Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

KONSEP TEORI
1.1 Konsep Dasar Kehamilan Postdate
Kehamilan adalah suatu peristiwa alami dan fisiologis yang terjadi pada wanita
yang didahului oleh suatu peristiwa fertilisasi yang membentuk zigot dan akhirnya
menjadi janin yang mengalami proses perkembangan dan akhirnya menjadi janin
yang mengalami proses perkembangan dan pertumbuhan di dalam uterus sampai
proses persalinan (Sarwono, 2013). Kehamilan adalah pertumbuhan dan
perkembangan janin intrauterine (dalam kandungan) dimulai sejak konsepsi dan
berakhir sampai permulaan persalinan (Muchtar, 2010).
Kehamilan posterm, disebut juga kehamilan serotinus, kehamilan lewat waktu,
kehamilan lewat bulan, prolonged pregnancy, extended pregnancy,
postdate/posdatisme atau pascamaturitas, adalah kehamilan yang berlangsung sampai
42 minggu (294 hari) atau lebih, dihitung dari hari pertama haid terakhir menurut
rumus Naegele dengan siklus haid rata-rata 28 hari ((WHO 1977, FIGO 1986)
Sarwono, 2013).
Kehamilan lewat bulan merupakan suatu kondisi antepartum yang dibedakan
dengan sindrom pasca maturitas dan merupakan kondisi neonatal yang didiagnosis
setelah pemeriksaan bayi baru lahir. Definisi standar untuk kehamilan lewat bulan
adalah 294 hari setelah hari pertama menstruasi terakhir atau 280 hari setelah ovulasi.
Istilah lewat bulan (postdate) digunakan karena tidak menyatakan secara langsung
pemahaman mengenai lama kehamilan dan maturitas janin (Varney H, 2007).
Menurut Prawirohardjo (2007) pada kasus persalinan postdate, umur kehamilan lebih
dari 42 minggu. Kehamilan postdate adalah suatu kehamilan yang berakhir antara 40
dan 42 minggu (Julie, et al, 2010).

1.2 Fisiologi persalinan


Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin+uri), yang
dapat hidup ke dunia luar melalui jalan lahir atau jalan lain (Mochtar, 2009).
1. Teori persalinan
Hal yang menjadi penyebab mulainya persalinan belum diketahui benar, yang ada
hanyalah merupakan teori-teori yang kompleks. Teori penyebab persalinan adalah
sebagai berikut :
a. Teori Keregangan
Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu. Setelah
melewati batas tertentu, maka akan terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat
dimulai.
b. Teori Penurunan Progesteron
Proses penuaan plasenta terjadi mulai umur kehamilan 28 minggu dimana terjadi
penimbunan jaringan ikat sehingga pembuluh darah mengalami penyempitan dan
buntu. Produksi progesteron mengalami penurunan sehingga otot rahim lebih
sensitif terhadap oksigen. Akibatnya, otot rahim mulai berkontraksi setelah
tercapai tingkat penurunan progesteron tertentu.
c. Teori Oksitosin Internal
Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis pars posterior. Perubahan
keseimbangan estrogen dan progesteron dapat mengubah sensitivitas otot rahim
sehingga sering terjadi kontraksi Braxton Hicks. Menurunnya konsentrasi
progesteron akibat tuanya usia kehamilan menyebabkan oksitosin meningkatkan
aktivitas sehingga persalinan dimulai.
d. Teori Prostaglandin
Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur kehamilan 15 minggu, yang
dikeluarkan oleh desidua. Pemberian prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan
kontraksi otot rahim sehingga hasil konsepsi dapat dikeluarkan.  Prostaglandin
dianggap sebagai pemicu terjadinya persalinan.
(Sarwono, 2013).
2. Tanda-tanda Persalinan
Tanda-tanda persalinan dibagi menjadi tiga kategori yaitu tanda kemungkinan
persalinan, tanda awal persalinan, dan tanda positif persalinan. Ibu hamil dapat saja
mengalami semua tanda persalinan ini atau sebagian.
a. Tanda kemungkinan persalinan :
1) Sakit Pinggang: Nyeri yang samar, ringan, mengganggu, dan dapat hilang-
timbul.
2) Kram pada perut bagian bawah: Seperti kram menstruasi, dan dapat disertai
dengan rasa tidak nyaman di paha.
3) Tinja yang lunak: Buang air beberapa kali dalam beberapa jam, dapat disertai
dengan kram perut atau gangguan pencernaan.
4) Desakan untuk berbenah: Lonjakan energi yang mendadak menyebabkan ibu
hamil melakukan banyak aktivitas dan keinginan untuk menuntaskan persiapan
bagi bayi.
b. Tanda Awal Persalinan
1) Kontraksi yang tidak berkembang: Kontraksi cenderung mempunyai panjang,
kekuatan, dan frekuensi yang sama. Kontraksi pra persalinan ini dapat
berlangsung singkat atau terus menerus selama beberapa jam sebelum berhenti
atau mulai berkembang.
2) Keluarnya darah: Aliran lendir yang bernoda darah dari vagina
3) Rembesan cairan ketuban dari vagina: Disebabkan oleh robekan kecil pada
membran.
c. Tanda Positif Persalinan
1) Kontraksi yang berkembang: Menjadi lebih lama, lebih kuat, dan atau lebih dekat
jaraknya bersama dengan berjalannya waktu, biasanya disebut “Sakit” atau
“Sangat Kuat” dan terasa didaerah perut pinggang, atau keduanya.
2) Aliran cairan ketuban yang deras dari vagina: Disebabkan oleh robekan membran
yang besar.
3) Pelebaran leher rahim: Leher rahim membuka sebagai respon terhadap kontraksi
yang berkembang.
(Simkin, 2007).

