Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

Anatomi, Fisiologi, Pengkajian dan Diagnosa Keperawatan Pada Indra Pendengaran

Disusun oleh: Kelompok 2


Dian Fitrayani
Fransiska Kartini
Hidayat Abas Tengku Ibrahim
Nandya Melinda D. C. R. P.
Nur Sa’dah
Ria Fransiska Situmorang

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS BOROBUDUR
2014
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa penulis dapat menyelesaikan
tugas pembuatan makalah yang berjudul “Anatomi, Fisiologi, Pengkajian dan Diagnosa
Keperawatan Pada Indra Pendengaran” dengan lancar.

Dalam pembuatan makalah ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak, maka pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada rekan-rekan
sekelas atas bantuan dan kerjasamanya sehingga pembuatan makalah ini dapat terselesaikan.
Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang membantu pembuatan makalah
ini.

Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya,
penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna untuk itu
penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan kearah
kesempurnaan. Akhir kata penulis sampaikan terimakasih.

Jakarta, 1 oktober 2014

Penulis
DAFTAR ISI
Cover…………………………………………………………………………………..i
Kata Pengantar…………………………………………………………………………ii
Bab I Pendahuluan……………………………………………………………………..1
A. Latar Belakang…………………………………………………………………1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………...1
C. Tujuan………………………………………………………………………….1
Bab II Pembahasan
A. Anatomi Indra Pendengaran……………………………………………………6
B. Fisiologi Indra Pendengaran……………………………………………………8
C. Gangguan Pada Indra pendengaran…………………………………………….9
D. Pengkajian Pada Indra Pendengaran……………………………………………10
E. Diagnosa keperawatan pada Klien Dengan Gangguan Indra pendengaran…….12
Bab III Penutup…………………………………………………………………………13
Daftar Pustaka…………………………………………………………………………..14
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia membutuhkan informasi berupa rangsangan dari lingkungan luar sekitar untuk
dapat menjalani hidupnya dengan baik. Agar rangsangan yang berasal dari luar tubuh dapat
ditangkap dibutuhkan alat-alat tubuh tertentu yang bernama indera. Kelima alat indera itu
adalah mata, hidung, telinga / kuping, kulit dan lidah. Setiap orang normalnya memiliki
lima / panca indera yang berfungsi dengan baik untuk menangkap rangsangan sehingga dapat
memberikan respon sesuai dengan keinginan atau sesuai dengan insting kita. Orang yang
cacat indra masih bisa hidup namun tidak akan bisa menikmati hidup layaknya manusia
normal. Indera Manusia ada lima sehingga disebut panca indera disertai arti definisi /
pengertian, yaitu :
1. Indera Penglihatan
Mata adalah indera yang digunakan untuk melihat lingkungan sekitarnya dalam bentuk
gambar sehingga mampu dengan mengenali benda-benda yang ada di sekitarnya dengan
cepat. Jumlah mata manusia ada dua buah yang bekerja saling menunjang satu sama lain.
Orang yang tidak memiliki mata disebut buta sehingga butuh bantuan tongkat, anjing
pemandu, dll untuk kemudahan dalam mengenali lingkungan sekitar dan juga untuk
bergerak. 
2. Indra Penciuman
Hidung adalah indera yang kita gunakan untuk mengenali lingkungan sekitar atau sesuatu
dari aroma yang dihasilkan. Kita mampu dengan mudah mengenali makanan yang sudah
busuk dengan yang masih segar dengan mudah hanya dengan mencium aroma makanan
tersebut. Di dalam hidung kita terdapat banyak sel kemoreseptor untuk mengenali bau.
3. Indra Pengecap
Lidah adalah alat indera yang berfungsi untuk merasakan rangsangan rasa dari benda-
benda yang masuk ke dalam mulut kita. Lidah dapat merespon berbagai jenis dan macam
rasa seperti rasa manis, rasa pahit, rasa asam dan rasa asin. Kita dapat menikmati
makanan dan minuman karena adanya indra pengecap ini. Bagian lidah yang depan
berguna untuk merasakan rasa asin, bagian yang sebelah samping untuk rasa asam,
bagian tepi depan berfungsi untuk merasakan rasa manis dan bagian lidah yang belakang
untuk rasa pahit.

