Anda di halaman 1dari 15

Nama: Dhimas Istiqfaru A.

NIM: 18213036

Tugas Mandiri Sosiologi Seni

The Raft of the Medusa (Le Radeau de la Méduse) atau dalam bahasa
Indonesia berarti rakit Medusa. Merupakan salah satu karya lukisan cat
minyak yang dibuat oleh pelukis Romantis Prancis dan penulis litografi Jean
Louis Théodore Géricault (1791–1824). Lukisan tersebut dilukis pada 1818–
1819, yang menggambarkan tragedi dari kapal Méduse pada tahun 1816.
Lukisan 491 cm × 716 cm (16 '1 "× 23' 6"), merupakan lukisan yang
menggambarkan momen dari akibat bangkai kapal perang Prancis Méduse
frigate angkatan laut, yang kandas di lepas pantai Mauritania  pada tanggal
2 Juli 1816. Berita tersebut dimuat dan tersebar pada tanggal 13 September
1816 di koran anti-Bourbon, Journal des débats. The Raft of the Medusa
bercerita tentang bagaimana orang-orang yang berada pada rakit Medusa
berusaha hidup. Mereka rela berkelahi, melakukan pemberontakan,
pembunuhan, dan mereka yang sakit dilemparkan ke laut, kekurangan air
minum karena tidak ada air tawar, mabuk karena hanya ada tong anggur,
dan kelaparan yang dahsyat hingga sanggup memakan daging sesama
manusia (kanibalisme) setelah diiris dan dikeringkan agar bisa dikunyah. The
Raft of the Medusa, sebuah lukisan yang dianggap mengumbar skandal dan
aib itu, adalah salah satu yang terbaik pada masanya.

Tragedi Rakit Medusa


Tragedi rakit Medusa ini bercerita pada tanggal 5 Juli 1816 tentang 146 orang pria dan 1
orang perempuan yang terombang-ambing di lautan besar hanya dengan menggunakan sebuah
rakit berukuran 7 x 20 meter. Rakit tersebut dibuat dari bagian kapal Medusa, yang pada saat
ditemukan 12 hari kemudian, hanya menyisakan 15 awak kapal yang sanggup bertahan hidup.

Kapal Méduse merupakan kapal yang pernah berlabuh di Surabaya pada tanggal 2
September 1811 pada saat Perang Napoleon. Pada 2 Juli 1816, berlatar belakang dari Rochefort,
dalam perjalanannya ia menabrak gumuk pasir dalam laut di sebelah barat Afrika ketika menuju
koloni Perancis, Senegal. Kecelakaan tersebut menyebabkan dia tiga hari terjebak.Kapten kapal,
Chaumareys, memutuskan untuk menurunkan perahu, kemudian menempuh 97 km sisa
perjalanan menuju daratan.400 ratus penumpang tidak cukup dalam 6 perahu yang hanya bisa
memuat 250 orang.Beberapa orang tetap berada di kapal, lalu 146 laki-laki dan satu perempuan
menaiki rakit yang dibuat dari bagian Kapal Méduse.

Le Déjeuner sur l'herbe (The Luncheon on the Grass)

Karya Manet, Luncheon on the Grass (1863), menggambarkan orang


laki-laki berpakaian rapi sedang duduk di rerumputan bersama seorang
wanita telanjang. Tema lukisan itu jelas tidak dimaksudkan sebagai suatu
alegori, tetapi diletakkan dalam kehidupan nyata.Lukisan itu dianggap
memalukan oleh banyak kritikus Perancis pada waktu itu, karena isinya yang
tidak senonoh itu.

Komposisi dan figur telanjang pada lukisan Manet bersumber pada seni
rupa klasik.Lukisan itu didasarkan pada engraving Renaisans karya
Marcantonio Raimondi, yang selanjutnya bersumber pada karya gambar
Raphael (Judgment of Paris). Karya Raphael bersumber pada relief yang
menggambarkan figur-figur dewi-dewi sungai yang sedang berbaring.
Konsep asli figur telanjang yang ideal masih tampak pada lukisan Manet.

Le uner sur l'herbe (The on The Grass) - awalnya diberi judul Le Bain
(The Bath) - adalah minyak besar di atas kanvas lukisan oleh Edouard Manet
yang dibuat tahun 1862 dan 1863.

Patung itu menggambarkan seekor betina telanjang dan seorang


betina yang berpakaian minim sedang piknik, bersama dua pria berpakaian
lengkap di daerah pedesaan. Karena ditolak oleh juri Salon tahun 1863,
Manet memanfaatkan kesempatan ini untuk memamerkan hal ini dan dua
lukisan lain di Salon Salon tahun 1863 menolak, lukisan ini menjadi terkenal
dan kontroversi publik. Potongan ini sekarang di Musee d'Orsay di
Paris.Sebuah versi lebih kecil dapat dilihat di Courtauld Gallery, London.

