Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

HIPERTENSI & FRAKTUR

Disusun Oleh :

MARIANO XIMENES NICOLAU


PN. 19. 01. 92

PRODI PROFESI NERS


STIKES WIRA HUSADA YOGYAKARTA
TAHUN 2020
LAPORAN PENDAHULUAN
HIPERTENSI & FRAKTUR
A. Definisi
1. Hipertensi
Hipertensi adalah kondisi dimana jika tekanan darah sistole 140
mmHg atau lebih tinggi dan tekanan darah diastole 90 mmHg atau lebih
tinggi, dimana prehipertensi adalah ketika tekanan darah sistolik berada pada
120-139 mmHg atau ketika tekanan darah diastolik berada pada 80-89 mmHg
(WHO, 2011).
2. Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya (Brunner & Suddarth, 2010). Faktur adalah terputusnya
suatu hubungan kontinuitas dari jaringan tulang (Nurarif, A. H. 2013).

B. Klasifikasi
1. Klasifikasi Tekanan Darah
Adapun klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa menurut Joint
National Committee VII (Syamsudin, 2011) sebagai berikut:

Klasifikasi Hipertensi menurut JNC VII

Tekanan darah Tekanan darah


Klasifikasi TD
sistolik (mmHg) diastolik (mmHg)
Optimal <120 <80
Normal <130-139 85-89
Hipertensi stadium I <140-149 90-99
Hipertensi stadium II 160-179 100-109
Hipertensi stadium III >180 >110

2. Klasifikasi Fraktur
Menurut Hidayat dan Uliyah. 2014. fraktur dapat diklelompokkan berdasarkan
beberapa hal, yaitu :
a. Berdasarkan garis patah terhadap korteks
1) Fraktur komplit
Garis patahan melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua
kortek tulang.
2) Fraktur tidak komplit
Garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang, seperti hairline
fracture (patah retak rambut), buckle fracture atau toruse
fracture terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang
spongiosa dibawahnya, greenstick fracture mengenai satu korteks
dengan angulasi korteks lainnya pada patah tulang panjang anak.
b. Berdasarkan arah garis patah
1) Garis patah melintang (transverse)
Suatu fraktur komplit yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu
tulang.
2) Garis patah miring (obliq)
Fraktur komplit yang melalui korteks secara diagonal
3) Garis patah spiral
Bila garis patah terdapat mengelilingi sepanjang korteks
4) Garis patah kompresi
Pada vertebra akibat tumbukan keras
5) Fraktur avulse
Akibat tarikan otot pada insersinya di tulang.
c. Berdasarkan jumlah garis patah
1) Fraktur sederhana (simple)
Hanya terdapat satu garis patah
2) Fraktur komunitif
Garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan
3) Fraktur Segmental
Garis patah lebih dari satu, tetapi tidak berhubungan
4) Fraktur Multiple
Garis patah lebih dari satu, tetapi terdapat pada tulang yang berlainan
tempatnya
d. Berdasarkan hubungan antar fragmen
1) Fraktur undisplaced
Garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser
2) Fraktur displaced
Terjadi pergeseran fragmen tulang
e. Berdasarkan hubungan dengan dunia luar
1) Fraktur tertutup
Bila tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan udara luar
atau permukaan kulit.
2) Fraktur terbuka
Bila terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur dengan
udara luar atau permukaan kulit.
 Klasifikasi fraktur terbuka menurut R.Gustillo :
a. Derajat I
Luka kurang dari 1 cm, kerusakan jaringan lunak sedikit (tidak
ada tanda remuk), fraktur sederhana/transversal/obliq/komunitif
ringan dan kontaminasi ringan.
b. Derajat II
Luka lebih dari 1 cm, kerusakan jaringan lunak tidak luas, fraktur
komunitif sedang, kontaminasi sedang.
c. Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan yang luas, meliputi struktur kulit, otot,
neurovaskuler, serta kontaminasi derajat tinggi.