4. Indra Pendengaran
Telinga adalah alat indra yang memiliki fungsi untuk mendengar suara yang ada di
sekitar kita sehingga kita dapat mengetahui / mengidentifikasi apa yang terjadi di sekitar
kita tanpa harus melihatnya dengan mata kepala kita sendiri. Orang yang tidak bisa
mendengar disebut tuli. Telinga kita terdiri atas tiga bagian yaitu bagian luar, bagian
tengah dan bagian dalam.
5. Indra Peraba
Kulit adalah alat indera kita yang mampu menerima rangsangan temperatur suhu,
sentuhan, rasa sakit, tekanan, tekstur, dan lain sebagainya. Pada kulit terdapat reseptor
yang merupakan percabangan dendrit dari neuron sensorik yang banyak terdapat di
sekitar ujung jari, ujung lidah, dahi, dll. 

Apabila dibagi ke dalam kelompok alat indera, maka dapat kita bagi ke dalam tiga grup
kelompok, yakni :
1. Kemoreseptor adalah alat indera yang merespon terhadap rangsangan zat kimia yaitu
indra pembau (idung) dan indra pengecap (lidah).  • Mekanoreseptor adalah alat indera
yang merespon terhadap rangsangan gaya berat, tegangan suara dan tekanan yakni indra
peraba (kulit) dan indra pendengaran (kuping).  • Photoreseptor adalah alat indera yang
merespon terhadap rangsangan cahaya seperti indra penglihatan atau mata. Berdasarkan
uraian diatas, maka kami akan membahas salah satu dari alat indera tersebut, yaitu
anatomi dan fisiologi pada indera pendengaran.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini, diantaranya : 
1. Anatomi dan fisiologi indera pendengaran ?  
2. Mekanisme terjadinya pendengaran ?
3. Kelainan atau kerusakan yang terjadi pada indera pendengaran ? 
4. Pengkajian pada sistem pendengaran?
5. Diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan indera pendenfaran?

C. Tujuan 
Makalah ini dibuat dalam memenuhi tugas mata kuliah Sistem Sensori persepsi. Selain itu
diharapkan agar mahasiswa mampu:
1. Mengetahui dan memahami panca indera khusunya dalam indera pendengaran.  
2. Mengetahui dan memahami anatomi dan fisiologi dari indera pendengaran  
3. Mengetahui dan memahami mekanisme terjadinya mekanisme pendengaran.
4. Mengatahui kelainan yang terdapat pada alat indera pendengaran. 
5. Mengetahui asuhan keperawatan pada gangguan pendengaran.
BAB II. PEMBAHASAN

A. ANATOMI TELINGA
Telinga mempunyai reseptor khusus untuk mengenali getaran bunyi dan untuk
keseimbangan. Ada tiga bagian utama dari telinga manusia, yaitu bagian telinga luar, telinga
tengah, dan telinga dalam. Telinga luar berfungsi menangkap getaran bunyi, dan telinga
tengah meneruskan getaran dari telinga luar ke telinga dalam. Reseptor yang ada pada telinga
dalam akan menerima rarigsang bunyi dan mengirimkannya berupa impuls ke otak untuk
diolah. 
Telinga mempunyai reseptor khusus untuk mengenali getaran bunyi dan untuk
keseimbangan.