1.3 Etiologi kehamilan postdate


Penyebab pasti dari kehamilan postterm sampai saat ini masih belum diketahui
(Wiknjosastro, 2008). Teori-teori yang pernah diajukan untuk menerangkan penyebab
terjadinya kehamilan postterm antara lain:
1. Teori progesteron. Berdasarkan teori ini, diduga bahwa terjadinya kehamilan
postterm adalah karena masih berlangsungnya pengaruh progesteron melewati
waktu yang semestinya.
2. Teori oksitosin. Rendahnya pelepasan oksitosin dari neurohipofisis wanita
hamil pada usia kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu fakor penyebab
terjadinya kehamilan
3. Teori kortisol/ACTH janin. Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta
sehingga produksi progesteron berkurang dan memperbesar sekresi estrogen.
Proses ini selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi
prostaglandin. Pada kasus-kasus kehamilan dengan cacat bawaan janin seperti
anensefalus atau hipoplasia adrenal, tidak adanya kelenjar hipofisis janin akan
menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan
berlangsung lewat bulan
4. Teori syaraf uterus. Berdasarkan teori ini, diduga kehamilan postterm terjadi
pada keadaan tidak terdapatnya tekanan pada ganglion servikalis, seperti pada
kelainan letak, tali pusat pendek, dan masih tingginya bagian terbawah janin.
(Mochtar & Krisnanto, 2008).
5. Teori heriditer. Pengaruh herediter terhadap insidensi kehamilan postterm telah
dibuktikan pada beberapa penelitian sebelumnya. Kitska et al (2007)
menyatakan dalam hasil penelitiannya bahwa seorang ibu yang pernah
menglami kehamilan postterm akan memiliki risiko lebih tinggi untuk
mengalami kehamilan postterm pada kehamilan berikutnya. Bilamana seorang
ibu mengalami kehamilan postterm saat melahirkan anak perempuan, maka
besar kemungkinan anak perempuannya akan mengalami kehamilan postterm.
(Kistka et al, 2007).
6. Kurangnya air ketuban
7. Insufisiensi plasenta
(Kapita Selekta Kedokteran Jilid I Edisi III, 2008)

