Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH PRAKTIKUM MANAJEMEN FARMASI

PELAYANAN FARMASI KLINIK DI APOTEK

Diajukan Untuk Memenuhi Ujian Tengah Semester Mata Kuliah


Praktikum Manajemen Farmasi

Dais Sari Milati


NIM 52119041
PSPPA-2

STIKes BAKTI TUNAS HUSADA


PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
TASIKMALAYA
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa dan petunjuknya sehingga saya
dapat menyelesaikan makalah yang disusun untuk memenuhi ujian tengah semester mata
kuliah Praktikum Manajemen Farmasi

Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam penyajian
makalah ini. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
semua pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini berguna dan dapat
menambah pengetahuan pembaca.

Demikian makalah ini penulis susun, apabila ada kata- kata yang kurang berkenan
dan banyak terdapat kekurangan, penulis mohon maaf yang sebesar- besarnya.

Tasikmalaya, 02 April 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pelayanan Kefarmasian.............................................................................3
2.2 Pelayanan Kefarmasian di Apotek.............................................................4
2.3 Penerapan Sistem Informasi Manajemen di Apotek.................................4
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Pelayanan Farmasi Klinik di Apotek.........................................................5
3.2 Sarana dan Prasarana.................................................................................6
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................9

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Farmasi klinik dapat didefinisikan sebagai suatu keahlian khas ilmu kesehatan,
bertanggung jawab untuk memastikan penggunaan obat yang aman dan sesuai pada pasien,
melalui penerapan pengetahuan dan berbagai fungsi terspesialisasi dalam perawatan pasien
yang memerlukan pendidikan khusus (spesialisasi) dan/atau pelatihan terstruktur tertentu.
Keahlian ini mensyaratkan penggunaan pertimbangan dalam pengumpulan dan interpretasi
data pasien, serta keterlibatan khusus pasien dan interaksi langsung antar profesional.
Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab
kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang
pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pengaturan Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian,
menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan melindungi pasien dan masyarakat
dari penggunaan Obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety)
(Menkes, 2014). Pelayanan Kefarmasian telah mengalami perubahan yang semula hanya
berfokus kepada pengelolaan Obat (drug oriented) berkembang menjadi pelayanan
komprehensif meliputi pelayanan Obat dan pelayanan farmasi klinik yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien.
Tujuan utama pelayanan farmasi klinik adalah meningkatkan keuntungan terapi obat
dan mengoreksi kekurangan yang terdeteksi dalam proses penggunaan obat. Karena itu, misis
farmasi klinik adalah meningkatkan dan memastikan kerasionalan, kemanfaatan, dan
keamanan terapi obat.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian, disebutkan bahwa apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian
tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Pelayanan Kefarmasian di Apotek
meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan pelayanan farmasi klinik.
Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia, sarana dan prasarana.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pelayanan farmasi klinik di apotek?
2. Apa saja pelayanan farmasi klinik di apotek?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pelayanan farmasi klinik diapotek.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis pelayanan farmasi klinik diapotek.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pelayanan Kefarmasian

Pelayanan Kefarmasian merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan.


Dengan makin kompleksnya upaya pelayanan kesehatan, terutama masalah penggunaan obat,
menuntut tenaga kefarmasian, khususnya apoteker untuk memberikan perhatian dan orientasi
pelayanannya kepada pasien dan tenaga kesehatan lainnya. Pelayanan kefarmasian
(pharmaceuticalcare) adalah pendekatan profesional yang bertanggungjawab dalam menjamin
keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau
oleh pasien melalui penerapan pengetahuan, keahlian, keterampilan dan perilaku apoteker
serta bekerjasama dengan pasien dan profesi kesehatan lainnya. Pada awalnya pelayanan ini
hanya berorientasi pada obat saja (drug oriented) namun sekarang telah berkembang kepada
pasien (patient oriented). Sebagai konsekuensi dari perluasan tersebut, apoteker dituntut untuk
meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku agar dapat meningkatkan
kompetensinya dan diakui keberadaannya di masyarakat (Menkes, 2016).
Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian
namun kenyataannya dari hasil monitoring yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
pelayanan kefarmasian yang diterima masyarakat belum optimal, khususnya di sarana
pelayanan kesehatan pemerintah seperti Puskesmas, hal ini antara lain disebabkan karena
masih banyak Puskesmas yang belum memiliki tenaga kefarmasian, baik apoteker maupun
tenaga teknis kefarmasian (Menkes, 2016).
Untuk mengatasi kesenjangan tersebut, maka seyogyanya Apoteker di Instalasi
Farmasi Kabupaten/Kota dan Dinas Kesehatan harus memahami tentang pelayanan
kefarmasian yan berkualitas, karena akan menjadi tempat rujukan untuk bertanya bagi tenaga
pengelola kefarmasian di Puskesmas. Dengan demikian perlu adanya Apoteker di unit
pengelola obat dan perbekalan kesehatan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota yang mampu
melakukan pembinaan pelayanan kefarmasian di puskesmas. Oleh karena itu penanggung
jawab Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota diwajibkan untuk selalu meningkatkan
kompetensinya demi terlaksananya pelayanan kefarmasian sesuai standar. Pengelolaan obat
dan perbekalan kesehatan mulai dari perencanaan sampai distribusi ke fasilitas pelayanan
kesehatan menjadi tanggung jawab profesional kesehatan, yaitu apoteker. Pendistribusian obat
dan perbekalan kesehatan ke fasilitas kesehatan dituntut untuk dapat menjamin mutu,

