dosis:
 <1 tahun : 50 – 100 cc
 1 – 5 tahun : 100 – 200 cc
 >5 tahun : semaunya
 Dehidrasi tidak berat (ringan- sedang). Rehidrasi dengan elektrolit 75 cc/kg BB dalam
3 jam pertama, dilanjutkan pemberian kehilangan cairan yang sedang berlangsung
seauai umur seperti di atas setiap kali BAB.
 Dehidrasi berat. Rehidrasi parenteral dengan cairan ringer laktat atau ringer asetat 100
cc/kgBB.
Cara pemberian:
 Kurang dari 1 tahun: 30 cc/kgBB dalam 1 jam pertama, dilanjutkan 70 cc/kgBB
dalam 5 jam berikutnya.
 Lebih dari 1 tahun : 30 cc/kgBB dalam ½ jam pertama, dilanjutkan 70 cc/kgBB dalam
2 ½ jam berikutnya.
 Minum diberikan jika pasien sudah mau minum, 5 cc/kgBB selama proses rehidrasi.
2. Medikamentosa
a. Tidak boleh diberikan obat anti diare
b. Pemberian antibiotik sesuai hasil pemeriksaan penunjang. Sebagai pilihan adalah
kotrimoksazol 25 – 50 mg/kgBB, amoksisilin 40 – 50 mg/kg bb, di bagi dalam 3
dosis, atau sesuai hasil uji sensitivitas3.
c. Antiparasit: metronidazol 30 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis.
d. Zinc
Beri Zinc 10 hari berturut-turut walaupun diare sudah berhenti. Dapat diberikan
dengan cara dikunyah atau dilarutkan dalam 1 sendok air matang atau ASI2.
- Umur < 6 bulan diberi 10 mg (1/2 tablet) per hari
- Umur > 6 bulan diberi 20 mg (1 tablet) per hari.

e. Probiotik
Ketidak seimbangan mikroflora usus akibat diare dapat diatasi dengan pemberian
mikroorganisme hidup lactobacillus species, antara lain lactobacillus acidopillus dan
lactobacillus bulgaricus namun di indonesia yang beredar jenis lactobacillus lainnya.
Mikroflora dari GIT memegang peranan yang siknifikan dalam menjaga kerja usus.
Probiotik ini dapat menurunkan kolonisasi bakteri patogen seperti fibrio colcera dan E.Coli,
minuman yougurt juga kaya dengan probiotik, penggunaan antibiotik yang berlebihan akan
menyebabkan keseimbangan mikroflora usus berubah sehingga akan terjadi gangguan
pencernaan dan penggunaan probiotik masih kontrofersi di karnakan uji kliniknya belum
lengkap.
3. Nutrisi
Anak tidak boleh dipuasakan, makanan diberikan sedikit-sedikit tetapi sering (lebih
kurang 6 x sehari), makan rendah serat6.
4. Koreksi gangguan elektrolit
yaitu jika2:
a) Hipernatremia (Na>155mEq/L). Koreksi dilakukan secara bertahap dengan pemberian
dekstrosa 5% + ½ salin. Penurunan tidak boleh >10mEq/hari karena dapat
menyebabkan udem otak.
b) Hiponatremi (Na <130mEq/L). koreksi dilakkan bersamaan dengan koreksi cairan
rehidrasi yaitu memakai ringer laktat atau normal salin, atau dengan memakai rumus:
Kadar Na koreksi (mEq/L) = 125 – kadar Na serum x 0,6 x BB; diberikan dalam 24
jam.
c) Hiperkalemi (K>5mEq/L), koreksi dilakukan dengan pemberian kalsium glukonas
10% 0,5 – 1 ml/kgBB IV perlahan-lahan dalam 5 – 10 menit, sambil memantau detak
jantung.
d) Hipokalemi (K< 3,5mEq/L), koreksi dilakuakan menurut kadar K, yaitu: Jika kadar K
2,5 – 3,5mEq/L, berikan 75 mEq/kgBB per oral/hari dibagi dalam 3 dosis.
Jika kadar K<2,5mEq/L, berikan secara drip intra vena dengan dosis:
 3,5 – kadar K terukur x BB (kg) x 0,4 + 2 mEq/kgBB/24 jam dalam 4 jam
pertama.
 3,5 – kadar K terukur x BB (kg) x 0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB dalam 20 jam
berikutnya.

Pencegahan dan pemberantasan penyakit diare1


1. Memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan dan diteruskan sampai 2 tahun
2. Memberikan makanan pendamping ASI sesuai umur
3. Memberikan minum air yang sudah direbus dan menggunakan air bersih yang cukup
4. Mencuci tangan dengan air dan sabun sebelum makan dan sesudah buang air besar
5. Buang air besar di jamban
6. Membuang tinja bayi dengan benar
7. Memberikan imunisasi campak

Anda mungkin juga menyukai