Anda di halaman 1dari 24

CRONIC KIDNEY DISEASE

1. KONSEP DASAR MEDIS

A. DEFINISI

CKD merupakan suatu gangguan progresif fungsi ginjal yang bersifat

irreversible dalam kasus metabolisme maupun dalam menjaga

keseimbangan cairan dan elektrolit serta dapat menyebabkan uremia

(Moeljono, 2014).

Gagal ginjal adalah ginjal kehilangan kemampuan untuk

mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan

makanan normal. Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi dua kategori yaitu

kronik dan akut (Nurarif & Kusuma, 2013)

Terry & Aurora, 2013 CKD merupakan suatu perubahan fungsi ginjal

yang progresif dan ireversibel. Pada gagal ginjal kronik, ginjal tidak mampu

mempertahankan keseimbangan cairan sisa metabolisme sehinga

menyebabkan penyakit gagal ginjal stadium akhir.

Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah gangguan

fungsi ginjal yang menahun yang bersifat progresif dan irreversible. Dimana

kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan

keseimbangan cairan dan elektrolit yang menyebabkan uremia (retensi urea

dan sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer dan Bare, 2011).

1
B. ETIOLOGI

Dua penyebab utama dari CKD ini adalah diabetes dan tekanan darah

tinggi, yang terjadi pada dua dari tiga kasus. Diabetes terjadi ketika gula

darah terlalu tinggi, menyebabkan kerusakan banyak organ dalam tubuh,

termasuk ginjal dan jantung, serta pembuluh darah, saraf dan mata. Tekanan

darah tinggi, atau hipertensi, terjadi ketika tekanan darah terhadap dinding

pebuluh darah meningkat. Jika tidak terkendali, atau tidak terkontrol,

tekanan darah tinggi dapat menjadi penyebab utama serangan jantung, stroke

dan CKD. CKD juga menyebabkan tekanan darah tinggi (Anonim, 2015a).

Beberapa kondisi yang juga dapat menyebabkan CKD dengan prevalensi

yang lebih kecil, antara lain:

1) Glomerulonefritis (radang ginjal)

2) Pielonefritis (infeksi pada ginjal)

3) Penyakit ginjal polikistik

4) Kegagalan pembentukan ginjal normal pada bayi yang belum lahir

ketika berkembang di rahim

5) Lupus eritematosus sistemik (kondisi dari sistem kekebalan tubuh di

mana tubuh menyerang ginjal yang dianggap sebagai benda asing)

6) Jangka panjang penggunaan rutin obat-obatan seperti : obat litium dan

NSAID, termasuk aspirin dan ibuprofen.

7) Penyumbatan, misalnya karena batu ginjal atau penyakit prostat.

(Anonim, 2015c)

Menurut data PERNERI (Perkumpulan Nefrologi Indonesia) tahun 2011,

penyebab CKD pada pasien hemodialysis didapatkan sebagai berikut,

2
glomerulopati primer 14%, nefropati diabetika 27%, nefropati lupus 1%,

penyakit ginjal hipertensi 34%, ginjal polikistik 1%, nefropati asam urat 2%,

nefropati obstruksi 8%, pielonefritis kronik 6%, lain-lain 6%, tidak diketahui

1%.

Pada dasarnya, penyebab gagal ginjal kronik adalah penurunan laju filtra

si glomerulus atau yang disebut juga penurunan glomerulus filtration rate (G

FR).

Penyebab gagal ginjal kronik menurut Andra & Yessie, 2013 :

a. Gangguan pembuluh darah : berbagai jenis lesi vaskuler dapat

menyebabkan iskemik ginjal dan kematian jaringan ginjal. Lesi

yang paling sering adalah aterosklerosis pada arteri renalis yang

besar, dengan konstriksi skleratik progresif pada pembuluh darah.

