Anda di halaman 1dari 91

PLAGIAT

PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

KAJIAN DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA KASUS HEPATITIS B


NON-KOMPLIKASI DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT
PANTI RAPIH YOGYAKARTA PERIODE JANUARI – JUNI 2007

SKRIPSI

Dikerjakan untuk memenuhi salah satu syarat


memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi

Disusun Oleh:
Rahardian Estu Primawati
NIM : 018114069

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008

ii
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

iii
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

iv
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

“ ORANG SUKSES ADALAH ORANG YANG DAPAT

MEMBANGUN FONDASI DARI BATU-


BATU-BATU YANG

DILEMPARKAN
DILEMPARKAN OLEH ORANG LAIN KEPADANYA “

(David Brinkley)

Karya kecilku ini kupersembahkan untuk

Allah SWT
Orang tuaku tercinta (Ayah dan Ibu)
Adikku tersayang Nine
Keluarga besarku tercinta
dan Almamaterku

v
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

vi
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Allah

SWT, atas anugerah, dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul Kajian Drug Related Problems (DRPs) pada Kasus Hepatitis B

Non-Komplikasi Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta

Periode Januari-Juni 2007 sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

sarjana farmasi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

banyak membantu sehingga terselesaikannya skipsi ini, terutama kepada:

1. Rita Suhadi, M.Si., Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi dan dosen penguji yang

telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian ini dan

meluangkan waktunya untuk menguji, memberikan kritik dan saran demi

terselelesainya skripsi ini.

2. Christine Patramurti, M.Si., Apt selaku Ketua Program Studi S-1 Farmasi atas

bimbingan dan bantuan selama penulis melaksanakan studi di fakultas farmasi.

3. dr. Luciana Kuswibawati, M.Kes. selaku dosen pembimbing yang dengan sabar

memberikan bimbingan, saran, kritik, dan motivasi selama penulisan skripsi

ini.

4. Aris Widayati, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang dengan sabar

memberikan bimbingan, saran, kritik, dan motivasi selama penulisan skripsi

ini.

vii
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

5. Yosef Wijoyo, M.Si., Apt. selaku dosen penguji atas saran dan kritik yang telah

diberikan demi terselesaikannya skripsi ini.

6. Erna Tri Wulandari, S.Si., M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing akademik,

terima kasih telah memberikan bimbingan, masukan, serta motivasi selama

penulis menempuh masa kuliah.

7. Direktur Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta yang telah memberikan

kesempatan penulis untuk melakukan penelitian, sehingga skripsi ini dapat

terlaksana.

8. Bapak dan Ibu di bagian personalia dan rekam medik Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta yang telah membantu kelancaran pengambilan data penelitian ini.

9. Ayah dan ibu tercinta atas doa, cinta, kasih sayang, pengertian, dan dukungan

tiada henti selama ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

10. Keluarga besar Eyang kakung dan Eyang putri (Sragen dan Klaten) tercinta

terima kasih atas doa, cinta, dan dukungannya selama ini.

11. Adikku Nine tersayang yang selalu memberikan doa, dukungan, semangat, dan

motivasi untuk kakaknya menyelesaikan skripsi.

12. Teman dan sahabatku semua yang selalu memberikan dukungan dan semangat

kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

13. Teman-teman di kost Agatha semuanya, terima kasih atas dukungan dan

kebersamaannya selama ini.

14. Teman-teman Farmasi seperjuangan angkatan 2001 semuanya, terima kasih

atas kebersamaan dan pengalamannya selama menjalani kuliah dan praktikum.

viii
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

15. Semua teman-teman di Farmasi yang telah memberikan dorongan dan bantuan

hingga terselesaikannya skripsi ini.

16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu di sini, baik secara

langsung maupun tidak langsung telah banyak membantu terselesaikannya

skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu

penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.

Penulis

ix
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

x
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL………………………………………………………...... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………........ iii

HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………… iv

HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………………………… v

HALAMAN LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK........................... vi

KATA PENGANTAR………………………………………………………... vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……………………………................ x

DAFTAR ISI………………………………………………………………….. xi

DAFTAR TABEL…………………………………………………………….. xv

DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………. xviii

DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………….. xix

INTISARI …………………………………………………………………….. xx

ABSTRACT ………………………………………………………………….. xxi

BAB I. PENGANTAR………………………………………………………... 1

A. Latar Belakang ………………………………………………………........ 1

1. Perumusan masalah ………………………………………................... 3

2. Keaslian penelitian …………………………………………………… 3

3. Manfaat penelitian ……………………………………………………. 4

B. Tujuan Penelitian ………………………………………………………… 5

xi
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ……………………………………...... 7

A. Anatomi dan Fisiologi Hati ………………………………………………. 7

B. Patofisiologi Hepatitis B …………………………………………………. 10

1. Definisi ……………………………………………………………….. 10

2. Etiologi ……………………………………………………….............. 11

3. Epideminologi ………………………………………………………... 11

4. Patogenesis …………………………………………………………… 13

5. Gambaran klinis ……………………………………………………… 14

a. fase inkubasi ……………………………………………………… 14

b. fase prodormal (preikterik) ………………………………………. 15

c. fase ikterik ………………………………………………………... 15

d. fase penyembuhan ………………………………………………... 16

6. Diagnosis 17

a. pemeriksaan serologi ……………………………………………... 17

b. pemeriksaan virologi ………………………………….................. 17

c. pemeriksaan biokimiawi …………………………………………. 18

d. pemeriksaan histologi ……………………………………............. 18

7. Pengobatan …………………………………………………................ 19

8. Penatalaksanaan terapi ……………………………………………….. 20

a. tujuan terapi ………………………………………………………. 20

b. sasaran terapi ……………………………………………………... 20

c. strategi terapi ……………………………………………………... 21

9. Pencegahan …………………………………………………………… 26

xii
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

C. Drug Related Problems (DRPs) ………………………………………….. 26

D. Keterangan Empiris ………………………………………………………. 29

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN …………………………………… 30

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ………………………………………….. 30

B. Definisi Operasional ……………………………………………………... 30

C. Subjek Penelitian …………………………………………………………. 33

D. Bahan Penelitian …………………………………………………………. 33

E. Lokasi Penelitian …………………………………………………………. 33

F. Jalannya Penelitian ……………………………………………………….. 33

1. Tahap perencanaan (persiapan) ………………………………………. 33

2. Tahap pengambilan (pengumpulan) data …………………………….. 33

3. Tahap analisis data …………………………………………………… 34

4. Pembahasan kasus ……………………………………………………. 35

G. Kesulitan …………………………………………………………………. 36

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………. 37

A. Gambaran Kasus Pasien Hepatitis B Non-Komplikasi …………………... 37

1. Jenis kelamin …………………………………………………………. 37

2. Umur …………………………………………………………………. 38

B. Pola Pengobatan Hepatitis B ……………………………………………... 38

1. Obat yang bekerja pada sistem saluran cerna………………………… 40

2. Obat yang bekerja pada sistem saluran pernafasan…………………… 41

3. Obat yang bekerja sebagai analgesik…………………………………. 42

4. Obat yang bekerja pada sistem syaraf pusat………………………….. 42

xiii
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

5. Obat yang bekerja pada sistem kardiovaskuler……………………….. 43

6. Obat hepatoprotektor………………………………………….............. 43

7. Obat – obat hormonal…………………………………………………. 45

8. Obat untuk otot skelet dan sendi……………………………………… 45

9. Obat yang digunakan untuk pengobatan infeksi ................................... 46

10. Obat yang mempengaruhi gizi, dan darah…………………………….. 47

C. Kajian Drug Related Problems (DRPs) …………………………….......... 48

1. DRP Butuh Obat (Need Additional Drug Therapy) ………………….. 56

2. DRP Tidak Butuh Obat (Unnecessary Drug Therapy) ………………. 56

3. DRP Salah Obat (Wrong / Ineffective Drug) ………………………… 57

4. DRP Dosis Kurang (Dosage too low) ………………………………... 57

5. DRP Dosis Berlebih (Dosage too high) ……………………………… 58

6. DRP Efek Samping Obat (Adverse Drug Reaction) dan Adanya

Interaksi Obat (Drug Interaction) ……………………………………. 58

D. Outcome Pasien …………………………………………………………... 59

E. Rangkuman Pembahasan ………………………………………………… 59

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………… 61

A. Kesimpulan ………………………………………………………………. 61

B. Saran ……………………………………………………………………… 62

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………... 63

LAMPIRAN ………………………………………………………………….. 65

BIOGRAFI PENULIS ……………………………………………………….. 71

xiv
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I. Definisi dan kriteria diagnostik pasien dengan infeksi


hepatitis B………………………………………………….. 18

Tabel II. Rekomendasi The American Association For The Study of


Liver Disease untuk terapi farmakologi untuk hepatitis B
kronik……………………………………………………… 22

Tabel III. Distribusi pasien hepatitis B non-komplikasi berdasarkan


kelompok umur di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti
Rapih Yogyakarta periode Januari - Juni 2007……………. 38

Tabel IV. Distribusi penggunaan obat pada pasien hepatitis B non-


komplikasi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti
Rapih Yogyakarta periode Januari - Juni 2007……………. 39

Tabel V. Golongan dan jenis obat yang bekerja pada sistem saluran
cerna yang digunakan pada terapi pasien hepatitis B non-
komplikasi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti
Rapih Yogyakarta periode Januari – Juni 2007…………… 40

Tabel VI. Golongan dan jenis obat yang bekerja pada sistem saluran
pernafasan yang digunakan pada terapi pasien hepatitis B
non-komplikasi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti
Rapih Yogyakarta periode Januari – Juni 2007…………… 41

Tabel VII. Golongan dan jenis obat yang bekerja sebagai analgesik
yang digunakan pada terapi pasien hepatitis B non-
komplikasi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti
Rapih Yogyakarta periode Januari – Juni 2007…………… 42

Tabel VIII. Golongan dan jenis obat yang bekerja pada sistem syaraf
pusat yang digunakan pada terapi pasien hepatitis B non-
komplikasi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti
Rapih Yogyakarta periode Januari – Juni 2007…………… 42

Tabel IX. Golongan dan jenis obat yang bekerja pada sistem
kardiovaskuler yang digunakan pada terapi pasien hepatitis
B non-komplikasi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit
Panti Rapih Yogyakarta periode Januari – Juni 2007 …….. 43

xv
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Tabel X. Golongan dan jenis obat hepatoprotektor yang digunakan


pada terapi pasien hepatitis B non-komplikasi di Instalasi
Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode
Januari – Juni 2007…………………………........................ 43

Tabel XI. Golongan dan jenis obat hormonal yang digunakan pada
terapi pasien hepatitis B non-komplikasi di Instalasi Rawat
Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari
– Juni 2007 ……………………………............................... 45

Tabel XII. Golongan dan jenis obat untuk otot skelet dan sendi yang
digunakan pada terapi pasien hepatitis B non-komplikasi di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta
periode Januari – Juni 2007 ……………………………...... 45

Tabel XIII. Golongan dan jenis obat yang digunakan untuk pengobatan
infeksi pada terapi pasien hepatitis B non-komplikasi di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta
periode Januari – Juni 2007 ……………………………...... 46

Tabel XIV. Golongan dan jenis obat yang mempengaruhi gizi dan
darah yang digunakan pada terapi pasien hepatitis B non-
komplikasi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti
Rapih Yogyakarta periode Januari – Juni 2007…………… 47

Tabel XV. Kajian DRPs kasus 1 pada pasien hepatitis B non-


komplikasi di Instalasi Rawat Inap R S Panti Rapih
Yogyakarta periode Januari – Juni 2007 ………………...... 49

Tabel XVI. Kajian DRPs kasus 2 pada pasien hepatitis B non-


komplikasi di Instalasi Rawat Inap R S Panti Rapih
Yogyakarta periode Januari – Juni 2007 ………………….. 50

Tabel XVII. Kajian DRPs kasus 3 pada pasien hepatitis B non-


komplikasi di Instalasi Rawat Inap R S Panti Rapih
Yogyakarta periode Januari – Juni 2007………………....... 51

Tabel XVIII. Kajian DRPs kasus 4 pada pasien hepatitis B non-


komplikasi di Instalasi Rawat Inap R S Panti Rapih
Yogyakarta periode Januari – Juni 2007…………………... 52

Tabel XIX. Kajian DRPs kasus 5 pada pasien hepatitis B non-


komplikasi di Instalasi Rawat Inap R S Panti Rapih
Yogyakarta periode Januari – Juni 2007…………………... 53

xvi
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Tabel XX. Kajian DRPs kasus 6 pada pasien hepatitis B non-


komplikasi di Instalasi Rawat Inap R S Panti Rapih
Yogyakarta periode Januari – Juni 2007…………………... 54

Tabel XXI. Kajian DRPs kasus 7 pada pasien hepatitis B non-


komplikasi di Instalasi Rawat Inap R S Panti Rapih
Yogyakarta periode Januari – Juni 2007…………………... 55

Tabel XXII. Hasil analisis DRPs yang terjadi dalam pengobatan


hepatitis B non-komplikasi yang dirawat di R S Panti
Rapih Yogyakarta periode Januari – Juni 2007…………… 56

Tabel XXIII. Kasus DRP butuh obat pada pasien hepatitis B non-
komplikasi yang dirawat di R S Panti Rapih Yogyakarta
periode Januari-Juni 2007…………………………………. 56

Tabel XXIV. Kasus DRP dosis kurang pada pasien hepatitis B non-
komplikasi yang dirawat di R S Panti Rapih Yogyakarta
periode Januari-Juni 2007…………………………………. 57

Tabel XXV. Kasus DRP dosis berlebih pada pasien hepatitis B non-
komplikasi yang dirawat di R.S Panti Rapih Yogyakarta
periode Januari-Juni 2007…................................................. 58

Tabel XXVI Kasus DRP Efek Samping Obat (Adverse Drug Reaction)
dan Adanya Interaksi Obat (Drug Interaction) pada pasien
hepatitis B non-komplikasi yang dirawat di R.S Panti
Rapih Yogyakarta periode Januari-Juni 2007…................... 58

xvii
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Letak hati (Anonim, 2008)……………...................................... 7

Gambar 2. Gambaran hati secara makro (Anonim, 2008) ………………... 8

Gambar 3. Struktur dari partikel HBV (Anonim, 2008) ………………...... 11

Gambar 4. Grafik fase yang terjadi pada penyakit hepatitis B (Anonim, 16


2008) …………………………………………………………...

Gambar 5. Grafik petanda serologi pasien hepatitis B (Anonim, 2008) ….. 19

Gambar 6. Diagram prosentase pasien hepatitis B non-komplikasi 37


berdasarkan jenis kelamin di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit
Panti Rapih Yogyakarta periode Januari – Juni 2007………….

xviii
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Data pasien hepatitis B non-komplikasi di Instalasi Rawat


Inap R S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari – Juni
2007 …………………………………………………………. 65

xix
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

INTISARI

Penyakit hepatitis B menduduki peringkat ke sepuluh angka kematian terbesar


di dunia dan merupakan penyebab kematian nomor tiga di Indonesia. Hepatitis B
merupakan penyakit hepatitis yang paling sering berpotensi menjadi kronik dan
mengalami pengerasan hati bahkan sampai berlanjut kanker hati. Banyak terapi
pengobatan yang dapat dilakukan untuk mengobati hepatitis B. Dalam proses terapi,
memungkinkan timbulnya Drug Related Problems (DRPs) yaitu permasalahan yang
muncul dalam farmasi klinis atau kejadian yang tidak diharapkan yang dialami
pasien selama proses terapi dengan obat. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan
untuk mengkaji adanya Drug Related Problems (DRPs) pada kasus hepatitis B Non-
Komplikasi di Instalasi Rawat Inap R.S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari –
Juni 2007.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian non-eksperimental dengan
menggunakan rancangan deskriptif-evaluatif. Data yang diperoleh bersifat
retrospektif dan dianalisa secara deskriptif karena data yang diperoleh tidak dianalisa
mengenai hubungan sebab-akibat tetapi disajikan menurut keadaan apa adanya. Drug
Related Problems yang terjadi dalam pengobatan pada kasus hepatitis B non-
komplikasi dikaji dengan metode SOAP, kemudian dibandingkan dengan standard
pengobatan hepatitis B.
Dari hasil penelitian, diperoleh 7 kasus hepatitis B non-komplikasi di R.S Panti
Rapih Yogyakarta periode Januari – Juni 2007. Profil pasien: berdasarkan jenis
kelamin, pasien laki-laki yang paling banyak terjadi yaitu sebesar 86 %. Sedangkan
berdasarkan kelompok umur, pasien dengan kelompok umur >18 – 55 tahun paling
banyak terjadi yaitu sebesar 86 %. Kelas terapi obat yang paling banyak digunakan
yaitu obat hepatoprotektor sebesar 86%. Prosentase Drug Related Problems (DRPs)
yang terjadi: butuh obat sebesar 14%, tidak butuh obat sebesar 0% (tidak ditemukan
dalam penelitian), salah obat sebesar 0% (tidak ditemukan dalam penelitian), dosis
kurang sebesar 14%, dosis berlebih sebesar 28%, efek samping obat dan adanya
interaksi obat sebesar 14%, dan ketidakpatuhan pasien sebesar 0%. Sedangkan
outcome pasien, sebanyak 86% memberikan hasil terapi membaik, dan sebanyak
14% keluar atas permintaan sendiri (APS).