3
keamanan dan khasiat dari obat dan perbekalan kesehatan. Oleh karena itu dimanapun
Apoteker bekerja, harus memahami dan dapat melaksanakan pelayanan kefarmasian yang
baik dan benar (Menkes, 2016).

2.2 Pelayanan Kefarmasian Apotek

Definisi apotek menurut Peraturan Menteri Kesehatan No 1332/MENKES/SK/X/2002,


apotek adalah suatu tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran pekerjaan
farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Pengertian terbaru mengenai
definisi apotek berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009,
apotek 9 merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian
oleh apoteker. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009,
pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluran obat, pengelolaan
obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat,
bahan obat dan obat tradisional. Sedangkan sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat
tradisional dan kosmetika. Sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan, maka dalam
pelayanannya apotek harus mengutamakan kepentingan masyarakat yaitu menyediakan,
menyimpan, dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik. Dalam
pengelolaannya, apotek harus dikelola oleh apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan
apoteker.

2.3 Penerapan Sistem Informasi Manajemen di Apotek


1. Sistem informasi manajemen apotek merupakan sistem informasi pencatatan obat
dan alat kesehatan di apotek. Dengan menggunakan sistem informasi manajemen
apotek alur obat mulai dari penerimaan, pencatatan di gudang obat dan penjualan ke
pasien terekam dalam database sehingga stok opname dapat dilakukan secara
otomatis dan real time.
2. SIM apotek dibuat untuk menangani bagian point of sales kasir dan inventori dari
suatu apotek, yaitu dengan cara menyediakan kemampuan untuk menangani
transaksi beli dan jual secara resep dan non resep. Juga untuk menyajikan laporan
laporan sehingga keputusan yang diambil manajer lebih tepat sasaran. Sistem
aplikasi ini dirancang untuk digunakan secara mudah baik dengan keyboard dan
mouse atau dengan barcode scanner sebagai alat memasukkan data. Sehingga
pekerjaan dapat diselesaikan dengan cepat.

4
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Pelayanan Farmasi Klinik Di Apotek

Pelayanan farmasi klinik di apotek merupakan bagian dari pelayanan kefarmasian


yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien. Pelayanan farmasi klinik di apotek meliputi: pengkajian
resep, dispensing, pelayanan informasi obat, dan konseling.

1. Pengkajian dan pelayanan Resep


a. Kegiatan pengkajian Resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik dan
pertimbangan klinis.
b. Kajian administratif meliputi: Nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan;
Nama dokter, nomor surat izin praktik 15, alamat, nomor telepon dan paraf; dan
Tanggal penulisan resep.
c. Kajian kesesuaian farmasetik meliputi: bentuk dan kekuatan sediaan; stabilitas; dan
kompatibilitas (ketercampuran Obat).
d. Pertimbangan klinis meliputi: ketepatan indikasi dan dosis Obat; aturan, cara dan lama
penggunaan Obat;. duplikasi dan/atau polifarmasi; reaksi Obat yang tidak diinginkan
(alergi, efek samping Obat, manifestasi klinis lain); kontra indikasi; dan, interaksi.
e. Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka Apoteker harus
menghubungi dokter penulis Resep.
f. Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, penyiapan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai termasuk peracikan
Obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur
pelayanan Resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian Obat
(medication error).
2. Dispensing
Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi Obat. Setelah
melakukan pengkajian Resep dilakukan hal sebagai berikut:
a. Menyiapkan Obat sesuai dengan permintaan Resep
b. Melakukan peracikan Obat bila diperlukan
c. Memberikan etiket

5
d. Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk Obat yang berbeda
untuk menjaga mutu Obat dan menghindari penggunaan yang salah.
3. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker dalam
pemberian informasi mengenai Obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan
dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain,
pasien atau masyarakat. Informasi mengenai Obat termasuk Obat Resep, Obat bebas dan
herbal. Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metoda
pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi, keamanan
penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan,
harga, sifat fisika atau kimia dari Obat dan lain-lain.