1. Telinga luar   
Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna, aurikula), saluran telinga luar (meatus
akustikus eksternus) dan selaput gendang (membrane tympani), bagian telinga ini
berfungsi untuk menerima dan menyalurkan getaran suara atau gelombang bunyi
sehingga menyebabkan bergetarnya membran tympani. Meatus akustikus eksternus
terbentang dari telinga luar sampai membrane tympani. Meatus akustikus eksternus
tampak sebagai saluran yang sedikit sempit dengan dinding yang kaku. Satu per tiga luas
meatus disokong oleh tulang rawan elastis dan sisanya dibentuk oleh tulang rawan
temporal. Meatus dibatasi oleh kulit dengan sejumlah rambut, kelenjar Sebasea, dan
sejenis kelenjar keringat yang telah mengalami modifikasi menjadi kelenjar seruminosa,
yaitu kelenjar apokrin tubuler yang berkelok-kelok yang mennnghasilkan zat lemak
setengah padat berwarna kecoklat-coklatan yang dinamakan serumen (minyak telinga).
Serumen berfungsi menangkap debu dan mencegah infeksi. 
Pada ujung dalam meatus akustikus eksternus terbentang membrane tympani. Dia
diliputi oleh lapisan luar epidermis yang tipis dan pada permukaan dalamnya diliputi
oleh epitel selapis kubus. Antara dua epitel yang melapisi terdapat jaringan ikat kuat
yang terdiri atas serabut-serabut kolagen dan elastin serta fibroblast. Pada kuadran depan
atas membran atas tympani tidak mengandung serabut dan lemas, membentuk membran
shrapnell.  Liang ini berukuran panjang sekitar 2,5cm.

2. Telinga tengah 
Telinga tengah merupakan suatu rongga kecil dalam tulang pelipis (tulang temporalis)
yang berisi tiga tulang pendengaran (osikula), yaitu maleus (tulang martil), inkus (tulang
landasan), dan stapes (tulang sanggurdi). Ketiganya saling berhubungan melalui
persendian . Tangkai maleus melekat pada permukaan dalam membran tympani,
sedangkan bagian kepalanya berhubungan dengan inkus. Selanjutnya, inkus bersendian
dengan stapes. Stapes berhubungan dengan membran pemisah antara telinga tengah dan
telinga dalam, yang disebut fenestra ovalis (tingkap jorong/ fenestra vestibule). Di bawah
fenesta ovalis terdapat tingkap bundar atau 
fenesta kokhlea, yang tertutup oleh membran yang disebut membran tympani sekunder. 
Telinga tengah dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang terletak pada lamina propria yang
tipis yang melekat erat pada periosteum yang berdekatan. Dalam telinga tengah terdapat
dua otot kecil yang melekat pada maleus dan stapes yang mempunyai fungsi konduksi
suara . maleus, inkus, dan stapes diliputi oleh epitel selapis gepeng.
Telinga tengah berhubungan dengan rongga faring melalui saluran eustachius(tuba
auditiva), yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan antara kedua sisi
membrane tympani. Tuba auditiva akan membuka ketika mulut menganga atau ketika
menelan makanan. Ketika terjadi suara yang sangat keras, membuka mulut merupakan
usaha yang baik untuk mencegah pecahnya membran tympani. Karena ketika mulut
terbuka, tuba auditiva membuka dan udara akan masuk melalui tuba auditiva ke telinga
tengah, sehingga menghasilkan tekanan yang sama antara permukaan dalam dan
permukaan luar membran tympani.

