Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERBILIRUBINEMIA

Disusun Oleh :

NAMA : MOHAMAD AZHARI FIRDAUS

NIM : 201920461011095

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2020
KONSEP DASAR

- DEFINISI

Hiperbilirubinemia ialah terjadinya peningkatan kadar bilirubin dalam darah,


baik oleh faktor fisiologik maupun non-fisiologik, yang secara klinis ditandai
dengan ikterus yang lama kelamaan akan menjadi kernikterus, jika tidak segera
ditangani dengan baik. Kernikterus kerusakan otak pada bayi, akibat tingginya
kadar bilirubin dalam darah. Bilirubin yang menjadi penyebab timbulnya penyakit
kuning ini, jika tidak tertangani dapat menumpuk pada otak. Kadar bilirubin
tersebut berkisar antara 10 mg / dl pada bayi cukup bulan dan 12,5 mg / dl pada
bayi kurang bulan [ CITATION Mat13 \l 1033 ]

- ETIOLOGI

Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat
disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar, hiperbilirubinemia dapat
disebabkan oleh bermacam-macam keadaan penyebab yang sering ditemukan di
sini adalah hemolisis yang timbul akibat inkompatibilitas golongan darah ABO atau
defisiensi enzim G6PD, hemolisis ini dapat timbul karena adanya perdarahan
tertutup (sefa lhematoma, perdarahan subaponeoratik) atau inkompatibilitas
golongan darah Rh. Infeksi memegang peranan penting dalam terjadinya
hiperbilirubinemia : keadaan ini terutama terjadi pada penderita sepsis dan
gastroenteritis. Beberapa faktor lain yang juga merupakan penyebab
hiperbilirubinemia adalah hipoksia atau anoksia, dehidrasi dan asidosis,
hipoglikemia dan polisitemia.
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan
beban bilirubin pada sel hepar yang terlalu berlebihan hal ini dapat ditemukan bila
terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur
eritrosit janin atau bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain atau terdapatnya
peningkatan sirkulasi enterohepatik.
Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah
apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukoronil
transferase) atau bayi yang menderita gangguan ekskresi misalnya penderita
hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu intra atau ekstra hepatik.
Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas ini terutama ditemukan pada urine indirek yang bersifat
sukar larut dalam air tetapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan
terjadinya efek patologis pada sel otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati
biliaris.
Bilirubin indirek akan mudah melalui saluran sawar darah otak apabila
pada bayi terdapat keadaan imaturitas, berat badan lahir rendah, hipoksia,
hiperkarbia, hipoglikemia dan kelainan susunan saraf pusat yang terjadi karena
trauma atau infeksi.[ CITATION Sem19 \l 1033 ]

- FAKTOR PENCETUS TERJADINYA HIPERBILIRUBINEMIA

1. Jenis Kelamin

[ CITATION Wij19 \l 1033 ] mengemukakan bahwa gender merupakan suatu sifat


yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksikan
secara sosial maupun kultural. Perubahan cirri dan sifat-sifat yang terjadi dari
waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat lainnya disebut konsep gender.

2. Masa gestasi

Klasifikasi dalam masa gestasinya dan umur kehamilan yaitu bayi


kurang bulan ialah bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi kurang sekali dari
37 minggu (259 hari). Bayi cukup bulan adalah bayi yang lahir dengan masa
gestasi antara 37-42 minggu (259-293 hari). Sedangkan bayi lebih bulan
merupakan bayi yang dilahirkan pada jangka waktu dengan masa gestasi lebih
dari 42 minggu (294 hari). Klasifikasi bayi baru lahir berdasarkan usia
gestasinya, disebut bayi praterm atau premature yaitu bayi yang lahir sebelum
usia gestasi 37 minggu dengan mengabaikan berat badan. Term (aterm) lahir
antara awal minggu ke 38 minggu dan akhir gestasi 42 minggu. Pascamatur
lahir Faktor-Faktor yang setelah 42 minggu gestasinya mengalami efek
insufisiensi plasenta yang progresif. Hasil penelitian Subanada, menunjukan
bahwa masa gestasi mempengaruhi terjadinya hyperbilirubinemia (Dian, etc,
2011).
3. Berat badan lahir

Berat badan bayi lahir dinilai saat bayi baru lahir atau sebelum satu jam usia
kelahiran. Menurut Sholeh (2012) dapat di klarsifikasi sebagai berikut:

a. berat badan lahir rendah yaitu bayi berat lahir rendah adalah bayi yang
dilahirkan kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi.

b. Bayi berat lahir cukup atau normal adalah bayi yang dilahirkan dengan
berat lahir lebih dari 2500-4000 gram

c. Sedangkan bayi dengan berat badan lahir lebih adalah bayi yang
dilahirkan dengan berat badan lebih dari 4000gram.