Hyperplasia fibromuskular pada satu atau lebih arteri besar yang

juga menimbulkan sumbatan pembuluh darah. Nefrosklerosis

yaitu suatu kondisi yang disebabkan oleh hipertensi lama yang

tidak diobati, dikarakteristikkan oleh penebalan, hilangnya

elastisitas system, perubahan darah ginjal menyebabkan penurunan

aliran darah dan akhirnya gagal ginjal.

b. Gangguan imunologis : Seperti glomerulonefritis 

c. Infeksi: dapat disebabkan oleh beberapa jenis bakteri terutama

E.Coli yang berasal dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius

bakteri. Bakter ini mencapai ginjal melalui aliran darah atau yang

lebih sering secara ascenden dari traktus urinarius bagi. Bawah

3
lewat ureter ke ginjal sehingga dapat menimbulkan kerusakan

irreversible ginjal yang disebut pielonefritis.

d. Gangguan metabolic: seperti DM yang menyebabkan mobilisasi

lemak meningkat sehingga terjadi penebalan membrane kapiler dan

di ginjal dan berlanjut dengan disfungi endotel sehingga terjadi

nefropati amiloidosis yang disebabkan oleh endapan zat-zat

proteinemia abnormal pada dinding pembuluh darah secara serius

merusak membrane glomerus

e. Gangguan tubulus primer: terjadinya nefrotoksis akibat analgetic

atau logam berat

f. Obstruksi traktus urinarius: oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dan

konstriksi uretra.

g. Kelainan congenital dan herediter: penyakit polikistik=kondisi

keturunan yang dikarakteristik oleh terjadinya kista/kantong berisi

cairan di dalam ginjal dan organ lain, serta tidak adanya jaringan

ginjal yang bersifat congenital (hipoplasia renalis) serta adanya

asidosis.

Faktor Risiko

PGK memiliki beberapa faktor risiko, dimana faktor risiko tersebut

didefinisikan sebagai suatu pemicu yang dapat memperbesar dan

mempercepat proses dari suatu penyakit. Kidney Disease Outcomes Quality

Initiative (KDOQI) telah mengkategorikan faktor risiko PGK antara lain

sebagai berikut, yang tertera dalam table.

4
Definisi Contoh
Faktor Meningkatkan kerentanan Usia yang lebih tua, riwayat

Kerentanan terhadap penyakit ginjal keluarga


Faktor Inisiasi Secara langsung Diabetes, tekanan darah tinggi,

menginisiasi penyakit ginjal penyakit autoimun, infeksi

sistemik, infeksi saluran kemih,

batu ginjal, obstruki saluran

kemih bagian bawah, toksisitas

obat
Faktor Progresi Menyebabkan Kadar proteinuria tinggi,

memburuknya penyakit tekanan darah yang lebih tinggi,

ginjal dan penurunan fungsi kontrol glikemik yang buruk

ginjal secara cepat setelah pada pasien diabetes, merokok

inisiasi penyakit ginjal

C. KLASIFIKASI

CKD dapat diklasifikasikan berdasarkan 2 hal, yaitu menurut diagnosis

etiologi dan menurut derajat (stage) penyakit. Klasifikasi atas dasar derajat

(stage) penyakit dibuat berdasarkan level laju filtrasi glomerulus (LFG)

yang dapat dilihat pada tabel

Klasifikasi Stadium CKD Berdasarkan Level GFR

Stadium GFR (ml/mnt/1,73 Deskripsi Simptom

5
m2)
1 ≥ 90 GFR -

normal/meningka

t
2 60-89 Penurunan GFR Asimptomatik

ringan
3a 45-59 Penurunan GFR Asimptomatik

sedang
3b 30-44 Penurunan GFR Anemia, fatigue,

sedang kram otot


4 15-29 Penurunan GFR Anoreksia, Nausea,

berat Gout, Insomnia,

Neuropati
5 <15 Penyakit ginjal Itch, sakit kepala,

stadium akhir gangguan kognitif,

kematian
(Dasari et al., 2014)

D. PATOFISIOLOGI

Gagal ginjal kronik disebabkan oleh berbagai kondisi, seperti gangguan

metabolic (DM), Infeksi (Pielonefritis), Obstruksi Traktus Urinarius,

Gangguan Imunologis, Hipertensi, Gangguan Tubulus primer (nefrotoksin)

dan gangguan congenital yang menyebabkan GFR menurun.

Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk

glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa

nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume

filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurun

GFR/daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi

sampai ¾ dari nefron-nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi

6
lenih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat dieresis osmotic

disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak

bertambah banyak. Oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana

timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-

gejala khas kegagaln ginjla bila kira-kira fungsi ginjal telang hilang 80%-

90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance

turun sampai 15 ml/menitatau lebih rendah dari itu (Barbara C Long).

Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya

dieksresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadinya uremia dan

mempengaruhi setiap system tubuh. Semakin banyaak timbunan produk

sampah maka gejala akan semakin berat (Smeltzer dan Bare, 2011).