3. Telinga dalam (labirin) 


Telinga dalam merupakan struktur yang kompleks, terdiri dari serangkaian rongga-
rongga tulang dan saluran membranosa yang berisi cairan. Saluran-saluran membranosa
membentuk labirin membranosa dan berisi cairan endolimfe,sedangkan rongga-rongga
tulang yang di dalamnya berada labirin membranosa disebut labirin tulang (labirin
osseosa).  Labirin tulang berisi cairan perilimfe. Rongga yang terisi perilimfe ini
merupakan terusan dari rongga subarachnoid selaput otak, sehingga susunanz peri limfe
mirip dengan cairan serebrospinal. Labirin membranosa dilekatkan pada periosteum oleh
lembaran-lembaran jaringan ikat tipis yang mengandung pembuluh darah. Labirin
membranosa sendiri tersusun terutama oleh selapis epitel gepeng dikelilingi oleh
jaringan-jaringan ikat. Labirin terdiri atas tiga saluran yang kompleks, yaitu vestibula,
kokhlea (rumah siput) dan 3 buah kanalis semisirkularis (saluran setengah lingkaran).  
Vestibula merupakan rongga di tengah labirin, terletak di belakang kokhlea dan di depan
kanalis semisirkularis. Vestibula berhubungan dengan telinga tengah melalui fenesta
ovalis (fenestra vestibule). Vestibule bagian membran terdiri dari dua kantung kecil, yaitu
sakulus dan utikulus. Pada sakulus dan utikulus terdapat dua struktur khusus yang disebut
makula akustika, sebagai indra keseimbangan statis (orientasi tubuh terhadap tarikan
gravitasi). Sel-sel reseptor dalam organ tersebut berupa sel-sel rambut, yang didampingi
oleh sel-sel penunjang. Bagian atas sel tersebut tertutup oleh membran yang mengandung
butir-butiran kecil kalsium karbonat (CaCO3) yang disebut otolit. Perubahan posisi
kepala yang menimbulkan tarikan gravitasi, menyebabkan akan menyampaikan impuls
saraf ke cabang vestibular dari saraf vestibulokokhlear yang terdapat pada bagian dasar
sel-sel tersebut, yang akan meneruskan impuls saraf tersebut ke pusat keseimbangan di
otak. 
Kanalis semisiskularis merupakan 3 saluran bertulang yang terletak di atas belakang
vestibula. Salah satu ujung dari masing-masing saluran tersebut menggembung, disebut
ampula. Masing-masing ampula berhubungan dengan utrikulus. Pada ampula terdapat
Krista akustika, sehingga organ indra keseimbangan dinamis (untuk mempertahankan
posisi tubuh dalam melakukan respon terhadap gerakan). Seperti pada vestibula sel-sel
reseptor dalam krista akustika juga berupa sel-sel rambut yang didampingi oleh sel-sel
penunjang, tetapi di sini tidak terdapat otolit. Sel-sel reseptor disini distimulasi oleh
gerakanendolimfe. Ketika kepala bergerak akibat terjadinya perputaran tubuh, endolimfe
akan mengalir di atas sel-sel rambut. Sel-sel rambut menerima ransangan tersebut dan
mengubahnya menjadi impuls saraf. Sebagai responnya, otot-otot berkonsraksi untuk
mempertahankan keseimbangan tubuh pada posisi yang baru. 
Kokhlea membentuk bagian anterior labirin, terletak di depan vestibula. Berbentuk
seperti rumah siput, berupa saluran berbentuk spiral yang terdiri dari 2 ¾ lilitan,
mengelilingi bentukan kerucut yang disebut mediolus. Penampang melintang kokhlea
menunjukkan bahwa kokhlea terdiri dari tiga saluran yang berisi cairan. 
Tiga saluran tersebut adalah: 
a. Saluran vestibular (skala vestibular): di sebelah atas mengandung perilimfe, berakhir
pada tingkap jorong. 
b. Saluran tympani (skala tympani): di sebelah bawah mengandung perilimfe berakhir
pada tingkap bulat. 
c. Saluran kokhlear (skala media): terletak di antara skala vestibular dan skala tympani,
mengandung endolimfe. 
Skala media dipisahkan dengan skala vestibular oleh membran vestibularis (membran
reissner), dan dipisahkan dangan skala tympani oleh membran basilaris. 
Pada membran basilaris inilah terdapat indra pendengar, yaitu organ corti. Sel reseptor
bunyi pada organ ini berupa sel rambut yang didimpingi oleh sel penunjang. Akson-
akson dari sel-sel rambut menyusun diri membentuk cabang kokhlear dari saraf
vestibulokokhlear (saraf kranial ke VIII) yang menghantarkan impuls saraf ke pusat
pendengaran/ keseimbangan di otak. 
Getaran suara dapat sampai pada organ corti melalui lintasan sebagai berikut: Getaran
suara memasuki liang telinga menekan membran tympani melintas melalui tulang-tulang
pendengaran menekan tingkap jorong Menimbulkan gelombang pada jaringan perilimfe
menekan membran vestibularis dan skala basilaris merangsang sel-sel rambut pada organ
corti. Di sinilah mulai terjadi pembentukan impuls saraf 

