Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PENDAHULUAN

DAN

ASUHAN KEPERAWATAN STATUS ASMATIKUS

DISUSUN OLEH: KELOMPOK V

1. CRISIA MAILOPUW
2. DOMINGGUS MATJORA
3. INANSEN A SERANG
4. KRISTINA URATH
5. MAKDALENA DASKUNDA
6. NURIMANI LETHULUR
7. NURWAHDANIA RA
8. YOHANA LOLOLUAN

PROGRAM STUDI SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN FAMIKA MAKASSAR

T.A 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN ASMATIKUS

A. Defenisi penyakit Asmatikus


suatu serangan asma yang berat, berlangsung dalam beberapa jam sampai beberapa hari, yang tidak
memberikan perbaikan pada pengobatan yang lazim. Status asmatikus adalah asma yang berat dan
persiten yang tidak berespons terhadap terapi konvensional dan tidak berespons terhadap
pengobatan awal standar dengan bronkodilator. Serangan dapat berlangsung lebih dari 24 jam.
Serangan akan bertambah berat refrakter bila serangan 12 jam pemberian obat untuk serangan
asma akut seperti adrenalin subkutan, aminofolin intravena atau malah memburuk.

B. Epidemiologi
Merupakan salah satu penyakit kronis yang paling sering pada usia anak-anak, sekitar 5-10% terjadi
pada anak-anak. Pada tahun 1997, National Heart, Lung, and Blood Institute of America
mendefinisikan asma sebagai penyakit inflamasi kronis pada saluran pernafasan yang melibatkan
banyak jenis sel termasuk sel mast, eosinophil, dan limfosit T. a pada setiap asma dapat terjadi pada
setiap usia dan memiliki angka kematian yang lebih tinggi pada anak yang masih sangat mudah dan
pada usia lanjut.

C. Etiologi
1. Factor ekstrinsik asma yang timbul karena reaksi hipersensivitas yang disebabkan oleh adanya
IgE yang bereaksi terhadap antigen yang terdapat di udara (antigen inhalas), seperti debu,
serbuk dan bulu binatang
2. Factor intrinsic
a. Infeksi
1. Virus yang menyebabkan adalah influlenza virus, respiratory syncytial virus (RSV)
2. Bakteri, misalnya pertussis dan streptokokkus
3. Jamur, misalnya aspergillus
4. Cuaca, perubahan tekanan udara, suhu udara, angina dan kelembaban dihubungkan
dengan percepatan
5. Iritan bahan kimia, minyak wangi, asap rokok, polutan udara
6. Emosional adanya rasa takut, cemas, dan tegang
7. Aktivitas yang berlebihan misalnya olahraga lari

D. Tanda dan gejala


1. Bising mengi dan sesak napas berat sehingga tidak mampu menyelesaikan satu kalimat dengan
sekali napas, atau kesulitan dalam bergerak
2. Frekuensi napas lebih dari 25X/menit
3. Denyut nadi lebih dari 110X/mnit
4. Arus puncak ekspirasi (APE) kurang dari 50% nilai dugaan atau nilai tertinggi yang pernah dicapai
atau kurang dari 120lt/mnt
5. Penurunan tekanan darah sistilik pada waktu inspirasi dan meningkat saat ekspirasi. Pulsus
paradoksus, lebih dari 10 mmHg
6. Batuk non produktif karena secret kental dan lumen jalan napas sempit
7. Wheezing
8. Dyspnea
9. Takikardi
10. Pernapadsan cuping hidung
11. Kecemasan, emosi tidak stabil dan penurunan tingkay kesadaran
12. Tidak toleran terhadap aktivitas: makan, bermain, berjalan, dan bahkan berbicara

E. Patofisiologi
Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan napas udara penderita asma adalah spasme otot
polos, edema dan inflamasi membrane mukosa jalan udara, dan eksudasi mucus intraliminal, sel-sel
radang dan debris selular. Obstruksi menyebabkan pertambahan resistensi jalan udara yang
merendahkan volume ekspresi paksa dan kecepatan aliran, penutupan premature jalan udara,
hiperinflasi paru, bertambahnya kerja pernafasan, perubahan sifat elastic dan frekuensi prnafasan.
Walaupun jalan udara bersifat difus, obstruksi menyebabkan perbedaan satu bagian dengan bagian
lain, ini berakibat perfusi bagian paru tidak cukup mendapat ventilasi dan menyebabkan kelainan
gas-gas darah terutama penurunan pco2 akibat hipeventilasi. Pada respon alergi di saluran napas,
antibody IgE berikatan dengan allergen menyebabkan degranulasi sel mast. Akibat degranulasi
tersebut, histamine dilepaskan. Histamine menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus. Apabila
respon histamine berlebihan, maka dapat timbul spasme asmatik. Karena histamine juga
merangsang pembentukan mukkus dan meningkatkan permiabilitas kapiler, maka juga akan terjadi
kongesti dan pembengkakan ruang iterstisium paru. Individu yang mengalami asma mungkin
memiliki respon IgE yang sensitive berlebihan terhadap sesuatu allergen atau sel-sel mast-nya
terlalu mudah mengalami degranulasi. Dimanapu letak hipersensivitas respon peradangan tersebut,
hasil akhirnya adalah bronkospasme, pembentukan mucus, edema dan obstruksi aliran udara.