C. Etiologi
1. Hipertensi
Hipertensi disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor yang tidak dapat
dikontrol dan faktor yang dapat dikontrol (WHO, 2011).
a) Faktor yang tidak dapat dikontrol
1) Usia
Pada populasi umum kejadian tekanan darah tinggi tidak
terdistribusi secara merata, hingga usia 55 tahun lebih banyak ditemukan
pada pria. Namun setelah wanita mengalami menopause tekanan darah
terus meningkat hingga usia 75 tahun sehingga tekanan darah tinggi lebih
banyak ditemukan pada wanita daripada pria.
2) Jenis kelamin
Jenis kelamin wanita dan pria memiliki struktur organ dan hormon
yang berbeda. Berkaitan dengan hipertensi, pria mempunyai resiko lebih
tinggi untuk menderita hipertensi lebih awal. pria juga memiliki resiko
yang lebih besar terhadap mortalitas dan morbiditas kardiovaskuler
sedangkan pada wanita, biasanya lebih rentan terhadap hipertensi ketika
mereka sudah berumur di atas umur 50 tahun
3) Keturunan atau genetik
Pada 70-80 % kasus hipertensi esensial didapatkan riwayat
hipertensi di dalam keluarga. Hipertensi juga banyak ditemukan pada
penderita kembar monozigot (satu telur), apabila salah satunya menderita
hipertensi. Dugaan ini menjadi bukti bahwa faktor genetik mempunyai
peran pemicu hipertensi.
b) Faktor yang dapat dikontrol
1) Pola makan
Pola makan yang buruk disertai kebiasaan rokok, konsumsi alkohol,
dan garam yang berlebihan diduga akan berpengaruh dalam meningkatkan
resiko hipertensi.
2) Kegemukan
Kegemukan adalah ciri khas dari penderita hipertensi. Walaupun
belum dapat dijelaskan hubungan antar obesitas dan hipertensi esesnsial,
tetapi penyidikan membuktikan bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi
volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi
dibandingkan dengan penderita yang mempunyai berat badan normal.
3) Stress
Hubungan stress dengan hipertensi, diduga terjadi melalui aktifias
saraf simpatis. Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat meningkatkan
tekanan darah secara tidak menentu. Apabila stress berkepanjangan, dapat
mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi.
4) Olahraga atau aktifitas fisik
Ada banyak kegiatan dapat dilakukan dengan cara cepat dan praktis
sehingga manusia cenderung mencari segala sesuatu yang mudah dan
praktis. Hal ini mengakibatkan tubuh tidak banyak bergerak dan kurang
berolahraga. Kondisi ini memicu kolesterol tinggi dan juga ada tekanan
darahterus menguat sehingga memunculkan hipertensi.
2. Fraktur
Menurut Brunner & Sudddarth (2010) fraktur dapat disebabkan oleh karena :
a. Pukulan langsung
b. Gaya meremuk
c. Gerakan puntir mendadak
d. Kontraksi otot eksterm
e. Fraktur pathologic : keadaan penyakit menjadi lemah misalnya
kanker/osteoporosis

D. Patofisiologi
1. Hipertensi
Pengaturan tekanan darah arteri meliputi kontrol sistem persyarafan
yang kompleks dan hormonal yang saling berhubungan satu sama lain dalam
mempengaruhi curah jantung dan tahanan vaskuler perifer. Hal ini yang ikut
dalam pengaturan tekanan darah adalah refleks baroreseptor dengan
mekanisme berikut ini. Curah jantung ditentukan oleh volume sekuncup dan
frekuensi jantung. Tekanan perifer ditentukan oleh diameter arteriol, bila
diameternya menurun, tahanan perifer meningkat, bila diameternya
meningkattahanan perifer akan menurun. Pengaturan primer tekanan arteri
dipengaruhi oleh baroreseptor pada sinus karotikus dan arkus aorta yang akan
menyampaikan impuls ke pusat syaraf simpatis di medula. Impuls tresebut
akan menghambat stimulasi sistem saraf simpatis. Apabila tekanan arteri
meningkat, maka ujung-ujung baroreseptor akan tegang, sehingga bangkit dan
menghambat pusat simpatis. Hal ini akan menurunkan tegangan pusat
simpatis, akibatnya frekuensi jantung akan menurun, arteriol mengalami
dilatasi dan tekanan arteri kembali ke level awal. Hal yang sebaliknya terjadi
bila ada penurunan tekanan arteri (Muttaqin, 2009).