Kata kunci: Drug Related Problems, dan hepatitis B non-komplikasi

xx
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

ABSTRACT

Hepatitis B is on the tenth rank of the world mortality rate and on the third
rank of the cause of death in Indonesia. Hepatitis B is hepatitis variant which highly
potential becomes chronic, liver cirrhosis and liver cancer. They are many medical
therapies for hepatitis B medication. Drug Relating Problems (DRPs), the problems
which are the most frequently appear in clinical pharmacy or unwanted events facing
by the patient in the drug use theraphy process, is possible to exist in theraphy
process. The purpose of this research is to evaluate DRPs on a hepatitis B non-
complication case existing in the Unit of Hospitalization of Panti Rapih Hospital
Yogyakarta in during period January – June 2007.
This research is a non-experimental research using a descriptive-evaluative
research design. This research got retrospective data and the data were analyzed by
using descriptive analysis. The data were not analyzed on the cause and effect
relationship but were show in nature. The existing Drug Related Problems in
medication of hepatitis B non-complication case were analyzed using SOAP method,
then were compared to the hepatitis B medication standard.
The result of this research, 7 cases hepatitis B non-complication in the
hospitalized unit of Panti Rapih Hospital Yogyakarta in during period January – June
2007. The patient profile: gender-based, man patients more than women patients
there was 86%. Based on age, patients with >18 - 55 years old which mostly happen
there was 86 %. The class of drug therapy which was mostly used was hepatic
protector drug for 86%. The existing Drug Related Problems (DRPs) percentages in
hepatitis B non-complication medication were: 14% of need for additional drug
therapy, 0% of unnecessary drug therapy (not findings in research), 0% of wrong
drug (not findings in research), 14% of dosage too low, 28% of dosage too high, 14%
of adverse drug reaction and drug interaction. The patient outcome: 86% of patients
showed in good condition, and 14% of patients were out from hospital by the patients
request.

Keywords: Drug Related Problems (DRPs), hepatitis B non-complication

xxi
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Hepatitis merupakan salah satu penyakit yang menyerang pada hati karena

adanya infeksi atau peradangan yang disebabkan oleh virus hepatitis. Diantara sekian

banyak macam penyakit hepatitis, yang paling sering berpotensi menjadi kronik dan

mengalami pengerasan hati bahkan sampai berlanjut menjadi kanker hati adalah

hepatitis B. Penyakit hepatitis B menduduki peringkat ke sepuluh angka kematian

terbesar di dunia. Badan Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan, ada sekitar 2 milyar

penduduk dunia telah terinfeksi virus hepatitis B dan sekitar 400 juta diantaranya

mengalami infeksi hepatitis B kronik. Dari jumlah tersebut, menurut Asian Liver

Foundation dilaporkan bahwa 75% terdapat di Asia (Anonim, 2005b).

Penyakit hepatitis di Asia Tenggara khususnya di Indonesia, merupakan

penyebab kematian nomor tiga. Data sampai dengan Juli 2004, sedikitnya 22,5 juta

orang terkena penyakit hepatitis. Dari jumlah tersebut sekitar 15 juta orang menderita

hepatitis B (Anonim, 2005a). Indonesia juga termasuk dengan angka prevalensi

hepatitis yang cukup tinggi yaitu berkisar antara 10% - 20%. Bahkan di beberapa

daerah mencapai lebih dari 20% (Sulaiman dan Julitasari, 1998).

Virus hepatitis B merupakan salah satu penyebab utama hepatitis kronik dan

karsinoma hepatoseluler (KHS) serta menyebabkan 1 juta kematian tiap tahunnya

(Oswari, 2000). Virus ini dapat masuk ke sirkulasi darah dan menginfeksi cairan

tubuh melalui transfusi darah, seks yang tidak aman, penggunaan jarum suntik yang

1
2
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

tidak steril, dan dari wanita hamil yang terinfeksi kepada bayi yang dilahirkan

(Anonim, 2004).

Penyakit hepatitis B merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri (self

limiting disease), dengan atau tanpa gejala klinik berat. Namun 90% bayi penderita

hepatitis B dan 10% penderita dewasa biasanya tidak dapat sembuh dan dapat

menjadi kronis persisten dalam waktu yang lama atau persistant life-long chronic

(Lubis, 1991). Hepatitis B juga sering disebut sebagai “silent infection” karena

banyak orang tidak tahu jika telah terinfeksi. Penderita hepatitis B kronik dapat

bertahan dengan penyakitnya hingga puluhan tahun tanpa gejala (symptom).

Walaupun penderita dapat bertahan dengan penyakitnya tanpa gejala, hepatitis B

dapat merusak hati dengan diam-diam untuk beberapa tahun. Oleh karena itu

perlunya dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui bahwa telah terinfeksi virus

hepatitis B (Anonim, 2004).

Sampai saat ini, belum ditemukan obat modern yang secara spesifik dapat

menyembuhkan penyakit hati (hepatitis), serta makin meningkatnya angka kejadian

hepatitis menjadi salah satu pertimbangan penulis memilih topik mengenai penyakit

hepatitis, khususnya hepatitis B non-komplikasi.

Penelitian dilakukukan di Rumah Sakit Panti Rapih, mengingat bahwa rumah

sakit ini termasuk salah satu rumah sakit swasta Katholik terbesar di Yogyakarta

yang memiliki pelayanan rawat inap serta dapat memberikan terapi pada pasien

hepatitis B non-komplikasi dan memiliki unit rekam medik.


3
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Berdasar dari latar belakang tersebut di atas, maka diperlukan adanya berbagai

upaya penelitian. Penelitian yang dilakukan kali ini ditekankan pada kajian Drug

Related Problems (DRPs) pada penyakit hepatitis B non-komplikasi.

1. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah

sebagai berikut:

a. seperti apakah profil pasien hepatitis B non-komplikasi yang dirawat di

Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari – Juni 2007?

b. seperti apakah pola pengobatan pada penanganan pasien hepatitis B non-

komplikasi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari – Juni

2007?

c. apakah ada drug related problems (DRPs) yang mencakup:

1). tidak perlu obat (unnecessary drug therapy)

2). butuh obat (need for additional drug therapy)

3). obat salah (wrong drug/ineffective drug)

4). dosis terlalu rendah (dosage too low)

5). efek samping obat (adverse drug reaction) dan interaksi obat (drug

interaction)

6). dosis terlalu tinggi (dosage too high)

d. seperti apakah outcome pasien hepatitis B non-komplikasi yang dirawat di

Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari – Juni 2007?


4
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

2. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran penulis, penelitian mengenai Drug Related

Problems (DRPs) yang sudah pernah dilakukan di Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta, yaitu:

a. Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada Pengobatan Pasien Stroke di

Instalasi Rawat Inap R. S Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005 (Krismayanti,

2007).

b. Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada Pengobatan Pasien Kanker

Prostat yang Dirawat di RSUP Dr. Sarjito Yogyakarta Tahun 2005 (Kurniati,

2007).

c. Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe

2 dengan Komplikasi Ischemic Heart Disease di Instalasi Rawat Inap Rumah

Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2005 – Desember 2007

(Larasati, 2007).

d. Kajian Penggunaan Antibiotik Profilaksis dan Evaluasi Drug Related

Problems-nya pada Bedah Orthopaedi Kasus Fraktur di Unit Bedah Rumah

Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Agustus – September 2007 (Utami,

2008)

Penelitian dengan topik kajian Drug Related Problems (DRPs) pada kasus

hepatitis B non-komplikasi di Instalasi rawat inap R.S Panti Rapih Yogyakarta

periode Januari – Juni 2007 sejauh ini belum pernah dilakukan di Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.


5
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai sumber

informasi tentang kajian Drug Related Problems (DRPs) pada kasus hepatitis

B non-komplikasi di Instalasi rawat inap R.S Panti Rapih Yogyakarta periode

Januari – Juni 2007.

b. Manfaat praktis

Bagi pihak farmasis Rumah Sakit, penelitian ini diharapkan dapat

bermanfaat untuk memberikan gambaran pola pengobatan dan sebagai bahan

pertimbangan dalam pemberian terapi kepada pasien hepatitis B non-

komplikasi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai tujuan :

1. tujuan umum

Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji Drug Related Problems (DRPs)

pada kasus hepatitis B non-komplikasi di instalasi rawat inap R.S Panti Rapih

Yoggyakarta periode Januari – Juni 2007.

2. tujuan khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk:

a. mengetahui profil pasien hepatitis B non-komplikasi di Rumah Sakit Panti

Rapih Yogyakarta Periode Januari – Juni 2007.


6
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

b. Mengetahui pola pengobatan (profil terapi) yang diberikan pada pasien

hepatitis B non-komplikasi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode

Januari – Juni 2007.

c. mengkaji terjadinya Drug Related Problems (DRPs) yang mencakup:

1). tidak perlu obat (unnecessary drug therapy)

2). butuh obat (need for additional drug therapy)

3). obat salah (wrong drug/ineffective drug)

4). dosis terlalu rendah (dosage too low)

5). efek samping obat (adverse drug reaction) dan interaksi obat (drug

interaction)

6). dosis terlalu tinggi (dosage too high)

d. mengetahui outcome pasien hepatitis B non-komplikasi yang dirawat di

Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari – Juni 2007.


PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Hati

Hati terletak di dalam rongga perut, tepatnya di sebelah kanan atas rongga

perut, di bawah sekat diafragma (Japaries, 1996). Secara kasar, hati berbentuk seperti

prisma (segitiga) siku-siku, dengan sudut siku-sikunya (ada yang tidak siku, tapi

membulat seperti kulit bola) terletak di sudut kanan atas rongga perut, puncak prisma

tadi mengarah ke kiri sampai ke ulu hati. Tepinya yang dekat ke tepi lengkung iga,

melancip (Japaries, 1998). Berat hati pada manusia dewasa kira-kira 1400 – 1500

gram. Berat jenisnya sedikit lebih besar dari air, yaitu 1,05 dengan konsistensi lunak

kenyal namun rapuh. Permukaan licin, berwarna coklat kemerahan. Hati menerima

hampir 25% cardiac output, kira-kira 1500 ml aliran darah per menit (Lingappa,

1995).

Gambar 1. Letak hati (Anonim, 2008)

Hati dibagi menjadi 2 lobus mayor dan 2 lobus minor (Stine dan Brown,

1996). Lobus kiri terdapat di epigastrum, tidak terlindungi oleh tulang rusuk

7
8
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

(Chandrasoma dan Taylor, 1995). Darah masuk ke hati melalui 2 sumber, yaitu arteri

hepatik (membawa darah dari sirkulasi sistemik) dan vena portal (membawa darah

secara langsung dari saluran gastrointestinal). Darah keluar dari hati melalui vena

hepatik, dan empedu keluar melalui duktus hepatikus. Empedu kemudian melalui

saluran empedu normal menuju usus halus atau melalui duktus sistikus menuju

kandung empedu untuk disimpan (Stine dan Brown, 1996).

Gambar 2. Gambaran hati secara makro (Anonim, 2007)

Hati jika dilihat secara mikroskopis, terdiri dari sel-sel hati (hepatosit). Tiap

unit hepatosit disebut lobulus (baga kecil) hati (Japaries, 1996). Lobulus berbentuk

silindris dengan diameter sekitar 1-2 mm. Hati manusia terdiri atas sekitar 50.000 –

100.000 lobulus (Guyton dan Hall, 1997). Di tengah-tengah setiap lobulus hati itu

tampak rongga pembuluh darah balik yang disebut vena pusat atau vena sentralis

yang merupakan percabangan vena porta yang membawa darah dari usus (Japaries,

1996).

Sel-sel hati tersusun berderet menuju ke arah pusat lobulus hati (tempat vena

sentral). Vena sentral lobulus hati memiliki percabangan yang disebut sinusoid, yaitu

saluran darah berdinding dan berongga luas. Pada sinusoid, menempel sel-sel
9
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

endothelial dengan permeabilitas yang tinggi. Sinusoid juga mengandung sel-sel

fagosit yang disebut sel Kupffer (Stine dan Brown, 1996). Sel Kupffer bertugas

memakan benda asing atau bibit penyakit yang mungkin menyelinap masuk ke hati.

Antara sel Kupffer dan deretan sel-sel hati terdapat celah yang disebut celah Disse.

Celah ini untuk mengalirkan getah bening dari hati ke luar hati, dan bergabung

dengan getah bening seluruh tubuh untuk kembali menyatu dengan darah di daerah

dada. Sinusoid ini mampu mengembang sehingga menampung banyak darah

(Japaries, 1996).

Tiga pembuluh lainnya di setiap sudut luar heksagon (area portal): cabang

dari vena portal, cabang dari arteri hepatik, dan saluran empedu. Darah mengalir ke

dalam hati melalui cabang arteri hepatik dan vena portal, melalui sinusoid, dan

mengalir keluar melalui vena sentral. Empedu dihasilkan di hepatosit, dan mengalir

keluar melalui kanalikuli empedu (terletak di antara perbatasan hepatosit) menuju

saluran empedu. Lobulus- lobulus bukan merupakan unit fungsional yang berdiri

sendiri-sendiri. Setiap pasang vena portal/arteri hapatik mengalirkan darah tidak

hanya ke satu lobulus tetapi ke suatu area sel-sel yang meliputi 2 lobulus atau lebih.

Area ini disebut asinus (Stine dan Brown, 1996).

Fungsi hati tidak sedikit, diantaranya membantu pencernaan lemak (oleh

empedu yang dihasilkan hati). Fungsi lainnya meliputi: mengatur kadar gula darah,

menyimpan gula berlebihan, memusnahkan racun tertentu, menonaktifkan obat-

obatan, menyimpan vitamin tertentu, memproduksi protein (zat putih telur) darah,

menyimpan darah, mengolah kolesterol menjadi garam empedu, mengolah zat merah

darah yang tidak dipakai lagi, memproduksi sel darah merah (di masa janin dalam
10
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

kandungan), menghasilkan zat (faktor) pembekuan darah, dan masih banyak lagi.

Namun jika digolongkan, fungsi hati secara garis besar dapat dibagi menjadi 3

golongan saja, antara lain:

1. berfungsi penampung dan penyaring darah.

2. berfungsi produksi empedu.

3. berfungsi dalam pengolahan (metabolisme) dari berbagai zat gizi, seperti:

protein, lemak, karbohidrat, dan vitamin (Japaries, 1996).

B. Patofisiologi Hepatitis B

1. Definisi

Hepatitis merupakan suatu penyakit peradangan pada hati. Penyebabnya yang

paling umum adalah infeksi dari salah satu dari 5 virus hepatitis yang disebut

hepatitis A, B, C, D, dan E (Anonim, 2000a). Hepatitis B adalah penyakit

peradangan hati yang disebabkan oleh virus DNA yang disebut HBV (hepatitis B

virus). Diameter virus hepatitis B yang terbesar berukuran 42 nm yang disebut

partikel Dane dengan 3200 pasang basa tiap genomnya. Basa tersebut

diselubungi double-stranded (serat ganda) virus DNA suatu anggota famili

Hepadnaviridae (Zuckerman, 1996). Hepatitis B dapat golongkan menjadi:

hepatitis B akut dan hepatitis B kronis.


11
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

2. Etiologi

Gambar 3. Struktur dari partikel HBV (Anonim, 2007)

Virus Hepatitis B adalah virus DNA yang disebut HBV (hepatitis B virus).

Diameter virus hepatitis B yang terbesar berukuran 42 nm yang disebut partikel

Dane dengan 3200 pasang basa tiap genomnya. Basa tersebut diselubungi

double-stranded (serat ganda) virus DNA suatu anggota famili Hepadnaviridae.

Virus (partikel) ini terdiri atas selubung luar dan inti pusat. Selubung luar

mengandung antigen permukaan hepatitis B (HBsAg), dan inti pusat

mengandung molekul tunggal dari sebagian double-stranded DNA, sebagai HBV

core antigen hepatitis B (HBcAg) yang berdiameter 27 nm, hepatitis B e antigen

(HBeAg), DNA, dan DNA polymerase (Raebel, Mercier, and Pai, 2005).

3. Epideminologi

Penyakit hepatitis B telah menjadi epidemik pada sebagian Asia dan Afrika

dan hepatitis B telah menjadi endemik di China, dan berbagai negara Asia

(William, 2006). Kebanyakan orang terinfeksi HBV sejak masa kecil, dan 8-10%

dari penderita terinfeksi secara kronik. Anak-anak yang terinfeksi HBV sebagian
12
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

besar berkembang menjadi infeksi kronik. Sekitar 90% bayi terinfeksi HBV

selama tahun pertama hidupnya, dan 30-50% dari anak-anak antara umur 1-4

tahun yang terinfeksi HBV berkembang menjadi infeksi kronik. Sebanyak 5-10%

penderita berkembang menjadi hepatitis kronik, morbiditas kronik, mortalitas,

dan karsinoma hepatoseluler (Garcia, 1992).

Penyakit hepatitis B mula-mula dikenal sebagai “serum hepatitis”, karena

diperkirakan hanya dapat ditularkan lewat darah melalui: suntikan, transfusi, cuci

darah, operasi, luka (koreng, borok, frambesia) yang terciprat darah penderita

hepatitis B yang masih infektif, jarum atau alat tusuk tato (perajahan kulit),

tindikan dan sejenisnya, yang tidak disterilkan dengan baik dan digunakan

banyak orang sekaligus. Namun kemudian diketahui, bahwa virus hepatitis B

(HBV) tidak hanya dapat ditemukan dalam darah penderita, tetapi semua cairan

badan lain, seperti: air liur, getah liang vagina, air mani (sperma), air susu ibu,

keringat, dalam urin dan juga tinja. Di samping itu, ditemukan pula bukti bahwa

penyakit hepatitis B, dapat ditularkan lewat serangga penghisap darah (misalnya:

nyamuk, kepinding, dan sebagainya) (Japaries, 1996).

Macam penularannya ada 2 yaitu:

a. secara vertikal

Cara penularan vertikal terjadi dari ibu yang mengidap virus hepatitis B

kepada janin, bayi yang dilahirkan yaitu pada saat persalinan atau segera

setelah persalinan, dan anaknya.


13
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

b. secara horizontal

Cara penularannya dapat terjadi antar satu orang ke orang lain yang

‘sederajat’ yang diakibatkan oleh penggunaan alat suntik yang tercemar

(tidak steril), tindik telinga, tusuk jarum, transfusi darah, penggunaan pisau

cukur dan sikat gigi secara bersama-sama, serta hubungan seksual dengan

penderita (Anonim, 2007). Di Indonesia sendiri, penularan horizontal ternyata

yang lebih sering terjadi (Japaries, 1996).