B. FISIOLOGI PENDENGARAN PADA TELINGA


1. Proses Pendengaran
Gelombang bunyi yang masuk ke dalam telinga luar menggetarkan gendang telinga.
Getaran ini akan diteruskan oleh ketiga tulang dengar ke jendela oval. Getaran Struktur
koklea pada jendela oval diteruskan ke cairan limfa yang ada di dalam saluran
vestibulum. Getaran cairan tadi akan menggerakkan membran Reissmer dan
menggetarkan cairan limfa dalam saluran tengah. 
Perpindahan getaran cairan limfa di dalam saluran tengah menggerakkan membran
basher yang dengan sendirinya akan menggetarkan cairan dalam saluran timpani.
Perpindahan ini menyebabkan melebarnya membran pada jendela bundar. Getaran
dengan frekuensi tertentu akan menggetarkan selaput-selaput basiler, yang akan
menggerakkan sel-sel rambut ke atas dan ke bawah. Ketika rambut-rambut sel menyentuh
membran tektorial, terjadilah rangsangan (impuls). Getaran membran tektorial dan
membran basiler akan menekan sel sensori pada organ Korti dan kemudian menghasilkan
impuls yang akan dikirim ke pusat pendengar di dalam otak melalui saraf pendengaran. 
2. Susunan dan Cara Kerja Alat Keseimbangan 
Bagian dari alat vestibulum atau alat keseimbangan berupa tiga saluran setengah
lingkaran yang dilengkapi dengan organ ampula (kristal) dan organ keseimbangan yang
ada di dalam utrikulus clan sakulus. Ujung dari setup saluran setengah lingkaran
membesar dan disebutampula yang berisi reseptor, sedangkan pangkalnya berhubungan
dengan utrikulus yang menuju ke sakulus. Utrikulus maupun sakulus berisi reseptor
keseimbangan. Alat keseimbangan yang ada di dalam ampula terdiri dari kelompok sel
saraf sensori yang mempunyai rambut dalam tudung gelatin yang berbentuk kubah. Alat
ini disebut kupula.Saluran semisirkular (saluran setengah lingkaran) peka terhadap
gerakan kepala. Alat keseimbangan di dalam utrikulus dan sakulus terdiri dari
sekelompok sel saraf yang ujungnya berupa rambut bebas yang melekat padaotolith, yaitu
butiran natrium karbonat. Posisi kepala mengakibatkan desakan otolith pada rambut yang
menimbulkan impuls yang akan dikirim ke otak