F. Komplikasi
1. Atelectasis
2. Hipoksemia
3. Pneumonia
4. Pneumothotaks
5. Emfisema
6. Gagal nafas

G. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan sputum untuk melihat adanya:
 Kristal-kristal chacot leyden yang merupakan degranulasi dari Kristal eosinophil
 Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus
 Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
 Netrofil dan eosinophil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan
viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug
Pemeriksaan darah
 Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, atau asidosis
 Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH
 Hiponertamia dan kadar leukosit kadang-kadang diatas 15.000/mm3 dimana
menandakan terdapat suatu infeksi
 Pada pemeriksaan factor-faktor alergi terjadi peningkatan dari IgE pada waktu serangan
dan menurun pada waktu bebas dari serangan
2. Pemeriksaan diagnostic
 Arus puncak ekspirasi (APE) mudah diperiksa dengan alat yang sederhana, flowmeter
dan merupakan data yang objektif dalam menetukan derajat beratnya penyakit.
 Pemrtiksaan foto thorax pada serangan asma berat gambaran radiologis thorax
memprlihatkan suatu hiperlusensi, pelebaran ruang intercostal dan diagfragma yang
menurun. Semua gambaran ini akan hilang seiring dengan hilangnya serangan asma
tersebut
 Elektrokardiografi tanda-tanda abnormalitas sementara dan refersible setelah terjadi
perbaikan klinis adalah gelombang P meninggi (P: pulmonal), takikardi dengan atau
tanpa aritmea supravenrtikuler, tanda-tanda hipertrofi ventrikel kanan dan defiasi aksis
ke kanan

H. H. Pathway

Factor pencetus

Alergi idiopatik

Spasme otot
Edema dinding Sekresi mucus kental
polos bronkiolus
bronkiolus didalam lumen bronkiolus

ekspirasi Menekan sisi Diameter bronkiolus BERSIHAN JALAN NAPAS


luar bronkiolus mengecil TIDAK EFEKTIF

INTOLERANSI AKTIVITAS Dyspnea

GANGGUAN PERTUKARAN Perfusi paru tidak cukup


GAS mendapat ventilasi
I. Penatalaksanaan medis
1. Pemberian terapi O2 dilanjutkan
2. Bronkodilator
3. Agonis β2
4. Aminofilin
5. Kartikosteroid
6. Antikolonergik
7. Mukolitik dan ekspektoran
8. Antibiotic

J. Penatalaksanaa keperawatan
 Monitor status hemodinamik dab status 02
 Posisikan pasien semifowler
 Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam
 Lakukan fisioterapi dada jika perlu
 Ajarkan pasien untuk mengeluarkan secret dengan batuk efektif
 Kolaborasi pemberian obat bronkodilator
 Peningkatan RR dan nadi mengindikasikan sesak napas dan pemberian oksigen
membentu mengurangi sesak napas
 Penurunan difragmamemperluas daerah dada sehingga ekpansi paru bisa maksimal
 Istirahat mengurangi sesak napas akibat aktivitas
 Mengeluarkan secret yang terdapat di paru
 Secret harus dikeluarkan agar tidak mengganggu jalan napas
 Pemberian obat membantu mengencerkan secret
 Catat pergerakan dada, amati kesemetrisan, penggunaan oto tambahan, reaksi otot
supraclavicular dan intercostal

K. Diagnose keperawatan yang sering muncul


 Bersihan jalan napas tidak efektif b.d bronkospasme yang ditandai dengan sesak napas dan
kelainan suara napas
 Gangguan pertukaran gas b.d edema ruang intersititum paru yang ditandai dengan hipoksia
dan somnolen
 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d sesak napas/dispneu yang
ditandai dengan penurunan nafsu makan

Anda mungkin juga menyukai