4. Patogenesis

Pada saat virus hepatitis B (HBV) masuk ke dalam tubuh, HBV akan

bermigrasi ke hati, dimana replikasi utamanya terjadi. Periode inkubasi HBV

adalah 1-6 bulan, lebih lama daripada HAV. Replikasi HBV terjadi di nuklei sel

hati, dengan diproduksinya HBsAg pada sitoplasma sel dan terpapar pada

permukaan sel (Raebel et al., 2005). Pada saat periode inkubasi, maka tubuh akan

memberikan tanggapan kekebalan (immune response). Ada 3 kemungkinan

tanggapan kekebalan yang diberikan oleh tubuh terhadap virus Hepatitis B, yaitu:

a. Jika tanggapan kekebalan tubuh adekuat maka akan terjadi pembersihan

virus, pasien sembuh. Pada tahap ini akan terjadi 4 stadium siklus HBV yaitu

fase replikasi (stadium 1 dan 2), dan fase integratif (stadium 3 dan 4). Pada

fase replikasi kadar HBsAg, HBV DNA, HBeAg, AST, dan ALT serum akan

meningkat, sedangkan anti-HBs dan anti-HBe masih negatif. Pada fase

integratif (khususnya stadium 4) keadaan sebaliknya terjadi, yaitu kadar

HBsAg, HBV DNA, HBeAg, dan ALT/AST menjadi negatif/normal,

sedangkan anti-HBs dan anti-HBe menjadi positif (serokonversi). Keadaan


14
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

demikian banyak ditemukan pada penderita hepatitis B yang terinfeksi pada

usia dewasa, dimana sekitar 95-97% infeksi hepatitis B akut akan sembuh

karena imunitas tubuh dapat memberikan tanggapan adekuat.

b. Jika tanggapan kekebalan tubuh melemah, maka pasien tersebut akan menjadi

carrier inactive. Keadaan ini ditemukan pada 3-5% penderita dewasa, dan

95% neonatus dengan sistem imunitas imatur, serta 30% anak usia kurang

dari 6 tahun. Hal ini dikarenakan gagal memberikan tanggapan imun yang

adekuat sehingga terjadi infeksi hepatitis B persisten, dapat bersifat carrier

inactive atau menjadi menjadi hepatitis B kronis.

c. Jika tanggapan tubuh bersifat intermediate (antara dua diatas), maka penyakit

terus berkembang menjadi hepatitis B kronik. Tanggapan imun yang tidak

atau kurang adekuat mengakibatkan terjadinya proses inflamasi/injury,

fibrotik, akibat peningkatan turnover sel dan stres oksidatif. Efek virus secara

langsung, seperti mutagenesis dan insersi suatu protein x dari virus hepatitis

B menyebabkan hilangnya kendali pertumbuhan sel hati dan memicu

transformasi malignitas, sehingga berakhir sebagai karsinoma hepatoseluler

(Suharjo dan Cahyono, 2006).

5. Gambaran klinis

Umumnya hepatitis B menunjukkan gambaran klinis melalui 4 fase,

yaitu:

a. fase inkubasi

Setelah virus hepatitis B (HBV) memasuki tubuh kita, tidak langsung

timbul gejala. Diperlukan waktu antara 6 minggu hingga 6 bulan untuk virus
15
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

hepatitis B ‘menyesuaikan diri’ dan berkembang biak dalam inti sel-sel hati.

Masa itu disebut masa tunas (inkubasi).

b. fase prodormal (preikterik)

Gejala prodormal penyakit hepatitis B terjadi pada semua penderita dan

dapat berlangsung selama satu minggu atau lebih sebelum ikterik timbul

(meskipun tidak semua penderita hepatitis B mengalami ikterik), karena pada

umumnya gejala penyakit hepatitis B ringan, mirip seperti gejala influenza

seperti malaise, kelesuan, anoreksia, sakit kepala, demam ringan, pilek, dan

tenggorokan sakit. Namun selain gejala diatas, pasien hepatitis B mengeluh

otot-otot dan persendian terasa pegal atau nyeri, cepat lelah, artralgia,

arthritis, urtikaria, ruam kulit sementara dan nyeri perut sebelah (bagian)

kanan dan atas perut (daerah ulu hati atau sebelah kanan ulu hati).

c. fase ikterik

Fase ini ada kalanya terjadi sejak timbulnya gejala awal, tapi yang lebih

sering, timbul kuning (ikterik) adalah 5-10 hari setelahnya. Fase ini biasanya

berlangsung 4-6 minggu. Jika daya tahan tubuh penderita cukup kuat,

gejalanya baru akan mereda, dan kemungkinan penderita sembuh atau merasa

lebih sehat. Nafsu makan kembali timbul, dan demam menghilang waktu urin

menjadi lebih gelap dan feses menjadi lebih pucat. Hati membesar moderat

dan nyeri, limpa terasa membesar pada sekitar 25% penderita. Sering terdapat

limfadenopati yang nyeri jika ditekan. Pemeriksaan urin pada saat timbulnya

penyakit menunjukkan adanya bilirubin dan urobilinogen berlebihan.


16
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

d. fase penyembuhan

Tanda-tanda akan terjadinya penyembuhan adalah perasaan yang

semakin enak, nafsu makan kembali secara bertahap, gejala kuning memudar,

nyeri perut dan kelelahan menghilang. Tapi ada kalanya hati masih agak

membesar (belum normal seperti semula), dan tes fungsi hati masih sedikit

abnormal. Pemulihan dimungkinkan bila daya tahan tubuh cukup baik untuk

mencegah kerusakan sel hati oleh virus hepatitis B. Sekitar 75% penderita,

kesembuhan tuntas (klinis dan laboratorium) terjadi 3-4 bulan setelah

timbulnya gejala kuning. Pada sebagian lainnya penyembuhan terjadi lebih

lambat (Japaries, 1996).

Secara ringkas, fase yang terjadi pada penyakit hepatitis B, dapat dilihat

pada gambar 4 berikut ini.

Gambar 4. Grafik fase yang terjadi pada penyakit hepatitis B (Anonim,

2008).
17
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

6. Diagnosis

Hepatitis B kronis ditandai dengan HBsAg positif (>6 bulan) di dalam

serum, tingginya kadar HBV DNA dan berlangsungnya proses nekroinflamasi

kronis hati. Hepatitis B kronis eksaserbasi adalah gejala klinik yang ditandai

dengan peningkatan intermiten alanin aminotransferase (ALT) lebih dari 10 kali

batas atas nilai normal (BANN). Diagnosis infeksi hepatitis B didasarkan pada:

pemeriksaan serologi, petanda virologi, biokimiawi, dan histologi.

a. Pemeriksaan serologi

Secara serologi, pemeriksaan yang dianjurkan untuk diagnosis dan

evaluasi infeksi hepatitis B kronis adalah: HBsAg, HBeAg, anti HBe, dan

HBV DNA. Secara serologi, infeksi hepatitis persisten dibagi menjadi

hepatitis B kronis dan keadaan carrier HBsAg inaktif. Yang membedakan

keduanya adalah titer HBV DNA, derajat nekro-inflamasi, dan adanya

serokonversi HBeAg. Sedangkan hepatitis B kronis sendiri dibedakan

berdasarkan HBeAg, yaitu hepatitis B kronis dengan HBeAg positif dan

hepatitis B kronis dengan HBeAg negatif.

b. Pemeriksaan virologi

Dilakukan untuk mengukur jumlah HBV DNA serum. Hal ini sangat

penting untuk menggambarkan tingkat replikasi virus. Salah satu kepentingan

lain penentuan kadar HBV DNA adalah untuk membedakan antara carrier

hepatitis inaktif dengan hepatitis B kronis.


18
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

c. Pemeriksaan biokimiawi

Pada pemeriksaan biokimiawi, yang penting untuk menentukan

keputusan terapi adalah kadar ALT. Peningkatan kadar ALT menggambarkan

adanya aktifitas kroinflamasi. Oleh karena itu, pemeriksaan ini

dipertimbangkan sebagai prediksi gambaran histologi.

d. Pemeriksaan histologi

Tujuan pemeriksaan histologi adalah untuk menilai tingkat kerusakan

hati, menyisihkan diagnosis penyakit hati lain, prognosis, dan menentukan

manajemen anti viral (Suharjo dan Cahyono, 2006).

Secara ringkas, definisi dan kriteria dianositik hepatitis B dapat dilihat pada

tabel I dan gambar 5 berikut ini.

Tabel I. Definisi dan kriteria diagnostik pasien dengan infeksi hepatitis B


(Suharjo dan Cahyono, 2006)

Keadaan Definisi Kriteria Diagnostik

1. HBsAg + > 6 bulan.


2. HBV DNA serum > 105
Proses nekro-inflamasi kronis hati copies/ml.
disebabkan oleh infeksi persisten virus 3. Peningkatan kadar
Hepatitis B kronis hepatitis B. ALT/AST secara
Dapat dibagi menjadi hepatitis B kronis berkala/persisten
dengan HBeAg positif (+) dan HBeAg 4. Biopsi hati menunjukkan
negatif (-). hepatitis kronis (skor nekro-
inflamasi >4)

1. HBsAg + > 6 bulan.


2. HBeAg - , anti HBe +
3. HBV DNA serum > 105
Infeksi virus hepatitis B persisten tanpa copies/ml.
Carrier HBsAg inaktif disertai proses nekro-inflamasi yang 4. Kadar ALT/AST normal.
signifikan. 5. Biopsi hati menunjukkan
tidak adanya hepatitis yang
signifikan (skor nekro-
inflamasi <4).
19
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Gambar 5. Grafik petanda serologi pasien hepatitis B (Anonim, 2008)

7. Pengobatan

Sampai saat ini, belum ditemukan obat modern yang secara spesifik dapat

menyembuhkan penyakit hati (hepatitis). Manajemen terapi hepatitis biasanya

bersifat suportif. Bersifat suportif, lebih dikaitkan dengan kemampuan obat

sebagai pemasok energi (alternatif kelaziman minum manis yang dianjurkan bagi

penderita hepatitis) (Donatus, 1992). Terapi suportif juga bisa dilakukan dengan

cara: mengkonsumsi makanan sehat dan seimbang, istirahat yang cukup, menjaga

keseimbangan cairan tubuh, menghindari obat yang yang bersifat hepatotoksik,

dan menghindari alkohol. Pasien harus mencegah terjadi kelelahan (tidak boleh

memforsir tubuhnya), dan harus istirahat total (bed-rest) dalam fase akut.

Manajemen terapi ini juga termasuk memonitor perkembangan penyakit hati

kronik dan mencegah penyebaran serta komplikasi penyakit (Raebel, 1997).

Selain manajemen terapi secara suportif, pengobatan (terapi) hepatitis harus

bersifat kuratif dan preventif. Bersifat kuratif artinya obat hepatitis harus

menunjukkan keaktifan anti-radang dan perangsangan regenerasi sel. Preventif

artinya obat hepatitis harus dapat menunjukkan kemampuan mencegah atau


20
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

melindungi sel hati terhadap serangan ulang virus atau senyawa endogen yang

berpotensi sebagai hepatotoksin.

Pasien memerlukan perawatan di rumah sakit jika pasien mengalami

dehidrasi berat dengan kesulitan masukan per oral, kadar SGPT-SGOT >10 kali

nilai normal, vomiting yang lama, kegagalan koagulasi, dan bila ada kecurigaan

hepatitis fulminan (Raebel, 1997).

8. Penatalaksanaan Terapi

Penatalaksanaan terapi pada penyakit hepatitis B dapat diuraikan sebagai

berikut:

a. tujuan terapi

Tujuan terapi hepatitis B adalah untuk mengeliminasi secara bermakna

replikasi virus hepatitis B (HBV) dan mencegah progresi penyakit hati

menjadi sirosis yang berpotensi menjadi gagal hati dan mencegah karsinoma

hepatoseluler pada saat pengobatan, serta mencegah terjadinya komplikasi

setelah menjalani prosedur terapi (Suharjo dan Cahyono, 2006). Terapi yang

dilakukan diharapkan juga dapat menjaga dan meningkatkan kualitas hidup

pasien.

b. sasaran terapi

Pada penatalaksanaan terapi hepatitis B, yang menjadi sasaran terapi

adalah nilai atau kadar HBV DNA serta kadar bilirubin dan SGOT/SGPT

dalam darah. Terapi dilakukan untuk sedapat mungkin menurunkan kadar

HBV DNA serendah mungkin, serokonversi HBeAg, dan normalisasi kadar

ALT (bilirubin dan SGOT/SGPT dalam darah). Sasaran sebenarnya adalah


21
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

menghilangnya HBsAg, namun sampai saat ini keberhasilannya hanya

berkisar 1-5%, sehingga sasaran tersebut tidak digunakan (Suharjo dan

Cahyono, 2006).

c. strategi terapi

Strategi terapi pada pasien hepatitis B meliputi terapi farmakologis dan

terapi non-farmakologis.

1). terapi farmakologis

Terapi farmakologi untuk hepatitis B bertujuan untuk mengeliminasi

secara bermakna replikasi virus hepatitis B (HBV) dan mencegah progresi

penyakit hati menjadi sirosis yang berpotensi menjadi gagal hati dan

mencegah karsinoma hepatoseluler (Suharjo dan Cahyono, 2006). Hal ini

yang harus menjadi perhatian dokter dalam meresepkan (memilih) obat

yang rasional (artinya: mempertimbangkan keamanan jangka panjang,

efikasi, dan biaya) agar tujuan terapi dapat tercapai, efek samping dapat

dihindari, serta pasien tetap dapat melanjutkan pengobatan sesuai dengan

target yang diharapkan.

Prinsip umum pemilihan obat pada pasien hepatitis B adalah:

a). sedapat mungkin dipilih obat yang eliminasinya terutama melalui

ekskresi ginjal.

b). hindarkan penggunaan: obat-obat yang mendepresi susunan syaraf

pusat (terutama morfin), diuretik tiazid dan diuretik kuat, obat-obat

yang menyebabkan konstipasi, antikoagulan oral, dan obat-obat

hepatotoksik.
22
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

c). gunakan dosis yang lebih rendah dari normal, terutama obat-obat yang

eliminasi utamanya melalui metabolisme hati.

Tabel II. Rekomendasi The American Association For The Study of Liver
Disease untuk terapi farmakologi untuk hepatitis B kronik (Suharjo dan
Cahyono, 2006).

HBeAg HBV DNA ALT Strategi Pengobatan


(>105 copies/ml)
+ + ≤ 2 x BANN Efikasi terhadap terapi rendah
Observasi, terapi bila ALT meningkat.
+ + > 2 x BANN Mulai terapi dengan: interferon alfa,
lamivudin, atau adefovir.
End point terapi: serokonversi HBeAg dan
timbulnya anti HBe.
Durasi terapi:
♦ Interferon selama 16 minggu
♦ Lamivudin minimal 1 tahun, lanjutkan 3-
6 bulan setelah terjadi serokonversi
HBeAg.
♦ Adefovir minimal 1 tahun.
Bila tidak memberikan respon atau ada
kontraindikasi, interferon diganti lamivudin
atau adefovir.
Bila resisten terhadap lamivudin,berikan
adefovir.
- + > 2 x BANN Mulai terapi dengan: interferon alfa,
lamivudin, atau adefovir. Interveron atau
adefovir dipilih mengingat kebutuhan
perlunya terapi jangka panjang.
End point terapi: normalisasi kadar ALT dan
HBV DNA (pemeriksaan PCR) tidak
terdeteksi.
Durasi terapi:
♦ Interferon selama 1 tahun.
♦ Lamivudin selama > 1 tahun.
♦ Adefovir selama > 1 tahun.
Bila tidak memberikan respon atau ada
kontraindikasi interferon diganti lamivudin
atau adefovir.
Bila resisten terhadap lamivudin, berikan
adefovir.
- - ≤ 2 x BANN Tidak perlu terapi
± + Sirosis hati Terkompensasi: lamivudin atau adefovir
Dekompensasi: lamivudin (atau adefovir),
interferon kontraindikasi, transplantasi hati.
± - Sirosis hati Terkompensasi: observasi
Dekompensasi: rujuk ke pusat transplantasi
hati.
BANN: Batas Atas Nilai Normal
23
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Saat ini, di Indonesia ada 5 jenis obat yang telah disetujui

(direkomendasikan) untuk terapi hepatitis B kronis yaitu interferon alfa-

2b, lamivudin, adefovir dipivoxil, peginterferon alfa-2a, dan entecavir

(analog nukleosid) (Suharjo dan Cahyono, 2006).

(1). Interferon alfa-2b (Intron-A)

Interferon tidak memiliki khasiat antivirus langsung, tetapi

merangsang terbentuknya berbagai macam protein efektor yang

mempunyai khasiat antivirus. Salah satu kekurangan interferon adalah

efek samping (antara lain: gejala flu, depresi dan sakit kepala) dan

pemberian secara injeksi. Dosis interferon 5-10 juta MU, 3 kali/minggu

selama 16 minggu.

(2). Lamivudin

Lamivudin merupakan antivirus melalui efek penghambatan

transkripsi selama siklus replikasi virus hepatitis B. Pemberian lamivudin

100 mg/hari selama 1 tahun dapat menekan HBV DNA, normalisasi ALT,

serokonversi HBeAg, dan mengurangi progresi fibrosis secara bermakna

dibandingkan plasebo. Namun lamivudin memicu resistensi. Dilaporkan

bahwa resistensi terhadap lamivudin sebesar lebih dari 32% setelah terapi

selama 1 tahun, dan menjadi 57% setelah terapi selama 3 tahun. Resiko

resistensi terhadap lamivudin meningkat dengan semakin lamanya

pemberian.
24
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

(3). Adefovir dipivoxil (Hepsera)

Adefovir merupakan analog asiklik dari deoxyadenosine

monophosphate (dAMP), yang telah disetujui FDA untuk digunakan

sebagai antivirus terhadap hepatitis B kronik. Cara kerjanya adalah

dengan menghambat amplifikasi dari cccDNA virus. Dosis yang

direkomendasaikan untuk dewasa adalah 10mg/hari oral paling tidak

selama 1 tahun. Adefovir memberikan hasil yang lebih baik secara

signifikan (p<0,001) dalam hal respon histologi, normalisasi ALT,

serokonversi HBeAg, dan penurunan kadar HBV DNA. Kelebihan

adefovir dibandingkan lamivudin disamping resiko resistennya lebih

kecil, adefovir juga dapat menekan YMDD mutant yang resisten terhadap

lamivudin.