1.4 Patosiologi
Fungsi plasenta mencapai puncaknya ada kehamilan 38 minggu dan kemudian
mulai menurun terutama setelah 42 minggu. Hal ini dapat dibuktikan dengan
penurunan estriol dan plasental laktogen. Rendahnya fungsi plasenta berkaitan
dengan peningkatan kejadian gawat janin dengan resiko 3 kali. Permasalahan
kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak sanggup memberikan nutrisi dan
pertukaran  CO2/O2 akibat tidak timbul his sehingga pemasakan nutrisi  dan O2
menurun menuju janin di samping adanya spasme  arteri spiralis menyebabkan janin
resiko asfiksia  sampai kematian dalam rahim. Makin menurun sirkulasi darah
menuju sirkulasi plasenta dapat mengakibatkan pertumbuhan janin makin lambat dan
penurunan berat disebut dismatur, sebagian janin bertambah besar sehingga
memerlukan tindakan operasi persalinan, terjadi perubahan metabolisme janin,
jumlah air ketuban berkurang dan makin kental menyebabkan perubahan abnormal
jantung janin.
1.5 Manifestasi klinis kehamilan postdate
Menurut Arif Mansjoer (2001) keadaan klinis yang dapat ditemukan ialah
gerakan janin yang jarang, yaitu secara subyektif < 7x/ 20 menit atau secara obyektif
dengan KTG <10x/ 20 menit.
Pada bayi akan ditemukan tanda-tanda lewat waktu yang terbagi menjadi:
1. Stadium I       : Kulit kehilangan vernik kaseosa dan terjadi maserasi sehingga
kulit kering, rapuh dan mudah mengelupas.
2. Stadium II      : Seperti stadium I disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) di
kulit.
3. Stadium III     : Seperti stadium I disertai pewarnaan kekuningan pada kuku,
kulit, dan tali pusat.
Keadaan klinis yang mungkin ditemukan ialah :
1. Air ketuban yang berkurang
2. Gerakan janin yang jarang
Bila telah dilakukan pemeriksaan ultrasonografi serial terutama sejak trimester
pertama maka hampir dapat dipastikan usia kehamilan. Sebaliknya pemeriksaan yang
sesaat setelah trimester III sukar untuk memastikan usia kehamilan.
(Sarwono, 2013).

1.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan dapat dilakukan menurut Sujiyantini (2009), antara lain:
1. Berat badan ibu turun dan lingkaran perut mengecil air ketuban berkurang.
2. Pemeriksaan rontgenologik. Dengan pemeriksaan ini pada janin matur dapat
ditemukan pusat osifikasi pada oscubuid, bagian distal femur dan bagian
proksimal tubia, diameter biparietal 9,8 cm lebih. Kekurangan pemeriksaan ini
mungkin adalah pengaruh tidak baik pada janin.
3. Pemeriksaan dengan USG. Dengan pemeriksaan ini diameter biparietal kepala
janin dapat diukur dengan teliti tanpa bahaya. Juga bisa ditemukan kalsifikasi
pada plasenta.
4. KTG / NST untuk menilai ada atau tidaknya gawat janin.
5. Pemeriksaan sitologik vagina untuk menentukan insufisiensi placenta
6. Pemeriksaan sitologik liquor amnii. Air ketuban diambil dengan amniosintesis
baik transvaginal maupun transabdominal. Air ketuban akan bercampur lemak
dari sel-sel kulit yang dilepas janin setelah kehamilan mencapai lebih dari 36
minggu.
7. Pemeriksaan PH darah dibawah 7,20 dianggap sebagai tanda gawat janin.
8. Pemeriksaan amnioskopi untuk melihat derajat kekeruhan air ketuban menurut
warnanya yaitu bila keruh dan kehitaman berarti air ketuban bercampur
mekonium dan bisa mengakibatkan gawat janin (Prawirohardjo, 2013).

1.7 Komplikasi
Pada ibu bersalin dengan postdate dapat mengalami komplikasi menurut
Wiknjosastro (2007), antara lain:
1. Komplikasi pada ibu
Morbiditas dan mortalitas pada ibu: dapat meningkatkan sebagian akibat dari
makrosomia janin dan tulang tengkorak menjadi lebih keras yang menyebabkan
distosia persalinan, partus lama, meningkatkan tindakan obstetrik dan persalinan
traumatis atau perdarahan postpartum akibat bayi besar.
Aspek emosi: ibu dan keluarga menjadi cemas bilamana kehamilan terus
berlangsung melewati taksiran persalinan.
2. Komplikasi pada janin
a. Kelainan pertumbuhan janin
1) Berat janin
Bila terjadi perubahan anotomik yang besar pada plasenta, maka terjadi
penurunan berat janin. Dari penelitian Vorherr tambah bahwa sesudah
kehamilan 36 minggu grafik rata-rata pertumbuhan janin mendatar dan
Nampak adanya penurunan setelah usia kehamilan 42 minggu.
2) Sindrom post maturitas
Pada neonatus dengan ditemukan beberapa tanda seperti gangguan
pertumbuhan, dehidrasi, kulit kering, keriput seperti kertas (hilangnya lemak
subkutan), kuku tangan dan kaki panjang, warna coklat kehijauan atau
kekuningan pada tali pusat, muka tampak menderita dan rambut kepala
banyak atau tebal.
b. Komplikasi perinatal
Kematian perinatal menunjukkan peningkatan setelah 42 minggu atau lebih.
Sebagian besar terjadi saat intrapartum, umumnya disebabkan oleh:
1) Insufisiensi plasenta, akibatnya: pertumbuhan janin terhambat
2) Oligohidramnion; terjadi kompresi tali pusat
Estimasi jumlah cairan amnion dapat diukur dengan pemeriksan USG.
(Cunningham,et al, 2010).
3) Keluar mekonium kental, berakibat terjadinya aspirasi mekonium pada janin.
Kehamilan postdate dapat membahayakan janin karena sensitive terhadap
rangsangan kontraksi, yang menimbulkan asfiksia sampai kematian dalam
rahim (Manuaba, 2010).
4) Selain komplikasi diatas dapat terjadi Makrosomia. Dengan plasenta yang
masih baik, dapat terjadi tumbuh kembang janin dengan berat 4500 gram yang
disebut makrosomia. Akibatnya terhadap persalinan adalah perlu
dilakukannya tindakan operatif seksio sesaria, dapat menjadi trauma
persalinan karena distosia bahu yang menimbulkan kematian bayi, atau
trauma jalan lahir ibu (Manuaba. 2008).