E. Patway
1. Hipertensi

Umur Jenis kelamin Gaya Hidup Obesitas

Hipertensi

Kerusakan vaskuler pembuluh darah

Perubahan struktur

Penyumbatan pembuluh darah

Vasokontriksi

Gangguan sirkulasi

otak

Retensi suplai 02

Nyeri kepala Gangguanpola tidur Gangguanperfus jaringan

(Nursalam, 2011)

2. Fraktur

Menurut Brunner & Suddarth, 2010 patofisiologi fraktur :


Daya

Tulang

Fraktur

Jaringan lunak Pembuluh dara Serabut saraf dan sum-sum tulang


                             
Luka             Perdarahan                              Putus       Reseptor nyeri
                
Hematom     Hipovolemi     Hilang sensori       Nyeri
                      
Vasodilatasi eksudasi             Hipotensi
migrasi leukosit

Inflamasi

Bengkak

Menekan syaraf

Nyeri
F. Manifestasi Klinis
1. Hipertensi
Manifestasi klinis pada hipertensi sebagai berikut (Corwin, 2009):
a. Sakit kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah akibat
peningkatan tekanan darah intra kranium
b. Penglihatan kabur akibat kerusakan hipertensif pada retina
c. Cara berjalan yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat
d. Nokturia yang disebabkan peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerulus
e. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.
2. Fraktur
Menurut Suhartini, 2013 tanda dan gejala fraktur :
a. Krepitasi pada daerah yang patah (bunyi bila digerakkan)
b. Deformity (perubahan bentuk)
c. Nyeri
d. Fungsiolaisa
e. Bengkak
f. Fungsi rontgent terlihat
g. Bentuk patah
h. Posisi patah
i. Perdarahan
G. Komplikasi
1. Hipertensi
Menurut Corwin (2009) hipertensi memiliki komplikasi yaitu:
a. Stroke
b. Infark miokard
c. Gagal ginjal
d. Ensefalopati (kerusakan otak)
e. Kejang
2. Fraktur
Menurut Nurarif, A. H. 2013 komplikasi dari fraktur adalah :
a. Komplikasi awal setelah fraktur adalah syok yang bisa berakibat fatal
dalam beberapa jam setelah cidera
b. Emboli lemak, yang dapat terjadi dalam 48 jam atau lebih
c. Sindrom kompartemen yang berakibat kehilangan fungsi ekstremitas
permanen jika tidak ditangani segera
d. Infeksi
e. Tromboemboli (emboli paru) yang dapat menyebabkan kematian beberapa
minggu setelah cidera
f. Koagulopati Intravaskuler Diseminata (KID)

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Hipertensi
a. Hemoglobin / hematokrit
Untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas)
dan dapat mengindikasikan factor-factor resiko seperti hiperkoagulabilitas,
anemia.
b. BUN : memberikan informasi tentang perfusi ginjal
c. Glukosa: Hiperglikemi(diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi ) dapat
diakibatkan oleh peningkatan katekolamin (meningkatkan hipertensi)
d. Kaliumserum: Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama
( penyebab ) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
e. Kalsium serum: Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan
hipertensi
f. Kolesterol dan trigliserid serum: Peningkatan kadar dapat mengindikasikan
pencetus untuk / adanya pembentukan plak ateromatosa ( efek
kardiovaskuler
2. Fraktur
Pemeriksaan diagnostic yang dilakukan :
a. Pemeriksaan Rontgen
Menentukan lokasi atau luasnya farktur atau trauma
b. Scan tulang, Tomograf, Scan CT/MRI
Memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak
c. Anteriogram
Dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
d. Hitung Darah Lengkap
Hematokrit mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma
multiple. Peningkatan jumlah sel darah putih adalah respons stress normal
setelah trauma.
e. Kreatinin
Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal
f. Profil Koagulasi
Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfuse multiple atau
cidera hati

I. Penatalaksanaan
1. Hipertensi
Penatalaksanaan hipertensi dibagi menjadi dua (Corwin, 2009), yaitu:
a. Penatalaksanaan farmakologi
1) Diuretik
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan
cairan tubuh melalui buang air kecil sehingga volume cairan berkurang
yang mengakibatkan daya pompa jantung lebih ringan. Contoh obatnya
adalah hidroklorotiazid.
2) Penghambat simpatetik
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf
simpatis. Contoh obatnya adalah metildopa, klonidin, dan reserpin.
3) Betabloker
Mekanisme kerja obat ini adalah melalui penurunan daya pompa
jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan pada penderita yang telah
diketahui mengidap gangguan pernafasan seperti asma bronkial. Contoh
obatnya adalah metoprolol, propanolol, dan atenolol.
4) Vasodilator
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah
dengan relaksasi otot polos. Contoh obatnya adalah prasosin dan
hidralasin. Efek samping dari obat ini adalah sakit kepala atau pusing.