(4). Peginterferon alfa-2a (Pegasys)

Peginterferon alfa-2a (pegasys) diberikan dalam bentuk injeksi.

Untuk terapi tunggal dosisnya 180 mcg 1 kali seminggu, sedangkan untuk

terapi kombinasi dosisnya 180 mcg 1 kali seminggu dalam kombinasi

dengan ribavirin. Terapi biasanya dilakukan untuk 6 bulan hingga

setahun. Obat ini dapat menyebabkan atau memiliki efek samping gejala

seperti flu, insomnia, mudah marah, depresi, gangguan konsentrasi, dan

cemas. Peginterferon dapat pula dikombinasikan dengan lamivudin.

Kombinasi peginterferon dengan lamivudin akan menghasilkan

serokonversi dengan HBeAg, normalisasi ALT, penurunan HBV DNA,


25
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

dan supresi HBsAg. Peginterferon memberikan hasil lebih baik

dibandingkan lamivudin.

(5). Entecavir

Adalah obat yang diminum sehari sekali, dengan hampir tidak ada

efek samping selama 1 tahun. Dipertimbangkan sebagai obat antivirus

oral yang paling poten untuk hepatitis B kronik hingga kini (Anonim,

2005).

2). terapi non farmakologis

Terapi non-farmakologis dapat diartikan terapi dengan tidak

menggunakan obat, atau lebih menitikberatkan kepada peningkatan daya

tahan tubuh pasien. Karena pada dasarnya penyakit hepatitis B sekitar

90% dapat sembuh dengan sendirinya (self limiting disease) dengan daya

tahan tubuh yang baik. Untuk dapat meningkatkan daya tahan tubuh, hal

yang dapat dilakukan oleh pasien hepatitis B antara lain dengan jalan

mengurangi aktivitas (kegiatan) fisik yang berlebihan (tidak memforsir

tubuh), cukup istirahat, mengkonsumsi makanan yang seimbang dan

bergizi, mengkonsumsi buah-buahan yang disamping mengandung

banyak vitamin juga sekaligus mempunyai manfaat sebagai

hepatoprotektor, diet sesuai dengan kebutuhan, serta menjaga kebersihan

lingkungan (perbaikan hygiene sanitasi lingkungan).


26
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

9. Pencegahan

Upaya pencegahan dan pemberantasan hepatitis dapat dilakukan dengan

cara perbaikan hygiene sanitasi lingkungan dan pribadi, mengurangi penyebaran

dari carrier, pendidikan kesehatan pada golongan resiko tinggi, dan dengan

pemberian vaksin (vaksinasi) hepatitis pada penyedia pelayanan kesehatan,

anggota keluarga, dan partner seksual dari carrier, bayi pasien carrier, dan

semua bayi.

C. Drug Related Problems (DRPs)

Permasalahan dalam farmasi klinis terutama muncul karena pemakaian obat.

Drug Related Problems (DRPs) atau sering diistilahkan dengan Drug Therapy

Problems (DTPs) adalah permasalahan yang muncul dalam farmasi klinis atau

kejadian yang tidak diharapkan yang dialami pasien selama proses terapi dengan obat

dan secara aktual atau potensial bersamaan dengan outcome yang diharapkan

(Cipolle,1998). Drug Related Problems (DRPs) ini menjadi sangat penting dan harus

dikuasai oleh para farmasis yang bekerja di Rumah Sakit yang dalam 10 tahunan ini

sedang giat mempraktikkan farmasi klinik (Sari, 2003). Masalah-masalah dalam

kajian DRPs menurut Cipolle, Strand, and Morley (1998) adalah seperti berikut ini.

1. Tidak perlu obat (unnecessary drug therapy)

Dikatakan tidak perlu obat yaitu jika pasien akan mengalami komplikasi

akibat mendapat obat yang tidak dibutuhkan. Pasien mendapat obat yang tidak

sesuai dengan indikasi penyakit, pasien tidak sengaja terkena racun di antara obat

atau bahan kimia yang menyebabkan penyakit, masalah-masalah pengobatan


27
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

yang dihubungkan dengan penyalahgunaan obat, penggunaan alkohol atau

perokok, kondisi yang lebih baik dirawat dengan terapi tanpa obat, pasien yang

melakukan terapi obat lebih dari yang dianjurkan.

2. Butuh obat (need for additional drug therapy)

Dikatakan butuh obat yaitu jika pasien akan mendapat risiko tinggi bila

tidak mendapat terapi tambahan. Pasien dalam kondisi pengobatan baru yang

membutuhkan terapi obat baru, pasien mempunyai penyakit kronik yang

membutuhkan terapi obat lanjutan, pasien dalam kondisi pengobatan yang

membutuhkan kombinasi farmakoterapi untuk mencapai efek sinergis atau

potensial. Pasien dengan kondisi memburuk dapat dicegah dengan terapi

profilaksis atau sebelum operasi.

3. Obat salah (wrong drug/ineffective drug)

Dikatakan obat salah yaitu jika pasien bermasalah dengan pengobatan yang

tidak efektif. Pasien mendapat obat yang tidak efektif (sesuai) dengan indikasi

pengobatan. Pasien mengalami komplikasi akibat mendapat obat yang tidak

dibutuhkan. Pasien alergi dengan pengobatan. Pasien kontraindikasi dengan obat,

pasien menerima obat yang efektif namun mahal dan tidak aman, pemakaian obat

infeksi (antibiotik) yang sudah resisten, pasien sulit disembuhkan dengan terapi

obat baru, pasien menerima kombinasi obat yang tidak dibutuhkan.

4. Dosis terlalu rendah (dosage too low)

Dikatakan dosis terlalu rendah jika dosis obat tersebut terlalu rendah untuk

memberikan efek (mencapai respon) pada pasien, interval dosis yang terlalu
28
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

jarang (lebar) untuk menghasilkan respon, konsentrasi obat dalam serum di

bawah jarak terapetik yang diinginkan, durasi terapi obat terlalu pendek untuk

menghasilkan respon.

5. Efek samping obat (adverse drug reaction) dan interaksi obat (drug interaction)

Dikatakan efek samping obat jika obat diberikan menyebabkan alergi,

adanya faktor resiko, bioavaibilitas obat berubah oleh adanya interaksi dengan

obat lain atau dengan makanan, dan hasil laboratorium berubah akibat

penggunaan obat.

6. Dosis terlalu tinggi (dosage too high)

Dikatakan dosis terlalu tinggi jika dosis obat tersebut terlalu tinggi

(melebihi) untuk pasien, jika kadar (konsentrasi) obat dalam serum terlalu tinggi

(di atas jarak terapeutik yang diinginkan), dosisnya terlalu cepat dinaikkan,

terjadi akumulasi obat karena penyakit kronis, dan interval dosisnya berlebihan.

7. Ketidaktaatan pasien (noncompliance)

Dikatakan pasien tidak taat jika pasien tidak menggunakan obat tersebut

karena ketidaktahuan cara pemakaian (aturan pakainya), pasien tidak membeli

obat yang dianjurkan karena tidak adanya biaya atau karena mahal, pasien tidak

menerima regimen obat yang tepat, terjadi medication error (pada peresepan,

penyerahan obat, dan monitoring pasien), pasien tidak menggunakan obat karena

ketidakpercayaan dengan produk obat yang disarankan.


29
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

D. Keterangan Empiris

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pengobatan

pada pasien hepatitis B non-komplikasi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta

periode Januari – Juni 2007, serta diharapkan pula dapat memberikan gambaran

tentang ada atau tidaknya Drug Related Problems (DRPs) dan bagaimana cara

pengatasannya.
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian tentang kajian Drug Related Problems (DRPs) pada kasus hepatitis

B non komplikasi di Instalasi rawat inap R.S Panti Rapih Yogyakarta periode

Januari-Juni 2007, termasuk jenis penelitian non-eksperimental karena tidak ada

perlakuan pada subjek uji (Supratiknya, 2001). Peneliti hanya melakukan observasi

atau pengamatan terhadap subjek menurut keadaan apa adanya (in nature), tanpa ada

manipulasi atau intervensi peneliti. Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif-

evaluatif.

Data yang diperoleh bersifat retrospektif dan untuk menganalisis data tersebut

digunakan analisa deskriptif karena data yang diperoleh tidak dianalisis mengenai

hubungan sebab-akibat tetapi disajikan menurut keadaan apa adanya.

B. Definisi Operasional

1. Penyakit hepatitis B non-komplikasi adalah penyakit hepatitis disebabkan oleh

virus DNA yang disebut HBV (hepatitis B virus) tanpa penyakit penyerta.

2. Kajian adalah melihat dan mengumpulkan kembali data tindakan terapi yang

menggunakan obat dan menyesuaikannya dengan prosedur atau standar medis

yang ada.

3. Drug Related Problems adalah kejadian atau efek yang tidak diharapkan yang

dialami pasien dalam proses terapi dengan obat secara aktual atau potensial yang

30
31
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

terjadi secara bersamaan dengan outcome yang diharapkan pada saat pasien

mendapat pengobatan.

4. Tipe Drug Related Problems dalam penelitian ini adalah:

a. tidak perlu obat (unnecessary drug therapy)

Artinya pasien memperoleh pengobatan yang tidak memiliki indikasi

yang sesuai pada saat itu

b. butuh obat (need for additional drug therapy)

Artinya jika muncul kondisi yang membutuhkan permulaan terapi obat

baru, membutuhkan kombinasi farmakoterapi untuk memperoleh efek

sinergis/poten.

c. obat salah (wrong drug/ineffective drug)

Artinya jika ditemukan obat yang tidak tepat (tidak efektif) dengan

gejala atau diagnosis.

d. dosis terlalu rendah (dosage too low)

Artinya jika dosis obat tersebut terlalu rendah dari dosis terapeutik

(dosis yang dianjurkan) untuk menghasilkan respon yang diinginkan dari

pasien.

e. efek samping obat (adverse drug reaction) dan interaksi obat (drug

interaction)

Artinya melihat kejadian efek samping obat dari gejala yang dikeluhkan

oleh pasien selama menerima terapi obat, di luar gejala penyakit utamanya.
32
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

f. dosis terlalu tinggi (dosage too high)

Artinya jika dosis obat tersebut terlalu tinggi atau melebihi dari dosis

yang dianjurkan untuk pasien.

5. Pasien hepatitis B non-komplikasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

semua pasien rawat inap yang dalam rekam medis didiagnosis akhir sebagai

hepatitis B tanpa penyakit penyerta pada periode Januari – Juni 2007.

6. Pola pengobatan adalah penggolongan atau mengelompokkan obat yang

digunakan dalam terapi pasien hepatitis B non-komplikasi selama dirawat di R.S

Panti Rapih Yogyakarta periode Januari – Juni 2007 berdasarkan golongan obat,

kelompok obat, dan jenis obat.

7. Outcome adalah kondisi pasien saat keluar dari rumah sakit (membaik, sembuh,

atau meninggal dunia) setelah pasien menjalani pengobatan di R S Panti Rapih

Yogyakarta.

8. Lembar rekam medik adalah catatan dokter, apoteker, dan perawat yang berisi

data klinis pasien hepatitis B non-komplikasi di R S Panti Rapih yang meliputi:

nomor rekam medik, umur, jenis kelamin, anamnesis, diagnosis masuk dan

keluar, jenis obat yang digunakan serta aturan pakainya.

C. Subjek Penelitian

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasien dengan diagnosis

keluar hepatitis B non-komplikasi pada lembar rekam medik yang menjalani rawat

inap di R.S Panti Rapih periode Januari – Juni 2007.


33
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

D. Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan dalam dalam penelitian ini adalah

menggunakan lembar catatan medik (medical record) pasien dengan diagnosis keluar

hepatitis B non-komplikasi di instalasi rawat inap R.S Panti Rapih Yogyakarta

periode Januari – Juni 2007.

E. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di instalasi rekam medik R.S Panti Rapih

Yogyakarta, Jalan Cik Ditiro 30 Yogyakarta 55223.

F. Jalannya Penelitian

Penelitian tetang kajian Drug Related Problems (DRPs) pada kasus hepatitis B

non-komplikasi, dilakukan dalam 4 tahap.

1. Tahap Perencanaan (Persiapan)

Tahap perencanaan atau persiapan diawali dengan survei jumlah pasien

hepatitis B non-komplikasi yang menjalani rawat inap di R S Panti Rapih

Yogyakarta selama periode Januari – Juni 2007 yang diperoleh dari unit rekam

medik.

2. Tahap Pengambilan (Pengumpulan) Data

Tahap ini adalah tahap penggumpulan data dari pasien hepatitis B non-

komplikasi yang dirawat di Rumah Sakit Panti Rapih periode Januari – Juni

2007. Data yang diambil terdiri atas: nomor catatan medik, jenis kelamin, umur,

lama perawatan, anamnesis, diagnosis masuk, diagnosis keluar/akhir, riwayat


34
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

penyakit, riwayat obat, riwayat alergi, obat yang diresepkan selama perawatan

(meliputi: dosis, frekuensi pemberian, dan bentuk sediaan obat), serta data

penunjang lainnya (seperti: pemeriksaan fisik dan data laboratorium). Data yang

diperoleh sebanyak 7 data yang diambil secara non-random dari daftar pasien

hepatitis B non-komplikasi pada bagian rekam medik.

3. Tahap Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan melihat karakteristik pasien berdasarkan

jenis kelamin dan umur, kemudian menggelompokkan obat yang digunakan

dalam terapi hepatitis B non-komplikasi berdasarkan golongan obat dan jenis

obat, setelah itu dihitung jumlah kasus yang terjadi DRPs dan dikelompokkan

berdasarkan tipe atau jenis DRPs. Ketidakpatuhan pasien dalam menggunakan

obat tidak dapat diamati, karena penelitian ini bersifat retrospektif.

Untuk tata cara analisa hasil dilakukan sebagai berikut ini.

1. Distribusi jenis kelamin pasien pada kasus hepatitis B non komplikasi

2. Distribusi umur pasien pada kasus hepatitis B non-komplikasi

dikelompokkan menjadi 5 kelompok yaitu umur < 5 tahun, >5 – 12 tahun,

>12 – 18 tahun, > 18 – 55 tahun, dan > 55 tahun.

3. Persentase umur pasien pada kasus hepatitis B non-komplikasi dihitung

berdasarkan jumlah kasus masing-masing kelompok umur, kemudian dibagi

dengan jumlah seluruh kasus yang ada lalu dikalikan 100%.

4. Persentase golongan dan jenis obat yang digunakan dihitung dengan cara

menjumlahkan berapa kasus yang menggunakan golongan dan jenis obat


35
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

yang sama, kemudian dibagi dengan jumlah seluruh kasus dan dikalikan

100%.

5. Kajian penggunaan obat pada kasus hepatitis B non-komplikasi di R S Panti

Rapih dilakukan dengan mengidentifikasi DRPs seperti berikut ini.

a. Tidak perlu obat (unnecessary drug therapy)

b. Butuh obat (need for additional drug therapy)

c. Obat salah (wrong drug/ineffective drug)

d. Dosis terlalu rendah (dosage too low)

e. Efek Samping Obat (adverse drug reaction) dan interaksi obat (drug

interaction)

f. Dosis terlalu tinggi (dosage too high)

Kajian DRPs yang terjadi dalam pengobatan pada kasus hepatitis B non-

komplikasi dilakukan dengan melihat standar yang ada. Standar yang digunakan

disini adalah Informatorium Obat Nasional Indonesia (IONI) tahun 2000, MIMS

Indonesia tahun 2006, dan Drug Information Handbook (DIH) tahun 2006.

4. Pembahasan kasus

Pembahasan kasus dilakukan dengan metode SOAP (Subjective, Objective,

Assessment, Plan) dan dianalisa berdasarkan standar pengobatan hepatitis B dan

pustaka yang sesuai


36
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

G. Kesulitan

Penelitian retrospektif mempunyai kelemahan yaitu peneliti tidak dapat

mengamati perkembangan kondisi pasien yang sebenarnya berkaitan dengan analisis

tipe DRPs, yaitu terjadinya (adanya) efek samping obat, dan interaksi obat. Selain

itu, penulis mengalami kesulitan dalam membaca catatan terapi (rekam medik) yang

kurang jelas, penggunaan bahasa daerah dalam penulisan keluhan pasien, atau

catatan medik tidak lengkap (misalnya: tidak mencantumkan tanda vital harian, data

laboratorium kurang lengkap, dan lain sebagainya).


PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Profil Pasien Hepatitis B Non-Komplikasi

Berdasarkan data yang diperoleh dari bagian rekam medik Rumah Sakit Panti

Rapih Yogyakarta, diperoleh 7 kasus hepatitis B non-komplikasi. Dari data yang ada,

diperoleh gambaran seperti berikut ini.

Gambaran kasus pasien hepatitis B non-komplikasi yang dirawat di Rumah

Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari – Juni 2007 berdasarkan jenis kelamin

dan umur dapat dilihat pada gambar 6 dan tabel III berikut ini.

1. Jenis Kelamin

perempuan
14%

laki-laki
86%

Gambar 6. Diagram prosentase pasien hepatitis B non-komplikasi berdasarkan


jenis kelamin di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta
periode Januari – Juni 2007

Dari data gambar 6, dapat diketahui bahwa jumlah pasien hepatitis B non-

komplikasi yang dirawat di R S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari – Juni 2007

dengan jenis kelamin laki-laki lebih besar daripada jumlah pasien hepatitis B non-

komplikasi dengan jenis kelamin perempuan.

37
38
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

2. Umur

Tabel III. Distribusi pasien hepatitis B non-komplikasi berdasarkan kelompok


umur di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode
Januari – Juni 2007

No. Kelompok Umur Jumlah Kasus Persentase (%)


1 ≤ 5 tahun - 0
2 > 5 – 12 tahun - 0
3 >12 – 18 tahun 1 14
4 >18 – 55 tahun 6 86
5 > 55 tahun - 0

Dari tabel III dapat diketahui bahwa berdasarkan kelompok umur, pasien

hepatitis B non-komplikasi di Rumah Sakit Panti Rapih pada periode Januari – Juni

2007 ditemukan lebih banyak pada kelompok umur >18 – 55 tahun (usia dewasa)

dengan persentase 86% dan kelompok umur >12 – 18 tahun (usia remaja) dengan

persentase 14%. Untuk kelompok umur balita (≤5 tahun), anak-anak (>5 – 12 tahun),

dan lansia (>55 tahun) pada penelitian tidak ditemukan. Hal ini dikarenakan pada

usia balita dan anak-anak hepatitis B lebih bersifat asimtomatik, sedangkan pasien

dewasa gejala klinis lebih tampak.