E. MANIFESTASI KLINIS

1. Gejala dan tanda CKD stadium awal (Arici, 2014)

a. Lemah

b. Nafsu makan berkurang

c. Nokturia, poliuria

d. Terdapat darah pada urin, atau urin berwarna lebih gelap

e. Urin berbuih

f. Sakit pinggang

g. Edema

h. Peningkatan tekanan darah

i. Kulit pucat

2. Gejala dan tanda CKD stadium lanjut (Arici, 2014)

7
a. Umum (lesu, lelah, peningkatan tekanan darah, tanda-tanda kelebihan

volume, penurunan mental, cegukan)

b. Kulit ( penampilan pucat, uremic frost, pruritic exexcoriations)

c. Pulmonari (dyspnea, efusi pleura, edema pulmonari, uremic lung)

d. Gastrointestinal (anoreksia, mual, muntah, kehilangan berat badan,

stomatitis, rasa tidak menyenangkan di mulut)

e. Neuromuskuler (otot berkedut, sensorik perifer dan motorik

neuropati, kram otot, gangguan tidur, hiperrefleksia, kejang,

ensefalopati, koma)

f. Metabolik endokrin (penurunan libido, amenore, impotensi)

g. Hematologi (anemia, pendarahan abnormal).

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pemeriksaan Diagnostik Spesifik :

Ureum dan kreatinin: meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan

kreatinin kurang lebih 20:1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena

perdarahan saluran cerna, demam, luka bbakar luas, pengobatan steroid dan

obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini berkurang: ureum leboh kecil dari

kreatinin, pada diet rendah protein, dan tes Klirens Kreatini yang menurun.

8
Laboratorium :

1. Laju endap darah : meninggi yang diperberat oleh adanya anemia dan 

hipoalbuminemia. Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulo

sit yang rendah.

2. Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan. 

3. Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama denga

n menurunnya diueresis .

4. Hipoklasemia dan hiperfosfatemia : terjadi karena berkurangnya sintes

is  vitamin D.3 pada pasien Gagal Ginjal Kronik.

5. Phospate alkaline meninggi akibat gangguan metabolisme tulang, 

terutama isoenzim fosfatase lindin tulang.

6. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia, umumnya disebabkan gang

guan 

metabolisme dan diet rendah protein.

7. Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada 

gagal 

ginjal ( resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer).

8. Hipertrigleserida, akibat gangguan metabolisme lema, disebabkan peni

nggian 

hormone insulin dan menurunnya lipoprotein lipase.

9. Asidosis metabolic dengan kompensasi respirasi menunjukkan Ph yan

 menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun, semua disebab

kan  retensi asam –asam organic pada gagal ginjal.

9
10
Pemeriksaan Diagnostik Lain :

a. Foto polos abdomen untuk menilai bentuk  dan besar  ginjal (adanya 

batu

 atau adanya suatu obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk keadaan 

ginjal, 

oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.

b. Intra Vena Pielografi ( IVP) untuk menilai system pelviokalises dan 

ureter. 

Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keada

an

 tertentu, misalnya usia lanjut, diabetes mellitus, dan nefropati asam 

urat.

c. Ultrasonografi (USG) untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal 

parenkim ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi system pelviok

alises, 

ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.

d. Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari 

gangguan (vaskuler, parenkim, eksresi) serta sisa fungsi ginjal.

e. Elektrokardiografi (EKG) untuk melihat kemungkinan : hipertropi ve

ntrikel 

kiri, tandatanda pericarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalem

ia) 

(Muttaqin, 2011).

11
G. PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan 

mencegah komplikasi, yaitu sebagai berikut (Muttaqin, 2011) :

1. Dialisis

Dialysis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang s

erius,

seperti hiperkalemia, pericarditis, dan kejang. Dialysis memperbaiki abn

ormalitas biokimia, menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat dik

onsumsi secara bebas, menghilangkan kecendrungan peradrahan, dan me

mbantu penyenbuhan luka. Dialisis atau dikenal dengan nama cuci darah

adalah suatu metode terapi yang bertujuan untuk menggantikan fungsi

/kerja ginjal yaitu membuang zat sisa dan kelebihan cairan dari tubuh. 