1.8 Penatalaksanaan Persalinan Postdate


Saifudin (2006) mengemukakan penatalaksanaan kehamilan postdate sebagai
berikut :
1. Bila sudah dipastikan umur kehamilan 41 minggu, pengelolaan tergantung dari
tingkat derajat kematangan serviks.
a. Bila serviks matang (skor bishop >6)
(a) Dilakukan induksi persalinan asal tidak ada janin besar, jika janin > 4000
gram dilakukan seksio sesaria,
(b) Pemantauan intra partum dengan menggunakan CTG dan kehadiran dokter
spesialis anak apalagi ditemukan mekonium mutlak diperlukan.
b. Pada serviks belum matang (skor bishop < 6) kita perlu menilai keadaan janin
lebih lanjut lagi apabila kehamilan tidak dilahirkan.
(a) NST dan penilaian volume kantong amnion. Bila keduanya normal,
kehamilan dibiarkan berlanjut dan penilaian janin dilanjutkan seminggu 2
kali.
(b) Bila ditemukkan oligohidramnion atau dijumpai deselerasi variabel pada
NST, maka dilakukkan induksi persalinan.
(c) Bila volume amnion normal dan NST nonreaktif, tes dengan kontraksi
(CST) harus dilakukan. Hasil CST positif janin perlu dilahirkan, bila CST
negatif kehamilan dibiarkan berlangsung dan penilaian janin dilakukan lagi
3 hari kemudian
(d) Keadaan serviks (skor bishop) harus dinilai ulang setiap kunjungan pasien
dan kehamilan harus diakhiri bila serviks matang.

c. Kehamilan > 41 minggu diupayakan diakhiri


Pasien datang dengan kehamilan lewat waktu dengan komplikasi seperti DM,
Preeklampsia, penyakit jantung kehamilannya harus diakhiri tanpa memandang
keadaan serviks. Tentu saja kehamilan degan risiko ini tidak boleh dibiarkan
melewati kehamilan lewat waktu.
(Saifudin, 2006).
Tindakan operasi Sectio Cesarea dapat dipertimbangkan pada insufisiensi
plasenta dengan keadaan serviks belum matang, pembukaan belum lengkap,
persalinan lama, terjadi Gawat janin, primigravida tua, kematian janin dalam
kandungan, pre-eklamsia, hipertensi menahun, infertilisasi, kesalahan letak janin
(Nugroho,T, 2010).
Tabel 2.1 skor pelvic menurut Bishop

Skor 0 1 2 3
Pembukaan 0 1-2 3-4 >5
Posisi janin dilatasi servik 0-30% 40-60% 60%-70% 80%
atau effasement
Posisi janin (turunnya kepala) -3 -2 -1 +1/+2
Konsistensi serviks Keras Sedang Lunak
Posisi serviks Ke Ke arah sumbu Ke arah
belakang jalan lahir depan
Sumber : Prawirohardjo, (2013)