B. Pola Pengobatan Hepatitis B

Pada penelitian ini, untuk mengetahui pola pengobatan pasien hepatitis B non-

komplikasi dapat diketahui dengan melihat: golongan obat, kelompok obat, dan jenis

obat. Gambaran secara umum distribusi penggunaan obat pada pasien hepatitis B

non-komplikasi di R S Panti Rapih periode Januari – Juni 2007 menurut kelas

terapinya disajikan dalam bentuk tabel IV berikut ini.


39
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Tabel IV. Distribusi penggunaan obat pada pasien hepatitis B non-komplikasi


di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari
– Juni 2007

No. Kelas terapi obat Jumlah Persentase


Kasus (%)
(n=7)
1 Obat yang bekerja pada sistem saluran cerna. 3 43
2 Obat yang bekerja pada sistem saluran pernafasan. 3 43
3. Obat yang bekerja sebagai analgesik. 1 14
4. Obat yang bekerja pada sistem syaraf pusat 1 14
5. Obat yang bekerja pada sistem kardiovaskuler. 1 14
6. Obat hepatoprotektor 6 86
7. Obat – obat hormonal. 2 28
8. Obat untuk otot skelet dan sendi. 1 14
9. Obat yang digunakan untuk pengobatan infeksi. 2 28
10. Obat yang mempengaruhi gizi, dan darah 3 71

Pada tabel IV dapat dilihat, berdasarkan kelas terapi, obat yang paling banyak

digunakan dalam terapi hepatitis B non-komplikasi adalah obat untuk hati yaitu

sebesar 86%. Penggunaan obat untuk hati banyak digunakan karena memang subjek

penelitiannya adalah pasien hepatitis B non-komplikasi dan terapi ini untuk

melindungi hati dari kerusakan yang lebih berat akibat hepatitis dan kondisi lain.

Selain obat untuk hati, penggunaan obat yang bekerja pada sistem saluran cerna, obat

yang bekerja pada sistem saluran pernafasan, dan obat yang mempengaruhi gizi dan

darah juga banyak digunakan. Obat-obat tersebut diperlukan untuk mengatasi gejala

influenza, perut yang terasa tidak enak, mual, muntah, dan kehilangan nafsu makan,

selain itu juga serta sebagai asupan makanan.

Secara rinci golongan dan jenis obat yang digunakan dalam terapi atau

pengobatan hepatitis B non komplikasi disajikan dalam bentuk tabel berikut ini.
40
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

1. Obat yang bekerja pada sistem saluran cerna

Tabel V. Golongan dan jenis obat yang bekerja pada sistem saluran cerna yang
digunakan pada terapi pasien hepatitis B non-komplikasi di Instalasi Rawat
Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari – Juni 2007

No. Golongan Jenis Obat Nama Generik Nama Jumlah


Obat Dagang Kasus
1. Antiulserasi Khelator dan Sukralfat Inpepsa 1 (14%)
senyawa
kompleks
- Rebamipid Mucosta 1 (14%)
Penghambat Esomeprazol Nexium 1 (14%)
pompa proton
2. Obat untuk Obat yang Asam Urdahex 1 (14%)
gangguan bekerja pada Ursodeoksikolat
empedu kantung
empedu
Enzim Pankreatin Tripanzym 1 (14%)
pencernaan

Golongan obat yang bekerja sistem pencernaan yang digunakan dalam terapi

hepatitis B non-komplikasi yaitu antiulserasi dan obat untuk gangguan empedu.

Golongan obat yang paling banyak digunakan adalah antiulserasi yaitu sebesar 43%.

Antiulserasi yang digunakan yaitu yang bekerja sebagai khelator dan senyawa

kompleks serta panghambat pompa proton. Pada kasus ini, antiulserasi diindikasikan

untuk mengatasi nyeri pada lambung atau nyeri abdomen.

Khelator dan senyawa kompleks merupakan zat pelindung ulkus. Sukralfat

merupakan obat antiulserasi yang mekanisme kerjanya melindungi mukosa dari

serangan asam pepsin yaitu dengan membentuk kompleks dengan protein pada

permukaan tukak. Zat ini juga menetralkan asam, menahan kerja pepsin dan

mengadopsi asam empedu.

Penghambat pompa proton yaitu esomeprazol adalah obat-obat yang

menghambat sekresi asam lambung dengan cara menghambat enzim adenosin


41
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

trifosfat hidrogen kalium (pompa proton) dari sel parietal. Penghambat pompa proton

harus digunakan hati-hati pada pasien dengan penyakit hati. Rebamipid digunakan

untuk terapi ulkus gaster dalam kombinasi dengan penghambat pompa proton.

Selain antiulserasi, golongan obat yang digunakan yaitu obat untuk gangguan

sekresi pencernaan. Obat untuk gangguan sekresi pencernaan yang gunakan yaitu

obat yang bekerja pada kantung empedu dan enzim pencernaan. Obat yang bekerja

pada kantung empedu berfungsi untuk melarutkan batu empedu yang terbentuk dari

kolesterol, garam kalsium, bilirubin, dan protein. Enzim pencernaan diberikan pada

pasien yang mengalami gangguan pencernaan sehingga makanan dapat tetap dicerna

dengan baik.

2. Obat yang bekerja pada sistem saluran pernafasan

Tabel VI.Golongan dan jenis obat yang bekerja pada sistem saluran pernafasan
yang digunakan pada terapi pasien hepatitis B non-komplikasi di Instalasi
Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari – Juni 2007

No. Golongan Obat Nama Generik Nama Dagang Jumlah


Kasus
1. Mukolitik Bromheksin HCl Mucohexin 1 (14%)
Ambroxol HCl Mucopect 1 (14%)
2. Obat batuk dan Difenhidramin Sanadryl exp 1 (14%)
Ekspektoran
3. Antihistamin non- Setirizin diHCl Ryzen 1 (14%)
sedatif

Golongan obat yang bekerja sistem saluran pernafasan yang digunakan dalam

terapi hepatitis B non-komplikasi yaitu mukolitik, obat batuk dan ekpektoran, serta

antihistamin non-sedatif. Golongan obat yang paling banyak digunakan adalah

mukolitik yaitu sebesar 42%. Pada kasus ini, obat mukolitik diindikasikan untuk

mengatasi gejala influenza seperti batuk-pilek yang biasanya merupakan gejala-

gejala awal dari penyakit hepatitis.


42
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Antihistamin adalah zat-zat yang efektif untuk menekan (mengatasi) alergi.

Obat antihistamin yang diberikan pada pasien hepatitis B non-komplikasi untuk

mengatasi gejala alergi seperti demam (hay fever) yang terjadi pada pasien.

3. Obat yang bekerja sebagai analgesik

Tabel VII. Golongan dan jenis obat yang bekerja sebagai analgesik yang
digunakan pada terapi pasien hepatitis B non-komplikasi di Instalasi Rawat
Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari – Juni 2007

No. Golongan obat Jenis Obat Nama Nama Jumlah


Generik Dagang Kasus
1. Analgesik- Analgesik Parasetamol Sistenol 1 (14%)
antipiretik Non-opioid

Jenis obat analgesik-antipiretik yang digunakan dalam terapi hepatitis B non-

komplikasi yaitu analgesik non-opiod. Parasetamol merupakan obat analgesik-

antipiretik yang diindikasikan untuk mengatasi atau meredakan demam sekaligus

mengurangi rasa nyeri yang timbul akibat demam.

4. Obat yang bekerja pada sistem syaraf pusat

Tabel VIII. Golongan dan jenis obat yang bekerja pada sistem syaraf pusat
yang digunakan pada terapi pasien hepatitis B non-komplikasi di Instalasi
Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari – Juni 2007

No. Golongan Jenis Obat Nama Nama Jumlah


Obat Generik Dagang Kasus
1. Obat mual dan Antiemetik Domperidon Vometa 1 (14%)
vertigo

Golongan obat sistem syaraf pusat yang digunakan dalam terapi adalah obat

mual dan vertigo yaitu domperidon. Domperidon merupakan obat antiemetik.

Antiemetik adalah zat-zat yang efektif untuk menekan rasa mual dan muntah. Obat

antiemetik yang diberikan pada pasien hepatitis B non-komplikasi untuk mengatasi

gejala mual dan muntah yang terjadi pada pasien.


43
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

5. Obat yang bekerja pada sistem kardiovaskuler

Tabel IX. Golongan dan jenis obat yang bekerja pada sistem kardiovaskuler
yang digunakan pada terapi pasien hepatitis B non-komplikasi di Instalasi
Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari – Juni 2007

No. Golongan Jenis Obat Nama Nama Jumlah


Obat Generik Dagang Kasus
1. Diuretikum Diuretik hemat Spironolakton Aldactone 1 (14%)
kalium
Diuretik kuat Furosemid Lasix 1 (14%)

Golongan obat yang bekerja sistem kardiovaskuler yang digunakan dalam

terapi hepatitis B non-komplikasi yaitu diuretikum. Obat golongan diuretik yang

digunakan dalam terapi ini termasuk jenis diuretik hemat kalium dan diuretik kuat.

Spironolakton dan furosemid merupakan obat diuretikum yang diindikasikan untuk

membantu mengatasi masalah edema yang menyertai sirosis hati, dengan atau tanpa

asites. Penggunaan kombinasi diuretika mungkin efektif untuk edema yang resisten

terhadap pengobatan dengan satu diuretika. Misalnya diuretika kuat dapat

dikombinasikan dengan diuretika hemat kalium. Obat golongan diuretikum tidak

boleh diberikan pada pasien dengan gangguan keseimbangan elektrolit atau

gangguan ginjal berat karena menyebabkan ekskresi elektrolit.

6. Obat Hepatoprotektor

Tabel X. Golongan dan jenis obat hepatoprotektor yang digunakan pada terapi
pasien hepatitis B non-komplikasi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti
Rapih Yogyakarta periode Januari – Juni 2007

No. Golongan Obat Jenis Hepatoprotektor Nama Jumlah


Dagang Kasus
1 Hepatoprotektor Curcuma, silymarin, Cursil 2 (28%)
xanthorrhiza
Schizandrae frucus HP Pro 5 (71%)
44
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Hepatoprotektor adalah obat yang bekerja melindungi kesehatan (fungsi) hati

dari kerusakan yang lebih berat akibat hepatitis dan kondisi lain. Hepatoprotektor

memberikan perlindungan terhadap virus, kuman, atau toksin. Obat hepatoprotektor

yang diberikan, berisi bahan alami (tradisional) yang banyak digunakan di Asia.

Curcuma domestica (kunyit) dan Curcuma xanthorrhiza (temulawak)

merupakan tanaman obat (fitofarmaka) yang diketahui mengandung senyawa

kurkumin yang mempunyai sifat sebagai antioksidan dan antiinflamasi. Kemampuan

antiinflamasi ini berhubungan dengan kemampuan menurunkan tingkat ALT dan

AST. Selain itu, kurkumin juga mempunyai kemampuan menstimulasi sekresi

empedu oleh hati (kolelitolitik) dan ekskresinya ke duodenum, sehingga

memetabolisme lemak.

Silybum marianum (Silimarin) memiliki kemampuan antihepatotoksik melalui

aksi antioksidan. Selain itu silimarin dapat meningkatkan laju sintesis asam

ribonukleat ribosom melalui stimulasi dari nulkeolar polimerase I. Protein ini

mensintesis dan mempercepat proses regenerasi sel (Czygan et al, 2001).

Schizandrae chinensis memiliki kemampuan (efektif) dalam melawan hepatitis

virus dan hepatitis terinduksi kimia. Schizandrae menunjukkan tingkat ALT rendah

pada pasien hepatitis virus kronik (Sinclair, 1998). Selain itu, Schizandrae (HP Pro)

dapat menghentikan nekroinflamasi dan normalisasi fungsi hati.

Bahan-bahan alami di atas memang telah terbukti dapat melindungi fungsi hati,

sehingga obat-obat ini menjadi pilihan untuk diresepkan pada pasein hepatitis B non-

komplikasi di R.S Panti Rapih. Hal ini dikarenakan belum adanya obat modern yang

secara spesifik dapat menyembuhkan penyakit hepatitis B.


45
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

7. Obat-obat hormonal

Tabel XI. Golongan dan jenis obat hormonal yang digunakan pada terapi
pasien hepatitis B non-komplikasi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti
Rapih Yogyakarta periode Januari – Juni 2007

No. Golongan Jenis Obat Nama Generik Nama Jumlah


Obat Dagang kasus
1. Kortikosteroid Antiinfamasi Deksamethason Kalmethason 1 (14%)
sistemik Metilprednisolon - 1 (14%)

Golongan obat hormonal yang digunakan dalam terapi hepatitis B non-

komplikasi yaitu kortikosteroid. Jenis obat kortikosteroid yang digunakan dalam

terapi ini termasuk antiinflamasi sistemik. Kortikosteroid adalah kelompok obat yang

memiliki aktivitas glukokortikoid dan mineralokortikoid sehingga memperlihatkan

efek yang sangat beragam bergantung pada kondisi hormonal seseorang. Namun

secara umum efeknya dibedakan atas efek retensi Na, efek terhadap metabolisme

karbohidrat (glukoneogenesis), dan efek antiinflamasi (antiradang). Deksametason

dan metilprednisolon diindikasikan untuk menekan reaksi radang dan reaksi alergi.

8. Obat untuk otot skelet dan sendi

Tabel XII. Golongan dan jenis obat untuk otot skelet dan sendi yang digunakan
pada terapi pasien hepatitis B non-komplikasi di Instalasi Rawat Inap Rumah
Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari – Juni 2007

No. Golongan Obat Jenis Obat Nama Nama Jumlah


Generik Dagang Kasus
1 Obat untuk Antiinflamasi Meloksikam - 1 (14%)
penyakit reumatik Non-steroid
dan gout (AINS)

Golongan obat otot skelet dan sendi yang digunakan dalam terapi hepatitis B

non-komplikasi adalah untuk penyakit reumatik dan gout. yaitu meloksikam.

Meloksikam merupakan obat antiinflamasi non-steroid (AINS), diindikasikan untuk


46
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

terapi jangka pendek nyeri berlanjut atau nyeri berulang akibat radang sendi dan

seringkali juga digunakan untuk terapi jangka panjang rheumatoid arthritis.

9. Obat yang digunakan untuk pengobatan infeksi

Tabel XIII. Golongan dan jenis obat yang digunakan untuk pengobatan infeksi
pada terapi pasien hepatitis B non-komplikasi di Instalasi Rawat Inap Rumah
Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari – Juni 2007

No. Golongan Jenis Obat Nama Generik Nama Jumlah


Obat Dagang Kasus
1 Antibiotik Kuinolon Levofloksasin - 1 (14%)
Sefalosporin Sefotaksim Na Clacef 1 (14%)
(Generasi III)

Golongan obat yang digunakan untuk pengobatan infeksi pada pasien hepatitis

B non-komplikasi yaitu antibiotik. Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh

mikroba (terutama fungi), yang dapat menghambat pertumbuhan atau membasmi

mikroba jenis lain. Penggunaan antibiotika pada pasien hepatitis B non-komplikasi

untuk terapi infeksi. Biasanya digunakan pada kasus abses hati jika abses ini

diakibatkan karena infeksi bakteri.

Antibiotika yang digunakan dalam terapi pasien hepatitis B non-komplikasi

yaitu golongan kuinolon, dan sefalosporin. Antibiotika golongan kuinolon bekerja

dengan cara menghambat DNA gyrase sehingga sintesis DNA kuman terganggu.

Sedangkan antibiotika golongan sefalosporin termasuk antibiotik betalaktam yang

bekerja dengan cara menghambat sintesis dinding sel mikroba (Tjay dan Rahardja,

2002). Golongan sefalosporin yang digunakan yaitu sefalosporin generasi ketiga.


47
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

10. Obat yang mempengaruhi gizi dan darah

Tabel XIV. Golongan dan jenis obat yang mempengaruhi gizi, darah, dan
sistem imun yang digunakan pada terapi pasien hepatitis B non-komplikasi di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari –
Juni 2007

No. Golongan Obat Jenis Obat Nama Jumlah


Dagang kasus
1 Vitamin dan Vitamin B kompleks Becombion 1 (14%)
Multivitamin Menadion Vit K 1 (14%)
2. Suplemen gizi Lecithin murni (PPC 95%) Lesichol 4 (57%)
3. Fitofarmaka Ekstrak herba Phyllantus Stimuno 2 (28%)
niruri L.

Golongan obat yang mempengaruhi gizi, dan darah yang digunakan pada

pasien hepatitis B non-komplikasi meliputi vitamin (multivitamin), suplemen gizi,

dan fitofarmaka. Golongan obat multivitamin dan suplemen gizi digunakan sebagai

terapi penunjang pada pasien hepatitis dan penyakit hati lainnya. Hal ini karena

biasanya panyakit hati menimbulkan gejala-gejala seperti: lemah, malaise, dan lain

sebagainya. Lecithin memiliki kemampuan sebagai suplemen (penunjang) fungsi

hati. Phyllantus niruri L. merupakan bahan obat alami (fitofarmaka) yang dipercayai

(efektif) sebagai imunodulator, sebagai terapi tambahan untuk infeksi yang

disebabkan oleh virus dan bakteri, membantu meningkatkan daya tahan tubuh, dan

menjaga kesehatan fungsi hati.


48
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

C. Kajian Drug Related Problems (DRPs)

Dalam proses terapi terhadap pasien, perlu memperhatikan kerasionalan atau

ketepatan dalam pemberian obat. Rasional dalam hal ini meliputi tepat pasien, tepat

obat, tepat dosis, tepat indikasi, serta apakah obat yang diberikan ada potensi

interaksi (efek samping) yang besar atau tidak. Jika terapi yang diberikan terhadap

pasien tidak tepat, maka akan menimbulkan Drug Related Problems (DRPs). Padahal

seharusnya dalam pemberian terapi obat, meminimalkan atau bahkan tidak

menimbulkan DRPs kepada pasien.

