Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

TUBERKULOSIS PARU (TBC)

DISUSUN OLEH :

GALUH NILA MELINDA

2019040718

PROGRAM PREOFESI NERS

UNIVERSITAS AN NUUR PURWODADI

2019/2020
A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang
paru-paru yang secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan
menimbulkan nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat
menular dari penderita kepada orang lain (Santa, dkk, 2009).
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman TB (Myobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman
TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh
lainnya. (Depkes RI, 2007).
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama
menyerang parenkim paru Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian
tubuh lainnya, termasuk meningens, ginjal, tulang, dan nodus limfe.
(Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare, 2002 ).
2. Etiologi
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
basil mikro bacterium tuberculosis tipe humanus,sejenis kuman yang
berbentuk batang dengan ukuran panjang1-4/mm dan tebal0,3-0,6/mm.
Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang
membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asamalkkohol) sehingga
disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap
gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat bertahan hidup pada udara
kering maupun dingin (dapat tahan bertaun-tahun dalam lemari es). Hal
ini terjadi karena kuman bersifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman
dapat bangkit lagi dan menjadikan tuberculosis menjadi aktif lagi. Sifat
lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih
menyenangi jaringan yan gtinggi oksigennya. Dalam hal ini tekanan
bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya,sehingga
bagian apical ini merupakan tempat predilek si penyakit tuberkulosis.
(Amin, 2007).
Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan
dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi
karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman
dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberculosis aktif kembali. Sifat
lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih
menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini
tekanan bagian apical paru - paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya,
sehingga bagian apical ini merupakan tempat predileksi penyakit
tuberkulosis.
Basil mikro bacterium tersebut masuk kedalam jaringan paru
melalui saluran napas (droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah
infeksi primer (ghon) selanjutnya menyebar ke kelenjar getah bening
setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke). keduanya
dinamakan tuberculosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian
besar akan mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru primer,
peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik
terhadap basil mikobakterium.
Teberkulosis yang kebanyakan didapatkan pada usia1-3 tahun.
Sedangkan yang disebut tuberculosis post primer (reinfection) adalah
peradangan jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang yang
mana didalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basiltersebut.
Faktor predisposisi penyebab tuberkulosiis menurut
(ElizabethJpowh 2001), antaralain :
a. Mereka yang kontak dekat dengan seorang yang mempunyai TB
aktif
b. Individu imuno supresif (termasuk lansia, pasien kanker, individu
dalam terapi kartikoteroid atau terinfeksi HIV)
c. Pengguna obat-oba tIV dan alkoholik
d. Individu tanpa perawatan yang adekuat
e. Individu dengan gangguan medis seperti: DM, GGK, penyimpanan
gizi, by pass gatrektomi.
f. Imigran dari Negara dengan TB yang tinggi (Asia Tenggara,
Amerika Latin Karibia)
g. Individu yang tinggal diinstitusi (Institusi psikiatrik, penjara)
h. Individu yang tinggal didaerah kumuh
i. Petugas kesehatan
3. Patofisiologi
Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan,
saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi
tuberkulosis terjadi melalui udara (airborne), yaitu melalui inhalasi
droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal
dari orang yang terinfeksi. Saluran pencernaan merupakan tempat masuk
utama jenis bovin, yang penyebarannya melalui susu yang
terkontaminasi.
Tuberkulosis adalh penyakit yang dikendalikan oleh respon
imunitas perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan
limfosit (biasanya sel T) adalah sel imunoresponsifnya. Tipe imunitas
seperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan di
tempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya. Respon ini disebut sebagai
reaksi hipersensitivitas (lambat).
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif
padat dan seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah
yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya
yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon
berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan
parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi
tuberkel.
Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Gohn dan gabungan
terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer
dinamakan kompleks Gohn   respon lain yang dapat terjadi pada daerah
nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus
dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari
dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan trakeobronkhial.
Proses ini dapat akan terulang kembali ke bagian lain dari paru-paru,
atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan
dan meninggalkan jaringan parut bila peradangan mereda lumen
bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat
dekat perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental
sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga
kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi
berkapsul yang tidak terlepas keadaan ini dapat menimbulkan gejala
dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus
danmenjadi tempat peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui
getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar
getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil dapat
menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal
sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri.
Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya
menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik
merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam
sistem vaskular dan tersebar ke organ-organ tubuh.
4. Manifestasi Klinis
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3
minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu
dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu
makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari
tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan (Depkes,
2006).
Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-
macam atau malah banyak pasien ditemikan Tb paru tanpa keluhan sama
sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Gejala tambahan yang sering
dijumpai (Asril Bahar. 2001):
a. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-
kadang dapat mencapai 40-41°C. Serangan demam pertama dapat
sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah
seterusnya sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari demam
influenza ini.
b. Batuk/Batuk Darah
Terjadi karena iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk-produk radang keluar. Keterlibatan bronkus pada
tiap penyakit tidaklah sama, maka mungkin saja batuk baru ada
setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah
berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula.
Keadaan yang adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh
darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi
pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
c. Sesak Napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak
napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut,
yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
d. Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan
napasnya.
e. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise
sering ditemukan berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), badan
makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot,
dan keringat pada malam hari tanpa aktivitas. Gejala malaise ini
makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak
teratur.
5. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Bahar (1996:721) pemeriksaan penunjang Tuberkulosis
yaitu sebagai berikut :
a. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk
menemukan lesi tuberkulosis. Pada awal penyakit dimana lesi
masihmerupakan sarang-sarang pneumonia gambaran radiologis
adalah berupa bercak-bercak seperti awan dengan batas yang tidak
tegas. Bila telah berlanjut, bercak-bercak awan jadi lebih padat dan
batasnya jadi lebih jelas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat akan
terlihat bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal dengan
nema tuberkuloma.
Pada satu foto dada sering didapatkan bermacam-macam
bayangan sekaligus (pada tuberkulosa lebih lanjut) seperti infiltrat +
garis-garis fibrotik + klasifikasi + kavitas (sklerotik/nonsklerotik).
Tuberkulosis sering memberikan gambaran yang aneh-aneh,
sehingga dikatakan ”tuberkulosis is the greatest imitator”.
Pemeriksaan radiologis dapat menunjukkan gambarang yang
bermacam-macam dan tidak dapat dijadikan gambaran diagnostik
yang absolut dari tuberkulosis.
b. Pemeriksaan Laborat Darah
1) Pemeriksaan Darah
Pada pemeriksaan darah yang diperiksa adalah jumlah leukosit
dan limfosit yang meningkat pada saat tuberkulosis mulai (aktif).
Pada pemeriksaan Laju Endap Darah mengalami peningkatan,
tapi Laju Endap Daanh yang normal bukan berarti menyingkirkan
adanya proses tuberkulosis. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah
leukosit mulai normal dan jumlah limfosit masih tetap tinggi dan
Laju Endap Darah mulai turun ke arah normal lagi.
2) Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan
ditemukannya kuman BTA diagnosis tuberkulosis sudah bisa
dipastikan. Penemuan adanya BTA pada dahak, bilasan bronkus,
bilasan lambung cairan pleura atau jaringan paru adalah sangat
penting untuk mendiagnosa TBC paru.
Pemeriksaan dahak dilakukan tiga kali yaitu : dahak sewaktu
datang, dahak pagi dan dahak sewaktu berkunjung hari kedua.
Bila didapatkan hasil dua kali positif maka dikatakan mikroskopik
BTA positif. Bila satu pisitif, dua kali negatif maka pemeriksaan
perlu diulang kembali. Pada pemeriksaan ulang akan didapatkan
satu kali positif maka dikatakan mikroskopik BTA positif,
sedangkan bila tiga kali negatif dikatakan mikroskopik BTA
negatif. Untuk memastikanjenis kuman yang menginfeksi perlu
diakukan pemeriksaan biakan/kultur kuman atau biakan yang
diambil.
3) Tes Tuberkulin
Biasanya dipakai cara mantoux yakni dengan menyuntikkan
0,1cc tuberkulin PPD (Purified Protein Derivate) intra cutan.
Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi
berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrasi limfosit
yakni persenyawaan antara antibody dan antigen tuberkulin.
Hasil tes mentoux dibagi dalam :