Hasil penelitian yang didapatkan bahwa sebagian besar bayi ikterik yang
memiliki berat badan kurang dari normal yaitu kurang dari 2500 gram
dengan presentasi sebanyak 35,9% (Bunyaniah, D. 2013)

4. Ketuban pecah dini

Ketuban merupakan pembatas rongga amnion terdairi atas amnion dan


korin yang sangat erat kaitanya, sedangakan lapiskan ini terdiri atas beberapa sel
seperti sel epitel, sel mesenkim, dan sel trofoblas yang terikat Faktor-Faktor erat
dalam matriks kolagen. Selaput ketuban berfungsi menghasilkan ai ketuban dan
melindungi janin terhadap infeksi. Dalam keadaan normal, selaput ketuban akan
pecah dalam proses persalinan.Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya
selaput ketuban sebelum persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia
kehamilan 37 minggu ketuban pecah dini pada kehamilan prematur.

5. Pemberian nutrisi bagi bayi

Beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh para ilmuwan diperoleh


bahwa kejadian hiperbilirubinemia cenderung lebih tinggi pada neonatus dengan
ASI dibanding dengan non ASI seperti susu bertipe formula hal ini pula yang
diperoleh dari hasil penelitian Putri (2014). Hiperbilirubinemia yang berhubungan
dengan pemberian dengan ASI seperti breastfeeding jaundice (BFJ) dan
breastmilk jaundice (BMJ). Bayi yang mendapatkan ASI eksklusif dapat mengalami
hiperbilirubinemia yang dikenal dengan BFJ

4. MANIFESTASI KLINIS

Bayi baru lahir (neonatus) tampak kuning apabila kadar bilirubin


serumnya kira-kira 6mg/dl. Ikterus sebagai akibat penimbunan bilirubin indirek
pada kulit mempunyai kecenderungan menimbulkan warna kuning muda atau
jingga. Sedangkan ikterus obstruksi (bilirubin direk) memperlihatkan warna
kuningkehijauan atau kuning kotor. Perbedaan ini hanya dapat ditemukan pada
ikterus yang berat.

Gambaran klinis ikterus fisiologis :


a. Tampak pada hari 3,4
b. Bayi tampak sehat (normal)
c. Kadar bilirubin total <12mg%
d. Menghilang paling lambat 10-14 hari
e. Tak ada faktor resiko
Gambaran klinik ikterus patologis :
a. Timbul pada umur <36 jam
b. Cepat berkembang
c. Bisa disertai anemia
d. Menghilang lebih dari 2 minggu
e. Ada faktor resiko

Tampak ikterus pada sklera, kuku, dan sebagian besar kulit serta
membran mukosa. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama sejak bayi lahir
disebabkan oleh penyakit hemolitik, sepsis atau ibu dengan diabetik dan infeksi.
Jaundice yang tampak pada hari ke-2 atau ke-3 dan mencapai puncak pada hari
ke-3 sampaike-4 serta menurun pada hari ke-5 sapai hari ke-7 biasanya
merupakan jaundice fisiologis.
Gejala kernikterus berupa kulit kuning kehijauan, muntah, anorexia,
fatique, warna urine gelap, warna tinja seperti dempul, letargi (lemas), kejang,
tak mau menetek, tonus otot meninggi dan akhirnya opistotonus.

- PATOFISIOLOGI

Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar (85-90%)


terjadi dari penguraian hemoglobin dan sebagian kecil (10-15%) dari senyawa lain
seperti mioglobin. Sel retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan
hemoglobin yang telah dibebaskan dari sel darah merah. Sel-sel ini kemudian
mengeluarkan besi dari heme sebagai cadangan untuk sintesis berikutnya dan
memutuskan cincin heme untuk menghasilkan tertapirol bilirubin, yang
disekresikan dalam bentuk yang tidak larut dalam air (bilirubin tak terkonjugasi,
indirek). Karena ketidaklarutan ini, bilirubin dalam plasma terikat ke albumin
untuk diangkut dalam medium air. Sewaktu zat ini beredar dalam tubuh dan
melewati lobulus hati, hepatosit melepas bilirubin dari albumin dan menyebabkan
larutnya air dengan mengikat bilirubin ke asam glukoronat (bilirubin terkonjugasi,
direk)
Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut
masuk ke sistem empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam usus,
bilirubin diuraikan oleh bakteri kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen dapat
diubah menjadi sterkobilin dan diekskresikan sebagai feses. Sebagian urobilinogen
direabsorsi dari usus melalui jalur enterohepatik, dan darah porta membawanya
kembali ke hati. Urobilinogen daur ulang ini umumnya diekskresikan ke dalam
empedu untuk kembali dialirkan ke usus, tetapi sebagian dibawa oleh sirkulasi
sistemik ke ginjal, tempat zat ini diekskresikan sebagai senyawa larut air bersama
urin, pada dewasa normal level serum bilirubin 2mg/dl dan pada bayi yang baru
lahir akan muncul ikterus bila kadarnya >7mg/dl.
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang
melebihi kemampuan hati normal untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh
kegagalan hati (karena rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang dihasilkan
dalam jumlah normal. Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi
hati juga akan menyebabkan hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini, bilirubin
tertimbun di dalam darah dan jika konsentrasinya mencapai nilai tertentu (sekitar
2- 2,5mg/dl), senyawa ini akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian
menjadi kuning. Keadaan ini disebut ikterus atau jaundice (Murray et al,2009).
- PATHWAY