Lukisan itu menyajikan seorang wanita telanjang yang sedang makan


siang dengan santai bersama dua pria yang berpakaian lengkap. Tubuhnya
berkilau menyala dan dia menatap langsung pada penampil. Kedua pria itu,
berpakaian seperti dandies muda, tampaknya terlibat dalam percakapan,
mengabaikan wanita itu. Di hadapan mereka, pakaian sang wanita,
sekeranjang buah, dan sebuah roti bundar ditampilkan, seperti dalam
kehidupan yang membisu. Di latar belakangnya, seorang wanita berbusana
minim mandi di sebuah sungai. Terlalu besar dibandingkan dengan angka-
angka di bagian depan, ia tampaknya mengapung di atas mereka. Latar
belakang yang dicat kasar tidak terlalu dalam, memberikan kesan kepada
penonton bahwa adegan itu tidak terjadi di luar ruangan, tetapi di studio.
Kesan ini diperkuat oleh penggunaan cahaya "studio" yang luas, yang nyaris
tidak menimbulkan bayangan. Pria di sebelah kanan mengenakan topi datar
dengan tassel, jenis yang biasanya dikenakan di dalam ruangan.

Terlepas dari subjek yang bersifat umum, Manet sengaja memilih


sebuah ukuran kanvas yang besar, berukuran 81,9 x 104,1 per (208 kali
264,5 cm), yang biasanya hanya digunakan untuk topik-topik sejarah,
agama, dan mitologi. Gaya lukisan istirahat dengan tradisi akademik saat itu.
Ia tidak mencoba menyembunyikan sapuan kuas; Lukisan itu bahkan tampak
belum selesai di beberapa bagian dari TKP. Yang telanjang juga tampak
berbeda dari sosok-sosok Cabanel atau Ingres yang halus dan tanpa cacat.

Seorang wanita telanjang yang santai makan siang dengan pria yang
berpakaian lengkap merupakan pelanggaran terhadap kesopanan penonton,
meskipun Emile Zola, yang sezaman dengan Manet's, berpendapat bahwa
hal ini lazim dalam lukisan yang ditemukan di Louvre. Zola juga merasa
bahwa reaksi demikian datang karena memandang seni secara berbeda
dengan pelukis "analitik" seperti Manet, yang menggunakan subjek lukisan
sebagai dalih untuk melukis.

Masih banyak yang belum diketahui tentang lukisan itu, seperti ketika
Manet benar-benar mulai melukisnya, persis bagaimana dia memperoleh ide
tersebut, dan bagaimana dan jenis persiapan macam apa pekerjaan yang dia
lakukan. Meskipun Manet telah mengklaim karya ini pernah dihargai sebesar
25.000 franc pada tahun 1871, sebenarnya tetap menjadi miliknya sampai
tahun 1878 ketika Jean-Baptiste Faure, opera-singer and kolektor,
membelinya hanya seharga 2.600 franc.

The Milkmaid
Johannes Vermeer (1632-
1675) adalah pelukis dari
Delft, Belanda.Dikenal sebagai
salah satu Dutch little
masters, yakni maestro yang
intens bekerja di bidang
berukuran kecil. Walaupun
demikian, tidak berarti karya
Vermeer mudah dibuat. Ia
menghabiskan waktu lama
sekali untuk berkarya di
kanvas-kanvas ukuran kecil.
Ia menggunakan bahan-bahan
terbaik berharga mahal dan
melukis dengan sangat
telaten dan teliti. Foto resolusi
tinggi dari salah satu karya
Vermeer ini saya dapat dari
situs Rijksmuseum yang
dengan baik hati
menyediakan foto-foto resolusi tinggi untuk studi kita. Lewat foto ini kita bisa
melihat bagaimana telatennya Vermeer bekerja.
Pelayan pemerah susu (belanda: De Melkmeid atau Het Melkmeisje),
kadang-kadang disebut si pelayan dapur, adalah sebuah lukisan kanvas dari
"pemerah susu ", yang sebenarnya adalah seorang pelayan dapur dalam
negeri, oleh seniman belanda Johannes Vermeer. Sekarang, museum ini ada
di Rijksmuseum di Amsterdam, belanda, yang menyebutnya sebagai "tidak
diragukan lagi salah satu daya tarik terbaik di museum ".

Lukisan itu memperlihatkan seorang pemerah susu, seorang wanita


yang memerah susu dan membuat produk susu seperti mentega dan keju, di
kamar sederhana dengan hati-hati menuangkan susu ke dalam wadah
tembikar jongkok di atas meja.

Pemerah susu mulai bekerja semata-mata di kandang kuda sebelum


rumah-rumah besar menyewa mereka untuk melakukan pekerjaan rumah
tangga juga daripada mempekerjakan lebih banyak pekerja. Juga di atas
meja di depan pemerah susu adalah berbagai jenis roti. Ia seorang wanita
muda yang tubuhnya masih muda dan kekar yang mengenakan topi linen
yang renyah, celemek biru, dan baju kerja yang ia kenakan didorong oleh
lengan bawah yang tebal. Yang lebih hangat berada di lantai di belakangnya,
di dekat ubin tembok Delft yang menggambarkan Cupid (ke kiri penonton)
dan sebuah figur dengan sebuah tiang (ke kanan).Cahaya intens mengalir
dari jendela di sisi kiri kanvas.

Lukisan itu benar-benar ilusi, tidak hanya menyampaikan perincian


tetapi juga rasa berat dan meja. "Meskipun cerah, cahaya itu tidak mencuci
tekstur kasar dari kerak roti atau meratakan lembar-lembar pinggang si
pelayan yang tebal dan bahunya yang bundar ", tulis Karen Rosenberg,
seorang kritikus seni dari The New York Times. Namun, dengan bayangan
separuh wajah wanita itu," mustahil untuk mengatakan apakah matanya
yang sedih dan bibir yang cekung menunjukkan kebijaksanaan atau
konsentrasi", tulisnya.

"Sedikit berpengaruh pada Mona Lisa pada reaksi pemirsa modern


terhadap lukisan tersebut, menurut Walter Liedtke, kurator departemen
lukisan eropa di Museum seni Metropolitan, dan penyelenggara dua pameran
Vermeer. "Ada sedikit misteri tentang dirinya untuk penonton modern.Dia
sedang melakukan tugas hariannya, tersenyum lemah.Dan reaksi kita adalah
'apa yang dia pikirkan?'"

Stonehenge
Stonehenge merupakan
suatu bangunan yang dibangun
pada zaman Perunggu, dan
Neolitikum.Ia terletak
berdekatan dengan Amesbury di
Wiltshire, Inggris, sekitar 13
kilometer barat laut Salisbury.
Sebagai salah satu situs yang
paling terkenal di dunia,
Stonehenge merupakan
lingkaran batu tegak yang berada
di dalam lingkup tembok tanah.

Terdapat pertikaian mengenai


usia sebenarnya lingkaran batu
tersebut, tetapi kebanyakan
arkeolog memperkirakan
bahwa bangunan tersebut didirikan antara 3.000 SM hingga 2.000 SM. Pada tahun 2008,
penanggalan radiokarbon menunjukkan bahwa batu pertama didirikan antara 2400 hingga 2200
SM.Sedangkan teori lain mengindikasikan bahwa batu biru (bluestone) didirikan sekitar 3.000
SM.

Gundukan tanah dan parit berbentuk melingkar yang ada di sekitarnya, merupakan
penanda mengenai tahapan awal pembangunan monumen tersebut. Penanggalan yang didapat
dari fitur tersebut adalah sekitar 3.100 SM. Situs Stonehenge dan lingkungan di sekitarnya
ditambahkan ke dalam daftar Situs Warisan Dunia UNESCO pada tahun 1986 bersamaan dengan
Avebury Henge.

Stonehenge berasal dari kata Stone dan Henge. Stone berarti batu, sedangkan Henge
berarti lingkaran. Arkeolog mendefinisikan henge sebagai tembok tanah yang berbentuk
melingkar dan terdapat parit di dalamnya.

Pada awal abad ke-20, kebanyakan dari batu-batu itu tidak lagi berdiri tegak.Hal ini
kemungkinan disebabkan banyaknya wisatawan yang menaiki Stonehenge pada sekitar abad ke-
19 karena keingintahuan mereka yang besar.Semenjak itu, telah dilakukan tiga tahap renovasi
untuk menegakkan kembali batu yang miring atau terbalik, dan untuk mengembalikan batu-batu
tersebut ke tempat semula dengan teliti.

Sejarah awal
Kompleks Stonehenge dibangun dalam beberapa fase pembangunan selama setidaknya
1.500 tahun dan sepanjang kurun waktu itu aktivitas terus berjalan.Terdapat beberapa bukti
adanya pembangunan konstruksi secara besar-besaran di dan di sekitar monumen, membuat
penanggalan mengenai pembangunan monumen ini dapat berkisar hingga 6.500
tahun.Penanggalan mengenai aktivitas pembangunan monumen ini sulit diketahui karena
beberapa hal seperti lapisan kapur alam karena periglasial dan hewan yang menggali tanah,
catatan penggalian yang buruk beserta kurang akuratnya data yang ada.

Arkeolog telah menemukan empat (kemungkinan lima) lubang tiang patokan (postholes)
dengan penanggalan 8.000 S.M., di tempat yang sekarang menjadi lahan parkir. Tiga dari tiang
tersebut (kemungkinan empat), terletak dalam deretan timur ke barat yang mungkin ada
hubungannya dengan kegiatan ritual.

Tahap Pembangunan Awal

Stonehenge 1

Monumen pertama terdiri dari gundukan tanah melingkar dan parit dengan diameter
berukuran 115 meter(320 kaki) dan dengan satu pintu masuk di bagian timur laut. Fase ini terjadi
sekitar 3.100 SM. Di bagian luar kawasan lingkaran terdapat 59 lubang yang dikenal sebagai
lubang Aubrey untuk memperingati John Aubrey, seorang arkeolog abad ketujuh belas yang
pertama kali mengidentifikasi lubang-lubang tersebut.

Pada tahun 2013, sekelompok Arkeolog yang dipimpin oleh Professor Mike Parker
Pearson, mengekskavasi lebih dari 50.000 tulang yang dikremasi dari 63 individu yang dikubur
di lubang Aubrey, Stonehenge. Ada kemungkinan bahwa beberapa di antaranya merupakan
kaum bangsawan.Pada fase ini, sebuah batu tunggal monolit besar yang tidak dihaluskan dikenal
sebagai 'Batu Tumit' (Heel Stone) diletakkan di luar pintu masuk.

Stonehenge II

Bukti fase kedua sudah tidak terlihat lagi.Dari jumlah lubang tiang patokan yang
berpenanggalan awal 300 S.M., mengindikasikan bahwa beberapa struktur kayu dibentuk di
dalam kawasan pada masa ini.Pada masa ini setidaknya, 25 fungsi lubang Aubrey telah berubah
menjadi tempat penguburan abu pemakaman.Pada masa ini, Stonehenge diinterpretasikan
sebagai kuburan kremasi yang tertutup.Ini merupakan kuburan kremasi yang pertama diketahui
di daerah Inggris.

Stonehenge IIIa

Ekskavasi arkeologi menunjukkan bahwa sekitar 2600 SM, para pembangun Stonehenge
telah meninggalkan penggunaan kayu sebagai patokan. Mereka beralih dengan menggunakan
batu dan membuat dua buah lubang lengkungan bulan sabit (yang dikenal dengan nama lubang Q
dan R), di tengah-tengah lokasi Stonehenge. Kekurangan dari bukti pembangunan ini adalah
bukti penanggalan yang tidak kuat.Pada lubang-lubang ini setidaknya terdapat 80 batu yang
berdiri, dan hanya 43 buah yang dapat ditemukan pada saat ini. Batu ini disebut batu biru atau
bluestone, diperkirakan berasal dari bukit Preseli, sekitar 240 kilometer jauhnya dari Stonehenge,
di tempat yang sekarang bernama Pembrokeshire, Wales dengan tenaga manusia. Teori lainnya
yang banyak didukung saat ini adalah batu itu dibawa memanfaatkan gletser laut Irlandia.

Pintu masuk Stonehenge di sebelah timur laut dilebarkan pada masa ini dan
menjadikannya selaras dengan arah matahari yang naik pada pertengahan musim panas dan
matahari terbenam pada pertengahan musim dingin saat itu.Walaupun demikian, fase
pembangunan monumen ini tidak diteruskan dan ditinggalkan begitu saja.Beberapa batu berdiri
yang kecil dipindahkan dan lubang Q dan R ditutup kembali.Dari keberadaan bukti-bukti ini,
dapat dibayangkan pentingnya situs ini pada masa itu.

Heelstone atau batu tumit merupakan batu pasir dari masa tersier yang didirikan di luar
pintu masuk timur-laut pada masa ini.Penanggalan peletakan batu tumit ini tidak dapat
dipastikan dengan akurat dan bahkan dapat diletakkan kapan saja pada masa pembangunan
ketiga.Pertama kali, batu ini ditemani dengan batu kedua, yang sudah tidak tampak lagi. Dua
atau bahkan tiga batu portal besar diletakkan di dalam pintu masuk timur-laut, yang pada saat ini
hanya tersisa satu buah

Stonehenge IIIb

Denah Stonehenge pada tahun 2004.

Pada fase berikutnya 30 batu Sarsen yang besar


didatangkan dari tambang berjarak 40 kilometer di
utara monumen, di daerah bernama Marlborough
Downs.Terdapat kemungkinan pula, batu-batu ini
didatangkan dari sisa-sisa tambang kapur yang lebih
dekat.Batu-batu tersebut dipahat untuk membuat
sambungan pasak dan ruas sebelum didirikan dan
membentuk lingkaran tiang batu berukuran diameter 33
meter dengan 30 atap batu (lintel) di atasnya.Setiap
bongkah batu tersebut memiliki berat sekitar 25 ton.

Di dalam lingkaran monumen terdapat


limatrilithon batu sarsen yang diproses dan disusun dalam bentuk setengah lingkaran. Pada
lingkaran monumen ini terdapat sepuluh batu yang berdiri tegak dan lima batu mendatar lintel,
dengan berat sehingga 50 ton setiap batunya. Seluruh batu disambungkan dengan menggunakan
sambungan rumit.

Pada salah satu batu Sarsen terdapat ukiran pisau belati dan kepala kapak.Pada masa ini,
dibangun jalan sepanjang 500 meter dibangun, menuju ke arah timur laut dari pintu masuk dan
mengandung dua pasang tambak sejajar yang berparit di tengahnya.Pada bagian akhir, dua batu
portal besar dipasangkan di pintu masuk yang pada masa kini hanya tersisa satu pintu. Batu
Pengorbanan (Slaughter Stone) berukuran panjang 4,9 meter. Fase yang menggunakan teknologi
tinggi ini dipercaya merupakan hasil kerja kebudayaan Wessex pada Zaman Perunggu awal,
sekitar 2000 SM.

Stonehenge IIIc

Setelah Zaman Perunggu, ada kemungkinan batu biru telah ditegakkan seperti semula,
dalam lingkaran di antara dua tiang sarsen dan juga dalam bentuk setengah lingkaran di tengah,
mengikuti pola batu sarsen. Walaupun fase ini tampak menakjubkan, pembangunan Stonehenge
tahap IIIc tampak kurang rapi jika dibandingkan dengan fase IIIb.Sebagai contoh, batu biru yang
ditegakkan memiliki fondasi yang tidak kokoh dan mulai tumbang. Terdapat dua lubang
berbentuk melingkar yang terletak di luar monumen yang dikenal dengan nama lubang Y dan Z.
Lubang ini tidak pernah diisi dengan batu yang berkaitan dengan monumen.

Setelah Stonehenge berdiri

Lubang Y dan Z yang melingkar di luar monumen, merupakan konstruksi terakhir yang
diketahui mengenai Stonehenge.Kedua lingkaran lubang ini dibangun pada 1.600 S.M., dan
pemakaian terakhirnya kemungkinan pada masa besi.Koin Romawi dan artefak abad
pertengahan telah ditemukan di dalam dan di sekitar monumen, tetapi tidak ada bukti bahwa
monumen ini dipergunakan setelah masa prasejarah Inggris, hingga saat ini.Beberapa lokasi dan
kejadian bersejarah berada di sekitar monumen ini.Sebuah benteng Vespasian dibangun di jalan
menuju Avon.Pada tahun 1923 dari ekskavasi yang dilakukan di Stonehengen ditemukan orang
Saxon dari abad 7 Masehi yang dipenggal kepalanya.Situs ini diketahui oleh orang yang
terpelajar pada abad pertengahan dan sejak saat itu telah dipelajari oleh berbagai macam
kelompok.

Fungsi dan Konstruksi Stonehenge


Usaha serius pertama untuk memahami
monumen ini dilakukan sekitar tahun 1740 oleh
William Stukeley.Stukeley menyatakan bahwa lokasi
ini dibangun oleh kaum Druid, tetapi sumbangannya
yang paling penting adalah mengambil gambar yang
terukur mengenai lokasi Stonehenge sehingga
dapat mendukung analisis yang lebih tepat tentang bentuk dan kepentingan situs tersebut.Dari hasil
kerja ini dia menunjukkan bahwa henge dan batunya disusun dalam bentuk tertentu untuk kepentingan
astronomi.

Cara bagaimana batu biru diangkut dari Wales telah banyak didiskusikan dan batu itu
mungkin berasal dari Pembrokeshire dan dibawa ke Dataran Salisbury (Salisbury Plain). Banyak
arkeolog percaya bahwa Stonehenge merupakan percobaan pengabadian bangunan yang terbuat
dari kayu ke dalam bentuk batu.Hal ini karena banyaknya bangunan yang terbuat dari kayu di
Dataran Salisbury seperti Tembok Durrington.

Monumen ini diselaraskan timur laut - barat daya dan sering difokuskan bahwa
pembangun monumen ini membangunnya pada titik balik matahari dan equinox. Sebagai
contohnya, pada pertengahan pagi musim panas, matahari akan muncul tepat di puncak batu
tumit (heel stone), dan cahaya pertama matahari akan menuju ke bagian tengah Stonehenge di
antara dua susunan batu berbentuk setengah lingkaran. Banyak yang menyangsikan bahwa hal
tersebut merupakan suatu kebetulan.Matahari muncul pada derajat yang berganti-ganti dan pada
horison lansekap yang berlainan.Untuk penyelarasan itu agar tepat, pembangun Stonehenge
harus menyelaraskan garis lintang Stonehenge pada 51° 11'.Penyelarasan ini merupakan dasar
untuk menentukan bentuk dan tempat peletakan batu Stonehenge.

Beberapa peneliti lain berpendapat bahwa Stonehenge merupakan observatorium kuno.


Apa pun religinya, Stonehenge didesain untuk memprediksi gerhana, titik balik matahari, waktu
untuk matahari melewati khatulistiwa dan kejadian penting lainnya yang berkaitan dengan
penanggalan dan matahari dan religi kontemporer.

Banyak yang memperkirakan bahwa mesin diperlukan dalam pembangunan


Stonehenge.Proses membawa batu biru dari Wales dengan tenaga manusia membutuhkan banyak
tali, kayu, dan tenaga manusia. Dalam suatu percobaan arkeologi, arkeologi experimental atau
experimental archaeology pada tahun 2001, sebuah batu dipindah dari Wales menuju Stonehenge
melalui jalan darat dan laut yang paling memungkinkan. Sukarelawan menariknya di atas papan
seluncur ketika di darat.Tetapi ketika dipindahkan ke atas replika kapal masa prasejarah, kapal
tersebut tenggelam di Selat Bristol.

Proses menegakkan batu tersebut di lokasi Stonehenge juga merupakan sebuah


perdebatan. Batu penyokong diletakkan untuk membuat batu tersebut bertahan, dan sekelompok
orang menarik batu besar tersebut menggunakan tali. Untuk batu penutup, ada kemungkinan
dengan menggunakan tiang kayu yang ditumpuk dan diangkat secara perlahan-lahan, sehingga
tumpukan tiang tersebut memiliki ketinggian yang sama dengan batu tegak, dan dapat dengan
mudah dipindahkan ke atas batu tegak. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat yang
membangun Stonehenge merupakan masyarakat yang memiliki kepandaian dan pengetahuan
terhadap ilmu konstruksi menggunakan kayu dan batu dengan mahir.

Pada tahun 2012, sebuah teori memperkirakan bahwa monumen ini memang ditujukan
untuk menyatukan orang-orang yang berbeda di Kepulauan Inggris.Teori ini memperkirakan
bahwa monumen ini didirikan dengan menggunakan tenaga manusia yang sangat banyak dan
perkakas yang sangat sederhana. Perlu adanya organisasi yang mampu mengatur masyarakat
dengan jumlah banyak tersebut, dan bahkan adanya kemungkinan kerja sama antardaerah.

Sejarah baru

Stonehenge tetap menjadi tempat mengunjung bagi Neo-druid dan kepercayaan pagan
baru atau neo-pagan, dan merupakan lokasi festival musik gratis yang diadakan di antara tahun
1972 sampai 1984. Bagaimanapun, pada tahun 1985 festival tersebut dilarang oleh pemerintah
Inggris.Hal ini disebabkan karena terjadi persengketaan ganas antara polisi dengan pelancong
dan dikenal sebagai Perkelahian Beanfield.

Pada tahun-tahun terkini, kedudukan henge di Dataran Salisbury telah terpengaruh oleh
jalan A303 yang menghubungkan antara Amesbury dan Winterbourne Stoke, dan A344. Pada
masa lalu beberapa proyek, termasuk terowongan telah direncanakan untuk situs tersebut.English
Heritage dan National Trust telah lama berjuang untuk memindahkan jalan dari lokasi
tersebut.Pada awal 2003Departemen Perhubungan mengumumkan beberapa perluasan jalan
utama, termasuk A303. Pada 5 JuniHighway Agency menerbitkan rencana pemindahan jalan
sepanjang 13 kilometer di Stonehenge, termasuk terowongan sepanjang 2 kilometer, membuat
jalan A303 di bawah jalan yang dipergunakan sekarang. Banyak organisasi merencanakan
terowongan yang lebih panjang, yang akan melindungi kawasan arkeologi dan desa sekelilingnya
yang lebih luas. Rencana untuk tempat tersebut termasuk di antaranya pusat warisan baru, yang
akan dibuka pada tahun 2006. Pada tahun 2008, skema jalan baru akan siap dilaksanakan dan
jalan yang lama akan ditutup.

Mitos dan legenda


Batu Tumit atau Heelstone.

Batu Tumit (The Heel Stone) oleh


masyarakat sekitar dikenal pula dengan
namaFriar's Heel. Terdapat cerita rakyat yang
tidak dapat dipastikan asalnya lebih awal dari
abad ketujuh belas, menceritakan asal nama
batu ini.

Setan membawa batu ini dari seorang


wanita di Irlandia, membungkusnya, dan
membawanya ke dataran Salisbury.Salah
satu dari batu tersebut jatuh ke dalam
Sungai Avon, dan batu yang tersisa dibawa
ke dataran tersebut.Setan tersebut
kemudian berteriak, "Tidak seorang pun akan tahu bagaimana batu ini
dibawa ke sini!"

Seorang pendeta menjawab, "Itu yang kaupikirkan!"Setan kemudian melemparkan


salah satu batu kepadanya dan mengenai tumitnya.Batu tersebut kemudian
menancap di tanah dan berada di tempat tersebut hingga saat ini.

Sebagian pendapat mengklaim Tumit Friar( "Friar's Heel" ) adalah


perubahan nama "Freya's He-ol", dari nama Dewa Jerman Freya kata dari
bahasa Wales untuk lintasan. Penjelasan yang lebih sederhana adalah
karena batu tersebut heel atau condong.

Stonehenge dikaitkan pula dengan legenda Raja Arthur.Geoffrey dari


Monmouth berkata bahwa tukang sihir Merlin telah mengurus pemindahan
Stonehenge dari Irlandia, di mana ia telah dibangun di Gunung Killaraus oleh
raksasa yang membawa batu-batu tersebut dari Afrika. Setelah dia
mendirikan batu tersebut berdekatan Amesbury, Geoffrey menceritakan
dengan lebih lanjut bagaimana Uther Pendragon, kemudian Konstantinus III,
dikebumikan di dalam lingkaran batu tersebut. Dalam karangannya, Historia
Regum Britanniae, Geoffrey mencampurkan legenda Inggris dan
khayalannya pada banyak tempat; sangat menarik bahwa dia mengaitkan
Ambrosius Aurelianus dengan monumen prasejarah ini, berdasarkan bukti
nama yang mirip antara Ambrosius dengan Amesbury.

Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandu Indramayu (SDHBBSI)

Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandu Indramayu (SDHBBSI) adalah sekelompok
komunitas lokal yang mempercayai suatu ajaran bersama dan menetap di Desa Krimun,
Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.Anggota kelompok kepercayaan ini
diklaim berjumlah ribuan yang anggotanya berasal dari berbagai macam daerah, seperti Subang,
Cirebon, hingga Jawa Timur. Ketika mendengar kata “Dayak” tersemat dalam nama mereka,
publik pasti akan langsung mengasosiasikannya dengan Suku Dayak yang berasal dari
Kalimantan. Namun demikian, SDHBBSI sama sekali tidak berhubungan dengan Suku Dayak di
Kalimantan. Mereka murni terbentuk sebagai kelompok berbasis kepercayaan terhadap
keyakinan atau “agama” tertentu dimana “agama” tersebut tidak termasuk dalam enam agama
yang diakui negara, yaitu Islam, Kristen, Hindu, Budha, Kong Hu Cu.

Kelompok masyarakat ini secara formal tidak memiliki identitas legal seperti Kartu
Tanda Penduduk (KTP).Mereka tidak memiliki salah satu agama sebagaimana agama yang
diakui oleh negara.Namun demikian, hal itu bukan berarti mereka menentang negara dan
pemerintah.Mereka masih merasa menjadi bagian dari Negara Indonesia. Hanya saja, mereka
memiliki perspektif lain dalam memandang cara hidup. Bagi kelompok ini, KTP atau tanda
pengenal lain adalah sesuatu yang menyusahkan. Mereka berkeyakinan bahwa diri mereka yang
mereka bawa ke mana-mana itulah tanda pengenal yang sesungguhnya.

Asal usul

Kelompok masyarakat ini telah menunjukan eksistensinya sejak akhir tahun 90-an kepada
masyarakat luas. Mereka membangun komunitas dengan berpegang teguh pada spiritualitas
sebagai dasar pembentukan ajarannya.Tidak jarang pula mereka menyebut kepercayaannya
sebagai agama Jawa.Melalui kepercayaan ini, mereka melakukan penggalian kembali
kepercayaan dan nilai-nilai spiritualitas masyarakat Jawa masa lalu, terutama pada masa
prapatrimonial.Mereka berpikir bahwa agama-agama besar yang ada saat ini, termasuk agama
yang diakui oleh pemerintah Indonesia, telah terkontaminasi kepentingan-kepentingan individu
yang sarat dengan keserakahan.Hal inilah yang menyebabkan kelompok kepercayaan ini
menggali kembali nilai-nilai budaya masyarakat Jawa dan membangun ulang nilai-nilai
komunal.

Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandu Indramayu tidak memiliki kaitan dengan Suku
Dayak asli Kalimantan.Penamaan komunitas mereka yang panjang pun bukan tanpa alasan. Kata
“Suku” diartikan sebagai kaki yang membantu manusia untuk berjalan ke tujuannya masing-
masing sesuai dengan kepercayaan dan keyakinannya sendiri; “Dayak” berasal dari kata “ayak”
atau “ngayak” yang berarti menyaring atau memilah. Maksud dari kata tersebut adalah manusia
harus bisa memilih dan memilah mana yang baik dan mana yang benar.Sementara itu, “Hindu”
memiliki arti bahwa setiap manusia dilahirkan dari rahim seorang ibu (perempuan); kata
“Budha” berasal dari kata “wuda” yang berarti telanjang.Seluruh manusia menurut kepercayaan
mereka diartikan sebagai makhluk yang terlahir telanjang.Adapun kata “Indramayu”,
mengandung pengertian “In” berarti ‘inti’; “Darma” artinya orang tua, dan “Ayu” bermakna
perempuan.

Makna filosofisnya adalah bahwa ibu (perempuan) merupakan sumber hidup, karena dari
rahimnya lah semua manusia dilahirkan.Itulah sebabnya, menghormati kaum perempuan sangat
dijunjung tinggi oleh komunitas kepercayaan ini.Hal itu tercermin dalam berbagai aktivitas
keseharian mereka.

Kelompok tersebut dianalogikan sebagai sekumpulan manusia terpilih karena tidak


semua orang dapat menjalankan peraturan seperti yang telah disyaratkan oleh komunitas
tersebut.Selain itu, makna “Hindu Budha” dalam pemahaman komunitas ini diartikan sebagai
jiwa dan raga.Mereka yang tergabung diandaikan sebagai manusia yang baru saja dilahirkan oleh
ibunya dalam keadaan telanjang. Mereka yang telah menjadi Bodhisatvva sebagai wujud
menyatunya diri mereka dengan makrokosmos, akan menanggalkan pakaian ala kehidupan era
modern yang marak terjadi saat ini. Anggota kelompok komunitas ini akan telanjang dengan
hanya mengenakan celana pendek berwarna hitam-putih. Warna tersebut merupakan simbol dari
kehidupan yang saling berpasangan. Selain itu, mereka juga akan mengenakan aksesoris terbuat
dari kayu dan bambu sebagai bentuk kedekatan mereka dengan alam. Kemana pun anggota
kelompok komunitas ini pergi, mereka akan selalu mengenakan pakaian dan aksesoris tersbut.
Cara berpakaian yang demikian kemudian masyarakat “modern” sering memandang mereka
sebagai kelompok orang gila.

Pendirian komunitas itu sendiri bebas dari campur tangan pemerintah.Adalah seorang
Ta'mad yang memulai pembentukan komunitas ini dengan mendirikan sebuah padepokan yang
bernama Padepokan Nyi Ratu Kembar di Desa Karimun, Kecamatan Losarang, Kabupaten
Indramayu, Jawa Barat.Tanah tempat dibangunnya padepokan tersebut sendiri adalah warisan
dari mertua Ta'mad.Sejak perenungannya berhasil melahirkan sebuah 'aliran kepercayaan' baru,
pengikutnya menjadi semakin banyak dan terbentuknya kelompok masyarakat Dayak Hindu
Budha Bumi Segandu Indramayu.

Nilai dan ajaran

Nilai dan ajaran pada Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandu Indramayu terbentuk
pada tahun 1970-an dan diajarkan oleh Ta’mad atau Eran Takmad Diningrat Gusti Alam.
Ta’mad adalah pendiri komunitas kepercayaan ini karena adanya kejenuhan yang dia alami
terhadap peraturan-peraturan pemerintah.Ta’mad banyak melakukan refleksi dan introspeksi diri
terhadap berbagai permasalahan yang terjadi di sekitarnya. Lalu, ia meyakini bahwa kembali ke
alam (back to nature) adalah ajaran terbaik bagi manusia. Mendekatkan diri kepada alam
dipercaya sebagai inti dari kehidupan manusia.

Wujud dari ajaran kembali ke alam tersebut tercermin dalam nilai-niali yang mereka
junjung sehari-hari.Mereka sangat mengagungkan nilai-nilai alamiah seperti menghargai
perempuandan anak-anak.Bagi mereka, kaum perempuan memiliki martabat dan derajat yang
amat tinggi, karena dari mereka lah lahir individu-inidividu baru.Hal itu tentu tidak bisa
dilakukan oleh kaum pria, dimana pun dan oleh siapa pun.Begitu juga dengan anak-anak, mereka
selalu menganggap benar segala perkataan dan perbuatan anak-anak yang terlihat lugu.Para
lelaki kelompok kepercayaan ini berpijak untuk mengabdi pada perempuan, termasuk ibu, istri,
dan anak perempuan mereka.

Tidak heran jika kemudian banyak di antara mereka yang mencari nafkah di luar rumah
sekaligus mengurus rumah tangga seperti memasak, membersihkan rumah, dan pekerjaan rumah
tangga lainnya.

Ritual

Kelompok Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandu Indramayu melakukan ritual
bernama “kum-kum” atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan rendaman. Ritual ini mereka
lakukan untuk melatih kesabaran.Kum-kum sendiri mereka lakukan selama empat bulan dalam
satu tahun tepatnya setiap pukul 23.00.Sebelum kum-kum, mereka biasanya melakukan kidung
terlebih dahulu. Setelahnya, mereka akan berjalan ke sungai kecil di dekat perkampungan
mereka untuk merendam diri hingga pagi hari tiba. Selama berendam, mereka tidak
diperbolehkan memakai pakaian atas.Selain itu, mereka harus mampu menahan dinginnya udara
malam dan air sungai berikut gigitan ikan kecil-kecil yang hidup di sungai.Hal itu memang tidak
mudah untuk dilakukan; perlu pembiasaan mengingat tujuan utama dari ritual ini adalah untuk
melatih kesabaran.

Setelah ritual kum-kum selesai, mereka tidak lantas pulang ke rumah pada pagi
harinya.Mereka harus melakukan ritual lanjutan berupa mepe atau berjemur. Mereka akan
berjemur pada pagi hari hingga celana mereka kembali kering. Tujuan dari ritual ini adalah untuk
mendekatkan manusia dengan alam tanah. Setelah menyelesaikan rangkaian ritual tersebut,
mereka akan merasa menjadi orang baru kembali. Selanjutnya, sisa waktu delapan bulan ke
depan bisa mereka pergunakan untuk mencari nafkah demi mencukupi kebutuhan hidup anak
dan istrinya. Apabila nafkah mereka berlebih, mereka akan memberikannya pada komunitas
yang membutuhkan. Setelah itu, empat bulan selanjutnya akan mereka manfaatkan untuk ritual
dan mendekatkan diri dengan alam. Siklus ritual tersebut telah mereka kerjakan secara teratur
selama bertahun-tahun.

Ritual lain yang dilakukan oleh kelompok aliran kepercayaan ini juga banyak
mengikutsertakan kelompok perempuan.Bertempat di Pendopo Nyi Ratu Kembar, setiap malam
Jumat kliwon mereka berkumpul bersama.Beberapa laki-laki bertelanjang dada dan mengenakan
celana pendek hitam putih.Mereka duduk mengelilingi kolam kecil di dalam pendopo.Sementara
kaum perempuan, duduk berselonjor di luar pendopo. Mula-mula, mereka akan melantunkan
Kidung Alas Turi dan Pujian Alam secara bersama-sama. Bacaan tersebut dilanutnkan dalam
bahasa Jawa Cirebon dan dikarang langsung oleh pendiri komunitas ini, yaitu Takmad Diningrat.

Anda mungkin juga menyukai