4. Konseling
Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan pasien/keluarga untuk
meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi
perubahan perilaku dalam penggunaan obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien.
Untuk mengawali konseling, Apoteker menggunakan three prime questions. Apabila tingkat
kepatuhan pasien dinilai rendah, perlu dilanjutkan dengan metode Health Belief Model.
Apoteker harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien sudah memahami
obat yang digunakan.

3.2 Sarana dan Prasarana

Apotek merupakan salah satu tempat pelayanan kesehatan bagi masyarakat, maka dari
itu apotek harus mudah diakses oleh masyarakat. Apotek harus memiliki sarana dan prasarana
yang dapat menjamin mutu dan kualitas dari sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan medis
habis pakai, serta praktik pelayanan kefarmasian. Dalam melaksanakan pelayanan
kefarmasian, terdapat beberapa komponen sarana dan prasarana yang dapat menunjang
keberlangsungan praktik tersebut diantaranya sebagai berikut (Susanti, 2015):
a. Ruang penerimaan resep
Ruang penerimaan resep ditempatkan di bagian paling depan yang mudah terlihat oleh
pasien. Ruang penerimaan Resep sekurang-kurangnya terdiri dari tempat penerimaan Resep, 1
set meja dan kursi, serta 1 set komputer.

6
b. Ruang pelayanan resep dan peracikan
Ruang pelayanan Resep dan peracikan meliputi rak obat yang disusun sesuai kebutuhan
serta meja peracikan. Di ruang peracikan sekurangkurangnya disediakan peralatan peracikan,
timbangan obat, air minum untuk pengencer, sendok obat, bahan pengemas obat, lemari
pendingin, termometer ruangan, blanko salinan resep, etiket dan label obat. Ruang ini diatur
agar mendapatkan cahaya dan sirkulasi udara yang cukup, dapat dilengkapi dengan pendingin
ruangan.
c. Ruang penyerahan obat
Ruang penyerahan obat dapat berupa konter penyerahan obat yang dapat digabungkan
dengan ruang penerimaan resep.
d. Ruang konseling
Ruang konseling sekurang-kurangnya memiliki satu set meja dan kursi konseling,
lemari buku, buku-buku referensi, leaflet, poster, alat bantu konseling, buku catatan konseling
dan formulir catatan pengobatan pasien.
e. Ruang penyimpanan
Ruang penyimpanan dibutuhkan untuk menyimpang beragam sediaan farmasi, alat
kesehatan, serta bahan medis habis pakai. Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi
sanitasi, temperatur, kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan
keamanan petugas. Ruang penyimpanan harus dilengkapi dengan rak/lemari Obat, pallet,
pendingin ruangan (AC), lemari pendingin, lemari penyimpanan khusus narkotika dan
psikotropika, lemari penyimpanan Obat khusus, pengukur suhu dan kartu suhu.
f. Ruang arsip
Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang berkaitan dengan pengelolaan
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai 23 serta pelayanan kefarmasian
dalam jangka waktu tertentu yang telah ditentukan.

7
BAB IV

KESIMPULAN

Peningkatan mutu pelayanan kefarmasian di apotek dapat dilakukan dengan mengikuti


acuan yang terdapat dalam standar pelayanan kefarmasian di apotek. Keberhasilan
pelaksanaan acuan tersebut dapat dicapai dengan komitmen dan kerjasama antara semua
pemangku kepentingan sehingga pelayanan kefarmasian di apotek semakin optimal dan terasa
manfaatnya oleh masyarakat.

8
DAFTAR PUSTAKA

Anonim 2009. Peraturan pemerintah republik Indonesia no 51 tahun 2009 tentang pekerjaan
kefarmasian. Pemerintah republik Indonesia. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009


Tentang Kesehatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI: 2009.

Menteri Kesehatan. 2016. Peraturan Menteri kesehatan republik Indonesia nomor 73 tahun
2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek . menteri kesehatan. Jakarta.

Menteri Kesehatan.2014. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 tentang Standar Pelayanan


Kefarmasian di Apotek. Departemen Kesehatan.

Mentri kesehatan 2002 . keputusan menteri kesehatan republic Indonesia tentang ketentuan
dan tatacara pemberian izin apotek . menteri kesehatan republik Indonesia. Jakarta

Susanti.2015. system informasi managemen ( SIM) pembelian dan penjualan pada apotek
mahkota. UIN Raden fatah. Palembang.

Anda mungkin juga menyukai