C. KELAINAN-KELAINAN PADA TELINGA


Beberapa penyakit telinga dapat menyebabkan ketulian sebagian bahkan ketulian total.
Bahkan lagi, kebanyakan penyakit pada telinga bagian dalam dapat mengakibatkan gangguan
pada keseimbangan. permasalahan yang terjadi pada telinga kita harus ditangani oleh dokter
spesialis khusus yang disebut otolaryngologist, yang mana spesialist ini ahli dalam
mengobati gangguan yang terjadi pada gendang telinga sampai pada telinga dalam yang luka
akibat benturan fisik. Kelainan pada telinga, diantaranya :
1. Radang telinga (otitas media) 
Penyakit ini disebabkan karena virus atau bakteri. Gejalanya sakit pada telinga, demam,
dan pendengaran berkurang. Telinga akan mengeluarkan nanah. 
2. Labirintitis 
Labirintitis merupakan gangguan pada labirin dalam telinga. Penyakit ini disebabkan oleh
infeksi, gegar otak, dan alergi. Gejalanya antara lain telinga berdengung, mual, muntah,
vertigo, dan berkurang pendengaran. 
3. Motion sickness 
Mabuk perjalanan atau disebut motion sickness. Mabuk perjalanan ini merupakan
gangguan pada fungsi keseimbangan. Penyebabnya adalah rangsangan yang terus
menerus oleh gerakan atau getaran-getaran yang terjadi selama perjalanan, baik darat,
laut maupun udara. Biasanya disertai dengan muka pucat, berkeringat dingin dan pusing. 
4. Tuli 
Tuli atau tuna rungu ialah kehilangan kemampuan untuk dapat mendengar. Tuli dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu tuli konduktif dan tuli saraf. Tuli konduktif terjadi
disebabkan oleh menumpuknya kotoran telinga di saluran pendengaran, sehingga
mengganggu transmisi suara ke koklea. Tuli saraf terjadi bila terdapat kerusakan syaraf
pendengaran atau kerusakan pada koklea khususnya pada organ korti. 
5. Othematoma 
Pada beberapa kasus kelainan pada telinga terjadi kelainan yang disebut othematoma atau
popular dengan sebutan ‘telinga bunga kol’, suatu kondisi dimana terjadi gangguan pada
tulang rawan telinga yang dibarengi dengan pendarahan internal serta pertumbuhan
jaringan telinga yang berlebihan (sehingga telinga tampak berumbai laksana bunga kol).
Kelainan ini diakibatkan oleh hilangnya aurikel dan kanal auditori sejak lahir. 
6. Penyumbatan 
Kotoran telinga (serumen) bisa menyumbat saluran telinga dan menyebabkan gatal-gatal,
nyeri serta tuli yang bersifat sementara. Dokter akan membuang serumen dengan cara
menyemburnya secara perlahan dengan menggunakan air hangat (irigasi). Tetapi jika dari
telinga keluar nanah, terjadi perforasi gendang telinga atau terdapat infeksi telinga yang
berulang, maka tidak dilakukan irigasi. Jika terdapat perforasi gendang telinga, air bisa
masuk ke telinga tengah dan kemungkinan akan memperburuk infeksi. Pada keadaan ini,
serumen dibuang dengan menggunakan alat yang tumpul atau dengan alat penghisap.
Biasanya tidak digunakan pelarut serumen karena bisa menimbulkan iritasi atau reaksi
alergi pada kulit saluran telinga, dan tidak mampu melarutkan serumen secara adekuat. 
7. Perikondritis 
Perikondritis adalah suatu infeksi pada tulang rawan (kartilago) telinga luar. Perikondritis
bisa terjadi akibat: - cedera - gigitan serangga - pemecahan bisul dengan sengaja. Nanah
akan terkumpul diantara kartilago dan lapisan jaringan ikat di sekitarnya (perikondrium).
Kadang nanah menyebabkan terputusnya aliran darah ke kartilago, menyebabkan
kerusakan pada kartilago dan pada akhirnya menyebabkan kelainan bentuk telinga.
Meskipun bersifat merusak dan menahun, tetapi perikondritis cenderung hanya
menyebabkan gejala-gejala yang ringan. Untuk membuang nanahnya, dibuat sayatan
sehingga darah bisa kembali mengalir ke kartilago. Untuk infeksi yang lebih ringan
diberikan antibiotik per-oral, sedangkan untuk infeksi yang lebih berat diberikan dalam
bentuk suntikan. Pemilihan antibiotik berdasarkan beratnya infeksi dan bakteri
penyebabnya. (medicastore) Ada banyak lagi gangguan yang terjadi pada alat
pendengaran kita ini, misalnya tumor, cedera, eksim, otitis dan lain-lain.