5) Penghambat enzim konversi angiotensin


Cara kerja obat ini adalah menghambat pembentukan zat
angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan
darah). Contoh obatnya adalah katopril yang mempunyai efek samping
batuk kering, pusing, dan lemas.
6) Antagonis kalsium
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara
menghambat kontraksi jantung. Contoh obatnya adalah nifedipin,
diltiasem, dan verapamil. Efek samping dari obat ini adalah sembelit,
pusing, dan muntah.
7) Penghambat reseptor angiotensin II
Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat
angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya
pompa jantung. Contoh obatnya adalah valsartan (diovan) yang
mempunyai efek samping pusing, lemas, dan mual.
b. Penatalaksanaan non farmakologi
Pencegahan hipertensi terdapat 3 cara yaitu:
1) Menerapkan pola hidup sehat
a) Penurunun berat badan
Mengurangi berat badan biasanya membantu menurunkan
tekanan darah. Olahraga secara teratur adalah suatu kebiasaan dengan
cara yang baik untuk mengurangi berat badan. Hal itu juga tampak
berguna untuk menurunkan tekanan darah dengan sendirinya.
b) Olahraga
Olahraga isotonik seperti bersepeda, jogging, dan aerobik
yang teratur selama minimal 30 menit per hari dapat mempelancar
tekanan darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah dan juga
dapat digunakan untuk mengurangi atau mencegah obesitas.
c) Tidak merokok
Nikotin yang ada dalam rokok dan produk rokok dari
tembakau menyebabkan pembuluh darahkontriksi dan denyut jantung
menjadi lebih cepat yang sementara akan menaikkan tekanan darah.
Jika berhenti merokok dengan signifikan dapat mengurangi resiko
terserang penyakit jantung dan dari serangan jantung serta dapat
menurunkan tekanan darah.
d) Tidak mengkonsumsi alkohol
Alkohol berakibat pada naiknya tekanan darah yang cukup
banyak. Pada orang-orang tertentu juga bisa tidak memberikan efek
pada naiknya tekanan darah. Jika minum alkohol batasi konsumsi
tidak lebih dari 1 ataupun 2 minuman per harinya. Jika tekanan darah
miningkat berhubungan dengan alkohol yang dikonsumsi, yang
terbaik adalah tidak perlu mengkonsumsi alkohol.
2) Gizi untuk penderita hipertensi
Dalam gaya hidup sehat yang utama adalah makanan yang dikonsumsi.
Ada dua kriteria makanan untuk mencegah hipertensi yaitu:
a) Makanan yang dianjurkan untuk dikonsumsi
 Buah-buahan
 Sayur
 Serat
 Karbohidrat jenis kompleks
 Vitamin dan mineral
 Teh
b) Makanan yang tidak dianjurkan untuk dikonsumsi
 Makanan yang mengandung lemak jenuh tinggi
 Makanan yang diolah menggunakan garam natrium
 Makanan atau minuman kaleng
 Makanan yang diawetkan
 Penyedap makanan
 Alkohol serta makanan yang mengandung alkohol
 Kurangi asupan garam

J. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Data Umum
b. Pengkajian Lingkungan
c. Struktur keluarga.
d. Fungsi keluarga
e. Stres dan koping keluarga.

K. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertensi
a) Penurunan curah jantung
b) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
2. Fraktur
a) Kerusakan integritas kulit b.d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,
kawat, sekrup)
b) Hambatan mobilisasi fisik b.d kerusakan rangka neuromuscular, nyeri,
terapi restriktif (imobilisasi)
L. Rencana Keperawatan
1. Hipertensi