Terapi ini dilakukan apabila fungsi kerja ginjal sudah sangat menurun (le

bih dari 90%) sehingga tidak lagi mampu untuk menjaga kelangsungan h

idup individu, maka perlu dilakukan terapi. Selama ini dikenal ada 2 jeni

s dialisis :

1) Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser)

Hemodialisis atau HD adalah dialisis dengan menggunakan mesin 

dialiser yang berfungsi sebagai ginjal buatan. Pada prose ini, darah 

dipompa keluar dari tubuh, masuk kedalam mesin dialiser. Di dala

m mesin dialiser, darah dibersihkan dari zatzat racun melalui prose

s difusi dan ultrafiltrasi oleh dialisat (suatu cairan khusus untuk dia

lisis), lalu setelah darah selesai dibersihkan, darah dialirkan kembal

12
i kedalam tubuh. Proses ini dilakukan 1-3 kali seminggu di rumah s

akit dan setiap kalinya membutuhkan waktu sekitar 2-4 jam.

2) Dialisis Peritoneal (cuci darah melalui perut)

Terapi kedua adalah dialisis peritoneal untuk metode cuci darah de

ngan bantuan membran peritoneum (selaput rongga perut). Jadi, da

rah tidak perlu dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan dan disari

ng oleh mesin dialisis.

2. Koreksi hiperkalemi

Mengendalikan  kalium darah sangat penting karena hiperkalemi dapat 

menimbulkan kematian mendadak. Hal yang pertama harus diingat adala

h jangan menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah, 

hiperkalemia juga dapat didiagnosis dengan EEG dan EKG. Bila terjadi 

hiperkalemia, maka pengobatannya adalah dengan mengurangi intake 

kalium, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infuse glukosa.

3. Koreksi Anemia

Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi factor defisiensi, kemud

ian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi. Pengen

dalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Transf

use darah hanya dapat diberikan bila ada  indikasi yang kuat, misalnya a

da infusiensi koroner.

4. Koreksi Asidosis

Pemberian asam melalui makanan dan oba-tobatan harus dihindari. 

Natrium bikarbonat dapat diberikanperoral atau parentera. Pada permula

an 100 mEq natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan,

13
 jika diperlukan dapat diulang. Hemodialisi dan dialysis peritoneal dapat 

juga mengatasi asidosis.

5. Pengendalian Hipertensi

Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa dan vasodilatator dilakukan. 

Mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-

hati karena tidak semua gagal ginjal disertai retensi natrium.

6. ransplantasi Ginjal

Dengan pencakokkan ginjal yang sehat ke pasien gagal ginjal kronik, ma

ka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru.

H. KOMPLIKASI

Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami

beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD antara lain adalah :

1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme,

dan masukan diit berlebih.

2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi

produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.

3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin

angiotensin aldosteron.

4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.

5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar

kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan

peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion

anorganik.

6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.

14
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.

8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.

9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemi.

15
II. KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

a. Ativitas/Istirahat

- Gejala : Kelelahan, kelemahan, malaise, gangguan tidur

- Tanda : Kelemahan otot, penurunan rentang gerak

b. Sirkulasi

- Gejala : Riwayat hipertensi

-Tanda : Hipertensi, nadi kuat, edema, pucat, kecenderungan

pendarahan

c. Integritas Ego

- Gejala : stress, perasaan tidak berdaya

- Tanda : ansietas, takut, marah, perubahan kepribadian

d. Eliminasi

- Gejala :penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria, abdomen

kembung

- Tanda : perubahan warna urine, oliguria dapat menjadi anuria

e. Makanan/Cairan

- Gejala :edema, penurunan BB, anoreksia, mual, muntah, nyeri

ulu hati

-Tanda :distensi abdomen, perubahan turgor kulit/kelembaban,

edema.

16
f. Neurosensori

-Gejala : sakit kepala, penglihatan kabur

-Tanda : gangguan status mental, aktivitas kejang

g. Nyeri/Kenyamanan

-Gejala : nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kepala.

-Tanda : perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah.

h. Pernafasan

-Gejala : napas pendek, dispnea, batuk dengan/tanpa sputum.

-Tanda : takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi pernapasan.

i. Keamanan

- Gejala : kulit gatal, ada/berulangnya infeksi.