D. PENGKAJIAN PADA SISTEM PENDENGARAN


1. Test Rinne
Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan atara hantaran tulang dengan
hantaran udara pada satu telinga pasien.
a. jenis tes rinne :
1) Garputala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak
lurus pada planum mastoid pasien (belakang meatus akustikus eksternus). Setelah
pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan didepan meatus
akustikus eksternus pasien. Tes Rinne positif jika pasien masih dapat
mendengarnya. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien tidak dapat mendengarnya
2) Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya secara
tegak lurus pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan garputala didepan
meatus akustikus eksternus. Kita menanyakan kepada pasien apakah bunyi
garputala didepan meatus akustikus eksternus lebih keras dari pada dibelakang
meatus skustikus eksternus (planum mastoid). Tes rinne positif jika pasien
mendengar didepan maetus akustikus eksternus lebih keras. Sebaliknya tes rinne
negatif jika pasien mendengar didepan meatus akustikus eksternus lebih lemah atau
lebih keras dibelakang.

b. interpretasi dari hasil tes rinne :


1) Normal : tes rinne positif
2) Tuli konduksi: tes rine negatif (getaran dapat didengar melalui tulang lebih lama)
3) Tuli persepsi, terdapat 3 kemungkinan :\
a) Bila pada posisi II penderita masih menderita bunyi getaran garpu tala.
b) Bila pada posisi II penderita masih mendengar bunyi getaran garpu tala.
c) Jika posisi II penderita ragu-ragu mendengar atau tidak (tes rinne: +/-)Pseudo
negatif: terjadi pada penderita telinga kanan tuli persepsi pada posisi I yang
mendengar justru telinga kiri yang normal sehingga mula-mula timbul.
Kesalahan pemeriksaan pada tes rinne dapat terjadi baik berasal dari pemeriksa
maupun pasien. Kesalah dari pemeriksa misalnya meletakkan garputala tidak tegak
lurus, tangkai garputala mengenai rambut pasien dan kaki garputala mengenai
aurikulum pasien. Juga bisa karena jaringan lemak planum mastoid pasien tebal.
Kesalahan dari pasien misalnya pasien lambat memberikan isyarat bahwa ia sudah
tidak mendengar bunyi garputala saat kita menempatkan garputala di planum mastoid
pasien. Akibatnya getaran kedua kaki garputala sudah berhenti saat kita
memindahkan garputala kedepan meatus akustukus eksternus.