NO DX NOC NIC
KEPERAWATAN
1. Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan Cardiac care
jantung keperawatan selama 1. Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang tepat
….Tidak terjadi penurunan 2. Catatkeberadaan, kualitasdenyutansentral dan perifer
curah jantung, dengan 3. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas
kriteria hasil: 4. Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas, batasi jumlah pengunjung.
1. Cardiac pump 5. Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditempat tidur/kursi
effectifveness 6. Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan
a. Berpartisipasi dalam 7. Lakukan tindakan yang nyaman spt pijatan punggung dan leher, meninggikan kepala tempat
aktivitas yang tidur.
menurunkan TD 8. Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan
b. Mempertahankan TD 9. Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah
dalam rentang yang dapat 10. Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi
diterima 11. Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi
c. Memperlihatkan irama
dan frekuensi jantung
stabil

2 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Pain Management


berhubungan dengan keperawatan selama …. 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
agen cedera biologis Pasien tidak mengalami kualitas dan faktor presipitasi
nyeri, dengan kriteria hasil: 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
1. pain control 3. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
a. Mampu mengenali 4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
nyeri (skala, kebisingan
intensitas, frekuensi 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
dan tanda nyeri) 6. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
b. Menyatakan rasa 7. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ……...
nyaman setelah nyeri 8. Tingkatkan istirahat
berkurang 9. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan
c. Tanda vital dalam antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
rentang normal 10. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
2. Fraktur

N DX KEPERAWATAN NOC NIC


O
1. Kerusakan integritas  Tissue integrity : skin and - Jaga kebersihan kulit agar tetap kering dan bersih
kulit b.d fraktur terbuka, mucous
pemasangan traksi (pen,  Membranes - Anjurkan pasien menggunakan pakaian yang longgar
kawat, sekrup).  Hemodyalis akses
Kriteria hasil : - Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
- Integritas kulit yang baik bisa
dipertahankan (sensasi, - Ganti balutan, bersihkan area sekitar jahitan atau staples , menggunakan lidi kecil
elastisitas, temperatur,
hidrasi, pigmentasi) tidak ada
luka/lesi
- Menunjukan pemahaman
dalam proses perbaikan kulit
dan mencegah terjadinya
cidera ulang
-
N DX KEPERAWATAN NOC NIC
O
2 Hambatan mobilisasi  Joint movement: active - Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan
fisik b.d kerusakan  Mobility Level - Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
rangka neuromuscular,  Self care: ADL
- Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan
nyeri, terapi restriktif  Transfer performance
- Berikan alat bantu jika klien memerlukan
(imobilisasi) Kriteria hasil:
- Pasien meningkat dalam
aktivitas fisik
- Mengerti tujuan dari
peningkatan mobilisasi
- Memverbalisasikan perasaan
dalam meningkatkan
kekuatan dalam kemampuaan
berpindah
DAFTAR PUSTAKA

Ali, H., Z. (2010). Pengantar Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC

Brunner and Suddarth (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8

volume 3, Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Corwin, E. J. (2009). Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta: ECG.

Dewanty, R. (2010). Hubungan Pola Makan, Aktivitas Fisik dengan Perubahan


Tekanan Darah pada Lansia Penderita Hipertensi di Puskesmas Mlati II
Sleman (Skripsi). Program Studi Gizi Kesehatan Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Efendi, F. & Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas. Jakarta:


Salemba Medika.

Friedman., Mailyn, M., Bowden, V.R. & Jones, E.G. (2010). Buku Ajar Keperawatan
Keluarga. Jakarta: ECG.

Hidayat, A. A. dan M.Uliyah. 2014. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia, edisi 2.

Jakarta: Salemba Medika.

Muttaqin, A. (2009). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.

Nurarif, A. H. dan H. Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan

Diagnose Medis & Nanda, Nic-Noc, Edisi Revisi. Jilid 1. Yogyakarta:

Mediction Publishing.

Padila. (2012). Buku Ajar Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Nuha Medika.

Setyowati, S. & Murwani, A. (2008). Asuhan Keperawatan Keluarga. Yogyakarta:


Mitra Cendikia Press.

Suprajitno.(2010). AsuhanKeperawatanKeluargaAplikasiDalamPraktek. Jakarta :


EGC.

Syamsudin. (2011). Farmakoterapi kardiovaskular dan renal. Jakarta selatan:


Salemba Medika.

Udjianti, W. J. (2010). Keperawatan kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.

WHO. (2011). Hypertension Fact Sheet. Department of sustainable development and


healthy environments. Regional Office for South-East Asia: World Health
Organitation.

Anda mungkin juga menyukai