- Tanda : pruritus, demam, normotermia dapat secara aktual

terjadi peningkatan pada klien dengan suhu tubuh rendah

dari normal.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Doenges (2011) dan Lynda Juall (2010), diagnosa

keperawatan yang muncul pada pasien CKD adalah:

1. Penurunan curah jantung

2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

3. Perubahan nutrisi

4. Perubahan pola nafas

5. Gangguan perfusi jaringan

6. Intoleransi aktivitas

7. kurang pengetahuan tentang tindakan medis

17
8. resti terjadinya infeksi

C. INTERVENSI / RASIONAL

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang

meningkat

Tujuan:

Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil :

mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan

frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama

dengan waktu pengisian kapiler

Intervensi:

a. Auskultasi bunyi jantung dan paru

R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur

b. Kaji adanya hipertensi

R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem

aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)

c. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya

(skala 0-10)

R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri

d. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas

R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia

18
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan

edema sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na

dan H2O)

Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan

dengan kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan

output

Intervensi:

a. Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan

masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital

b. Batasi masukan cairan

R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan

respon terhadap terapi

c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan

R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga

dalam pembatasan cairan

d. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan

terutama pemasukan dan haluaran

R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output

3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan

anoreksia, mual, muntah

Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan

kriteria hasil: menunjukan BB stabil

Intervensi:

19
a. Awasi konsumsi makanan / cairan

R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi

b. Perhatikan adanya mual dan muntah

R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat

mengubah atau menurunkan pemasukan dan memerlukan

intervensi

c. Beikan makanan sedikit tapi sering

R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan

d. Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan

R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial

e. Berikan perawatan mulut sering

R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak

disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan

4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder:

kompensasi melalui alkalosis respiratorik

Tujuan: Pola nafas kembali normal / stabil

Intervensi:

a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles

R: Menyatakan adanya pengumpulan sekret

b. Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam

R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2

c. Atur posisi senyaman mungkin

20
R: Mencegah terjadinya sesak nafas

d. Batasi untuk beraktivitas

R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau

hipoksia

5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis

Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil :

- Mempertahankan kulit utuh

- Menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan kulit

Intervensi:

a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler,

perhatikan kadanya kemerahan

R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat

menimbulkan pembentukan dekubitus / infeksi.

b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa

R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang

mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan

c. Inspeksi area tergantung terhadap udem

R: Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek

d. Ubah posisi sesering mungkin

R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi

buruk untuk menurunkan iskemia

e. Berikan perawatan kulit

R: Mengurangi pengeringan , robekan kulit

21
f. Pertahankan linen kering

R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit

g. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk

memberikan tekanan pada area pruritis

R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko

cedera

h. Anjurkan memakai pakaian katun longgar

R: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi

lembab pada kuli

6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang

tidak adekuat, keletihan

Tujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi

Intervensi:

a. Pantau pasien untuk melakukan aktivitas

b. Kaji fektor yang menyebabkan keletihan

c. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat

d. Pertahankan status nutrisi yang adekuat

7. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan tindakan medis

(hemodialisa) b.d salah interpretasi informasi.

a. Kaji ulang penyakit/prognosis dan kemungkinan yang

akan dialami.

22
b. Beri pendidikan kesehatan mengenai pengertian,

penyebab, tanda dan gejala CKD serta penatalaksanaannya

(tindakan hemodialisa ).

c. Libatkan keluarga dalam memberikan tindakan.

d. Anjurkan keluarga untuk memberikan support system.

e. Evaluasi pasien dan keluarga setelah diberikan penkes.

23
DAFTAR PUSTAKA

Anita Dkk penanganan hemadialisis pada bidang kesehatan yang memakai


prinsip ilmu fisika http://dc128.4shared.com/doc/jumsz.html diakses pada tanggal
14 agustus 2018

Price, silvia a dan lorraine M. Wilson (2013) patofisiologi konsep klinis


proses proses penyakit edisi 4 jakarta ECG

Reevers, CJ, Roux G Lochkart, R. Medical surgica nursing Alih Bahasa Setyo
J Jakarta: Salemba Medika 2013

T. Heater Herdman & Sigemin Kamitsuru.2015-2017 , Diagnosis


Keperawatan Definisi & Klasifikasi, Edisi 10 ECG, Jakarta

Moeljono, 2014. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC

Intansari & Roxana 2015 ,Nursing Outcome Classification (NOC), Edisi ke 5,


mocomedia, Yogyakarta.

24

Anda mungkin juga menyukai