2. Test Weber
Tujuan kita melakukan tes weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang
antara kedua telinga pasien. Cara kita melakukan tes weber yaitu: membunyikan
garputala 512 Hz lalu tangkainya kita letakkan tegak lurus pada garis horizontal.
Menurut pasien, telinga mana yang mendengar atau mendengar lebih keras. Jika
telinga pasien mendengar atau mendengar lebih keras 1 telinga maka terjadi
lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua pasien sama-sama tidak mendengar
atau sam-sama mendengaar maka berarti tidak ada lateralisasi.
Getaran melalui tulang akan dialirkan ke segala arah oleh tengkorak, sehingga akan
terdengar diseluruh bagian kepala. Pada keadaan ptologis pada MAE atau cavum
timpani missal:otitis media purulenta pada telinga kanan. Juga adanya cairan atau pus
di dalam cavum timpani ini akan bergetar, biala ada bunyi segala getaran akan
didengarkan di sebelah kanan.
Interpretasi:
a. Bila pendengar mendengar lebih keras pada sisi di sebelah kanan disebut
lateralisai ke kanan, disebut normal bila antara sisi kanan dan kiri sama kerasnya.
b. Pada lateralisai ke kanan terdapat kemungkinannya:
1) Tuli konduksi sebelah kanan, missal adanya ototis media disebelah kanan.
2) Tuli konduksi pada kedua telinga, tetapi gangguannya pada telinga kanan ebih
hebat.
3) Tuli persepsi sebelah kiri sebab hantaran ke sebelah kiri terganggu, maka di
dengar sebelah kanan.
4) Tuli persepsi pada kedua teling, tetapi sebelah kiri lebih hebaaaat dari pada
sebelah kanan. Tuli persepsi telinga dan tuli konduksi sebelah kana jarang
terdapat.
3. Test Swabach
Tujuan kita melakukan tes swabach adalah membandingkan daya transport melalui
tulang mastoid antara pemeriksa (normal) dengan probandus. Gelombang-gelombang
dalam endolymphe dapat ditimbulkan oleh getaran yang datang melalui udara.
Getaran yang datang melalui tengkorak, khususnya osteo temporale. Penguji
meletakkan pangkal garputala yang sudah digetarkan pada puncak kepala probandus.
Probandus akan mendengar suara garputala itu makin lama makin melemah dan
akhirnya tidak mendengar suara garputala lagi. Pada saat garputala tidak mendengar
suara garputala, maka penguji akan segera memindahkan garputala itu, ke puncak
kepala orang yang diketahui normal ketajaman pendengarannya (pembanding). Bagi
pembanding dua kemungkinan dapat terjadi : akan mendengar suara, atau tidak
mendengar suara.
4. Tes Audiometri
Ketajaman pendengaran sering diukur dengan ketajaman audiometer. Alat ini
menghasilkan nada-nada murni dengan beragam frekuensi melalui earphone. Pada
setiap frekuensi, ditentukan intensitas ambang dan diplotkan pada sebuah grafik
sebagai presentase dari pendengaran normal. Hal ini menghasilkan pengukuran
obyektif derajat ketulian dan gambaran mengenai rentang nada yang paling
terpengaruh.

E. DIAGNOSA PADA SISTEM PENDENGARAN


1. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d proses peradangan ditandai dengan edema
( pembengkakan )
2. Gangguan persepsi/sensori ( pendengaran ) b.d penurunan pendengaran
3. Gangguan harga diri rendah b.d stigma berkenaan dengan kondisi
4. Intoleransi aktivitas b.d nyeri

BAB III  PENUTUP


A. KESIMPULAN
Indera pendengar dan keseimbangan terdapat di dalam telinga. Telinga manusia terdiri atas
tiga bagian, yaitu
1. Telinga luar, yang menerima gelombang suara. 
2. Telinga tengah, dimana gelombang suara dipindahkan dari udara ke tulang dan oleh
tulang ke telinga dalam. 
3. Telinga dalam, dimana getaran ini diubah menjadi impuls saraf spesifik yang berjalan
melalui nervus akustikus ke susunan saraf pusat. Telinga dalam juga mengandung organ
vestibuler yang berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan.
Pendengaran merupakan indera mekanoreseptor karena telinga memberikan respon terhadap
getaran gelombang suara yang terdapat di udara. Factor utama yang menyokong kepekaan
telinga adalah sistem mekanik dari telinga luar dan telinga tengah, yang satu mengumpulkan
suara dan kedua menyalurkan ke telinga bagian dalam. 
Telinga dapat mengalami penurunan fungsi pendengaran jika pada salah satu fisiologinya
mengalami kerusakan. Salah satunya adalah ketulian yang diakibatkan pecahnya gendang
telinga. Oleh karena itu diharapkan dapat menjaga dan selalu merawat indera pendengaran
supaya tetap dalam kondisi normal.
 
DAFTAR PUSTAKA

Potter&Perry. 2005.Buku Ajar Fundamental Keperawatan.Jakarta.EGC.


PearceC.Evelyn.2010.Anatomi Dan Fisiologi Untuk Para Medis.Jakarta.Pt Gramedia Pustaka
Utama.
Wilkinson.Judith.M.2007.Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta. EGC.

Anda mungkin juga menyukai