BAB II
Konsep Asuhan Keperawatan
2.1 Pengkajian
1. Data Subjektif
(1) Identitas
Usia : Ibu yang berumur kurang dari 20 tahun organ-organ reproduksinya
belum siap untuk menerima kehamilan. Fungsi reproduksi belum berkembang
sempurna, jalan lahir mudah robek, kontraksi uterus masih kurang baik, rentan
terjadi perdarahan. Sedangkan ibu yang berumur lebih dari 35 tahun organ
reproduksinya sudah berkurang kemampuannya dan keelastisannya dalam
menerima kehamilan dan proses persalinan (Lestari, 2010)
(2) Keluhan utama
Pada persalinan dengan kehamilan postdate dapat ditemukan ialah gerakan
janin yang jarang, yaitu secara subyektif <10-12 kali dalam 12 jam (Sujiyatini,
2009), USG di temukan AFI ≤ 8cm.
Ibu menjadi cemas bilamana kehamilan terus berlangsung melewati taksiran
persalinan akan menambah frustasi ibu dan juga akan mempengaruhi janin
(Prawirohardjo, 2008).
(3) Riwayat menstruasi
HPHT : HPHT dikaji untuk mengetahui umur kehamilan. Kehamilan postdate
adalah kehamilan yang berlangsung lebih lama dari 42 minggu, dihitung
berdasarkan rumus Naegele dengan siklus haid rata-rata 28 hari. (Mochtar,
2015). Ibu dengan postterm cenderung mengalami lama persalinan yang
memanjang, persalinan dengan tindakan (forsep atau vakum), perlukaan jalan
lahir karena janinnya juga cenderung besar menurut kehamilan (Rifdiani, 2016).
(4) Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu
Pada seorang ibu yang pernah mengami kehamilan postterm akan memiliki
risiko lebih tinggi untuk mengalami kehamilan postterm pada kehamilan
berikutnya (Kistka et al, 2007).
(5) Riwayat kehamilan sekarang
Untuk mengetahui riwayat ANC teratur atau tidak teratur, sejak hamil berapa
minggu, tempat ANC, berapa kali melakukan ANC selama kehamilan.
Pengobatan atau tindakan apa yang didapat pada kehamilan postdate ibu, seperti
USG dan obat (Sulistyawati, 2011)

(6) Riwayat kesehatan klien


(a) DM
Bila ada tiga tanda utama yang biasanya terdapat pada penderita DM yaitu
poliuria (sering kencing), polidipsi (sering haus), dan poliphagi (sering lapar).
Terdiagnosa DM sebelum kehamilan, risiko bayi besar pada persalinan
berakibat terjadinya kemacetan saat melahirkan bahu bayi dan dapat berakibat
fraktur humerus
(b) Hipertensi
Hipertensi dibagi menjadi dua yaitu hipertensi essensial dan hipertensi ganas.
Hipertensi essensial jika tekanan darah 140/90 – 160/100. Hipertensi TD
systole > 200 mmHg. Tingginya Tekanan darah dapat berakibat rusaknya organ
– organ, memicu komplikasi seperti preeklamsi dan eklamsia yang
menyebabkan kelahiran yang tidak normal, prematur, hingga kematian bayi
pada saat persalinan
(c) Jantung
Bila ditandai dengan mudah lelah, Jantung berdebar, sesak napas, angina
pektoris, pembesaran vena jugularis, oedema, tangan berkeringat, hepatomegali,
takhikardi, kardiomegali. Ibu dengan disfungsi jantung parah mungkin
mengalami resiko gagal jantung saat persalinan.
(d) Ginjal
Bila ditandai dengan fatique, malaise, gagal tumbuh, pucat, lidah kering,
poliuria, oliguri, hipertensi, proteinuria, nokturia. Waspadai gejala yang sama
dengan DM
(e) Asma
Bila ditandai dengan napas pendek, berbunyi (wheezing), batuk-batuk (tersering
pada malam hari), napas atau dada seperti tertekan. Komplikasi dalam
persalinan gangguan pertumbuhan janin, abortus, persalinan prematur
(7) Riwayat kesehatan keluarga
Kemungkinan adanya penyakit genetik yang diderita keluarga dapat
ditularkan atau diturunkan sehingga dapat memperburuk kondisi ibu. Ibu yang
riwayat keluarganya dengan penyakit diabetes mellitus tipe 2 bisa menurun
secara genetik ke ibu hamil yang akan berisiko terhadap kehamilannya seperti
abortus, IUFD dan kelainan kongenital. Kehamilan ganda, akan
memungkinkan diri dan pasangan untuk mendapatkan anak kembar jika dalam
keluarga pernah ada yang memepunyai anak kembar, dari ibu, saudara
kandung, paman, bahkan sepupu.