Terapi atau pengobatan dianggap berhasil jika tercapai efek terapeutik dan

meminimalkan adanya atau timbulnya efek samping. Faktor penentu keberhasilan

sebuah terapi atau pengobatan bergantung dari ketepatan diagnosis serta ketepatan

pemilihan obat. Kajian DRPs bertujuan untuk melihat serta menganalisa proses

penatalaksanaan terapi terhadap pasien hepatitis B non-komplikasi. Pembahasan

tentang DRPs akan disajikan dengan menganalisa data setiap pasien (per kasus) yang

terdapat dalam lembar rekam medis, meliputi terapi yang dilakukan pada pasien, data

hasil laboratorium, dan perkembangan pasien selama dirawat. Pembahasan kajian

DRPs dalam kasus hepatitis B non-komplikasi secara lebih rinci dapat dilihat pada

tabel XV – XXI seperti berikut ini.


49
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Tabel XV. Kajian DRPs kasus 1 pada pasien hepatitis B non-komplikasi di


Instalasi Rawat Inap R S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari – Juni 2007.

SUBJECTIVE
No. RM: 560105
Umur/Jenis Kelamin: 39 tahun / Perempuan
Tanggal masuk: 13-02-2007
Tanggal keluar: 19-02-2007
Outcome Pasien: Membaik
Riwayat penyakit: -
Riwayat Alergi: -
Anamnesis: Pusing, nyeri pada ulu hati, batuk, demam, lemas, mata tampak kuning.
Diagnosis Utama: susp.ikterik
Diagnosis Akhir: hepatitis B

OBJECTIVE
Data Laboratorium Pasien
- Tanggal 13/02
♦ Hb: 12,5 g % ; Lekosit: 6,0 103/uL ; Eritrosit: 4,68 106/uL ; Hematokrit: 37,2 % ; Trombosit: 175 103/uL ;
Eosinofil: 1,5 % ; Basofil: 0,3 % ; Neutropil: 53,1 % ; Limfosit: 18,7 % ; Monosit: 26,4 % H
♦ MCV: 79,5 fl L ; MCH: 26,7 pg L ; MCHC: 33,6 g/dL ; RDW-CV: 16,4 % H
♦ Bilirubin total:16,85 mg/dL H ; Bilirubin direk: 15,95 mg/dL H ; Bilirubin indirek: 0,90 mg/dL H
♦ SGOT: 1648,1 U/L H SGPT: 1619,0 U/L H
♦ Ureum: 14 mg/dL Creatinin: 0,8 mg/dL
♦ Glukosa darah sewaktu: 121 mg/dL H

- Tanggal 15/02
♦ SGOT: 710,0 U/L H SGPT: 951,8 U/L H
♦ Anti HBs: 94,00 Anti HBc: 0,03 Anti HCV: non-reaktif

- Tanggal 18/02
♦ SGOT: 130,8 u/l H SGPT: 371,0 u/l H

Nilai Normal
Monosit : 0,0 – 11,2% Bilirubin total: 0,21 – 1,3 mg/dL
MCV: 80,0 – 96,0 fl Bilirubin direk: 0,00 – 0,25 mg/dL
MCH: 26,7 – 31,0 pg Bilirubin indirek: 0,00 – 0,70 mg/dL
RDW-CV: 11,6 – 14,8% Kadar gula darah puasa: 70 – 100 mg/dL
SGOT: 0,00 – 0,38 U/L Kadar gula darah post prandial: 100 – 140 mg/dL
SGPT: 0,00 – 41,00 U/L Kadar gula darah sewaktu: 70 – 110 mg/dL

Keterangan data laboratorium


H: high (diatas nilai normal)
L: low (dibawah nilai normal)

Terapi (Obat) yang digunakan


Inf. Asering
Lesichol (Lecithin murni/PPC 95%) (3x1)
Sanadryl exp (Difenhidramin) (3x10 cc)
Inpepsa (Sukralfat) (3x10 cc)
HP Pro (Schizandrae frucus) (3x1)

ASSESSMENT
1. Pasien menerima terapi Inpepsa (3x10cc), merupakan obat antitukak yang diindikasikan untuk untuk mengatasi
nyeri pada lambung atau nyeri abdomen. Dosis Inpepsa yang diberikan kurang, karena menurut standar, dosis
yang digunakan 2 sdt 4x sehari, 1 jam sebelum makan dan tidur.

REKOMENDASI
1. Inpepsa ditambah dosisnya yaitu 2 sdt 4x sehari, 1 jam sebelum makan dan tidur.
50
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Tabel XVI. Kajian DRPs kasus 2 pada pasien hepatitis B non-komplikasi di


Instalasi Rawat Inap R S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari – Juni 2007.

SUBJECTIVE
No. RM: 104916
Umur/Jenis Kelamin: 47 tahun / Laki-laki
Tanggal masuk: 13-02-2007
Tanggal keluar: 19-02-2007
Outcome Pasien: Membaik
Riwayat penyakit: Pernah opname hepatitis B thn 1999.
Riwayat Alergi: -
Anamnesis: ± 2 minggu perut keras, batuk, kadang sesak nafas.
Diagnosis Utama: obs.ascites susp.cirhosis hepatitis
Diagnosis Akhir: chronic hepatitis B.

OBJECTIVE
Data Laboratorium Pasien
- Tanggal 13/02
♦ Hb: 12,0 g % L ; Lekosit: 6,4 103/uL ; Eritrosit 3,85 106/uL L ; Hematokrit: 35,3 % L ; Trombosit: 213 103/uL
; Eosinofil: 6,2 % ; Basofil: 0,5 % ; Neutropil: 43,7% ; Limfosit: 35,1% ; Monosit: 14,5 %
♦ MCV: 91,7 fl ; MCH: 31,2 pg H ; MCHC: 34,0 g/dL ; RDW-CV: 14,4 %
♦ Bilirubin total: 1,85 mg/dL H ; Bilirubin direk: 0,80 mg/dL H ; Bilirubin indirek: 1,05 mg/dL H
♦ Albumin: 2,81 g/dL L Globulin: 5,43 g/dL H
♦ SGOT: 62,2 U/L H SGPT: 28,1 U/L
♦ Fosfatase Alkali: 426 U/L H
♦ Gula darah sewaktu: 129 mg/dL H

- Tanggal 15/02
♦ HBsAg Rapid stick: + HBeAg: 0,00

- Tanggal 17/02
♦ Albumin: 2,64 g/dL L

Nilai Normal
Hb (untuk laki-laki): 13,00 – 18,00 g % Albumin: 3,40 – 4,80 g/dL
Eritrosit: 4,50 – 6,50 106 / Ul Globulin: 3,20 – 3,90 g/dL
Hematokrit: 40,00 – 54,00 % SGOT: 0,00 – 38,0 U/L
MCH: 26,7 – 31,0 pg Fosfatase Alkali: 5,00 – 180,00 U/L
Bilirubin total: 0,20 – 1,3 mg/dL Kadar gula darah puasa: 70 – 100 mg/dL
Bilirubin direk: 0,00 – 0,25 mg/dL Kadar gula darah post prandial: 100 – 140 mg/dL
Bilirubin indirek: 0,00 – 0,70 mg/dL Kadar gula darah sewaktu: 70 – 110 mg/Dl

Keterangan data laboratorium


H: high (diatas nilai normal)
L: low (dibawah nilai normal)

Terapi Obat yang digunakan


Inf D5% Aldactone (Spironolakton) (3x100mg)
Becombion (Vitamin B complex) (1x1) Lasix (Furosemid) (1x1)
Vit K (Menadion) (1x1 amp i.m/i.v) Levofloksasin (1x500mg )

ASSESSMENT
1. Pasien menderita penyakit hepatitis B kronik, namun pasien tidak menerima terapi obat hepatitis B. Dalam hal ini
pasien butuh obat untuk terapi hepatitis B kronik.
2. Pasien menerima terapi Aldactone (3x100 mg), yang merupakan obat diuretikum hemat kalium yang
diindikasikan untuk mengatasi masalah edema. Dosis Aldacton yang diberikan berlebih. Menurut standar, dosis
Aldactone untuk mengatasi edema yaitu 100-200 mg/hari.

REKOMENDASI
1. Pasien diberikan terapi untuk hepatitis B kronik. Obat yang sering digunakan untuk terapi hepatitis B yaitu Cursil
70 (2x1) atau HP Pro (3x1).
2. Dosis Aldactone dikurangi menjadi 100-200 mg/hari.
51
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Tabel XVII. Kajian DRPs kasus 3 pada pasien hepatitis B non-komplikasi di


Instalasi Rawat Inap R S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari – Juni 2007.

SUBJECTIVE
No. RM: 266769
Umur/Jenis Kelamin: 27 tahun / Laki-laki
Tanggal masuk: 8-03-2007
Tanggal keluar: 14-03-2007
Outcome Pasien: Membaik
Riwayat penyakit: -
Riwayat Alergi: -
Anamnesis: Perut mbeseseg, perih, mual, kaki kesemutan. Pasien tampak sakit sedang.
Diagnosis Utama: obs.dyspepsi, pharingitis.
Diagnosis Akhir: chronic hepatitis B.

OBJECTIVE
Data Laboratorium Pasien
- Tanggal 6/03
♦ Bilirubin total: 0,88 mg/dL ; Bilirubin direk: 0,37 mg/dL ; Bilirubin indirek: 0,51 mg/dL
♦ Albumin: 4,13 g/dL
♦ SGPT: 161,0 U/L H
♦ Fosfatase Alkali: 215 U/L H
♦ HBsAg: 23,5 TV (reaktif)

- Tanggal 8/03
♦ Hb: 14,2 g % ; Lekosit: 14,9 103/uL H ; Eritrosit: 4,46 106/uL L ; Hematokrit: 41,5 % ; Eosinofil: 0,2 % ;
Basofil: 0,3 % ; Neutropil: 79,9 % ; Limfosit: 12,6 % ; Monosit: 7,0 % ;
♦ MCV: 93,0 fl ; MCH: 31,8 pg H ; MCHC: 34,2 g/dL ; RDW-CV: 13,3 %
♦ SGOT: 36,5 U/L SGPT: 113,2 U/L H
♦ Ureum: 38 mg/dL Creatinin: 1,0 mg/dL
- Tanggal 11/03
♦ Cholinesterase: 5577 U/L
♦ Ig M Anti HBc: 0,47 (non-reaktif)

- Tanggal 13/02
♦ SGOT: 48,1 U/L H SGPT: 103,8 U/L H

Nilai Normal
SGOT: 0,00 – 38,0 U/L Lekosit: 4,00 – 11,00 103 /uL
SGPT: 0,00 – 41,0 U/L Eritrosit: 4,50 – 6,50 106 / Ul
Fosfatase Alkali: 5,00 – 180,00 U/L MCH: 26,7 – 31,0 pg

Keterangan data laboratorium


H: high (diatas nilai normal)
L: low (dibawah nilai normal)

Terapi Obat yang digunakan


Inf. Asering Meloksikam (2x1)
Cursil (Curcuma, silymarin, xanthorrhizae) (2x1) Lesichol (Lecithin murni/PPC 95%) (3x1)
Metilprednisolon 16mg (½ - ½ - ¼ ) Mucohexin syr (Bromheksin HCl) (3x10cc)
Metilprednisolon 16mg (½ - ½ - 0 ) HP Pro (Schizandrae frucus) (3x1 caps)
Stimuno (Extrak kering Phyllantus niruri L.) (3x1 caps)

ASSESSMENT
1. Pasien menerima Meloksikam (merupakan obat antiinflamasi non-steroid) yang digunakan untuk terapi nyeri.
Dosis Meloksikam yang diberikan (2x1) berlebih. Menurut standar, dosis yang diberikan 7,5 mg 1x sehari.
2. Pasien menerima terapi Meloksikam dan Metilprednisolon. Menurut standar, jika Meloksikam diberikan bersamaan
dengan Metilpednisolon (yang merupakan obat golongan kortikosteroid) dapat terjadi interaksi obat yaitu
meningkatkan resiko pendarahan dan ulserasi pada saluran cerna.
REKOMENDASI
1. Dosis Meloksikam disesuaikan menjadi 7,5 mg 1x sehari.
2. Sebaiknya Meloksikam dan Metilprednisolon tidak diberikan bersamaan, karena dapat meningkatkan resiko
pendarahan dan ulserasi pada saluran cerna.
52
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Tabel XVIII. Kajian DRPs kasus 4 pada pasien hepatitis B non-komplikasi di


Instalasi Rawat Inap R S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari – Juni 2007.

SUBJECTIVE
No. RM: 543627
Umur/Jenis Kelamin: 18 tahun / Laki-laki
Tanggal masuk: 16-03-2007
Tanggal keluar: 24-03-2007
Outcome Pasien: Membaik
Riwayat penyakit: -
Riwayat Alergi: -
Anamnesis: Lemas, badan terasa panas (batuk, pilek, demam 2 hari)
Diagnosis Utama: febris, urtikaria
Diagnosis Akhir: hepatitis B aktif

OBJECTIVE
Data Laboratorium Pasien
- Tanggal 16/03
♦ Hb: 16,1 g % ; Lekosit: 13,3 103/uL H ; Eritrosit: 5,53 106/uL ; Hematokrit: 44,9 % ; Trombosit: 192 103/uL ;
Eosinofil: 1,2 % ; Basofil: 0,3 % ; Neutropil: 79,0 % ; Limfosit: 10,0 % L ; Monosit: 9,5 %
♦ MCV: 81,2 fl ; MCH: 29,1 pg ; MCHC: 35,9 g/dL ; RDW-CV: 12,8 %
- Tanggal 19/03
♦ SGOT: 80,1 U/L H SGPT: 140,1 U/L H
♦ HBsAg Rapid stick: reaktif

- Tanggal 22/03
♦ HBeAg: 4,64 (reaktif)
- Tanggal 23/02
♦ SGOT: 77,2 U/L H SGPT: 121,2 U/L H

Nilai Normal
Lekosit: 4,00 – 11,00 103 /uL SGOT: 0,00 – 38,0 U/L
Limfosit: 12,00 – 44,00 % SGPT: 0,00 – 41,0 U/L

Keterangan data laboratorium


H: high (diatas nilai normal)
L: low (dibawah nilai normal)

Terapi Obat yang digunakan


Inf. Asering Kalmethason (Deksamethason) (1 amp)
Sistenol (Parasetamol) (3x1) Vometa (Domperidon) (3x1 tab)
Clasef (Sefotaksim Na.) (2x1g) Mucopect (Ambroxol HCl) (3x1 tab)
HP Pro (Schizandrae frucus) (3x1 tab) Extra Ryzen (Setirizin diHCl) (1 tab)
Lesichol (Lecithin murni/PPC 95%) (3x300mg)

ASSESSMENT
1. Pasien menerima terapi obat sudah sesuai dengan standar.

REKOMENDASI
1. Tidak ada rekomendasi khusus, terapi obat yang diresepkan bisa digunakan.
53
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Tabel XIX. Kajian DRPs kasus 5 pada pasien hepatitis B non-komplikasi di


Instalasi Rawat Inap R S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari – Juni 2007.

SUBJECTIVE
No. RM: 564855
Umur/Jenis Kelamin: 24 tahun / Laki-laki
Tanggal masuk: 18-03-2007
Tanggal keluar: 22-03-2007
Outcome Pasien: Membaik
Riwayat penyakit: -
Riwayat Alergi: -
Anamnesis: Mual, muntah, lemas, tidak ada nafsu makan, sklera mata ikterik, warna urine seperti teh. Pasien
sakit sedang.
Diagnosis Utama: vomitus susp. Hepatitis.
Diagnosis Akhir: hepatitis B.

OBJECTIVE
Data Laboratorium Pasien
- Tanggal 18/03
♦ Hb: 15,4 g % ; Lekosit: 6,3 103/uL ; Eritrosit: 5,06 106/uL ; Hematokrit: 45,6 % ; Trombosit: 293 103/uL ;
Eosinofil: 2,4 % ; Basofil: 0,3 % ; Neutropil:57,6 % ; Limfosit: 29,2 % ; Monosit: 10,5 %
♦ MCV: 90,1 fl ; MCH: 30,4 pg ; MCHC: 33,8 g/dL ; RDW-CV: 13,1 %
♦ Bilirubin total: 3,66 mg/dL H
♦ SGOT: 100,8 U/L H SGPT: 585,5 U/L H
♦ Gamma GT: 136,0 U/L H
♦ Fosfatase Alkali: 354 U/L H

- Tanggal 21/03
♦ SGPT: 398,3 U/L H
♦ Fosfatase Alkali: 294 U/L H
♦ HBsAg Rapid stick: non-reaktif Anti HBc: 1,613 (non-reaktif)

Nilai Normal
Bilirubin total: 0,20 – 1,3 mg/dL Gamma GT: 8,00 – 61,00 U/L
SGOT: 0,00 – 38,0 U/L Fosfatase Alkali: 5,00 – 180,00 U/L
SGPT: 0,00 – 41,0 U/L

Keterangan data laboratorium


H: high (diatas nilai normal)
L: low (dibawah nilai normal)

Terapi Obat yang digunakan


Inf D5%
Cursil 70 (Curcuma, silimarin, xanthorrhiza) (2x1)
Tripanzym (Pankreatin) (3x1)
Nexium 40 (Esomeprazol) (1x1)
Mucosta (Rebamipid) (3x1)

ASSESSMENT
1. Pasien menerima terapi obat sudah sesuai dengan standar.

REKOMENDASI
1. Tidak ada rekomendasi khusus, terapi obat yang diresepkan bisa digunakan.
54
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Tabel XX. Kajian DRPs kasus 6 pada pasien hepatitis B non-komplikasi di


Instalasi Rawat Inap R S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari – Juni 2007.