(a) Indurasi 0-5 mm : mantoux negative


(b) Indurasi 6-9 mm : hasil meragukan
(c) Indurasi 10-15 mm : hasil mantoux
positive
(d) Indurasi lebih dari 16 mm : hasil mantoux positif
kuat
Biasanya hampir seluruh penderita memberikan reaksi mantoux
yamg positif (99,8%) Kelemahan tes ini juga dapat positif
palsu.yakni pemberian BCG atau terinfeksi dengan
Mycobacterium lain. Negatif palsu lebih banyak ditemukan
daripada positif palsu
6. Penatalaksanaan
a. Farmakologis
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :
1) Jangka pendek.
Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu
1–3 bulan.
(a) Streptomisin injeksi 750 mg.

(b) Pas 10 mg.

(c) Etham butol 1000 mg.

(d) Isoniazid 400 mg.

2) Jangka panjang
Tata cara pengobatan : setiap 2x seminggu, selama 13–18bulan,
tetapi setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi.
Terapi TB paru dapat dilakukan dengan minum obat saja, obat
yang diberikan dengan jenis :

(a) INH.
(b) Rifampicin.
(c) Ethambutol.
Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan
kesembuhan menjadi 6-9bulan.
3) Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila
ditemukan dalam pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan
kombinasi obat :
(a) Rifampicin.
(b) Isoniazid (INH).
(c) Ethambutol.
(d) Pyridoxin (B6).
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk
mengobati juga mencegah kematian, mencegah kekambuhan atau
resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai penularan.
Pengobatan tuberculosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif
(2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang
digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat
utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO
adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan
Etambutol. Sedangkanjenis obat tambahan adalah Kanamisin,
Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat,
derivat Rifampisin/INH. Untuk keperluan pengobatan perlu
dibuat batasan kasus terlebih dahulu berdasarkan lokasi
tuberkulosa, berat ringannya penyakit ,hasil pemeriksaan
bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan
sebelumnya. Disamping itu perlu pemahaman tentang strategi
penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly Observed
Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh
WHO yang terdiri dari lima komponen yaitu:
1) Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan
dalam penanggulangan TB.
2) Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik
langsung sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti
pemeriksaan radiologis dan kultur dapat dilaksanakan di unit
pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
3) Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan
pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO)
khususnya dalam 2bulan pertama dimana penderita harus
minumobat setiap hari.
4) Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang
cukup.
5) Pencatatan dan pelaporan yang baku.
b. Non Farmakologis
1) Promotif

(a) Penyuluhan kepada masyarak apa itu TBC

(b) Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya


TBC, cara penularan, cara pencegahan, faktor resiko
(c) Mensosialisasiklan BCGmasyarakat.
2) Preventif
(a) Vaksinasi BCG
(b) Menggunakan isoniazid (INH)
(c) Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan
lembab.
(d) Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar
dapat diketahui secaradini.
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Fokus Pengkajian
a. Pengumpulan data
Dalam pengumpulan data ada urutan – urutan kegiatan yang
dilakukan yaitu :
1) Identitas klien : Nama, umur, kuman TBC menyerang semua
umur, jenis kelamin, tempat tinggal (alamat), pekerjaan,
pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan satitasi
kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk
dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB patu
yang lain.
2) Riwayat penyakit sekarang :Meliputi keluhan atau gangguan
yang sehubungan dengan penyakit yang di rasakan saat ini.
Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam,
nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong
penderita untuk mencari pengonbatan.
3) Riwayat penyakit dahulu :Keadaan atau penyakit – penyakit
yang pernah diderita oleh penderita yang mungkin sehubungan
dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura serta
tuberkulosis paru yang kembali aktif.
4) Riwayat penyakit keluarga :Mencari diantara anggota keluarga
pada tuberkulosis paru yang menderita penyakit tersebut
sehingga sehingga diteruskan penularannya.
5)  Riwayat psikososial : Pada penderita yang status ekonominya
menengah ke bawah dan sanitasi kesehatan yang kurang
ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat
kontak dengan penderita tuberkulosis paru yang lain
6) Pola fungsi kesehatan
(a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang
berdesak – desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi
udara dan tinggal dirumah yang sumpek.
(b)  Pola nutrisi dan metabolic
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia,
nafsu makan menurun.
(c)  Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan
dalam miksi maupun defekasi
(d) Pola aktivitas dan latihan
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan
menganggu aktivitas
(e)  Pola tidur dan istirahat
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita
TB paru mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan
istirahat.
(f) Pola hubungan dan peran
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi
karena penyakit menular.
(g) Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan,
dan pendengaran) tidak ada gangguan.
(h) Pola persepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan
emosi dan rasa kawatir klien tentang penyakitnya.
(i)  Pola reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual
akan berubah karena kelemahan dan nyeri dada.
(j)  Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan
mengakibatkan stress pada penderita yang bisa mengkibatkan
penolakan terhadap pengobatan.
(k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan
terganggunya aktifitas ibadah klien.
(l) Pemeriksaan fisik :
Berdasarkan sistem – sistem tubuh
(1) Sistem integument : Pada kulit terjadi sianosis, dingin
dan lembab, tugor kulit menurun
(2) Sistem pernapasan :Pada sistem pernapasan pada saat
pemeriksaan fisik dijumpai
inspeksi :  adanya tanda – tanda penarikan paru,
diafragma, pergerakan napas yang tertinggal, suara napas
melemah.
Palpasi   : Fremitus suara meningkat.
Perkusi      : Suara ketok redup.
Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki
basah, kasar dan yang nyaring.
(3) Sistem pengindraan : Pada klien TB paru untuk
pengindraan tidak ada kelainan
(4) Sistem kordiovaskuler :Adanya takipnea, takikardia,
sianosis, bunyi P2 syang mengeras.
(5) Sistem gastrointestinal :Adanya nafsu makan menurun,
anoreksia, berat badan turun.
(6) Sistem musculoskeletal :Adanya keterbatasan aktivitas
akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan sehari – hari
yang kurang meyenangkan.
(7) Sistem neurologis : Kesadaran penderita yaitu
komposments dengan GCS : E4 V5 M6
(8) Sistem genetalia : Biasanya klien tidak mengalami
kelainan pada genitalia

2. Pathway
3. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif
b. Gangguan pertukaran gas
4. Intervensi Keperawatan

HARI/TG
NO TUJUAN INTERVENSI RASIONAL TTD
L
1 Jumat, 17 Setelah dilakukan asuhan keperawatan Respiratory Status : Ventilation Airway Suction
April 2020
selama 1X8 jam diharapkan masalah 1. monitor status vital sign pasien 1. untuk mengetahui status
ketidakefektifan bersihan jalan nafas dapat 2. monitor status oksigen oksigen pasien
teratasi dengan kriteria hasil : 3. posisikan pasien untuk 2. agar ventilasi pasien
1. mendemonstrasikan batuk efektif dan memaksimalkan ventilasi maksimal
suara yang bersih tidak ada sianosis 4. auskultasi suara nafas, catat 3. untuk mengetahui
2. menunjukkan jalan nafas yang paten adanya suara tambahan adanya suara tambahan
3. mampu mengidentifikasikan dan 5. lakukan fisioterapi dada 4. untuk mengeluarkan
mencegah faktor yang dapat 6. kolaborasi dengan tim medis dahak pasien
menghambat jalan nafas untuk pemberian terapi obat 5. untuk memberikan terapi
7. edukasi dan ajarkan kepada sesuai kondisi pasien
pasien mengenai cara batuk 6. agar pasien mengerti
efektif bagaimana cara batuk
efektif
2 Jumat, 17 Setelah dilakukan asuhan keperawatan Respiratory status : gas exchange Airway Management
April 2020
selama 1X8 jam diharapkan masalah 1. buka jalan nafas dengan teknik 1. agar pasien bisa bernafas
gangguan pertukaran gas pasien dapat chin lift atau jaw thrust secara bebas/tidak sesal
teratasi dengan kriteria hasil : 2. posisikan pasien untuk 2. agar ventilasi pasien bisa
1. mampu mendemonstrasikan memaksimalkan ventilasi maksimal
peningkatan ventilasi dan oksigenasi 3. auskultasi suara nafas, catat 3. untuk mengetahui
yang adekuat jika ada suara tambahan adanya suara nafas
2. memelihara kebersihan paru-paru dan 4. kolaborasi dengan tim medis tambahan
bebas dari tanda-tanda distress lain 4. agar pasien dapat
pernafasan bernafas tanpa adanya
3. mendemonstrasikan batuk efektif dan suara tambahan
suara yang bersih tidak ada sianosis 5. untuk pemberian terapi
4. tanda-tanda vital dalam rentang yang tepat sesuai kondisi
normal pasien
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth.2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol


3. Jakarta: EGC

Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis,


edisi 6. Jakarta: EGC

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Nasional


Penanggulangan Tuberkulosis. Depkes RI : Jakarta.

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second


Edition. New Jersey:Upper Saddle River

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta:


Media Aesculapius

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC)


Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar


Ilmu Penyakit Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.


Jakarta: Prima Medika

Tambayong, J. 2003. Patofisiologi untuk Keperawatan. EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai