Anda di halaman 1dari 9

Nama: Dhimas Istiqfaru A.

NIM : 18213036

Studi Mandiri Sosiologi Seni

Patung Loro Blonyo


Patung wanitanya adalah
simbolisasi dari Dewi Sri atau dikenal
dengan Dewi Kesuburan. Sedangkan
patung lelakinya adalah representasi
dari Dewa Wisnu. Keduanya
kemudian dipertemukan dan menjadi
sebuah pasangan. Berkat
keserasiannya, akhirnya pasangan ini
dibuatkan patung yang menyerupai
mereka dan diberi nama Loro Blonyo
yang memiliki arti simbol
kemakmuran serta keturunan atau
juga dapat disebut kemakmuran dan kesinambungan.

Patung laki-laki memakai kuluk kanigara (tutup kepala para


raja) berwarna hitam dengan garis kuning yang disusun secara tegak dan
melingkar, dan menggunakan seperti setagen dan diberi sabuk melingkar.
Posisi tangan ngapurancang (posisi kedua tangan diletakkan diatas pusar)
serta posisi kaki bersila dengan telapak jari-jari kaki diperlihatkan.

Kemudian, patung wanitanya memakai busana khas Jawa


yakni kemben dan ditambah dengan hiasan paes (riasan) di dahi. Bentuk
rambut gelungan lengkap dengan mahkota bagian atas dan
menggunakan sunduk mentul (sejenis hiasan di rambut). Posisi kaki sedang
timpuh (sikap hormat) dengan bagian telapak dan jari kanan dan kiri terlihat.

Menurut catatan sejarah, patung Loro Blonyo berkaitan erat dengan


kultur dan budaya. Hanya kaum priyayi etnis Jawa yang memilikinya. Dalam
rumah joglo milik kaum priyayi tersebut, patung Loro Blonyo diletakkan di
sentong atau bagian rumah tengah. Bagian ini dianggap sebagai wilayah
pribadi suami dan istri.

Dalam perkembangan zaman, patung Loro Blonyo yang berasal dari


zaman Jawa kuno, ternyata masih hadir di rumah-rumah masyarakat Jawa di
zaman modern saat ini.Patung Loro Blonyo menjadi representasi pemilik
rumah yang biasanya ditempatkan di luar kamar pribadi misalnya di ruang
tamu atau ruang keluarga sebagai aksesoris interior ruangan.

Dewi Sri Mengajukan Tiga Syarat

Diceritakan, karena merasa kesepian di khayangan, Batara Guru


menciptakan wanita cantik yang diberi nama Retno Dumilah. Karena
cantiknya, Batara Guru jatuh cinta. Retno Dumilah yang disebut Dewi Sri
menolak dengan cara mengajukan tiga syarat yang tak dapat dipenuhi
Batara Guru. Batara Guru marah karena merasa ada dewa lain yang
menghalangi niatnya. Ia mengutus Kala Gumarang untuk menyelidiki. Sang
utusan terpesona dan jatuh cinta kepada Dewi Sri. Ia lantas mengejar Dewi
Sri kemanapun. Dewi Sri marah, Kala Gumarang dikutuknya jadi babi. Babi
itu tetap mengejar Dewi Sri sampai ke dunia. Di tempat Dewi Sri tinggal
tumbuhlah tanaman padi dan tanaman lain, serta terpancar cahaya kemilau.

Prabu Mangkukuhan dari kerajaan Medang melihat cahaya itu


terpancar dari sosok wanita cantik. Ketika tahu wanita itu Dewi Sri, Batara
Wisnu menjelma manunggal dengan Prabu Mangkukuhan dan mengambil
Dewi Sri sebagai istrinya. Batara Wisnu yang mawujud Prabu Mangkukuhan
itu ada yang menyebutnya sebagai Raden Sadana. Sementara itu rakyat
memanfaatkan tanaman yang ditinggalkan Dewi Sri dengan memelihara
serta menjaganya dari ancaman babi dan hama lainnya. Kisah tersebut
merupakan salah satu versi dari mitologi Jawa dan Nusantara tentang Dewi
Sri sebagai Dewi Padi atau Dewi Kesuburan. Pasangannya Raden Sadana
pengejawantahan Dewa Wisnu dikenal sebagai pemelihara kelestarian alam
semesta.Keduanya merupakan suami-istri abadi yang menyandang misi ke
dunia untuk menolong manusia menggapai kesejahteraan hidup.

Versi lain menyebutkan bahwa Dewi Sri dan Sadana adalah saudara
kembar (kedhono-kedhini). Keduanya saling mencintai dan berhasrat
menikah. Namun, tidak terlaksana karena mereka sekandung. Karena putus
asa Sadana bunuh diri dengan harapan dapat reinkarnasi menjadi manusia
lain dan menikah dengan Dewi Sri. Sepeninggal Sadana, Dewi Sri hidup
mengembara dan dikejar-kejar oleh Bathara Kala. Dewi Sri kemudian
ditolong para petani. Sebagai balas jasa, dengan kesaktiannya Dewi Sri
memberi para petani hasil sawah yang melimpah. Para petani pun membalas
kebaikan Dewi Sri dengan cara mengabadikan Dewi Sri dan Raden Sadana
dalam bentuk patung pengantin duduk berdampingan.
Oleh karena itu, dalam kehidupan masyarakat petani tradisional di
seluruh pulau Jawa ditemukan peninggalan tadisi ritual dan sesajian di sawah
saat akan tanam hingga pascapanen. Konon tradisi bersih desa dan labuhan
awalnya terkait dengan ritual itu. Upacara ritual itu dimaksudkan untuk
mendapatkan panen yang berlimpah. Dan dilaksanakan di dalam atau di luar
rumah. Seiring berjalannya waktu, patung ini terus berkembang dan terbawa
hingga masa sekarang. Perkembangan seni-rupa kontemporer patung ini
pun mengalami perubahan bentuk, tak hanya dibuat dalam posisi duduk
namun juga dapat ditemui patung Loro Blonyo dalam posisi berdiri serta
beberapa tambahan aksesoris lainnya.

Djoko Diyanto, dosen arkeologi UGM, menuturkan bahwa patung Loro


Blonyo merupakan sebuah simbol harapan. Patung tersebut tak lagi menjadi
penanda wilayah pribadi suami istri, namun menjadi simbol bahwa sang
pemilik rumah sudah memiliki keluarga. Loro Blonyo juga dipercaya dapat
menimbulkan aura positif didalam rumah sehingga keharmonisan kehidupan
rumah tangga tetap terjaga.

Bade
Bade atau juga disebut wadah adalah
sarana religius dalam upacara ngaben yang
digunakan untuk membawa sawa atau
jenasah ke setra untuk melakukan proses
sementara dalam hal upacara sawa wedana
khususnya dalam upacara ngaben di Bali.
Bentuk bangunan wadah/bade ini di hiasi oleh
beragam ornamen Bali yang dalam dominasi
ornamen patra punggel pada bangunan
wadah/bade disebutkan dibagi menjadi tiga
bagian yaitu:

 Bagian kepala, 
 Bagian badan, dan 
 Bagian kaki 

Hiasan patra punggel pada bangunan bade yang dapat memberikan nilai
artistik dari segi reringgitan dan kerumitan serta kesan yang angker dan
magis dalam prosesi kematian sebagai jalan yang tidak bisa kita hindari.  
Secara keseluruhan disebutkan pula bahwa bangunan wadah/bade yang
dihiasi patra - patra punggel akan memberikan kesan keagungan.

Juga seperti halnya dalam pepalihan wadah, Bacem dengan tujuh bagian
dan tiap-tiap bagian terdiri atas dua pepalihan wayah.

Ombak Besar di Kanagawa

神 奈 川 沖 浪 裏 (Kanagawa-oki nami ura), “Di bawah sebuah ombak di


Kanagawa”, juga dikenal dengan nama Ombak Besar atau singkatnya
Ombak, adalah sebuah cetakan cukil kayu karya seniman ukiyo-e Jepang
Hokusai. Karya tersebut diterbitkan antara 1829 dan 1833 pada akhir zaman
Edo sebagai cetakan pertama dalam serial Tiga Puluh Enam Pemandangan
Gunung Fuji karya Hokusai. Karya tersebut adalah karya paling terkenal
buatan Hokusai, dan salah satu karya paling terkenal dalam seni rupa Jepang
di dunia.

Makna dari gambar ombak besar ini biasa diartikan sebagai simbol kekuatan.Baik dalam
kekuatan ekonomi, militer, dan juga kekuatan dari suatu bencana alam. Arti dari Gunung Fuji
yang hadir di dalam gambar melambangkan simbol keabadian yang berarti sebuah hal yang suci
dan sakti. Objek keabadian sendiri memiliki arti signifikan bagi kepercayaan masyarakat Jepang.
Di sisi lain, arti dari perahu kayu melambangkan wujud alamiah manusia yang lemah dan tak
berdaya. Hampir semua koleksi karya Hokusai banyak dijadikan objek riset baik bagi ilmuan dan
seniman di dunia barat dan Jepang.

Masyarakat Jepang percaya, bahwa teknik yang dipakai oleh Hokusai adalah campuran
dari pengetahuan seni yang ia dapat dari seni Eropa dan seni asli Jepang. Seorang seniman
pertama-tama perlu menggambar pada kertas tipis terlebih dahulu sebelum membuat karya cukil
beralas papan kayu ini. Kertas atau yang biasa disebut sebagai washi ini nanti ditempelkan ke
papan menggunakan lem. Setelah itu, seniman mulai mencukil kayu sesuai dengan bentuk
gambar lalu diberikan tinta dan kertas polos ditempel diatas kayu. Ukiran gambar yang terdapat
pada kayu yang sudah ditinta akan membuat cetakan gambar di kertas. Persis seperti printer tinta
manual (menggunakan tangan). Lalu prosesnya dikerjakan berulang agar gambar di kertas
sepenuhnya bisa berwarna-warni. Proses yang sangat rumit tapi memberikan hasil karya yang
indah.

Katsushika Hokusai lahir pada tahun 1760 di Tokyo, lalu pindah ke


daerah Obuse.Selain ilustrasi ombak yang sekarang banyak digunakan para
seniman street-art, Hokusai juga dikenal dengan lukisan-lukisan erotis
wanita dan pria Jepang.Lukisannya disebut sebagai karya bergenre
Shunga.Hokusai yang membuat buku seri Gunung Fuji juga menulis
beberapa kalimat dalam kata pengantarnya.Ia membagi cerita kalau pada
umur 75 tahun, Ia baru bisa memahami dan mempelajari mengenai pola
alam, hewan, tanaman, pepohonan, dan lainnya. Di usia menginjak 80
tahun, Hokusai baru berkembang sebagai manusia. Di saat usia 90 tahun, Ia
sudah merasakan kehidupan sebenarnya. Pada umur tepat 100 tahun,
dirinya akan menjadi seorang seniman yang hebat. Dan pada saat berusia
110, Ia percaya bahwa apapun yang akan ia buat, baik sebuah titik ataupun
garis, akan bernyawa. Sampai saat ini, peninggalan karya Hokusai telah
menjadi inspirasi bagi berbagai seniman besar di dunia.

Vincent Willem van Gogh


Lahir di Zundert, Belanda, 30 Maret
1853 – meninggal di Auvers-sur-Oise, Prancis,
29 Juli 1890 pada umur 37 tahun, adalah
seorang pelukis pasca impresionis Belanda yang
menjadi salah satu tokoh paling terkenal dan
berpengaruh dalam sejarah seni di Barat. Dalam
waktu lebih dari satu dasawarsa, ia
menciptakan kurang lebih 2.100 karya seni,
termasuk sekitar 860 lukisan minyak yang
kebanyakan dibuat selama dua tahun terakhir
kehidupannya. Karya-karya tersebut meliputi
lukisan bentang alam, alam benda, potret, dan
potret diri, dan memiliki ciri khas berupa warna yang tebal dan dramatis
serta goresan kuas yang impulsif dan ekspresif.

Pada masa kecilnya, putra sulung kelahiran keluarga menengah ke


atas ini merupakan seorang anak yang serius, pendiam dan penuh dengan
pikiran. Saat masih muda, ia menjadi seorang pedagang seni dan sering
berkelana, tetapi ia mengalami depresi setelah dipindah ke London. Ia
beralih ke bidang agama dan menjalani waktunya sebagai seorang
misionaris Protestan di Belgia Selatan. Ia terombang ambing di tengah
kesakitan dan kesendirian sebelum akhirnya mulai melukis pada tahun 1881
setelah kembali ke rumah orang tuanya. Ia mendapatkan bantuan keuangan
dan emosional dari adiknya yang bernama Theo, dan mereka berdua
menjalin komunikasi jangka panjang melalui surat-menyurat. Karya-karya
awalnya, yang kebanyakan merupakan lukisan alam benda dan ilustrasi para
buruh tani, sudah menunjukkan pewarnaan yang cerah dan tebal yang kelak
menjadi ciri khas karya-karyanya. Pada tahun 1886, ia pindah ke Paris, dan
di situ ia bertemu dengan anggota pergerakan avant-garde, termasuk Émile
Bernard dan Paul Gauguin. Seiring berjalannya waktu, ia mengembangkan
pendekatan baru terhadap lukisan alam benda dan bentang alam setempat.

Lukisan-lukisannya menjadi lebih cerah dan akhirnya gaya baru ini


terbentuk secara utuh pada masanya di Arles di Prancis Selatan pada tahun
1888. Pada masa itu pula ia memperluas cakupan subjek-subjeknya,
termasuk sejumlah lukisan pohon zaitun, ladang gandum, dan bunga
matahari. Van Gogh mengalami psikosis dan waham. Walaupun ia merasa
khawatir dengan kondisi kejiwaannya, ia seringkali mengabaikan kesehatan
fisiknya, sehingga ia tidak makan dengan benar dan malah banyak minum
alkohol. Pertemanannya dengan Gauguin berakhir setelah terjadinya
pertengkaran yang kemudian membuat Van Gogh memotong kuping kirinya
sendiri. Ia lalu secara sukarela masuk ke rumah sakit jiwa di Saint-Rémy
pada tanggal 8 Mei 1889. Setahun kemudian, ia memutuskan untuk keluar,
dan ia kemudian pindah ke Auberge Ravoux di Auvers-sur-Oise di dekat
Paris. Di situ ia dirawat oleh seorang dokter homeopati yang bernama Paul
Gachet. Depresinya masih berlanjut dan pada tanggal 27 Juli 1890 van Gogh
menembak dadanya sendiri dengan sepucuk pistol revolver.Ia menjemput
ajal akibat luka-lukanya dua hari kemudian. Van Gogh bukanlah seorang
seniman yang sukses pada masa hidupnya dan dianggap sebagai orang gila.
Ia menjadi terkenal setelah ia bunuh diri, dan tampil dalam khayalan publik
sebagai seorang jenius yang disalahpahami dan "tempat bertemunya
kegilaan dengan kreativitas". Reputasinya mulai bertumbuh pada awal abad
ke-20 karena unsur-unsur gaya lukisnya digunakan oleh seniman
ekspresionis Jerman dan Fauvis. Dalam beberapa dasawarsa berikutnya, ia
meraih kesuksesan dari segi popularitas, komersial, dan kritik, dan namanya
diingat sebagai seorang pelukis yang penting namun berakhir tragis, dan
kepribadiannya yang bermasalah melambangkan idealisme romantik akan
seorang seniman yang tersiksa.

Bull’s Head by Pablo Picasso

Bull's Head (Prancis: Tete de taureau)


adalah karya seni yang ditemukan oleh
Pablo Picasso, yang dibuat tahun 1942 dari
jok dan setang sepeda. Hal ini digambarkan
oleh Roland Penrose sebagai penemuan
Picasso yang paling terkenal, sederhana
namun "luar biasa lengkap" metamorfosis.
Picasso menggambarkan karya seni
tersebut pada tahun 1943 untuk
mengunjungi fotografer George Brassai, dan
berkata:

“Tebak bagaimana saya membuat


kepala banteng?Suatu hari, di
tumpukan benda bercampur aduk,
saya menemukan sebuah kursi sepeda tua tepat di sebelah setang
berkarat. Dalam sekejap,

mereka menyatu di kepala saya. Ide kepala banteng datang kepadaku


sebelum aku punya kesempatan untuk berpikir. Aku hanya melakukan las
bersama-sama. [tetapi] jika anda hanya melihat kepala banteng dan bukan
kursi sepeda dan setang yang membentuknya, patung itu akan kehilangan
sebagian dampaknya."
Pada tahun 1944, katalog sebagai kursi sepeda, patung itu dipajang di
Salon d'Automne di Paris bersama dengan 78 karya lainnya. Para
pengunjung dikejutkan oleh karya-karya baru Picasso dan pertunjukan
berlangsung, ketika kursi sepeda adalah salah satu potongan kursi itu
dipindahkan dari dinding. Kepala banteng dilukiskan oleh kritikus seni Eric
Gibson sebagai karya yang unik di antara patung-patung Picasso untuk
'transparansi' - konstitusi yang ditemukan objek tidak disamarkan. Ia
mengatakan patung itu adalah "saat yang berkecerdasan dan berimajinasi …
Sifatnya yang seperti anak kecil dan sangat rumit dalam kesederhanaannya,
ibarat pernyataan tentang kekuatan imajinasi manusia untuk maju di saat
nilai-nilai manusia sedang dikepung." Patung itu juga ada di koleksi
permanen Museum Picasso di Paris.

Wayang suket

Wayang suket merupakan bentuk tiruan


dari berbagai figur wayang kulit yang terbuat
dari rumput (bahasa Jawa: suket). Wayang suket
biasanya dibuat sebagai alat permainan atau
penyampaian cerita perwayangan pada anak-
anak di desa-desa Jawa. Untuk membuatnya,
beberapa helai daun rerumputan dijalin lalu
dirangkai (dengan melipat) membentuk figur
serupa wayang kulit. Karena bahannya, wayang
suket biasanya tidak bertahan lama. Seniman
asal Tegal, Slamet Gundono, dikenal sebagai
tokoh yang berusaha mengangkat wayang suket
pada tingkat pertunjukan panggung.

Bahkan jika menyebut wayang suket, sekarang


sudah lekat dengan pertunjukan wayangnya
Slamet Gundono lulusan STSI Pedalangan yang
kini menetap di Solo. Wayang Suket slamet Gundono, awalnya bermediakan
wayang yang terbuat dari suket, namun Slamet Gundono lebih
mengandalkan unsur teatrikal dan kekuatan berceritera. Dalam pementasan
wayang suketnya, Slamet Gundono menggunakan beberapa alat musik yang
teridiri dari gamelan, alat petik, tiup dan beberapa alat musik tradisi lainnya.

Slamet juga dibantu beberapa pengrawit, penari yang merangkap jadi


pemain, untuk melengkapi pertunjukannya. Seting panggungnya berubah-
ubah sesuai tema yang ditentukan. Media bertutur Slamet Gundono tidak
hanya menggunakan wayang suket tetapi juga wayang kulit dan kadang
memakai dedaunan untuk dijadikan tokoh wayang. Kehebatan bertutur
(pendongeng) dalang satu ini sudah tidak diragukan lagi. Banyak kalangan
Dalang muda yang memuji kemampuan bertutur Slamet Gundono. Misalnya
Ki Sigit Ariyanto;

"Jangankan dengan wayang, dengan pecahan genteng atau serpihan plastik


Gundono dapat mendalang dengan baik". Bahkan menurut Ki Bambang
Asmoro, dengan media yang ada, Slamet Gundono bisa menuntun penonton
ke dalam emajinasi yang lebih dalam, sehingga roh atau esensi wayang
sebagai pertunjukan bayangan "wewayanganing aurip" menjadi lebih
bermakna dan multi tafsir.

Anda mungkin juga menyukai