SUBJECTIVE
No. RM: 398050
Umur/Jenis Kelamin: 24 tahun / Laki-laki
Tanggal masuk: 20-03-2007
Tanggal keluar: 24-03-2007
Outcome Pasien: Membaik
Riwayat penyakit: -
Riwayat Alergi: -
Anamnesis: ± 1 minggu perut (sebelah atas) terasa sakit terutama bila untuk beraktifitas, mual, nafsu makan
berkurang, sclera mata ikteric (± 2 hari), kencing seperti teh.
Diagnosis Utama: Hepatitis B susp cholestasis intrahepatal.
Diagnosis Akhir: hepatitis B

OBJECTIVE
Data Laboratorium Pasien
- Tanggal 20/03
♦ Hb: 14,5 g % ; Lekosit: 7,1 103/uL ; Eritrosit 4,98 106/uL ; Hematokrit: 40,4 % ; Trombosit: 180 103/uL ;
Eosinofil: 2,0 % ; Basofil: 0,1 % ; Neutropil: 66,3 % ; Limfosit: 22,4 % ; Monosit: 9,2 %
♦ MCV: 81,1 fl ; MCH: 29,1 pg ; MCHC: 35,9 g/dL ; RDW-CV: 17,1 % H
♦ Bilirubin total: 7,84 mg/dL H Bilirubin direk: 5,96 mg/dL H Bilirubin indirek: 1,88 mg/dL H
♦ Albumin: 4,04 g/dL Globulin: 3,76 g/dL
♦ SGOT: 409,1 U/L H SGPT: 538,2 U/L H Gamma GT: 174,0 U/L H
♦ Fosfatase Alkali: 426 U/L H
♦ HBsAg Rapid/stick: reaktif

- Tanggal 23/03
♦ Bilirubin total: 4,71 mg/dL H Bilirubin direk: 3,49 mg/dL Bilirubin indirek: 1,22 mg/dL
♦ SGOT: 288,2 U/L H SGPT: 358,3 U/L H Gamma GT: 154,0 U/L H
♦ Fosfatase Alkali: 256 U/L H

Nilai Normal
RDW-CV: 11,6 – 14,8% SGOT: 0,00 – 38,0 U/L
Bilirubin total: 0,20 – 1,3 mg/dL SGPT: 0,00 – 41,0 U/L
Bilirubin direk: 0,00 – 0,25 mg/dL Gamma GT: 8,00 – 61,00 U/L
Bilirubin indirek: 0,00 – 0,70 mg/dL Fosfatase Alkali: 5,00 – 180,00 U/L
Keterangan data laboratorium
H: high (diatas nilai normal)
L: low (dibawah nilai normal)

Terapi Obat yang digunakan


Inf D5%
Urdahex (Ursodeoxycholic acid / Asam Ursodeoksikolat) (3x1)
HP Pro (Schizandrae frucus) (3x1)
Lesichol (Lecithin murni/PPC 95%) 300mg (3x1 tab)

ASSESSMENT
1. Pasien menerima terapi obat sesuai standar.

REKOMENDASI
1. Tidak ada rekomendasi khusus, terapi obat yang diresepkan bisa digunakan.
55
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Tabel XXI. Kajian DRPs kasus 7 pada pasien hepatitis B non-komplikasi di


Instalasi Rawat Inap R S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari – Juni 2007.

SUBJECTIVE
No. RM: 573434
Umur/Jenis Kelamin: 20 tahun / Laki-laki
Tanggal masuk: 25-05-2007
Tanggal keluar: 27-05-2007
Outcome Pasien: Membaik
Riwayat penyakit: -
Riwayat Alergi: -
Anamnesis: Nafsu makan hilang, mual, perut terasa tidak enak.
Diagnosis Utama: Hepatitis
Diagnosis Akhir: hepatitis B akut

OBJECTIVE
Data Laboratorium Pasien
- Tanggal 25/05
♦ Hb: 16,5 g % ; Lekosit: 8,9 103/uL ; Eritrosit: 5,73 106/uL ; Hematokrit: 48,4 % ; Trombosit: 291 103/uL ;
Eosinofil: 3,2 % ; Basofil: 0,6 % ; Neutropil: 33,7 % L ; Limfosit: 50,4 % H ; Monosit: 12,1 % H
♦ MCV: 84,5 fl ; MCH: 28,8 pg ; MCHC: 34,1 g/dL ; RDW-CV: 14,3 %
♦ Bilirubin total: 7,62 mg/dL H Bilirubin direk: 5,69 mg/dL H Bilirubin indirek: 1,93 mg/dL H
♦ Total protein: 8,04 g/dL Albumin: 4,47 g/dL Globulin: 3,57 g/dL
♦ SGOT: 625,0 U/L H SGPT: 1958,0 U/L H Gamma GT: 86,0 U/L H
♦ Fosfatase Alkali: 390 U/L H
♦ HBsAg Rapid/stick: 22,80 (reaktif)

- Tanggal 26/05
♦ Ig M Anti HBc: 200,0 (reaktif)

- Tanggal 27/05
♦ Bilirubin total: 5,54 mg/dL H Bilirubin direk: 3,28 mg/dL H Bilirubin indirek: 2,26 mg/dL H
♦ SGOT: 201,4 U/L H SGPT: 917,2 U/L H

Nilai Normal
Neutropil: 35, 00 – 88,70 % Bilirubin total: 0,20 – 1,3 mg/dL
Limfosit: 12,00 – 44,00 % Bilirubin direk: 0,00 – 0,25 mg/dL
Monosit: 0,00 – 11,00 % Bilirubin direk: 0,00 – 0,25 mg/dL
SGOT: 0,00 – 38,0 U/L Gamma GT: 8,00 – 61,00 U/L
SGPT: 0,00 – 41,0 U/L Fosfatase Alkali: 5,00 – 180,00 U/L

Keterangan data laboratorium


H: high (diatas nilai normal)
L: low (dibawah nilai normal)

Terapi Obat yang digunakan


HP Pro (3x1 tab)
Stimuno (3x1 tab)

ASSESSMENT
1. Pasien menerima terapi obat sesuai standar.

REKOMENDASI
1. Tidak ada rekomendasi khusus, terapi obat yang diresepkan bisa digunakan.
56
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Berdasarkan pembahasan tiap-tiap kasus pada tabel diatas, hasil analisis DRPs

pada masing-masing kasus dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel XXII. Hasil analisis DRPs yang terjadi dalam pengobatan hepatitis B
non-komplikasi yang dirawat di R S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari –
Juni 2007

Tipe DRPs Jumlah Kasus


Butuh obat 1 kasus
Tidak butuh obat -
Salah obat -
Dosis kurang 1 kasus
Dosis berlebih 2 kasus
Munculnya efek samping obat dan interaksi obat 1 kasus

Dari hasil analisis 7 kasus, terjadi DRPs pada semua kasus hepatitis B non-

komplikasi. Dalam satu kasus, terdapat 1 atau lebih DRPs yang terjadi. Analisa

DRPs akan dirangkum dan disajikan dalam bentuk tabel berikut ini.

1. DRP Butuh Obat (Need Additional Drug Therapy)

Tabel XXIII. Kasus DRP butuh obat pada pasien hepatitis B non-komplikasi
yang dirawat di R S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari – Juni 2007.

No. Jumlah dan Problems Assessment Rekomendasi


Nomor Kasus
1. 1 kasus Pasien menderita penyakit Pasien butuh obat untuk Pasien diberikan
(2) hepatitis B kronik, namun terapi hepatitis B terapi untuk hepatitis
pasien tidak menerima kronik. B kronik. Obat yang
terapi obat hepatitis B. sering digunakan
untuk terapi hepatitis
B yaitu Cursil 70
(2x1) atau HP Pro
(3x1).

2. DRP Tidak Butuh Obat (Unnecessary Drug Therapy)

Dari hasil analisis data yang diperoleh, tidak ada kasus yang memiliki DRP tidak

butuh obat.
57
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

3. DRP Salah Obat (Wrong / Ineffective Drug)

Dari hasil analisis data yang diperoleh, tidak ada kasus yang memiliki DRP salah

obat.

4. DRP Dosis Kurang (Dosage too low)

Tabel XXIV. Kasus DRP dosis kurang pada pasien hepatitis B non-komplikasi
yang dirawat di R S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari – Juni 2007.

No Jumlah dan Problems Assessment Rekomendasi


Nomor Kasus
1. 1 kasus Pasien menerima terapi Dosis inpepsa yang Inpepsa disesuaikan
(1) Inpepsa (3x10cc), diberikan kurang, dosisnya yaitu 2 sdt
merupakan obat antitukak karena menurut standar, 4x sehari, 1 jam
yang diindikasikan untuk dosis yang digunakan 2 sebelum makan dan
untuk mengatasi nyeri sdt 4x sehari, 1 jam tidur.
pada lambung atau nyeri sebelum makan dan
abdomen. tidur.

5. DRP Dosis Berlebih (Dosage too high)

Tabel XXV. Kasus DRP dosis berlebih pada pasien hepatitis B non-komplikasi
yang dirawat di R S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari – Juni 2007.

No. Jumlah dan Problems Assessment Rekomendasi


Nomor Kasus
1. 1 kasus Pasien menerima terapi Dosis Aldacton yang Dosis Aldacton
(2) Aldactone yang diberikan berlebih, disesuaikan yaitu
merupakan obat karena menurut standar, dengan dikurangi
diuretikum hemat kalium dosis Aldactone untuk menjadi 100-200
yang diindikasikan untuk mengatasi edema yaitu mg/hari.
mengatasi masalah edema, 100-200 mg/hari.
dengan dosis 3x100 mg.

2. 1 kasus Pasien menerima terapi Dosis Meloksikam yang Dosis Meloksikam


(3) Meloksikam yang diberikan (2x1 tablet) disesuaikan yaitu
merupakan obat berlebih, karena dengan dikurangi
antiinflamasi non-steroid menurut standar, dosis menjadi 7,5 mg 1x
yang digunakan untuk Meloksikam yang sehari.
terapi nyeri dengan dosis diberikan 7,5 mg 1x
2x1 tablet. sehari.
58
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

6. DRP Efek Samping Obat (Adverse Drug Reaction) dan Adanya Interaksi
Obat (Drug Interaction)

Tabel XXVI. Kasus DRP Efek Samping Obat (Adverse Drug Reaction) dan
Adanya Interaksi Obat (Drug Interaction) pada pasien hepatitis B non-
komplikasi yang dirawat di R S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari – Juni
2007.

No. Jumlah dan Problems Assessment Plan


Nomor Kasus
1. 1 kasus Pasien menerima terapi Meloksikam jika diberikan Sebaiknya
(3) Meloksikam dan secara bersamaan dengan penggunaan
Metilprednisolon (yang Metilprednisolon (yang Meloksikam dan
merupakan obat golongan merupakan obat golongan Metilprednisolon
kortikosteroid). kortikosteroid) dapat tidak bersamaan,
terjadi interaksi obat yaitu karena dapat
meningkatkan resiko meningkatkan
pendarahan dan ulserasi resiko pendarahan
pada saluran cerna. dan ulserasi pada
saluran cerna.

D. Outcome Pasien

Tujuan dari terapi pada pasien hepatitis B non-komplikasi adalah untuk

mengeliminasi secara bermakna replikasi virus hepatitis B (HBV) dan mencegah

progresi penyakit hati menjadi sirosis yang berpotensi menjadi gagal hati dan

mencegah karsinoma hepatoseluler. Dengan melihat kondisi akhir pasien dapat

diketahui apakah terapi yang diberikan sudah tepat atau belum. Kondisi pasien dapat

sembuh (membaik) jika terapi yang diberikan sudah baik (tepat). Jika terapi yang

diberikan belum tepat, maka kondisi pasien bisa bertambah buruk (tidak membaik).

Berdasarkan data yang ada, dari 7 pasien hepatitis non-komplikasi yang dirawat di

Rumah Sakit Panti Rapih periode Januari-Juni 2007, diperoleh hasil 6 pasien (86%)

memberikan hasil terapi membaik (pasien pulang dalam keadaan lebih baik daripada

sewaktu datang ke rumah sakit), namun peneliti tidak memperoleh keterangan lebih
59
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

lanjut mengenai keadaan (keluhan yang dirasakan) pasien setelah (pasca) keluar dari

rumah sakit. Selain itu terdapat 1 pasien (14%) yang keluar atas permintaan sendiri

(APS) namun kondisi akhir pasien membaik.

E. Rangkuman Pembahasan

Dalam penelitian kali ini terdapat 7 kasus tentang hepatitis B non-komplikasi.

Profil pasien hepatitis B non-komplikasi di R.S Panti Rapih Yogyakarta periode

Januari – Juni 2007 berdasarkan jenis kelamin, menunjukkan bahwa persentase

pasien hepatitis B non-komplikasi yang dirawat di R.S Panti Rapih Yogyakarta

periode Januari – Juni 2007 dengan jenis kelamin laki-laki sebesar 86% dan pasien

dengan jenis kelamin perempuan sebesar 14%. Berdasarkan kelompok umur,

menggambarkan bahwa persentase pasien hepatitis B non-komplikasi kelompok

umur < 5 tahun sebesar 0%, kelompok umur > 5 – 12 tahun sebesar 0%, kelompok

umur > 12 – 18 sebesar 14%, kelompok umur dengan persentase terbesar adalah >18

– 55 tahun yaitu sebesar 86%, dan kelompok umur > 55 tahun sebesar 0%.

Prosentase distribusi kelas terapi obat pasien hepatitis B non-komplikasi di R.S

Panti Rapih Yogyakarta periode Januari – Juni 2007 adalah obat yang bekerja pada

sistem saluran cerna sebesar 43%, obat yang bekerja pada sistem saluran pernafasan

sebesar 43%, obat yang bekerja sebagai analgesik sebesar 14%, obat yang bekerja

pada sistem syaraf pusat sebesar 14%, obat yang bekerja pada sistem kardiovaskuler

sebesar 14%, obat hepatoprotektor sebesar 86%, obat-obat hormonal sebesar 28%,

obat untuk otot skelet dan sendi sebesar 14%, obat yang digunakan untuk pengobatan

infeksi sebesar 28%, dan obat yang mempengaruhi gizi, dan darah sebesar 71%.
60
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Terapi obat yang paling sering diberikan adalah obat hepatoprotektor dan obat yang

mempengaruhi gizi dan darah.

Dalam penelitian ini, terdapat 7 kasus hepatitis B non-komplikasi. Dari hasil

analisis 7 kasus, terjadi DRPs pada semua kasus hepatitis B non-komplikasi. Dalam

satu kasus, terdapat 1 atau lebih DRPs yang terjadi. Drug Related Problems (DRPs)

yang terjadi pada tiap kasus dirangkum dalam bentuk tabel yang memuat jumlah dan

nomor kasus yang terjadi DRPs, permasalahan (problems), penilaian (assessment),

dan rekomendasi tiap DRPs (plan). Dari hasil kajian Drug Related Problems (DRPs)

ditemukan: 1 kasus (14%) butuh obat, 1 kasus (14%) DRP dosis kurang, 2 kasus

(28%) DRP dosis berlebih dan 1 kasus (14%) DRP munculnya efek samping dan

interaksi obat. Sedangkan DRP tidak butuh obat, dan DRP salah obat tidak

ditemukan dalam penelitian atau 0%.

Outcome pasien berdasarkan data yang ada, dari 7 pasien hepatitis B non-

komplikasi di R.S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari – Juni 2007, diperoleh

hasil 6 pasien (86%) memberikan hasil terapi membaik (pasien pulang dalam

keadaan lebih baik daripada sewaktu datang ke rumah sakit), dan 1 pasien (14%)

keluar atas permintaan sendiri (APS).


61
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Profil pasien hepatitis B non-komplikasi yang dirawat di R.S Panti Rapih

Yogyakarta periode Januari – Juni 2007 yaitu berdasarkan jenis kelamin, pasien

laki-laki yang paling banyak terjadi yaitu sebesar 86 %. Sedangkan berdasarkan

kelompok umur, pasien dengan kelompok umur >18 – 55 tahun paling banyak

terjadi yaitu sebesar 86 %.

2. Pola pengobatan pada terapi pasien hepatitis B non-komplikasi yang dirawat di

R.S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari – Juni 2007 berdasarkan kelas

terapi, persentase obat yang paling banyak digunakan adalah obat

hepatoprotektor yaitu sebesar 86%, diikuti obat yang mempengaruhi gizi dan

darah yaitu sebesar 71%, obat yang bekerja pada sistem saluran cerna sebesar

43%, obat yang bekerja pada sistem saluran pernafasan sebesar 43%, obat-obat

hormonal sebesar 28%, obat yang digunakan untuk pengobatan infeksi sebesar

28%, obat yang bekerja sebagai analgesik sebesar 14%, obat yang bekerja pada

sistem syaraf pusat sebesar 14%, obat yang bekerja pada sistem kardiovaskuler

sebesar 14%, dan obat untuk otot skelet dan sendi sebesar 14%.

3. Pada kasus hepatitis B non-komplikasi di R.S Panti Rapih Yogyakarta periode

Januari – Juni 2007 Drug Related Problems (DRPs) yang terjadi:

a. butuh obat sebesar 14% (1 kasus)

b. tidak butuh obat sebesar 0% (tidak ditemukan dalam penelitian)


62
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

c. salah obat sebesar 0% (tidak ditemukan dalam penelitian)

d. dosis kurang sebesar 14% (1 kasus)

e. dosis berlebih sebesar 28% (2 kasus)

f. efek samping obat dan adanya interaksi obat sebesar 14% (1 kasus)

g. ketidakpatuhan pasien sebesar 0%.

4. Outcome pasien hepatitis B non-komplikasi di R. S. Panti Rapih Yogyakarta

periode Januari-Juni 2007, diperoleh sebanyak 86% memberikan hasil terapi

membaik, dan sebanyak 14% keluar atas permintaan sendiri (APS).

B. Saran

1. Penelitian kajian Drug Related Problems (DRPs) pada kasus hepatitis B non-

komplikasi dapat dikembangkan tidak hanya untuk hepatitis B saja tapi semua

jenis tipe hepatitis dan bisa dilakukan di tempat yang berbeda.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yaitu mengenai evaluasi penatalaksanaan

terapi penggunaan antibiotik pada pasien hepatitis.