Gangguan fungsi hepar


(infeksi, asidosis, hipoksia)

Gangguan fungsi hepar


Juandice ASI (Pregnanediol)

Defisiensi G-6-PD

Konjugasi bilirubin indirek


Menjadi bilieubin direk rendah

bilirubin indirek meningkat

hiperbilirubinemia

Dalam jaringan ekstravesikuler otak


(kulit, konjugtiva, mukosa dan tubuh lain)

Kernikterus

Ansietas Orang tua bayi Resiko termogulasi tidak efektif


ikterus

Fototerapi
Defisit pengetahuan

Resiko gangguan integtritas kulit


- ASKEP

N Diagnosa Rencana Tindakan Intervensi


o

1 Defisit Setelah dilakukan tindakan Edukasi kesehatan


pengetahuan keperawatan 1 x 24 jam
Observasi
maka tingkat pengetahuan
meningkat dengan kriteria : - Identifikasi
kesiapan dan
- Kemampuan
kemampuan
menjelaskan tentang
menerima
hiperbilirubinemia
informasi
meningkat
- Identifikasi
- Kemampuan dalam
faktor faktor
menjelaskan kejadian
yang dapat
sebelumnya
meningkatkan
meningkat
dan
- Perilaku sesuai menurunkanmot
dengan pengetahuan ivasi perilaku
hidup sehat
-
Terapheutik

- Sediakan materi
dan media
pendidikan
kesehatan

- Berikan
kesempatan
untuk bertanya

Edukasi

- Jelaskan faktor
resiko yang
dapat
mempengaruhi
kesehatan

- Ajarkan
perilaku hidup
sehat

2 Ansietas Setelah dilakukan tindakan Reduksi ansietas


keperawatan 1 x 24 jam
- Monitor tanda-
maka tingkat ansietas
tanda ansietas
menurun dengan kriteria :
- Ciptakan suasana
- Perilaku gelisah terepeutik
menurun - Pahami situasi
- Perilaku tegang pasien saat
menurun ansietas
- Frekuensi pernafasan - Gunakan
menurun pedekatan yang
- Frekuensi nadi tenang dan
menurun meyakinkan
- Tekanan darah - Informasikan
menurun secara faktual
- Tremor menurun mengenai
- Pucat menurun diagnosis,
- Konsentrasi membaik pengobatan dan
- Pola tidur membaik prognosis
- Orientasi membaik - Anjurkan keluarga
untuk menemai
pasien
- Latih teknik
relaksasi
- Kolaborasi
pemberian obat
antiansietas
Resiko Setelah dilakukan tindakan Perawatan bayi
termogulasi tidak keperawatan 1 x 24 jam
- Monitor tanda-
efektif maka tingkat termoregulasi
tanda vital bayi
neonatus membaik dengan
- Mandikan bayi
kriteria :
dengan suhu
- Suhu tubuh sedang ruangan
- Suhu kulit sedang - Kenakan pakaian
- Frekuensi nadi sedang bayi dri bahan
- Kadar glukosa darah katun
sedang
- Menggigil sedang
DAFTAR PUSTAKA

Dian O, Winarsih S dan Ariani. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi berat


badan lahir rendah (BBLR) di RSUD dr. Saiful Anwar Malang periode 1
Januari-31 Desember 2011. Artikel Penelitian

M. Sholeh kosim , dkk. Buku Ajar Neonatologi. Ikatan Dokter Anak


Indonesia. Jakarta . 2012

Bunyaniah, D. (2013). Pengaruh Fototerapi Terhadap Derajat Ikterik Pada Bayi Baru Lahir Di
Rsud Dr. Moewardi Surakarta. Universitas

Putri, R.A dan Mexitalia, M. (2014). Faktor Resiko Hiperbilirubin pada Neonatus.
Medika Hospitalia Med Hosp 2014; Vol2(2):105-109.

Murray, R. K., Granner, D. K., & Rodwell, V. W. Biokimia harper (27 ed.).
Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2009

Mathindas, S., wilar, r., & wahani, a. (2013). Hiperbilirubinemia pada Neonatus. 1-2.

Sembiring, J. B. (2019). Buku Ajar Neonatus, Bayi, Balita, Anak Pra Sekolah. Yogyakarta:
Deepublish Publisher.

Wijaya, F. A., & suryawan, W. B. (2019). Faktor risiko kejadian hiperbilirubinemia pada
neonatus di ruang perinatologi RSUD Wangaya Kota Denpasar.

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil, Edisi 1 .
Jakarta: DPP PPNI.

Purwaningsih W, Fatmawati S. (2010). Asuhan Keperawatan Maternitas . Yogyakarta : Nuha


Medika

Anda mungkin juga menyukai