(8) Pola/Data Fungsional Kesehatan


(a) Eliminasi
Kandung kemih dan rektum yang penuh dapat menghalangi penurunan bayi
saat persalinan karena mempersempit jalan lahir.
BAK : kandung kemih harus dikosongkan setiap 2 jam selama proses
persalinan. Demikian pula dengan jumlah dan waktu berkemih juga harus
dicatat. Bila pasien tidak dapat berkemih sendiri, dapat dilakukan kateterisasi,
oleh karena kandung kemih yang penuh akan menghambat penurunan bagian
terbawah janin. Selain itu juga akan meningkatkan rasa tidak nyaman yang
tidak dikenali pasien karena bersamaan dengan munculnya kontraksi uterus
(Yanti, 2009).
BAB : rectum yang penuh akan mengganggu penurunan bagian terbawah
janin, namun bila pasien mengatakan ingin BAB, bidan harus memastikan
kemungkinan adanya tanda gejala kala II. Bila diperlukan sesuai indikasi
dapat dilakukan tindakan lavement, meskipun tindakan ini bukan merupakan
tindakan rutin selama proses persalinan (Yanti, 2009).
(b) Seksual
Untuk mengetahui kapan ibu terakhir melakukan hubungan seksual dengan
suami karena prostaglandin yang terkandung dalam sperma dapat merangsang
terjadinya kontraksi.
(9) Riwayat Psikososial Budaya
Respon ibu terhadap kehamilan ini: Apakah ibu merencanakan kehamilan ini
atau tidak. Respon ibu terhadap kehamilan lewat waktu yang dialaminya adalah
cemas dengan kondisi janin nya.
2. Data Objektif
a. Pemeriksaan umum
KU : pada ibu bersalin dengan postdate KU ibu baik (Manuaba, 2010)
Kesadaran Composmentis
b. Tanda-Tanda Vital
a. Tanda-tanda vital
Keadaan umum : baik, cukup
Kesadaran : composmentis, apatis, somnolent, sopor, koma.
Composmentis : keadaan normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua
pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
Apatis: keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya,
sikapnya acuh tak acuh
Somnolent: kesadaran menuru, respon psikomotor yang lambat, mudah
tertidur, namun kesadaran langsung pulih bila dirangsang (mudah
dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal
Sopor : keadaan seperti tertiur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri
Koma: tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapu
TD : Tekanan darah meningkat saat kontraksi, sistol meningkat sekitar 10-20
mmHg, sedangkan diastole meningkat sekitar 5-10 mmHg. Normalnya 110/70
– 120/80 mmHg. Untuk mendeteksi adanya eklampsi (jika tekanan darah
140/90 mmHg)
Nadi: Karena kontraksi menyebabkan metabolism meningkat, mangakibatkan
kerja jantung meningkat sehingga denyut jantung akan meningkat selama
kontraksi. Normalnya 60 – 100 kali/menit. Kondisi ketika detak jantung turun
di bawah 60x/menit disebut bradikardi. Bradikardi dapat memicu sesak napas,
nyeri dada sedangkan kondisi diatas 120x/menit disebut takikardia yang
biasanya dapat mengakibatkan penyakit jantung kronis.
RR : Selama persalinan kala I, ibu membutuhkan tambahan energi yang besar
sehingga ibu mengalami peningkatan pernafasan karena adanya kontraksi
uterus dan peningkatan metabolisme, kadang-kadang ibu juga merasakan
sesak karena diafragma tertekan oleh janin. normalnya 16 – 20 kali/menit.
Jika melebihi 20x/menit disebut takipnea, pernapasan ini cepat dan dangkal.
Bradipnea merupakan penurunan respirasi rate yang kurang dari 16x/menit.
Suhu : Karena kontraksi dan dan tenaga mengejan membutuhkan energi yang
besar, maka pembuangan juga akan lebih tinggi dan suhu tubuh meningkat
terutama selama persalinan. normal 36,10C – 37,60C, suhu tubuh > 37,60C
dikatakan demam dan perlu dicurigai adanya infeksi.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Wajah : Oedem / tidak, warna sklera putih / kuning, dan konjugtiva merah
muda/ pucat
Oedem pada wajah merupakan indikasi preeklamsi, sklera berwarna kuning
indikasi ikhterus, dan konjungtiva yang pucat indikasi anemia (Manuaba,
2007).
2) Leher : Vena jugularis dan kelenjar thyroid
bendungan vena jugularis mengindikasikan adanya gangguan pada jantung
dan pembesaran kelenjar limfe dapat mengganggu metabolisme tubuh ibu