63
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1996b, Kompedia Obat Bebas, cetakan II, Dir-Jend POM, 23-26, Depkes
RI, Jakarta.

Anonim, 1997, Modul Latihan Petugas Imunisasi, Subdit Imunisasi Ditjen PPM &
PLP, 57, Depkes RI, Jakarta.

Anonim, 2000a, Hepatitis B Fact Sheet, diakses April 2008

Anonim, 2004, X-Plain Hepatitis B Reference Summary, diakses April 2008

Anonim, 2005b, Cara Ampuh Cegah Hepatitis B, diakses April 2008

Anonim, 2007, www.wikipedia.com diakses April 2008.

Chandrasoma, P. and Taylor, C.R., 1995, Concise Pathology, 2nd edition, 620-622,
631-633, 641, Appleton and Large, Connecticut.

Cipolle, R.J., Strand, L.M., Morle, P.C., 1998, Pharmaceutical Care Practice,
Chapter 3, 73-105, Mc Graw-Hili, New York

Czygan, F., Frohne, F., Holtzel, C., Nagell, A., Pfander, H.J., Willuhn, G., Buff, W.,
2001, Herbal Drugs and Phytopharmaceutical, 2nd Ed, Medpharm Scientific
Publiser, Germany.

Donatus, I.A., 1992, Fitofarmaka Penyakit Hati, Kumpulan Naskah Lengkap


Simposium Gastro-hepatologi, Yogyakarta.

Garcia, G., 1992, Treatment of Hepatic Disorders and The Influence of Liver
Function on Drug Disposition, in Melmon, K. L., Morelli, H. F., Hoffman, B.
B., Nierenberg, D. W., Melmon and Morelli’s Clinical Pharmacology Basic
Principles in Therapeutic, 3rd edition, 243, Mc. Graw Hill Companies, Inc.,
New York.

Guyton and Hall, 1997, Text Book of Medical Physiology, diterjemahkan oleh Irawati
Setiawan, Edisi 9, 1103, EGC, Jakarta.

Japaries, W., 1996, Hepatitis, 5-11, 23-25, 59-63 Penerbit Arcan, Jakarta.

Krismayanti, 2007, Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada Pengobatan


Pasien Stroke di Instalasi Rawat Inap R. S Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005
64
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Kurniati, 2007, Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada Pengobatan Pasien
Kanker Prostat yang Dirawat di RSUP Dr. Sarjito Yogyakarta Tahun 2005

Larasati, 2007, Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Diabetes
Mellitus Tipe 2 dengan Komplikasi Ischemic Heart Disease di Instalasi Rawat
Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2005 – Desember
2007

Lingappa, V. R., 1995, Liver Disease, in Mc Phee, S. J., Lingappa, V. R., Ganong,
W. F., Lange, J. O., Patophysiology of Disease An Introduction to Clinical
Medicine, 1st edition, 246, 248, 262, Appleton & Lange, Connecticut.

Luper, S. N. D., 1998, Review of Plant Used In The Treatment of Liver Disease, Part
One, Altern, Medical Review 3 (6), 410-421.

Raebel, M.A., Pai, M.P., and Mercier, R.C., 2005, Viral Hepatitis, in Dipiro, J.T.,
(Eds), Pharmacotherapy: A Pathophysiology Approach

Setiawati, A., Zunilda, Z. B., dan Suryatna, F. D., 1995, Pengantar Farmakologi,
dalam Ganiswara, Setyabudi, Suyatna, Purwatiastuti, Nafrialdi, Farmakologi
dan Terapi, edisi 4, Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran UI, Jakarta

Sinclair, S., 1998, Chinese Herb: A Clinical Review of Astragalus, Ligusticum and
Schizandrae, Alternative Medicine Review, 3 (5): 338-344.

Stine, K. E., and Brown, T. M., 1996, Principles of Toxicology, 149-153, CRC Press,
Boca Raton.

Supratiknya, A. W., 2001, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan


Kesehatan, P.T Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Suharjo, J.B. dan Cahyono, B., 2006, Diagnosis dan Manajemen Hepatitis B Kronis,
Cermin Dunia Kedokteran, 150, 5-9.

Sulaiman, A. H., dan Julitasari, 1988, Panduan Praktis Penatalaksanaan Hepatitis B,


15-27, Yayasan Penerbit Ikatan Dokter Indonesia, Jakarta.

Utami, 2008, Kajian Penggunaan Antibiotik Profilaksis dan Evaluasi Drug Related
Problems-nya pada Bedah Orthopaedi Kasus Fraktur di Unit Bedah Rumah
Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Agustus – September 2007

William R, 2006, Global challenges in liver disease. Hepatology 44 (3): 521-6.

Zuckerman, A.J., 1996, Hepatitis Viruses. In: Baron’s Medical Microbiology (Baron
S et al, eds.) 4th ed., University of Texas Medical Branch.
PLAGIAT MERUPAKAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Lampiran. Data Pasien Hepatitis B Non Komplikasi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode
Januari – Juni 2007

No NRM Data Diri TP Anamnesis/ Keluhan Diagnosis Resep / Obat yang Tanggal Hasil Lab Outcome
digunakan Pemberian Pasien
1. 560105 Umur: 39 13-02-2007 Pusing, nyeri pada ulu hati, Utama: susp.ikteric Inf. Asering 13/02 – 19/02 - Tanggal 13/02 Membaik
JK: P s.d batuk, demam, lemas, mata Akhir: hepatitis B Lesichol (3x1) 13/02 – 19/02 Hb: 12,5 g %
19-02-2007 tampak kuning. Sanadryl exp (3x10 cc) 13/02 – 19/02 Lekosit: 6,0 103/uL
Inpepsa (3x10cc) 13/02 – 19/02 Eritrosit: 4,68 106/uL
Riwayat HP Pro (3x1) 14/02 – 19/02 Hematokrit: 37,2 %
penyakit: - Trombosit: 175 103/uL
Eosinofil: 1,5 %
Alergi:- Basofil: 0,3 %
Neutropil:53,1 %
Limfosit: 18,7 %
Monosit: 26,4 % H
MCV: 79,5 fl L
MCH: 26,7 pg L
MCHC: 33,6 g/dL
RDW-CV: 16,4 % H
Bilirubin total:16,85 mg/dL H
Bilirubin direk: 15,95 mg/dL
Bilirubin indirek: 0,90 mg/dL
SGOT: 1648,1 U/L H
SGPT: 1619,0 U/L H
Ureum: 14 mg/dL
Creatinin: 0,8 mg/dL
Glukosa darah sewaktu: 121
mg/dL H

- Tanggal 15/02
SGOT: 710,0 U/L H
SGPT: 951,8 U/L H
Anti HBs: 94,00
Anti HBc 0,03
Anti HCV: non-reaktif

- Tanggal 18/02
SGOT: 130,8 u/l H
SGPT: 371,0 u/l H

65
PLAGIAT MERUPAKAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

2 104916 Umur: 47 th 13-02-2007 ± 2 minggu perut keras, Utama: obs.ascites Inf D5% 13/02 – 19/02 - Tanggal 13/02 Membaik
JK: L s.d batuk, kadang sesak nafas. susp.cirhosis Aldoctone (3x100mg) 14/02 – 19/02 Hb: 12,0 g % L
19-02-2007 hepatitis Becombion (1x1) 14/02 – 19/02 Lekosit: 6,4 103/uL
Akhir: chronic Lasix (1x1) 14/02 – 19/02 Eritrosit 3,85 106/uL L
Riwayat hepatitis B. Vit K (1x1 amp i.m/i.v) 15/02 – 19/02 Hematokrit: 35,3 % L
penyakit: Levafloxacin (1x500mg 17/02 – 19/02 Trombosit: 213 103/uL
Pernah Eosinofil: 6,2 %
opname Basofil: 0,5 %
hepatitis B Neutropil: 43,7 %
thn 1999 Limfosit: 35,1 %
Monosit: 14,5 %
Alergi: - MCV: 91,7 fl
MCH: 31,2 pg H
MCHC: 34,0 g/dL
RDW-CV: 14,4 %
Bilirubin total: 1,85 mg/dL H
Bilirubin direk: 0,80 mg/dL
Bilirubin indirek: 1,05 mg/Dl
Albumin: 2,81 g/dL L
Globulin: 5,43 g/dL H
SGOT: 62,2 U/L H
SGPT: 28,1 U/L
Fosfatase Alkali: 426 U/L H
Gula darah sewaktu: 129
mg/dL H

- Tanggal 15/02
HBsAg Rapid stick: +
HBeAg: 0,00

- Tanggal 17/02
Albumin: 2,64 g/dL L

3. 266769 Umur: 27 th 8-03-2007 Perut mbeseseg, perih, Utama: Inf. Asering 8/03 – 14/03 - Tanggal 6/03 Membaik
JK: L s.d mual, kaki kesemutan. obs.dyspepsi, Meloxicam (2x1) 8/03 – 14/03 Bilirubin total: 0,88 mg/dL
14-03-2007 Pasien tampak sakit pharingitis. Cursil (2x1) 8/03 – 10/03 Bilirubin direk: 0,37 mg/dL
sedang. Akhir: chronic Lesichol (3x1) 8/03 – 14/03 Bilirubin indirek: 0,51 mg/dL
Riwayat hepatitis B. Metil Prednisolon 16mg 8/03 – 9/03 Albumin: 4,13 g/dL
penyakit: - (½ - ½ - ¼ ) SGPT: 161,0 U/L H
Mucohexin syr (3x10cc) 9/03 – 14/03 Fosfatase Alkali: 215 U/L H
Alergi: - Metil Prednisolon 16mg 10/03 – 12/03 HBsAg: 23,5 TV (reaktif)
(½ - ½ - 0 )
HP Pro (3x1 caps) 10/03 – 14/03 - Tanggal 8/03
Stimuno (3x1 caps) 10/03 – 14/03 Hb: 14,2 g %

66
PLAGIAT MERUPAKAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Lekosit: 14,9 103/uL H


Eritrosit: 4,46 106/uL L
Hematokrit: 41,5 %
Eosinofil: 0,2 %
Basofil: 0,3 %
Neutropil: 79,9 %
Limfosit: 12,6 %
Monosit: 7,0 %
MCV: 93,0 fl
MCH: 31,8 pg H
MCHC: 34,2 g/dL
RDW-CV: 13,3 %
SGOT: 36,5 U/L
SGPT: 113,2 U/L H
Ureum: 38 mg/dL
Creatinin: 1,0 mg/dL

- Tanggal 11/03
Cholinesterase: 5577 U/L
Ig M Anti HBc: 0,47 (non-
reaktif)

- Tanggal 13/03
SGOT: 48,1 U/L H
SGPT: 103,8 U/L H

4 543627 Umur: 18 th 16-03-2007 Lemas, badan terasa panas, Utama: febris, Inf. Asering 16/03 – 24/03 - Tanggal 16/03 Membaik
JK: L s.d (batuk, pilek, demam 2 urtikaria Kalmetason (1 amp) 16/03 Hb: 16,1 g %
24-03-2007 hari). Akhir: hepatitis B Sistenol (3x1) 16/03 – 18/03 Lekosit: 13,3 103/uL H
aktif. Vometa (3x1 tab) 16/03 – 23/03 Eritrosit: 5,53 106/uL
Riwayat Clasef (2x1g) 16/03 – 23/03 Hematokrit: 44,9 %
penyakit: - Mucopect (epexol) (3x1 17/03 – 24/03 Trombosit: 192 103/uL
tab) Eosinofil: 1,2 %
Alergi: - HP Pro (3x1 tab) 19/03 – 24/03 Basofil: 0,3 %
Extra Ryzen (1 tab) 21/03 Neutropil: 79,0 %
Lesichol (3x300mg) 23/03 – 24/03 Limfosit: 10,0 % L
Monosit: 9,5 %
MCV: 81,2 fl
MCH: 29,1 pg
MCHC: 35,9 g/dL
RDW-CV: 12,8 %

- Tanggal 19/03
SGOT: 80,1 U/L H

67
PLAGIAT MERUPAKAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

SGPT: 140,1 U/L H


HBsAg Rapid stick: reaktif

- Tanggal 22/03
HBeAg: 4,64 (reaktif)

- Tanggal 23/03
SGOT: 72,2 U/L H
SGPT: 121,2 U/L H

5 564855 Umur: 24 th 18-03-2007 Mual, muntah, lemas, tidak Utama: vomitus Inf D5% 18/03 – 22/03 - Tanggal 18/03 Membaik
JK: L s.d ada nafsu makan, sclera susp. Hepatitis. Cursil 70 (2x1) 18/03 – 22/03 Hb: 15,4 g %
22-03-2007 mata ikteric, warna urine Akhir: hepatitis B. Trypanzym (3x1) 18/03 – 22/03 Lekosit: 6,3 103/uL
seperti teh. Pasien sakit Nexium 40 (1x1) 18/03 – 22/03 Eritrosit: 5,06 106/uL
Riwayat sedang. Mucosta (3x1) 18/03 – 22/03 Hematokrit: 45,6 %
penyakit: - Trombosit: 293 103/Ul
Eosinofil: 2,4 %
Alergi: - Basofil: 0,3 %
Neutropil:57,6 %
Limfosit: 29,2 %
Monosit: 10,5 %
MCV: 90,1 fl
MCH: 30,4 pg
MCHC: 33,8 g/dL
RDW-CV: 13,1 %
Bilirubin total: 3,66 mg/dL H
SGOT: 100,8 U/L H
SGPT: 585,5 U/L H
Gamma GT: 136,0 U/L H
Fosfatase Alkali: 354 U/L H

- Tanggal 21/03
SGPT: 398,3 U/L H
Fosfatase Alkali: 294 U/L H
HBsAg Rapid stick: non-
reaktif
Anti HBc: 1,613 (non-reaktif)

6 398050 Umur: 24 th 20-03-2007 ± 1 minggu perut (sebelah Utama: Hepatitis B Inf D5% 20/03 – 24/03 - Tanggal 20/03 Membaik
JK: L s.d atas) terasa sakit terutama susp cholestasis Urdahex (3x1) 21/03 – 24/03 Hb: 14,5 g % (APS)
24-03-2007 bila untuk beraktifitas, intrahepatal. HP Pro (3x1) 21/03 – 24/03 Lekosit: 7,1 103/uL
mual, nafsu makan Akhir: hepatitis B Lesichol 300mg (3x1 21/03 – 24/03 Eritrosit 4,98 106/uL
berkurang, sclera mata tab) Hematokrit: 40,4 %
Riwayat ikteric (± 2 hari), kencing Trombosit: 180 103/uL

68
PLAGIAT MERUPAKAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

penyakit: - seperti teh. Eosinofil: 2,0 %


Basofil: 0,1 %
Alergi: - Neutropil: 66,3 %
Limfosit: 22,4 %
Monosit: 9,2 %
MCV: 81,1 fl
MCH: 29,1 pg
MCHC: 35,9 g/dL
RDW-CV: 17,1 % H
Bilirubin total: 7,84 mg/dL H
Bilirubin direk: 5,96 mg/dL
Bilirubin indirek: 1,88 mg/Dl
Albumin: 4,04 g/dL
Globulin: 3,76 g/dL
SGOT: 409,1 U/L H
SGPT: 538,2 U/L H
Gamma GT: 174,0 U/L H
Fosfatase Alkali: 426 U/L H
HBsAg Rapid/stick: reaktif

- Tanggal 23/03
Bilirubin total: 4,71 mg/dL H
Bilirubin direk: 3,49 mg/dL
Bilirubin indirek: 1,22 mg/Dl
SGOT: 288,2 U/L H
SGPT: 358,3 U/L H
Gamma GT: 154,0 U/L H
Fosfatase Alkali: 256 U/L H

7 573434 Umur: 20 th 25-05-2007 Nafsu makan hilang, mual, Utama: Hepatitis HP Pro (3x1 tab) 25/05 – 27/05 - Tanggal 25/05 Membaik
JK: L s.d perut terasa tidak enak. Akhir: hepatitis B Stimuno (3x1 tab) 25/05 – 27/05 Hb: 16,5 g %
27-05-2007 akut Lekosit: 8,9 103/uL
Eritrosit: 5,73 106/uL
Riwayat Hematokrit: 48,4 %
penyakit: - Trombosit: 291 103/uL
Eosinofil: 3,2 %
Alergi: - Basofil: 0,6 %
Neutropil: 33,7 % L
Limfosit: 50,4 % H
Monosit: 12,1 % H
MCV: 84,5 fl
MCH: 28,8 pg
MCHC: 34,1 g/dL
RDW-CV: 14,3 %

69
PLAGIAT MERUPAKAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

Bilirubin total: 7,62 mg/dL H


Bilirubin direk: 5,69 mg/dL
Bilirubin indirek: 1,93 mg/dL
Total protein: 8,04 g/dL
Albumin: 4,47 g/dL
Globulin: 3,57 g/dL
SGOT: 625,0 U/L H
SGPT: 1958,0 U/L H
Gamma GT: 86,0 U/L H
Fosfatase Alkali: 390 U/L H
HBsAg Rapid/stick: 22,80
(reaktif)

- Tanggal 26/05
Ig M Anti HBc: 200,0
(reaktif)

- Tanggal 27/05
Bilirubin total: 5,54 mg/dL H
Bilirubin direk: 3,28 mg/dL H
Bilirubin indirek: 2,26 mg/dL
SGOT: 201,4 U/L H
SGPT: 917,2 U/L H

70
71
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI

BIOGRAFI PENULIS

Penulis bernama lengkap Rahardian Estu Primawati lahir

pada tanggal 13 Januari 1983 di Sragen dari pasangan

Ir. Tri Muljo Rahardjo dan Tri Nurhayati, S.Pd. merupakan

anak pertama dari dua bersaudara. Penulis penempuh masa

pendidikan di TK Handayani Brebes pada tahun 1987

hingga tahun 1989. Pada tahun 1995, penulis menamatkan

pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 3 Brebes. Pada tahun 1998, penulis menamatkan

pendidikan di SLTP Negeri 2 Brebes. Pada tahun 2001 penulis menamatkan

pendidikan di SMU Negeri 1 Brebes. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2001.

Anda mungkin juga menyukai