3) Payudara : Puting menonjol & kolostrum sudah keluar


untuk persiapan laktasi pada bayi baru lahir dan dilakukan Auskultasi
apabila ada indikasi gangguan pernafasan/jantung meliputi ronkhii,
wheezing, atau mur-mur
4) Abdomen : Bekas SC / operasi, pembesaran uterus sesuai UK, gerak anak.
Menggunakan teknik Leopod, pada postdate dengan oligohidramnion
lingkar perut bisa lebih kecil (sujiyanini, 2009)
Pemeriksaan Leopold
Leopold I : Untuk mengetahui tuanya kehamilan dan bagian apa yang
terdapat di fundus. Mengetahui TFU dan TBJ

32 minggu Pertengahan pusat prosesus sifoideus


36 minggu 2 jari di bawah prosesus sifoideus
40 minggu Pertengahan pusat prosesus sifoideus
Leopold II :
Menentukan dimana letak punggung anak dan bagian kecil janin. Normalnya :
punggung teraba keras, memanjang seperti papan pada sisi kanan/kiri, pada sisi yang
lain teraba bagian kecil janin.
Leopold III : Menentukan apa yang terdapat di bagian bawah dan apakah
sudah masuk PAP / belum. Pada pasien bersalin umumnya sudah masuk
PAP semua. PAP adalah batas dari pinggul kecil, bentuknya bulat oval.
Batas-batasnya : promotorium, sayap sacrum, linea innominata, ramus
superior ossis pubis dan pinggir atas symphisis.
Leopold IV : Menentukan seberapa jauh masuknya bagian bawah janin ke
rongga panggul, divergen (bila tangan pemeriksa tidak bertemu) atau
kovergen (bila tangan pemeriksa masih bertemu)
Auskultasi : melakukan pemeriksaan DJJ dengan menggunakan dopler atau
funandoskop, normalnya 120-160 x/menit.
5) Genetalia
Pemeriksaan dalam (VT) : untuk mengetahui keadaan vagina, portio keras
atau lunak, pembukaan serviks berapa, penipisan serviks, presentasi bayi,
penurunan kepala, UUK dan untuk mendeteksi panggul normal atau tidak.

2.2 Diagnosa
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi perfusi
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
3. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
4. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar infomasi
5. Hipotermi berhubungan dengan kekurangan lemak subkutan
2.3 Intervensi
N DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI
O KEPERAWATA KRITERIA HASIL (NIC)
N (NOC)
1 Gangguang NOC : NIC :
Pertukaran Gas • Respiratory Respiratory Monitoring
Status : Gas  Monitor rata – rata,
exchange kedalaman, irama dan usaha
• Respiratory respirasi
Status : ventilation  Catat pergerakan dada,amati
• Vital Sign Status kesimetrisan, penggunaan
Kriteria Hasil : otot tambahan, retraksi otot
• Mendemonstrasika supraclavicular dan
n peningkatan intercostal
ventilasi dan  Monitor suara nafas, seperti
oksigenasi yang dengkur
adekuat  Monitor pola nafas :
• Memelihara bradipena, takipenia,
kebersihan paru kussmaul, hiperventilasi,
paru dan bebas dari cheyne stokes, biot
tanda tanda distress  Catat lokasi trakea
pernafasan  Monitor kelelahan otot
• Mendemonstrasika diagfragma (gerakan
n batuk efektif dan paradoksis)
suara nafas yang
 Auskultasi suara nafas, catat
bersih, tidak ada
area penurunan / tidak adanya
sianosis dan
ventilasi dan suara tambahan
dyspneu (mampu
 Tentukan kebutuhan suction
mengeluarkan
dengan mengauskultasi
sputum, mampu
crakles dan ronkhi pada jalan
bernafas dengan
napas utama
mudah, tidak ada
 auskultasi suara paru setelah
pursed lips)
tindakan untuk mengetahui
 Tanda tanda vital
hasilnya
dalam rentang
normal
2. Nyeri Akut NOC NIC
• Pain Level, Pain Management
• Pain control  Lakukan pengkajian nyeri
• Comfort level secara komprehensif termasuk
Kriteria Hasil : lokasi, karakteristik, durasi
• Mampu frekuensi, kualitas dan faktor
mengontrol nyeri presipitasi
(tahu penyebab  Observasi reaksi nonverbal
nyeri, mampu dan ketidaknyamanan
menggunakan  Gunakan teknik komunikasi
tehnik terapeutik untuk mengetahui
nonfarmakologi pengalaman nyeri pasien
untuk mengurangi  Kaji kultur yang
nyeri, mencari mempengaruhi respon nyeri
bantuan)  Evaluasi pengalaman nyeri
• Melaporkan bahwa masa lampau
nyeri berkurang  Evaluasi bersama pasien dan
dengan tim kesehatan lain tentang
menggunakan ketidakefektifan kontrol nyeri
manajemen nyeri masa Iampau
• Mampu mengenali
 Bantu pasierl dan keluarga
nyeri (skala,
intensitas, untuk mencari dan
frekuensi dan tanda menemukan dukungan
nyeri)  Kontrol lingkungan yang dapat
• Menyatakan rasa mempengaruhi nyeri seperti
nyaman setelah suhu ruangan, pencahayaan
nyeri berkurang dan kebisingan
 Kurangi faktor presipitasi
nyeri
 Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
 Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan intervensi
 Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
 Berikan anaIgetik untuk
mengurangi nyeri
 Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Kolaborasikan dengan dokter
jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
 Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri

Analgesic Administration
 Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi dari
analgesik ketika pemberian
lebih dari satu
 Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya
nyeri
 Tentukan analgesik pilihan,
rute pemberian, dan dosis
optimal
 Pilih rute pemberian secara IV,
IM untuk pengobatan nyeri
secara teratur
 Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
 Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
 Evaluasi efektivitas analgesik,
tanda dan gejala
DAFTAR PUSTAKA
APH Guideliness. 2015. Antepartum haemorrhage (excluding placenta praevia). Women’s
Health Service. Christchurch Women’s Hospital.
Cunningham, Garry. 2013. Williams Obstetrics, 23rd Ed. Alih bahasa Brahm dkk. Obstetri
Williams, Ed. 23, Vol. 2. Jakarta: EGC
Depkes, RI. 2009. Pedoman program perencanaan persalinan dan pencegahan
komplikasi dengan stiker. Depkes RI. Jakarta.
Indri Maharani. 2012. Hubungan kadar hemoglobin pada perdarahan antepartum dengan skor
apgar. Karya Tulis Ilmiah. Jurnal Media Medika Muda. UNDIP. Semarang.
Londok THM, Lengkong RA, Suparman. 2013. Karakteristik perdarahan antepartum dan
perdarahan postpartum. Jurnal e-Biomedik.
Manuaba, Ida Bagus Gde. 2007. Pengantar kuliah obstetric. EGC. Jakarta.
Norwitz dan Schorge. 2007. Obstetric Gynekologi At A Glance. Alih bahasa Diba Artisyanti. At
A Glance Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Erlangga
Nugroho, Taufan. 2012. Patologi Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika
Nurasiah, A; Ani, R; Dewi, L.B. 2012. Asuhan Persalinan Normal Bagi Bidan. Bandung: PT.
Refika Aditama
Oxorn, H dan Forte, W. 2010. Ilmu Kebidanan Patologi & Fisiologi Persalinan. Yogyakarta:
C.V Andi Offset
Pertiwi Wara. 2014. Pelayanan Kesehatan Reproduksi Terpadu Untuk Mendukung Upaya
Peningkatan Kesehatan Ibu. Jakarta:Kemenkes RI.
Saifuddin. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Sondakh, Jenny. 2013. Asuhan Kebidanan Persalinan & Bayi Baru Lahir. Jakarta: Erlangga
Sujiyatini; Mufdillah; Asri, H. 2009. Asuhan Patologi Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika
Sunarsih, Priska. 2015. Hubungan usia dan paritas ibu hamil dengan kejadian perdarahan
antepartum di RSUD Abdoel Moeloek Bandar Lampung tahun 2013. Jurnal Kebidanan.
Wardana G A. 2007. Faktor Resiko Plasenta Previa.
Wiknjosastro, Hanifa. 2010. Ilmu kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai