Anda di halaman 1dari 76

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes Melitus (DM) merupakan sekumpulan gejala yang muncul pada

seseorang yang disebabkan oleh tingginya kadar glukosa darah akibat dari

penurunan sekresi insulin yang progresif (ADA,2015). Diabetes Melitus juga

diartikan sebagai suatu penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemi

yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya

(PERKENI,2015).

Angka kejadian penderita diabetes melitus dari tahun ke tahun cenderung

meningkat. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh International Deabetes

Federation (IDF) melalui IDF Atlas dengan data yang di kumpulkan yang

diperkirakan pada tahun 2017 ada 451 juta (usia 18-99 tahun) penderita diabetes

di seluruh dunia. Diperkirakan bahwa hamper setengah dari semua orang (49,7%)

yang hidup dengan diabetes tidak terdiagnosis. Diabetes telah menjadi epidemi di

seluruh dunia, menyebar dari Negara-negara industri ke Negara berkembang di

Asia, Amerika Latin dan Afrika. Indonesia menjadi Negara dengan jumlah

penderita diabetes mellitus terbanyak nomer 6 dengan jumlah 10,3 juta penderita

(IDF,2017).

Menurut dari data Word healt organization (WHO) Indonesia tercatat sebagai

Negara peringkat ke enam setelah China (114,4 juta), India (72,9 juta), Amerika

1
2

Serikat (30,2 juta), Brazil (12,5 juta) dan Meksiko (12 juta) dengan beban penyakit

diabetes mellitus terbanyak di dunia, data International Diabetes Federation

menunjukkan lebih dari 10 juta penduduk Indonesia menderita penyakit tersebut di

tahun 2018. Angka ini dilaporkan kian meningkat seiring berjalannya waktu, terbukti

dari laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdes) yang menunjukkan prevalensi

diabetes mellitus pada penduduk dewasa Indonesia sebesar 6,9% di tahun 2013, dan

menjolak pesat ke angka 8,5% di tahun 2018. Oeganisasi kesehatan dunia, World

Healt Organization (WHO), bahkan memprediksi penyakit diabetes mellitus akan

menimpa lebih dari 21 juta penduduk Indonesia di tahun 2030.

Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdes) 2018 Indonesia menempati

peringkat ke 6 di dunia untuk prevalensi penderita diabetes tertinggi dengan jumlah

penderita lebih dari 10 juta penduduk Indonesia. Prevalensi orang dengan diabetes di

Indonesia cenderung meningkat, dimana pada tahun 2013 sebesar 6,9% dan tahun

8,5%. Pada tahun 2030 jumlahnya diperkirakan menjadi 16,7 juta penderita diabetes

dengan usia 20-79 tahun.

Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu wilayah di Indonesia dengan

prevalensi penderita DM 2,1% berdasarkan laporan Riskesdes tahun 2018. Provinsi

Jawa Timur menempati peringkat ke lima prevalensi Diabetes Mellitus (DM) di tahun

2018 meningkat menjadi 2% dibandingkan tahun sebelumnya 1,5%. Hasil Riskesdes

2018, menunjukkan bahwa lima provinsi dengan prevalensi DM tertinggi berada di

DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara dan Jawa Timur

(Dinkes RI 2018).
3

Sementara prevalensi Diabetes Mellitus di Sidoarjo menempati peringkat ke

empat setelah Kota Madiun, Kota Mojokerto, dan Kota Surabaya. Prevalensi DM

di Sidoarjo sebesar 3,59%.

Diabetes melitus merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu

jawaban yang jelas dan singkat, tapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu

kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah

faktor. Pada diabetes mellitus didapatkan defisiensi insulin absolut atau relatif dan

gangguan fungsi insulin. Diabetes melitus diklasifikasikan atas DM tipe 1, DM

tipe 2, DM tipe lain, dan DM pada kehamilan (Eva Decroli, 2019).

Dalam pengelolaan diabetes, latihan jasmani bersifat aerobik yang teratur

seperti: jalan kaki, bersepeda santai, senam aerobik, jogging, dan berenang

mempunyai peranan penting, karena bermanfaat memperbaiki metabolisme,

memperbaiki sensitifitas insulin sehingga glukosa darah akan terkendali dan

mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi (Perkumpulan Endokrinologi

Indonesia, 2011). Demikian pula dengan senam kaki diabetes merupakan salah

satu aktifitas jasmani yang bersifat aerobik, dan mempunyai manfaat membantu

memperbaiki sirkulasi darah dan memperkuat otot-otot kecil kaki (Wibisono,

dikutip dalam Nasution, 2010).

Berdasarkan uraian di atas masalah penelitian adalah masih tingginya jumlah

penderita diabetes mellitus. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian yang

berjudul “Studi Kasus Tingkat Pengetahuan Caregiver Tentang Perawatan luka

Pada Pasien DM Tipe 2 Di Puskesmas Wonoayu”.


4

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana konsep tingkat pengetahuan caregiver tentang perawatan luka

pada pasien DM tipe 2 di Puskesmas Woniayu?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mengidentifikasi tingkat pengetahuan caregiver tentang perawatan

luka pada pasien DM tipe 2 di Puskesmas Wonoayu.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi konsep tingkat pengetahuan caregiver tentang

perawatan luka pada pasien DM tipe 2 di Puskesmas Wonoayu.

1.4 Manfaat

1.4.1 Bagi Peneliti

Untuk mengetahui dan memahami lebih lanjut tentang tingkat

pengetahuan caregiver tentang perawatan luka pada pasien DM tipe 2 di

Puskesmas Wonoayu.

1.4.2 Bagi Tempat penelitian

Sebagai tambahan ilmu pengetahuan kepada petugas pelayanan

kesehatan khususnya di bidang keperawatan dalam memberikan.


5

1.4.3 Bagi Ilmu Pengetahuan Keperawatan

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai tambahan informasi

kepustakaan serta pengetahuan baru yaitu tingkat pengetahuan caregiver

tentang perawatan luka pada pasien DM Tipe 2 di Puskesmas Wonoayu.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Diabetes Mellitus

2.1.1 Definisi DM

Diabetes melitus merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan

dalam satu jawaban yang jelas dan singkat, tapi secara umum dapat

dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang

merupakan akibat dari sejumlah faktor. Pada diabetes mellitus didapatkan

defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin. Diabetes

melitus diklasifikasikan atas DM tipe 1, DM tipe 2, DM tipe lain, dan DM

pada kehamilan (Eva Decroli, 2019).

Diabetes Melitus (DM) tipe 2 adalah gangguan metabolik yang dita

ndai dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah yang disebabakan

oleh gangguan sekresi insulin dan resistensi terhadap insulin

(PERKENI,2015).

Diabetes Melitus (DM) tipe 2 merupakan penyakit hiperglikemi akibat

insensivitas sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikit menurun

atau berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel-

sel β pancreas, maka diabetes mellitus tipe 2 dianggap sebagai non insulin

dependent diabetes melitus (Fatimah,2015).

Diabetes Melitus (DM) tipe 2 merupakan diabetes mellitus yang tidak

tergantung insulin DM tipe 2 ini terjadi akibat penurunan sensitivitas

6
7

terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan produksi insulin

(Tarwoto, 2012).

2.1.2 Klasifikasi

a. Diabetes mellitus tipe 1

Diabetes tipe 1 biasanya terjadi pada remaja atau anak, dan terjadi

karena kerusakan sel β (beta) (WHO, 2014). Canadian Diabetes

Association (CDA) 2013 juga menambahkan bahwa rusaknya sel β

pankreas diduga karena proses autoimun, namun hal ini juga tidak

diketahui secara pasti. Diabetes tipe 1 rentan terhadap ketoasidosis,

memiliki insidensi lebih sedikit dibandingkan diabetes tipe 2, akan

meningkat setiap tahun baik di negara maju maupun di negara

berkembang (IDF, 2014).

b. Diabetes mellitus tipe 2

Diabetes tipe 2 biasanya terjadi pada usia dewasa (WHO, 2014).

Seringkali diabetes tipe 2 didiagnosis beberapa tahun setelah onset,

yaitu setelah komplikasi muncul sehingga tinggi insidensinya sekitar

90% dari penderita DM di seluruh dunia dan sebagian besar

merupakan akibat dari memburuknya faktor risiko seperti kelebihan

berat badan dan kurangnya aktivitas fisik (WHO, 2014).

c. Diabetes gestational

Gestational diabetes mellitus (GDM) adalah diabetes yang

didiagnosis selama kehamilan (ADA, 2014) dengan ditandai dengan

hiperglikemia (kadar glukosa darah di atas normal) (CDA, 2013 dan


8

WHO, 2014). Wanita dengan diabetes gestational memiliki

peningkatan risiko komplikasi selama kehamilan dan saat melahirkan,

serta memiliki risiko diabetes tipe 2 yang lebih tinggi di masa depan

(IDF, 2014).

d. Tipe diabetes lainnya

Diabetes melitus tipe khusus merupakan diabetes yang terjadi

karena adanya kerusakan pada pankreas yang memproduksi insulin

dan mutasi gen serta mengganggu sel beta pankreas, sehingga

mengakibatkan kegagalan dalam menghasilkan insulin secara teratur

sesuai dengan kebutuhan tubuh. Sindrom hormonal yang dapat

mengganggu sekresi dan menghambat kerja insulin yaitu sindrom

chusing, akromegali dan sindrom genetik (ADA, 2015).

2.1.3 Etiologi

Clove & Magareth (2012) menyebutkan bahwa penyebab penyakit DM

belum diketahui secaralengkap , akan tetapi ada beberapa factor penyebab

penyakit dm yang disesuaikan dengan tipe dm:

a. Diabetes mellitus tipe 1

1) Faktor genetic

Penderita diabetes mellitus tidak mewarisi diabetes itu sendiri

tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetic

kearah terjadinya diabetes mellitus tipe 1. Kecenderungan genetic


9

tersebut ditentukan pada individu yang memiliki tipe Human

Leucocyte Antigen (HLA) tertentu.

2) Faktor immunologi

Pada DM tipe 1 terbukti adanya suatu respon autoimun, hal itu

merupakan respon abdnormal dimana antibody terarah pada

jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan yang

dianggap sebagai jaringan asing.

3) Faktor lingkungan

Faktor eksternal yang dapat menimbulkan dekstruksi sel beta

pancreas sebagai hasil penyelidikan bahwa virus toksin terentu

dapat memicu autoimun sehingga dapat menimbulkan sektrusi sel

beta pancreas.

b. Diabetes mellitus tipe 2

Secara pasti penyebab DM tipe 2 belum diketahui, akan tetapi factor

genetik memiliki peran dalam proses terjadinya resistensi isulin. DM

tipe 2 terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin atau akibat

penurunan produksi insulin. DM tipe 2 banyak terjadi pada usia dewasa

awal lebih dari 45 tahun. Penyakit DM berkembang secara lambat

sehingga terkadang tidak terdeteksi. Kadar gula darah yang tinggi dapat

menyebabkan kelemahan, irritabilitas, polyuria, polidipsi. Proses


10

penyembuhan luka yang lama, infeksi vagina, dan kelainan

penglihatan.

2.1.4 Faktor Resiko DM

Faktor-faktor resiko yang berhubugan dengan proses terjadinya

DM tipe 2, diantaranya adalah :

a. Usia

Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang

secara dramatis dan cepat pada usia setelah 40 tahun. Penurunan

ini yang akan beresiko pada penurunan fungsi endokrin pancreas

untuk memproduksi insulin dan resistensi insuin cenderung

meningkat pada usia diatas 65 tahun.

b. Obesitas

Obesitas mengakibatkan sel-sel β pancreas meengalami

hipertrofi yang akan berpengaruh terhadap penurunan produksi

insulin. Hipertrofi pancreas pada penderita obesitas disebabkan

karena peningkatan beban metabolisme glukosa untuk mencukupi

energy sel yang terlalu banyak.

c. Pola hidup stress

Stress cenderung membuat seseorang mencari makanan yang

cepat saji, yang kaya pengawet, lemak dan gula. Makanan ini

berpengaruh besar terhadap kerja pancreas. Stress juga akan


11

meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan kebutuhan

akan sumber enegy yang berakibat pada kenaikan kerja pancreas.

Beban yang tinggi membuat pancreas mudah rusak hingga

berdampak pada penurunan insulin.

d. Pola makan yang salah

Kurang gizi atau kelebihan berat badan dapat meningkatkan

resiko terkena diabetes. Malnutrisi dapat merusak pancreas,

sedangkan obesitas meningkatkan gangguan kerja atau resistensi

insulin. Poala makan yang tidak teratur dan cenderung terlambat

juga akan berperan pada ketidakseimbangan kerja pancreas.

e. Riwayat Keluarga

Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang

mengidap diabetes. Ini terjadi karen DNA pada orang diabetes

akan ikut diinformasikan pada gen berikutnya terkait dengan

penurunan produksi insulin.

f. Infeksi

Masukan bakteri atau virus kedalam pancreas akan berakibat

rusaknya sel-sel pancreas. Kerusakan ini berakibat pada penurunan

fungsi pancreas.
12

2.1.5 Patofisiologi

Ibarat suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk membentuk baru

dan mengganti sel yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan

energy supaya sel tubuh dapat berfungsi dengan baik. Energi yang

dibutuhkan oleh tubuh berasal dari bahan makanan yang kita makan setiap

hari. Bahan makanan tersebut terdiri dari unsur karbohidrat, lemak dan

protein.

Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan

mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi

glikogen dan 20% sampai 40% diubah menjadi lemak.Pada diabetes

mellitus semua proses tersebut terganggu karena terdapat defisiensi insulin.

Penyerapan glukosa kedalamsel macet dan metabolismenya terganggu.

Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam

sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia.

Penyakit diabetes mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormone

insulin. Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah

menjadi glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi

hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang

batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi

hiperglikemi maka ginjal tidak biasa menyaring dan mengabsorbsi

sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang

menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang

disebut glukosuria. Bersamaan keadaan gluksuria maka sejumlah air hilang


13

dalam urine yang disebut polyuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra

selluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan minum

terus yang disebut polidipsi.

Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya

transpost glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan

simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis. Karena

digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan

merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut

polyphagia. Terlalu banyak lemak yang dibakar maka akan menjadi

penumpukan asetat dalam dalam darah yang menyebabkan keasaman darah

meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu banyak

hingga tubuh berusaha mengeluakan melalui urine dan pernapasan,

akibatnya bau urine dan napas penderia berbau aseton atau bau buah-

buahan. Keadaan asidosis ini apakah tidak segera diobati akan terjadi koma

yang disebut koma diabetik.

2.1.6 Manifestasi Klinis

Beberapa gejala umum yang dapat ditimbulkan oleh penyakit DM

diantaranya :

a. Pengeluaran urin (Poliuria)

Poliuria adalah keadaan dimana volume air kemih dalam 24 jam

meningkat melebihi batas normal. Poliuria timbul sebagai gejala DM

dikarenakan kadar gula dalam tubuh relatif tinggi sehingga tubuh tidak
14

sanggup untuk mengurainya dan berusaha untuk mengeluarkannya

melalui urin. Gejala pengeluaran urin ini lebih sering terjadi pada

malam hari dan urin yang dikeluarkan mengandung glukosa

(PERKENI, 2011).

b. Timbul rasa lapar (Polifagia)

Pasien DM akan merasa cepat lapar dan lemas, hal tersebut

disebabkan karena glukosa dalam tubuh semakin habis sedangkan

kadar glukosa dalam darah cukup tinggi (PERKENI, 2011).

c. Timbul rasa haus (Polidipsia)

Poidipsia adalah rasa haus berlebihan yang timbul karena kadar

glukosa terbawa oleh urin sehingga tubuh merespon untuk

meningkatkan asupan cairan.

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penujang perlu dilakukan pada kelompok dengan

resiko tinggi untuk DM, yaitu kelompok dewasa ta (>40 tahun),

obesitas, tekanan darah tinggi, riwayat keluarga DM, riwayat kelahiran

dengan berat badan bayi lahir >4000 gram, riwayat DM pada

kehamilan dan dislipidemia.


15

Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan :

1. Gula darah puasa

Menentukan jumlah glukosa darah pada saat puasa. Pasien

dipuasakan 12 jam sebelum darah diambil, dan boleh untuk

minum.

Hasil dari pemeriksaan:

Normal : 70-110/120 mg/dL

2. Gula darah 2 jam sebelum makan

Menentukan gula darah setelah makan. Prosedur pelaksanaan

pasien diberi makan kira-kira 100 gr karbohidrat, dua jam

kemudian diambil darah.

Hasil pemeriksaan:

Normal : 70-140/160 mg/dL

3. Tes Toleransi Glukosa Oral

Menentukan toleransi terhadap respon pemberian glukosa.

Hasil pemeriksaan:

Normal : puncaknya jam pertama setelah pemberian 140 mg/dL

dan kembali normal 2 atau 3 jam kemudian.


16

Abnormal : peningkatan glukosa pada jam pertama tidak kembali

setelah 2 atau 3 jam, urine positif glukosa.

4. Pemeriksaan glukosa urine

5. Pemeriksaan kolesterol dan kadar serum trigliserida, dapat

meningkat karena ketidakadekuatan control glikemik

6. Pemeriksaan keton urine

7. Pemeriksaan haemoglobin glikat

2.1.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan DM disimpulkan pada 4 pilar utama menurut

PERKENI, (2011) yaitu:

1. Edukasi

Maksud dari pendidikan kesehatan bagi penderita DM yaitu

untuk meningkatkan pengetahuan dan merubah sikap penderita DM

sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Agar tercapai

keberhasilan perbaikan perilaku dibutuhkan edukasi secara

menyeluruh dan upaya peningkatan motivasi.

2. Terapi gizi

Pengaturan makan memiliki prinsip yaitu teratur sesuai waktu,

porsi dan macam makanan yang seimbang sesuai kebutuhan setiap

individu. Komposisi yang diberikan karbohidrat 45-65%, lemak 20-


17

25%, protein 10-20%, natrium ≤ 3g dan diet cukup serat sekitar

25g/hari (Waspadji, 2015).

3. Aktivitas fisik

Dilakukan teratur 3-5 kali seminggu selama ± 30 menit dengan

keseluruhan 150 menit/minggu, ini dilakukan untuk meningkatkan

sensitivitas insulin sehingga kendali glukosa dalam darah akan

meningkat dan dianjurkan melakukan pemeriksaan glukosa darah

sebelum latihan jasmani dilaksanakan.

4. Intervensi farmakologis

Jika dengan langkah-langkah terapi gizi dan aktivitas fisik

sasaran pengendalian DM tidak tercapai diberikan obat:

1) OHO (Obat Hiperglikemik Oral)

2) Insulin

2.1.9 Komplikasi

Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang dapat

menimbulkan berbagai macam komplikasi, antara lain :

1) Komplikasi metabolik akut

Kompikasi metabolik akut pada penyakit diabetes melitus

terdapat tiga macam yang berhubungan dengan gangguan

keseimbangan kadar glukosa darah jangka pendek, diantaranya:


18

a) Hipoglikemia

Hipoglikemia (kekurangan glukosa dalam darah) timbul

sebagai komplikasi diabetes yang disebabkan karena pengobatan

yang kurang tepat.

b) Ketoasidosis diabetik

Ketoasidosis diabetik (KAD) disebabkan karena kelebihan

kadar glukosa dalam darah sedangkan kadar insulin dalam tubuh

sangat menurun sehingga mengakibatkan kekacauan metabolik

yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis.

c) Sindrom HHNK (koma hiperglikemia hiperosmoler nonketotik)

Sindrom HHNK adalah komplikasi diabetes melitus yang

ditandai dengan hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum

lebih dari 600 mg/dL.

2) Komplikasi metabolik kronik

Komplikasi metabolik kronik pada pasien DM menurut Price

& Wilson (2006) dapat berupa kerusakan pada pembuluh darah

kecil (mikrovaskuler) dan komplikasi pada pembuluh darah besar

(makrovaskuler) diantaranya:

a) Komplikasi pembuluh darah kecil (mikrovaskuler)

Komplikasi pada pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) yaitu :

a. Kerusakan retina mata (Retinopati)


19

Kerusakan retina mata (Retinopati) adalah suatu

mikroangiopati ditandai dengan kerusakan dan sumbatan

pembuluh darah kecil.

b. Kerusakan ginjal (Nefropati diabetik)

Kerusakan ginjal pada pasien DM ditandai dengan

albuminuria menetap (>300 mg/24jam atau >200 ih/menit)

minimal 2 kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3-6 bulan.

Nefropati diabetik merupakan penyebab utama terjadinya

gagal ginjal terminal.

c. Kerusakan syaraf (Neuropati diabetik)

Neuropati diabetik merupakan komplikasi yang paling

sering ditemukan pada pasien DM. Neuropati pada DM

mengacau pada sekelompok penyakit yang menyerang

semua tipe saraf.

b) Komplikasi pembuluh darah besar (makrovaskuler)

Komplikasi pada pembuluh darah besar pada pasien diabetes

yaitu stroke dan risiko jantung koroner.


20

1) Penyakit jantung koroner

Komplikasi penyakit jantung koroner pada pasien DM

disebabkan karena adanya iskemia atau infark miokard

yang terkadang tidak disertai dengan nyeri dada atau

disebut dengan SMI (Silent Myocardial Infarction)

(Widiastuti, 2012).

2) Penyakit serebrovaskuler

Pasien DM berisiko 2 kali lipat dibandingkan dengan

pasien non-DM untuk terkena penyakit serebrovaskuler.

Gejala yang ditimbulkan menyerupai gejala pada

komplikasi akut DM, seperti adanya keluhan pusing atau

vertigo, gangguan penglihatan, kelemahan dan bicara pelo.

2.2 Konsep Pengetahuan

2.2.1 Definisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah suatu istilah yang digunakan untuk menuturkan

hasil pengalaman seseorang tentang sesuatu. Dalam tindakan mengetahui

selalu kita temukan dua unsur utama yaitu subjek yang mengetahui (S)

dan sesuatu yang diketahui atau objek pengetahuan (O). Keduanya secara

fenomenologis tidak mungkin dipisahkan satu dari yang lain. Karena itu

pengetahuan dapat kita katakan sebagai hasil tahu manusia tentang


21

sesuatu atau perbuatan manusia untuk memahami objek yang ia hadapi

(Kebung, 2011:40). Pengetahuan adalah hasil kegiatan ingin tahu

manusia tentang apa saja melalui cara-cara dan dengan alat-alat tertentu.

Pengetahuan ini bermacam-macam jenis dan sifatnya, ada yang langsung

dan ada yang tak langsung, ada yang bersifat tidak tetap (berubah-ubah),

subyektif, dan khusus, dan ada pula yang bersifat tetap, obyektif dan

umum. Jenis dan sifat pengetahuan ini pengetahuan ini tergantung kepada

sumbernya dan dengan cara dan alat apa pengetahuan itu diperoleh, serta

ada pengetahuan yang benar dan ada pengetahuan yang salah. Tentu saja

yang dikehendaki adalah pengetahuan yang benar (Suhartono, 2007:55).

2.2.2 Tingkat Pengetahuan

Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan dalam

(Notoatmodjo, 2010: 50-52) mengatakan bahwa tingkat pengetahuan

didalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu:

a) Tahu (know). Dimana mengingat kembali suatu materi yang telah

dipelajari atau objek yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu

merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Misalnya tahu

bahwa buah tomat banyak mengandung vitamin C. Untuk

mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat

menggunakan pertanyaan-pertanyaan, misalnya: apa tanda-tanda

anak kurang gizi, apa penyebab penyakit TBC dan sebagainya

(Notoatmodjo, 2010:50)
22

b) Memahami (comprehension), diartikan sebagai suatu kemampuan

dalam menjelaskan dan mampu mengintepretasikan objek atau

materi yang telah dialami dengan benar. Misalnya, orang yang

memahami cara pemberantasan penyakit demam berdarah, bukan

hanya sekedar menyebutkan 3 M (mengubur, menutup dan

menguras), tetapi harus dapat menjelaskan mengapa harus menutup,

menguras dan sebagainya tempat-tempat penampungan air bersih

tersebut (Notoatmodjo, 2010:51).

c) Aplikasi (application), diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menggunakan objek atau materi yang telah dipahami dalam situasi

atau kondisi nyata. Misalnya, seseorang yang telah paham tentang

proses perencanaan, dia harus dapat membuta perencanaan program

kesehatan ditempat dia bekerja atau dimana saja. Orang yang telah

paham metodologi penelitian, dia akan mudah membuat proposal

penelitian dimana saja dan seterusnya (Notoatmodjo, 2010:51).

d) Analisis (analysis), diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjabarkan suatu materi atau objek dalam beberapa komponen,

tetapi masih dalam satu kaitannya dengan orang lain. Indikasi

bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat

analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan, atau

memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram (bagan)

terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalkan dapat

membedakan antara nyamuk Aedes Agepty dengan nyamuk biasa,


23

dapat membuat diagram siklus hidup cacing kremi, dan sebagainya

(Notoatmodjo, 2010:51).

e) Sintesis (synthesis), yaitu suatu kemampuan untuk meletakkan dan

menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk yang baru.

Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun

formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada. Misalnya

dapat membuat atau meringkas dengan kata-kata atau kalimat

sendiri tentang hal-hal yang telah dibaca atau didengar, dapat

membuat kesimpulan tentang artikel yang telah dibaca

(Notoatmodjo, 2010: 52).

f) Evaluasi (evaluation), dimana kemampuan untuk melakukan

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini dengan

sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri

atau normanorma yang berlaku dimasyarakat. Misalnya, seorang

ibu dapat menilai atau menentukan seorang anak menderita

malnutrisi atau tidak (Notoatmodjo, 2010: 52).

2.2.3 Sumber Pengetahuan

Kebung (2011:43-45) mengatakan bahwa ada enam hal penting

sebagai alat untuk mengetahui terjadinya pengetahuan. Enam hal itu

antara lain:

1). Pengalaman Inderawi (Sense –experience)

Pengalaman inderawi dilihat sebagai sarana paling vital dalam

memperoleh pengetahuan. Justru melalui indera-indera kita dapat


24

berhubungan dengan berbagai macam objek di luar kita. Penekanan kuat

pada kenyataan ini dikenal dengan nama realism (hanya kenyataan atau

sesuatu yang sudah menjadi faktum dapat diketahui. Kesalahan bisa

terjadi kalau ada ketidakharmonisan dalam semua peralatan inderawi

(Kebung, 2011: 43).

2). Penalaran (Reasoning)

Penalaran merupakan karya akal yang menggabungkan dua pemikiran

atau lebih untuk memperoleh pengetahuan baru. Untuk itu amat perlu

didalami asas-asas pemikiran seperti: principium identitatis atau asas

kesamaan dalam arti sesuatu itu mesti sama dengan dirinya sendiri

(A=A). Principium contradictions atau asas pertentangan. Apabila dua

pendapat bertentangan, tidak mungkin keduanya benar dalam waktu yang

bersamaan, atau pada subyek yang sama tidak mungkin terdapat dua

predikat yang bertentangan pada satu waktu. Dan principium tertii exclusi

(asas tidak ada kemungkinan ketiga). Pada dua pendapat yang berlawanan

tidak mungkin keduanya benar dan salah. Kebenaran hanya terdapat pada

satu di antara keduanya dan tidak perlu ada pendapat atau kemungkinan

ketiga (Kebung, 2011: 44)

3). Otoritas (Authority)

Otoritas adalah kewibawaan atau kekuasaan yang sah yang dimiliki

seseorang dan diakui oleh kelompoknya. Ia dilihat sebagai salah satu

sumber pengetahuan karena kelompoknya memiliki pengetahuan melalui

seseorang yang memiliki kewibawaan dalam pengetahuanya. Karena itu


25

pengetahuan ini tidak perlu diuji lagi karena kewibawaan orang itu

(Kebung, 2011: 44).

4). Intuisi (Intution)

Intuisi merupakan kemampuan yang ada dalam diri manusia (proses

kejiwaan) untuk menangkap sesuatu atau membuat pernyataan berupa

pengetahuan. Pengetahuan Intuitif tidak dapat dibuktikan seketika atau

lewat kenyataan karena tidak ada pengetahuan yang mendahuluinya.

Lawan dari pengetahuanintuitif adalah pengetahuan diskursif.

Pengetahuan ini tidak diperoleh secara langsung dan sekonyong-konyong,

tetapi tergantung pada banyak aspek lain. Dengan kata lain saya sampai

pada pengetahuan karena sekian banyak mediasi sudah saya lewati

(Kebung, 2011: 45)

5). Wahyu (Relation)

Wahyu adalah pengetahuan yang diperoleh dari ilahi lewat para nabi dan

utusan-Nya demi kepentingan umat-Nya. Dasar pengetahuan adalah

kepercayaan akan sesuatu yang disampaikan oleh sumber wahyu itu

sendiri. Dari kepercayaan ini muncullah apa yang disebut keyakinan

(Kebung, 2011: 45).

6). Keyakinan (faith)

Kepercayaan menghasilkan apa yang disebut iman atau keyakinan.

Keyakinan itu mendasarkan diri pada ajaran-ajaran agama yang

diungkapkan lewat norma-norma dan aturan-aturan agama. Keyakinan

juga dilihat sebagai kemampuan kejiwaan yang merupakan pematangan


26

dari kepercayaan. Kepercayaan pada umumnya bersifat dinamis dan

mampu menyesuaikan diri dengan konteks, padahal keyakinan pada

umumnya bersifat statis. (Kebung, 2011: 45).

2.2.4 Bentuk dan Jenis Pengetahuan

Menurut Kebung (2011: 46-50), jenis pengetahuan dibagi menjadi:

1) Berdasarkan Obyek (Object-based)

Pengetahuan manusia dapat dikelompokkan dalam berbagai macam

sesuai dengan metode dan pendekatan yang mau digunakan.

a. Pengetahuan Ilmiah

Semua hasil pemahaman manusia yang diperoleh dengan

menggunakan metode ilmiah. Dalam metologi ilmiah dapat kita

temukan berbagai kriteria dan sistematika yang dituntut untuk

suatu pengetahuan. Karena itu pengetahuan ini dikenal sebagai

pengetahuan yang lebih sempurna (Kebung, 2011: 46).

b. Pengetahuan Non Ilmiah

Pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan cara-cara yang

tidak termasuk dalam kategori ilmiah. Kerap disebut juga dengan

pengetahuan pra-ilmiah. Secara singkat dapat dikatakan bahwa

pengetahuan non ilmiah adalah seluruh hasil pemahaman manusia

tentang sesuatu atau obyek tertentu dalam kehidupan sehari-hari

terutama apa yang ditangkap oleh indera-indera kita. Kerap juga

terjadi perpaduan antara hasil pencerapan inderawi dengan hasil


27

pemikiran secara akali. Juga persepsi atau intuisi akan kekuatan-

kekuatan gaib. Dalam kaitan dengan ini pula kita mengenal

pembagian pengetahuan inderawi dan pengetahuan akali (Kebung,

2011: 47).

2) Berdasarkan Isi (Content-Based)

Berdasarkan isi atau pesan kita dapat membedakan pengetahuan atas

beberapa macam sesuai dengan penjelasan Michael Polanyi, yakni

“tahu bahwa”, “tahu bagaimana”, “tahu akan” dan akhirnya “tahu

mengapa”

a. Tahu bahwa

Pengetahuan tentang informasi tertentu misalnya tahu bahwa

sesuatu telah terjadi. Kita tahu bahwa p dan p itu sesungguhnya

benar. Pengetahuan ini disebut juga sebagai pengetahuan teoritis-

ilmiah, walaupun tidak mendalam. Dasar pengetahuan ini ialah

informasi tertentu yang akurat (Kebung, 2011: 47).

b. Tahu Bagaimana

Misalnya bagaimana melakukan sesuatu (know-how). Ini

berkaitandengan ketrampilan atau keahlian membuat sesuatu.

Sering juga dikenal dengan nama pengetahuan praktis, sesuatu yang

memerlukan pemecahan, penerapan dan tindakan (Kebung, 2011:

47-48).
28

c. Tahu Akan

Pengetahuan ini bersifat langsung melalui penganalan pribadi.

Pengetahuan ini juga bersifat sangat spesifik berdasarkan

pengenalan pribadi secara langsung akan obyek. Ciri pengetahuan

ini ialah bahwa tingkatan obyektifitasnya tinggi. Namun juga apa

yang dikenal pada obyek ditentukan oleh subyek dan sebab itu

obyek yang sama dapat dikenal oleh dua subyek berbeda. Selain

dari itu subyek juga mampu membuat penilaian tertentu atas

obyeknya berdasarkan pengalamannya yang langsung atas obyek.

Di sini keterlibatan pribadi subyek besar. Juga pengetahuan ini

bersifat singular, yaitu berkaitan dengan barang atau obyek khusus

yang dikenal secara pribadi (Kebung, 2011: 48).

d. Tahu Mengapa

Pengetahuan ini didasarkan pada refleksi, abstraksi dan penjelasan.

Tahu mengapa ini jauh lebih mendalam dari pada tahu bahwa,

karena tahu mengapa berkaitan dengan penjelasan (menerobos

masuk di balik data yang ada secara kritis). Subyek berjalan lebih

jauh dan kritis dengan mencari informasi yang lebih dalam dengan

membuat refleksi lebih mendalam dan meniliti semua peristiwa

yang berkaitan satu sama lain. Ini adalah model pengetahuan yang

plaing tinggi dan ilmiah. (Kebung, 2011: 48).


29

2.2.5 Metode-Metode Memperoleh Pengetahuan

Menurut Kebung (2011: 51-61) metode-metode memperoleh

pengetahuan adalah:

1) Rasionalisme

Rasionalisme adalah aliran berpikir yang berpendapat bahwa pengetahuan

yang benar mengandalkan akal dan ini menjadi dasar pengetahuan ilmiah.

Mereka memandang rendah pengetahuan yang diperoleh melalui indera

bukan dalam arti menolak nilai pengalaman dan melihat pengalaman

sebagai perangsang bagi akal atau pikiran. Kebenaran dan kesesatan ada

dalam pikiran kita dan bukannya pada barang yang dapat dicerap oleh

indera kita (Kebung, 2011: 51).

2) Empirisme

Bagi filsuf empiris, sumber pengetahuan satu-satunya adalah pengalaman

dan pengamatan inderawi. Data dan fakta yang ditangkap oleh panca

indera kita adalah sumber pengetahuan. Semua ide yang benar datang dari

fakta ini. Sebab itu semua pengetahuan manusia bersifat empiris

(Kebung, 2011: 55).

3) Kritisisme

Tiga macam pengetahuan, pertama, pengetahuan analitis, dimana predikat

sudah termuat dalam subyek atau predikat diketahui melalui dua analisis

subyek. Misalnya, lingkaran itu bulat. Kedua, pengetahuan sintesis a

posteriori, dalam mana predikat dihubungkan dengan subyek berdasarkan

pengalaman inderawi. Sebagai missal, hari ini sudah hujan, merupakan


30

suatu hasil pengamatan inderawi. Dengan kata lain setelah membuat

observasi saya mengatakan S=P, ketiga, pengetahuan sintesis a priori

yang menegaskan bahwa akal budi dan pengalaman inderawi dibutuhkan

secara serempak. Ilmu pasti juga ilmu alam bersifat sintesis a priori

(Kebung, 2011:58).

4) Positivisme

Positivisme selalu berpangkal pada apa yang telah diketahui, yang faktual

dan positif. Semua yang diketahui secara postif adalah semua gejala atau

sesuatu yang tampak. Karena itu mereka menolak metafisika. Yang

paling penting adalah pengetahuan tentang kenyataan dan menyelidiki

hubungan-hubungan antar kenyataan untuk bisa memprediksi apa yang

akan terjadi di kemudian hari, dan bukannya mempelejarai hakikat atau

makna dari semua kenyataan itu.Tokoh utama positivism adalah August

Comte. Ia membagi perkembangan pemikiran manusia dalam tiga tahap,

yaitu tahap teologis, tahap metafisis, dan tahap ilmiah (postif). (Kebung,

2011: 60-61).

2.2.6 Kriteria Pengukuran Tingkat Pengetahuan

Menurut Arikunto (2013), hasil ukur pengetahuan dapat

dikelompokkan menjadi 3 kategori :

1. Baik (76%-100%)

2. Cukup (56%-75%)

3. Kurang (<=55%)
31

Dengan ketentuan nilai kuisioner :

1. Benar nilai 1

2. Salah nilai 0

Skala ukur pengetahuan dengan 20 kuisioner sebagai berikut :

1. Pengetahuan baik (10-20)

2. Pengetahuan cukup (9-15)

3. Pengetahuan kurang (0-6)

2.2.7 Caregiver

Caregiver adalah seorang individu yang memberikan bantuan kepada

orang lain yang mengalami disabilitas/ketidakmampuan dan memerlukan

bantuan dikarenakan penyakit dan keterbatasannya (widiastutui, 2009).

Adapun yang menjadi fungsi caregiver yaitu menyediakan makanan,

merawat dan memberikan dukungan emosional, kasih sayang, dan

perhatian, serta membawa kedokter.

Menurut bates, (2007): “Seorang pengasuh didefinisikan sebagai orang

yang peduli terhadap orang dewasa lainnya, pasangan, orang tua, atau

anak, yang didiagnosis menderita kanker, demensia, penyakit mental, atau

kondisi kronis seperti penyakit paru obstruktif kronik atau sklerosis

multipel. Pengasuh adalah pasangan, anak dewasa, menantu

perempuan/kerabat terdekat seperti cucu, saudara kandung yang

memberikan bantuan kepada orang dewasa yang lebih tua yang tinggal di

komunitas”.
32

Menurut thomas day dalam national care planning council (2006):

“Pengasuh memberi bantuan kepada orang lain yang karena fisik cacat,

untuk orang tua yang menua, penyakit kronis atau gangguan kognitif

tidak dapat melakukan aktivitas tertentu sendiri.

Selain itu melalui (frank for hospitals dalam lubis, 2004) adalah:

“Seseorang yang memberikan bantuan, umumnya di lingkungan rumah,

kepada orang tua yang menua. Seorang pengasuh dapat menjadi anggota

keluarga, teman, sukarelawan, atau profesional berbayar”. Sehingga

berdasarkan definsi di atas dapat disimpulkan bahwa caregiver

merupakan individu (meliputi: keluarga, teman, voluntir atau tenaga

professional yang dibayar) yang mempunyai tanggung jawab untuk

memberikan perawatan pada seseorang yang sakit secara mental, ketidak

mampuan secara fisik atau kesehatannya terganggu karena sakit atau usia

tua yang diderita.

2.2.8 Karakteristik Caregiver

Karakteristik caregiver menurut mcquerrey (2012) karakteristik

Caregiver yang baik adalah:

a. Empathy

Salah satu karakteristik caregiver yang baik adalah memiliki

kemampuan empati kepada klien yang memerlukan pendampingan.

ketika melakukan pendampingan baik kepada anak kecil atau

membantu orangtua, kemampuan “personal understanding” dan


33

koneksi dengan klien adalah hal yang sangat penting. Caregiver yang

baik mengerti bagaimana membuat klien menjadi nyaman dan merasa

diperhatikan.

b. Patience

Individu yang menerima pendampingan/pelayanan biasanya

tergantung pada oranglain dan self sufficient, hal tersebut dapat

membuat mereka frustasi dan memberontak. Ketika seorang anak yang

tidak bisa mengekspresikan rasa laparnya, atau yang tidak bisa

mengungkapkan rasa sakit secara verbal atau seorang lansia yang

mengalami demensia. Kesabaran menjadi hal yang vital untuk

caregiver. Anda harus mampu memisahkan diri dari kemarahan dan

tidak terbawa situasi.

c. Realistic outlook

Pelayanan/pendampingan sering dilakukan dalam jangka waktu

yang panjang untuk melengkapi kebutuhan sehari-hari dari klien.

memahami keterbatasan dari klien membantu caregiver untuk

menurunkan tekanan yang ada di lingkungan. Caregiver yang baik

menyadari kapabilitas dan tetap terdorong untuk semangat dalam

melayani dan memperhatikan klien.

d. Strong constitution

Tugas yang dilakukan oleh caregiver berhubungan dengan

aktivitas instrumental seperti memandikan baik itu bayi atau lansia,


34

membersihkan luka. Seorang caregiver yang baik tidak akan merasa

malu dengan tugas yang dilakukan.

e. Soothing nature

Caregiver tahu bagaimana cara untuk menenangkan klien.

Menjadi voice of encouragement adalah hal yang membuat kualitas

dari caregiver jadi baik.

f. Reliability

Merupakan trait yang penting bagi caregiver. Individu yang

menerima pendampingan/pelayanan bergantung dan tidak bisa

berpisah dari caregiver dan sering merasa dekat dengan caregivernya.

Caregiver harus konsisten dalam memberikan pelayanan baik itu

makanan dan pemberian obat.

2.2.9 Jenis Caregiver

Caregiver dibagi menjadi caregiver informal dan caregiver formal.

Caregiver informal adalah seseorang individu (anggota keluarga, teman,

atau tetangga) yang memberikan perawatan tanpa di bayar, paruh waktu

atau sepanjang waktu, tinggal bersama maupun terpisah dengan orang

yang dirawat, sedangkan caregiver formal adalah relawan atau individu

yang dibayar untuk menyediakan pelayanan. Keduanya termaksud orang-

orang yang menyediakan bantuan yang berhubungan dengan aktivitas

sehari-hari dan tenaga professional yang menyediakan pelayanan

terutama dalam hal kesehatan mental maupun jasmani (Kahana dkk, 1994
35

dan Day, 2014 dalam Akupunne, 2015) Barrow (1996 dalam Widiastuti,

2009) menyebutkan terdapat dua jenis caregiver, yaitu formal dan tidak

formal.

Caregiver formal adalah individu yang memberikan perawatan dengan

melakukan pembayaran yang disediakan oleh rumah sakit, psikiater, pusat

perawatan ataupun tenaga professional lainnya. Sementara caregiver

informal adalah individu yang memberikan perawatan dengan tidak

melakukan pembayaran dan tidak secara tenaga professional. Perawatan

ini dapat dilakukan di rumah dan biasa diberikan oleh pasangan penderita,

anak dari penderita atau anggota keluarga lainnya.

Family caregiver atau caregiver keluarga menurut Wenberg (2011)

adalah pasangan, anak dewasa, kenalan pasangan atau teman yang

memiliki hubungan pribadi dengan pasien, dan memberikan berbagai

bantuan yang tidak dibayar untuk orang dewasa yang lebih tua dengan

kondisi kronis atau lemah.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa caregiver keluarga adalah

anggota keluarga pasien, yang bersedia dan bertanggung jawab dalam

merawat, memberikan dukungan secara fisik, sosial, emosional serta

menyediakan waktunya untuk pasien yang menderita stroke hingga pulih

atau bahkan hingga akhir hayatnya.

2.2.10 Tugas-Tugas Caregiver

Milligan (2004, dalam Widiastuti, 2009) dalam penelitiannya menarik

perhatian terhadap fakta tugas caregiver. Tugas yang dilakukan caregiver


36

tidak hanya terbatas kepada pekerjaan rumah tangga, akan tetapi dibagi ke

dalam 4 kategori, sebagai berikut:

a. Physical Care/Perawatan fisik

Yaitu memberi makan, menggantikan pakaian, memotong


kuku, membersihkan kamar, dan lain-lain.

b. Social Care/ Kepedulian sosial


Yaitu mengunjungi tempat hiburan, menjadi supir, bertindak
sebagai sumber informasi dari seluruh dunia di luar perawatan di
rumah.
c. Emotional Care
Yaitu menunjukkan kepedulian, cinta dan kasih sayang kepada
pasien yang tidak selalu ditunjukkan ataupun dikatakan ditunjukkan
melalui tugas-tugas lain yang dikerjakan.
d. Quality Care
Yaitu memantau tingkat perawatan, standar pengobatan, dan
indikasi kesehatan.
Penelitian yang dilakukan oleh Arksey, dkk (2005) tentang tugas-tugas
yang dilakukan caregiver di United Kingdom, antara lain termasuk:
bantuan dalam perawatan diri yang terdiri dari dressing, bathing, toileting.
Bantuan dalam mobilitas seperti: berjalan, naik atau turun dari tempat tidur,
melakukan tugas keperawatan seperti: memberikan obat dan mengganti
balutan luka, memberikan dukungan emosional, menjadi pendamping,
melakukan tugas-tugas rumah tangga seperti : memasak, belanja, pekerjaan
kebersihan rumah, bantuan dalam masalah keuangan dan pekerjaan kantor.
Berdasarkan uraian diatas, caregiver adalah individu baik anggota
keluarga, teman, kerabat ataupun tetangga yang memberikan bantuan,
dukungan sosial tanpa pamrih kepada orang yang tidak mampu melakukan
kegiatan sehari-hari. Aktivitas caregiver merupakan dimensi yang saling
37

tergantung satu sama lain (Bealands, Horsburgh, Fox, & Howe, 2005)
yaitu:
a. Menghargai
Merupakan pekerjaan kognitif dari kegiatan caregiving. Hal ini
termasuk kegiatan mengawasi, mengevaluasi, dan menyelesaikan
masalah. Siklus pengawasan dan saling menghargai yang tercipta
antara caregiver dengan orang yang memberikan perawatan membuat
caregiver mengembangkan suatu pengetahuan yang khas tentang
kondisi medis penerima perawatan dan respons mereka terhadap
perawatan dan menempatkan mereka dengan baik untuk kemudian
caregiver melakukan peran advokasi.
b. Memberi advikasi
Caregiver berbicara atas individu yang dirawat. Pengetahuan
yang dimiliki caregiver tentang individu yang dirawat dalam hal pribadi
muncul dari pengawasan dan pengjhargaan yang berlangsung yang
membuat caregiver mengenali situasi yang membuat mereka kemudian
perlu berbicara atas nama individu yang dirawat.
c. Juggling
Aktivitas ini meliputi kegiatan menjaga lebih dari satu aktivitas
yang bernilai dari waktu ke waktu dan biasanya dibutuhkan rasa
menghargai terhadap aktivitas yang cukup penting tersebut.
d. Melakukan kebiasaan
Aktivitas ini menciptakan sejumlah aktivitas yang
dikembangkan seiring berjalannya waktu dan umumnya dilakukan
secara teratur. Bila tercipta rutinitas yang baik, maka kegiatan merawat
lebih terkontrol, terprediksi, dan tidak menakutkan.
e. Melatih

Aktivitas yang dilakukan untuk memfasilitasi individu yang dirawat


untuk melakukan perawatan diri sendiri. Hal ini meliputi mengizinkan
38

individu yang dirawat untuk merawat diri sendiri termasuk mematuhi


pengobatan medis, sampai kepada peningkatankesehatan.

Family caregiver dapat meliputi: pasangan hidup (suami/ istri),


orangtua, anak, atau kerabat dekat yang bertanggung jawab merawat
penderita (Andren & Elmstahl, 2008; Goldberg & Rickler, 2011).
Dukungan yang diberikan family caregiver memberikan dampak yang
positif terhadap kondisi fisik maupun psikis penderita diabetes (Martire &
Schulz, 2007). Peran dan fungsi keluarga dalam teori sistem salah satunya
adalah sebagai pemberi perawatan (caregiver) pada anggota keluarga yang
sakit. (Smith, Greenberg, & Seltzer, 2007). Lim dan Zebrack (2004)
menyatakan bahwa konsep normalisasi pada keluarga yang memiliki
anggota keluarga dengan penyakit kronis dilakukan dengan merubah gaya
hidup yang mendukung proses pengobatan. Kegiatan-kegiatan tersebut
antara lain melakukan pemeriksaan rutin, manajemen perawatan diri,
perubahan pola makan, aktivitas fisik, dan memaksimalkan dukungan
emosional dilakukan untuk memberikan kenyamanan (Lim & Zebrack,
2004).
Menurut Goldberg & Rickler (2011), peran keluarga dalam perawatan
penyakit kronis menjadi faktor yang sangat penting. Banyak penderita
penyakit kronis tidak bisa mandiri secara penuh tanpa bantuan keluarga.
Begitu pula dengan penderita diabetes, beberapa dapat menjaga diri mereka
sendiri namun pada penderita yang menghadapi situasi medis yang lebih
rumit, misalnya memiliki luka atau adanya komplikasi, membutuhkan
bantuan dari keluarga (Sukarmin & Riyadi, 2008; Vroomen & Durning,
2009). Hal ini menyebabkan keterlibatan keluarga menjadi sangat penting
dalam memberikan dukungan perawatan pada penderita diabetes. Dalam
hal ini, keluarga berperan sebagai family caregiver. Dukungan yang
diberikan family caregiver memberikan dampak yang positif terhadap
kondisi fisik maupun psikis penderita diabetes (Martire & Schulz, 2007).
39

Hasil penelitian pada penderita diabetes dan family caregiver menemukan


bahwa dukungan sosial mempengaruhi tingkat kecemasan penderita
diabetes, semakin banyak dukungan sosial yang diberikan semakin rendah
tingkat kecemasan penderita diabetes (Ambarwati, 2008; Garousi &
Garrusi, 2013).
Selain itu dukungan yang diberikan kepada penderita diabetes
berhubungan dengan manajemen penyakit yang lebih baik (Subari, 2008;
Sukkarieh, 2011), meningkatkan kualitas hidup penderita, mendorong
kepatuhan terhadap pengobatan, dan meningkatkan kemampuan koping
penderita terhadap penyakitnya (Goldberg & Rickler, 2011). Penderita
Diabetes Mellitus memerlukan pengelolaan secara ketat untuk menjaga
kadar gula darahnya agar tetap stabil. Penderita Diabetes Mellitus
membutuhkan orang lain yang disebut caregiver untuk membantu,
menjaga, merawat dalam memenuhi kebutuhannya, dalam hal ini adalah
keluarga. Peran keluarga dalam perawatan penyakit kronis menjadi faktor
yang sangat penting (Goldberg & Salloway Rickler, 2011). Banyak
penderita penyakit kronis tidak bisa mandiri secara penuh tanpa bantuan
keluarga begitu pula dengan berbasis keluarga sangat dibutuhkan untuk
perubahan perilaku terkait kepatuhan diet, kontrol glukosa, peningkatan
pengetahuan terkait diabetes dan kontrol glukosa (Mayberry & Osborn,
2012; Armour et al, 2005).
Kemampuan caregiver keluarga salah satu indikator yang paling kuat

dalam memberikan dampak terhadap perawatan penderita Diabete Mellitus.

Penelitian peran keluarga dalam perawatan Diabetes sudah banyak

dilakukan tetapi penelitian tentang pemahaman kondisi psikologis dan

kebutuhan keluarga penderita belum ada. Keluarga sebagai pemberi asuhan

secara langsung maupun tidak langsung dituntut untuk bertanggung jawab

antara lain dalam memberikan dukungan fisik, sosial, emosional, finansial,


40

seringkali mereka juga harus mengabaikan kebutuhan sendiri, tidak pernah

memperoleh intervensi apapun, tidak memperoleh pengakuan, mereka

kurang memiliki dukungan dari lingkungan, dan jarang memperoleh

penggantian finansial dari banyaknya biaya pengobatan anggota keluarga

yang dirawatnya (Goldberg & Salloway Rickler, 2011).

2.2.11 Pengetahuan Caregiver Tentang Perawatan Luka DM

Perawat sebagai pendidik dapat membantu caregiver dengan

memberikan pengetahuan dan keterampilan dalam merawat luka dengan

DM di rumah dengan menggunakan model yang sesuai, misalnya dengan

pemberian pendidikan melalui kelompok pendukung DM (support group).

Sedangkan dalam peran konselor perawat mendengarkan secara ojektif

segala permasalahan yang berhubungan dengan masalah psikologis, sosial,

ekonomi yang dirasakan oleh caregiver sebagai dampak yang dirasakan

selama melakukan perawatan pada DM. Selanjutnya perawat mendampingi

caregiver untuk membuat keputusan yang terbaik dalam menyelesaikan

permasalahan yang sedang dihadapinya. (Hitchcock, Schubert, & Thomas

1999)

2.3 Konsep Perawatan Luka Diabetik

2.3.1 Definisi Pengetahuan Luka Diabetes

Luka diabetes ( diabetic ulcers) sering kali disebut diabetics foot

ulcers, luka neuropati, luka diabetik neuropath (Maryunani, 2013). Luka

diabetes atau neuropati adalah luka yang terjadi pada pasien yang diabetic
41

melibatkan gangguan pada saraf perifer dan otonomik ( Suriadi, 2004

dalam Maryunani, 2013).

Luka diabetes adalah luka yang terjadi pada kaki penderita diabetes,

dimana terdapat kelainan tungkai kaki bawah akibat diabetes melitus

yang tidak terkendali. Kelainan kaki diabetes mellitus dapat disebabkan

adanya gangguan pembuluh darah, gangguan persyarafan dan adanya

infeksi ( Tambunan, 2007 dalam Maryunani, 2013).

Luka diabetes merupakan kejadian luka yang tersering pada penderita

diabetes, dimana neuropati menyebabkan hilang rasa pada kondisi

terpotong kaki, blister/ bullae atau kalus yang diikuti dengan penurunan

sirkulasi juga penyakit mikrovaskuler ( Black, 1998).

Luka diabetes dengan gangren didefinisikan sebagai jaringan nekrosis

atau jaringan mati yang disebabkan oleh karena adanya emboli pembuluh

darah besar arteri pada bagian tubuh sehingga suplai darah terhenti. Dapat

terjadi sebagai akibat proses inflamasi yang memanjang , perlukaan

(digigit serangga, kecelakaan kerja atau terbakar), proses degenerative

(arteriosklorosis) atau gangguan metabolik (diabetes melitus). (Taber,

1990 dalam Maryunani,2013).

2.3.2 Proses Terjadinya Luka Diabetes Mellitus

Luka diabetes melitus terjadi karena kurangnya kontrol diabetes

melitus selama bertahun-tahun yang sering memicu terjadinya kerusakan

syaraf atau masalah sirkulasi yang serius yang dapat menimbulkan efek

pembentukan luka diabetes melitus (Maryunani, 2013).


42

Ada 2 tipe penyebab ulkus kaki diabetes secara umum yaitu:

a. Neuropati

Neuropati diabetik merupakan kelainan urat syaraf akibat

diabetes mellitus karena kadar gula dalam darah yang tinggi yang bisa

merusak urat syaraf penderita dan menyebabkan hilang atau

menurunnya rasa nyeri pada kaki, sehingga apabila penderita

mengalami trauma kadang- kadang tidak terasa. Gejala- gejala

neuropati meliputi kesemutan, rasa panas, rasa tebal di telapak kaki,

kram, badan sakit semua terutama malam hari ( Maryunani,2013).

b. Angiopathy

Angiopathy diabetik adalah penyempitan pembuluh darah pada

penderita diabetes. Apabila sumbatan terjadi di pembuluh darah

sedang/ besar pada tungkai, maka tungkai akan mudah mengalami

gangren diabetik, yaitu luka pada kaki yang merah kehitaman atau

berbau busuk. Angiopathy menyebabkan asupan nutrisi, oksigen

serta antibiotik terganggu sehingga menyebabkan kulit sulit sembuh.

(Maryunani, 2013).

2.3.3 Cara Merawat Luka Diabettes Mellitus

1. Persiapan petugas

a. Pastikan pasien yang akan dilakukan tindakan

b. Jelaskan kepada pasien mengenai prosedur yang akan

dilakukan
43

c. Identifikasi kebutuhan perawatan luka sesuai kebutuhan

d. Cuci tangan sesuai prosedur (lihat SOP cuci tangan)

e. Gunakan alat pelindung diri (APD) sesuai kebutuhan

2. Persiapan pasien

a. Pastikan pasien bersedia dilakukan perawatan luka

b. Siapkan lingkungan pasien

c. Atur posisi pasien sesuai kebutuhan perawatan

3. Persiapan alat

Trolly perawatan luka berisi:

a. Set perawatan luka, berisi: kom kecil 2 buah, pinset anatomi 1

buah dan cirargi 1 buah, gunting jaringan 1 buah arteri klem 1

buah

b. Handscun bersih 2 pasang dalam kom

c. Kasa steril sesuai kebutuhan dalam kemasan

d. Verban sesuai ukuran yang dibutuhkan

e. Plaster sesuai kebutuhan

f. Gunting verban 1 buah

g. Cairan pencuci luka sesuai rekomendasi (NaCl 0,9 %)

h. Cairan antiseptik yang direkomendasikan

i. Growth factor (amnion, oxoferin, dll) sesuai rekomendasi

j. Kantong sampah medik (kuning)

k. Perlak dengan pengalas


44

l. Bengkok 2 buah (satu berisi larutan desinfektan dan satu lagi

berisi pinset anatomi bersih)

m. Spuit tanpa jarum (ukuran sesuai kebutuhan)

4. Pelaksanaan

1) Lakukan salam terapeutik (senyum, sapa, perkenalkan diri dan

pastikan identitas pasien yang akan dilakukan perawatan luka).

2) Jelaskan tujuan perawatan luka dan langkah-langkah yang

akan dilakukan.

3) Lakukan kontrak waktu sekitar 20-30 menit (sesuai kondisi

luka).

4) Minta kerja sama pasien, Jaga privasi (gunakan sampiran)

pasien.

5) Dekatkan alat pada pasien.

6) Cuci tangan dan gunakan APD sesuai kebutuhan.

7) Letakkan bengkok didekat luka pasien.

8) Pasang perlak dan pengalas dibawah lokasi luka.

9) Pasang handscun bersih dan buka balutan dengan pinset

anatomi bersih, jika balutan kering basahi dengan NaCl 0,9%.

10) Masukkan bekas balutan luka kedalam bengkok dengan melipat

kearah dalam.

11) Masukkan pinset yang telah digunakan kedalam bengkok berisi

larutan desinfektan.
45

12) Lepaskan handscun kotor.

13) Buka set perawatan luka, masukkan kassa steril dan cairan

yang akan digunakan.

14) Pasang handscun.

15) Bersihkan luka dengan NaCl 0,9% dengan satu arah atau secara

sirkuler (dari dalam ke luar).

16) Angkat/gunting jaringan yang sudah nekrotik sampai batas

jaringan yang sehat sehingga darah sedikit merembes dari tepi

luka.

17) Lakukan penekanan, bila perlu pada daerah pinggir/sekitar luka

untuk mengeluarkan eksudat/pus.

18) Bersihkan daerah sekitar luka (buka daerah luka) dengan kassa

steril yang diberi antiseptic.

19) Untuk merangsang pertumbuhan jaringan, sebelum luka ditutup

dapat tambahkan growth factor (amnion, oxoferin, dll).

20) Tutup luka dengan kassa + NaCl 0,9% (kassa lembab, tidak

basah) sesuai dengan ukuran luka.

21) Kassa lembab hanya untuk daerah luka.

22) Tambahkan kassa kering satu lapis diatas kassa lembab.

23) Balut luka dengan verban dan tambahkan balutan elastis jika

diperlukan.

24) Komunikasikan dengan pasien bahwa perawatan luka telah

selesai dilakukan dan jelaskan kondisi luka.


46

25) Anjurkan menjaga kebersihan sekitar luka.

26) Bersihkan dan rapikan alat-alat yang sudah digunakan.

27) Lepaskan APD, perawat mencuci tangan.

Dokumentasikan perawatan luka secara lengkap (kondisi luka: luas luka,

warna, bau, eksudat).

2.3.4 Nilai Kesembuhan Luka

Derajat luka yang mempengaruhi kesembuhan luka:

a. Derajat 0 = Tidak ada lesi yang terbuka, Bisa terdapat deformitas atau

selulitis (dengan kata lain: kulit utuh, tetapi ada kelainan bentuk kaki

akibat neuropati).

b. Derajat 1= luka superficial terbatas pada kulit. Tidak melibatkan

tendon atau tulang.

c. Derajat 2= luka dalam sampai menembus tendon, atau tulang.

d. Derajat 3= luka menembus ke tulang atau sendi.

Kartika, (2017)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Abaningsih, dkk (2014)

tentang uji kesesuian instrument skala Wagner dan Bates-Jensen wound

assessment Tool dalam evaluasi derajat kesembuhan luka ulkus diabetik

hasilnya adalah :
47

1. Instrument Skala Wagner

Nilai pengukuran dari hasil pengkajian luka pada klien UKD melalui

inspeksi: tingkat kedalaman lapisan yang mengalami luka, bagian-bagian

struktur lapisan kulit berserta struktur penyangganya, dan penyebaran

infeksi. Skala wagner terdiri dari 5 bagian penilaian yakni jika ulkus

superficial, ulkus meluas sampai ligament, tendon, kapsula sendi, fasia

tanpa abses, tanpa osteomielitis, tanpa sepsis sendi, ulkus dalam dengan

abses, osteomielitis dan sepsis sendi, gangren yang terbatas pada bagian

kaki bagian depan atau tumit dan gangren yang meluas meliputi seluruh

kaki. Penilaian luka ulkus diabetik yang membutuhkan tindakan secara

langsung masih dapat menggunakan sistem kalsifikasi luka secara

deskriptif seperti instrument skala wagner karena instrument ini lebih

mudah dan cepat penggunaannya namun instrument skala Wagner

digunakan dengan cara diskusi antara dua atau lebih tenaga kesehatan

dimana metode peneliaian seperti ini dapat menimbulkan hasil penilaian

yang bias karena dinilai secara subjektif serta dapat menimbulkan

interprestasi yang banyak dan berbeda-beda untuk setiap penilai

(Asbaningsih, 2014).

2. Instrumet BWAT ( Bates-Jensen Wound Assessment Tool)

BWAT merupakan alat evaluasi luka ulkus diabetikum yang terdiri dari

13 parameter makroskopik luka. Definisi parameter secara spesifik

dijelaskan pada setiap parameter. Item individual diskoringkan dengan


48

modifikasi skala likert (1, paling baik untuk parameter tersebut; 5, paling

buruk). Total skor dari setiap parameter akan dijumlahkan dan

dimasukkan dalam status luka. Penilaian luka ulkus diabetikum pada unit

pelayanan kesehatan seperti di rumah sakit atau klinik khusus perawatan

luka pada luka yang tidak membutuhkan tindakan langsung harus

menggunakan instrument BWAT, dimana skor untuk penilaian

pengkajian luka ulkus diabetik pada instrument BWAT beada pada

rentang 1-60 dan terbagi atas 3 bagian yakni jaringan sehat (skor 1-12),

regenerasi luka (13-59) dan degernerasi luka (>60). Hal ini diharapkan

dapat meningkatkan komunikasi, menurunkan tingkat keparahan luka,

lebih tepat dalam memperdiksi penanganan yang tepat dan meningkatkan

hasil perawatan Instrument BWAT sudah sering digunakan dan terbukti

lebih signifikan untuk digunakan untuk pengkuran penyembuhan ulkus

kaki diabetik karena memiliki karakteristik penilaian luka yang lebih rinci

dibandingkan skala/skor wagner karena skala wagner hanya berfokus

pada kedalaman luka saja (Asbaningsih, 2014).


49

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Studi Kasus

Rancangan ini menggunakan deskriptif kuantitatif, yaitu suatu yang

dilakukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan suatu fenomina yang

terjadi didalam masyarakat atau populasi. Kuantitafif adalah data yang

dihasilkan berupa angka (Sugiono, 2010). Penelitian ini menggunakan

pendekatan waktu cross-sectional yaitu suatu penelitian yang dilakukan pada

setiap subjek penelitian hanya di observasi sekali saja dan pengukuran

dilakukan terhadap status karakter atau variable subjek pada saat pemeriksaan

atau sekaligus pada suatu saat (Notoatmodjo, 2012). Penelitian ini bertujuan

untuk mengidentifikasi tingkat pengetahuan care giver tentang perawatan luka

pada pasien DM Tipe 2 di Puskesmas Wonoayu.

3.2 Subyek Studi Kasus

Dalam penulisan studi kasus ini subyek merupakan orang yang

dijadikan sebagai responden untuk mengambil kasus (Notoatmojo,2012).

Subjek penelitian ini digunakan oleh peneliti pada studi kasus ini adalah

tingkat pengetahuan caregiver tentang perawatan luka pada pasien DM Tipe 2

di Puskesmas Wonoayu dan diambil 30 klien di Puskesmas Wonoayu yang

akan di teliti secara rinci dan mendalam.


50

3.3 Fokus Studi

Fokus penelitian diperlukan dalam penelitian dengan tujuan untuk

mengarahkan peneliti agar sesuai dengan tema dan fenomena yang hendak di

kaji. Fokus penelitian ini adalah :

1. Tingkat pengetahuan caregiver tentang perawatan luka pada pasie DM

Tipe 2 di Puskesmas Wonoayu.

3.4 Definisi Operasional

Untuk membatasi ruang lingkup yang diteliti, variabel tersebut perlu

diberi batasan atau definisi operasional. Definisi operasional bermanfaat untuk

mengarahkan pengukuran atau pengamatan terhadap variabel yang

bersangkutan serta pengembangan instrumen atau alat ukur (Notoatmodjo,

2010).

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Verbal Definisi Parameter Alat ukur Skal skor


Operasional a

Variabel Caregiver 1. Pengertian Wawancara/ Ordi Baik :


independent: adalah suatu pengetahua Kuesioner nal 76%-
Tingkat cara yang n caregiver 100%
pengetahuan melibatkan tentang
caregiver anggota perawatan Cukup :
keluarga dalam luka DM 60%-75%
tingkat 2. Cara
pengetahuanny perawatan Kurang :
a untuk luka DM ≤59%
melakukan 3. Tujuan
perawatan luka tingkat
agar tetap pengetahua
lembab dalam n caregiver
proses tentang
penyembuhan perawatan
51

luka. luka DM

3.5 Lokasi dan Waktu

Lokasi penelitian ini dilakukan di Puskesmas Wonoayu, dan waktu

perencanaan proposal sampai penelitian dilaksanakan pada bulan maret-April

2020.

3.6 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

1 Teknik pengumpulan data

Data yang digunakan dalam penelitian ini dari data primer. Data

primer didapat dari sumber pertama di Puskesmas Wonoayu dengan

mengisi kuesioner terbuka dan tertutup yang dilakukan oleh peneliti tanpa

melalui pihak lain. Pengumpulan data ini dilakukan di Puskesmas

Wonoayu.

2 Instrumen pengumpulan data

Instrumen dalam penelitian ini berupa kuesioner tertutup dan terbuka

yang ditujukan pada masyarakat di Puskesmas Wonoayu. Sebelum

kuesioner disebarkan kepada responden, peneliti menjelaskan terlebih

dahulu maksud dan tujuan dari penelitian. Dan peneliti menanyakan kepada

responden bersedia atau tidak. Jika bersedia peneliti membagikan

kuesioner dan menjelaskan cara mengisi kuesioner tersebut dan

memberikan lembar persetujuan menjadi responden ( informed concent )


52

untuk ditanda tangani, dilanjutkan dengan wawancara dengan responden

untuk mengetahui tentang tingkat pengetahuan luka pada pasien DM Tipe 2

di Puskesmas Wonoayu.

3.7 Prosedur Pengumpulan Data

Data yang diambil secara langsung dari responden melalui

pengamatan dan wawancara menggunakan kuesioner tertutup dan sebanyak

30 pasien di Puskesmas Wonoayu.

3.8 Penyajian dan Analisis Data

Penyajian data studi kasus dilakukan secara tekstular atau naratif, dan

dapat disertai dengan cuplikan ungkapan verbal dan subyek studi kasus yang

merupakan data pendukung.

Analisa data dimulai dengan kegiatan mengorganisir informasi dengan

membaca keseluruhan informasi, kemudian membuat suatu uraian terperinci

mengenai kasus dan konteksnya serta menetapkan pola dan mencari hubungan

atau kesepadanan antara beberapa kategori. Selanjutnya penulis melakukan

interpretasi dan menarik kesimpulan tentang kasus dipandang dari berbagai

aspek, baik untuk kasus tersebut maupun untuk penerapanya pada kasus lain.

Analisa data dilakukan dengan beberapa tahap yang diawali dengan

memberikan kuesioner tertutup dan terbuka pada 30 klien di Puskesmas

Wonoayu sebanyak 30 orang tentang Tingkat pengetahuan caregiver tentang

perawatan luka pada pasien DM Tipe 2.


53

3.9 Etika Studi Kasus

Etika dalam penelitian menunjukan pada prinsip-prinsip etis yang

diterapkan dalam kegiatan penelitian, dari proposal penelitian sampai dengan

publikasi hasil penelitian. Menurut (Notoatmodjo, 2012), prinsip sebuah

penelitian meliputi:

1. Respect for Human Dignity (menghormati harkat dan martabat

manusia)

Dalam penelitian perlu mempertimbangkan hak-hak responden

penelitian. yaitu untuk mendapatkan informasi tentang tujuan penelitian

dilakukan, kebebasan responden untuk memberikan informasi atau tidak

memberikan informasi (berpartisipasi), serta peneliti mempersiapkan formulir

persetujuan (inform concent) yang mencakup: penjelasan maanfaat penelitian,

kemungkinan dan tidaknyamanan yang ditimbulkan, manfaat yang didapatkan

oleh responden, persetujuan peneliti dapat menjawab setiap pernyataan yang

diajukan responden berkaitan dengan prosedur penelitian, persetujuan

responden dapat mengundurkan diri sebagai responden penelitian kapan saja,

jaminan anonimitas dan kerahasiaan terhadap identitas dan informasi yang

diberikan oleh responden.

2. Respect for Juctice an Inclusiveness (keadilan dan keterbukaan)

Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan kejujuran,

keterbukaan, dan kehati-hatian. Penelitian perlu dikondisikan sehingga

memenuhi prinsip keterbukaan , yakni dengan menjelaskan prosedur

penelitian, serta prinsip keadilan yakni menjamin bahwa semua responden


54

memperoleh perlakuan dan keuntungan yang sama, tanpa membedakan

jender, agama, dan etnis.

3. Balancing Harms and Benefits (memperhitungkan manfaat dan

kerugian yang ditimbulkan)

Pada suatu penelitian hendaknya memperoleh manfaat semaksimal

mungkin bagi masyarakat pada umumnya, dan responden pada khususnya

serta peneliti hendaknya berusaha meminimalisasi dampak yang merugikan

bagi responden. Oleh sebab itu, pelaksanaan penelitian harus dapat mencegah

atau paling tidak mengurangi rasa sakit, cidera, stres, maupun kematian

responden. Pada setiap penelitian hendaknya memenuhi kaidah keilmuan dan

dilakukan berdasarkan hati nurani, moral, kejujuran, kebebasan, tanggung

jawab dan tidak menimbulkan atau membahayakan responden atau

masyarakat pada umumnya.


55

DAFTAR PUSTAKA

Apriyanti, Resti. 2011. Standat Operasional Prosedur Perawatan. Tersedia di:


http://resti027-class2-akpermgarut.com/2011/06/standar-operasional-prosedul-
perawatan.html

Dacroli, Eva. 2019. Diabetes Melitus Tipe 2. Edisi 1. [e-book]. Padang: Pusat
Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Tersedia di:
file:///E:/KTI%20DM/Bahan%20KTI/Buku%20Diabetes%20Melitus%20(Lengap).p
df [diankes 10 Desember 2019].

Herawati, Leli. 2016. Level of Knowledge of Patients on Diabetes Melitus Treatment


In PTPN II Bangkatan Binjai Hospital in 2016. Tersedia di :
http://jurnal.kesdammedan.ac.id/index.php/jurhesti/article/download/71/66&ved=2ah
UKEwiVqaiU-YPoAhUo73MBegQIAxAB&usg=AOvVaw1itgmLeAbVS3UmSY-
VCAUZ&cshid=1583434513502

Internatonal Diabetes Federation, 2017. IDF Diabetes Atlas : Global Estimates Of


Diabetes Prevalence For 2017 and Projections for 2045. Tersedia di:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/29496507.

Kristianto, Heri. 2010. Perbandingan Perawatan Luka Teknik Modern Dan


Konvensional Terhadap Transforming Growth Factor Beta 1(TGF β1) Dan Respon
Nyeri Pada Luka Diabetes Mellitus.

Khairani, 2018. Hari Diabetes Sedunia Tahun 2018 at Pusat Data dan Informasi
Kementrerian Kesehatan RI. Infodatin Diabetes Mellitus. PUSDATIN,editor [e-
journal] : pp. 1. Jakarta: Kementerian Kesehatan, 2018. Tersedia di:
file:///E:/Download/infodatin-Diabetes-2018.pdf [diakses 10 Desember 2019].

Margareth, Clevo., 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit


Dalam.Yogyakarta: Nuha Medika

PERKENI 2015. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2


di Indonesia 2015.Edisi 1. [e-book]. Jakarta: PERKENI. Tersedia di:
file:///E:/KTI%20DM/Bahan%20KTI/4.-Konsensus-Pengelolaan-dan-Pencegahan-
Diabetes-melitus-tipe-2-di-Indonesia-PERKENI-2015.pdf [Diaskes 20 Desember
2019]
56

Lampiran 1 Surat Permohonan Menjadi Responden

SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada

Yth. Responden

Di Tempat

Dengan Hormat,

Saya yang bertanda tangan dibawah ini adalah Mahasiswa Politeknik


Kesehatan Kementrian Kesehatan Surabaya Prodi DIII Keperawatan Sidoarjo, akan
melakukan “Studi Kasus Tingkat Pengetahuan Caregiver tentang Perawatan Luka
Pada Pasien DM Tipe 2 di Puskesmas Wonoayu”.

Nama : Fauzizah Amimy

NIM : P27820417014

Tujuan Studi Kasus adalah Melakukan tindakan Keperawatan Memberikan


Konsep Tingkat Pengetahuan Caregiver Perawatan Luka DM. Bersama ini saya
mohon kesedian saudara untuk menjadi responden dalam Studi Kasus ini.

Respon yang diberikan akan dipergunakan untuk mengembangkan ilmu


pengetahuan khususnya dibidang keperawatan dan tidak dipergunakan maksud lain.
Atas ketersediannya sebagai responden, kami mengucapkan terima kasih.

Sidoarjo, 16 Februari 2020

Hormat Saya,

Fauzizah Amimy
P27820417014
57

Lampiran 2 Surat Persetujuan Bersedia Menjadi Responden

SURAT PERNYATAAN BERSEDIA MENJADI RESPONDEN

Setelah mendapat penjelasan serta mengetahui tujuan dan manfaat dari


tindakan keperawatan, yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama :

Umur :

Alamat:

Menyatakan bersedia dalam studi kasus ini. Apabila sewaktu-waktu saya


merasa dirugikan dalam bentuk apapun maka saya yang berhak membatalkan
persetujuan ini.

Saya percaya bahwa informasi apapun yang saya berikan dijamin kerahasiaan
dan surat pernyataan ini dibuat dengan sadar tanpa paksaan dari pihak manapun.

Sidoarjo, 16 Februari 2020

Tn/Ny
58

Lampiran 3

KUISIONER PENELITIAN PENGETAHUAN CAREGIVER TENTANG


PERAWATAN LUKA DM

Pertanyaan :

1. Apa tujuan caregiver di beri pendidikan tentang merawat luka DM di rumah?


a. Agar dapat melalukan perawatan luka dengan benar sesuai SOP
b. Agar mengetahui cara merawat luka
c. Agar keluarga pasien tahu
2. Apa yang di maksud dengan caregiver?
a. Seorang individu yang memberikan bantuan kepada orang lain yang
mengalami disabilitas/ketidakmampuan dan memerlukan bantuan
dikarenakan penyakit
b. Seorang yang memberiak jasanya pada pasien
c. Seorang homecare
3. Siapakah yang membantu caregiver dalam memberi pendidikan tentang
perawatan luka di rumah?
a. Perawat
b. Keluarga
c. Pasien
4. Saat mau melakukan tindakan perawatan luka apa yang harus di siapan untuk
pasien?
a. Memasang perlak pada pasien
b. Membuka luka
c. Mengangkat jaringan nikrotik
5. Di bawah ini yang termasuk kategori tugas caregiver yaitu?
a. Perawatan fisik, kepedulian social, emotional care
b. Reliability, Realistic outlook, Patience
c. Care
6. Dalam perawatan luka, alat apa yang dimaksud steril?
a. Pinset anatomi
b. Gunting verban
c. Cairan pencuci luka (NaCl 0,9)
7. Saat pelaksanaan rawat luka, hal pertama yang dilakukan dalam merawat luka
yaitu?
a. Membuka luka
b. Membasahi luka dengan cairan NaCl
c. Membersihkan luka
8. Teknik seperti apa saat membersihkan luka DM?
a. Dalam ke luar dengan satu arah
59

b. Luar ke dalam dengan satu arah


c. Zik zak
9. Tindakan apa yang dilakukan saat merawat luka di dapatkan cairan kuning?
a. Lakukan penekanan
b. Bilas dengan NaCl
c. Tutup dengan kassa
10. Pinset apa yang digunakan untuk mengangkat jaringan nikrotik?
a. Pinset chirurgis
b. Pinset anatomi
c. Pinset splinter
11. Saat menutup luka, kassa yang digunakan untuk menutup luka yaitu
menggunakan kassa yang bersifat?
a. Kassa lembab
b. Kassa basah
c. Kassa kering
12. Setelah perawatan luka selesai, tindakan berikutnya adalah?
a. Mendokumentasikan perawatan luka secara lengkap
b. Membalut luka dengan verban
c. Menganjurkan menjaga kebersihan sekitar luka
13. Pinset yang telah digunakan dimasukkan ke dalam?
a. Bengkok
b. Samapah medis (kresek kuning)
c. Kresek biasa
14. Dibawah ini, langkah-langkah merawat luka yang benar yaitu?
a. Membuka luka, melihat keadaan luak, membersihkan luka, memberi obat
pada luka, menutup luka
b. Membuka luka, membersihkan luka, memberi obat pada luka, menutup
luka
c. Membuka luka, membersihkan luka, menutup luka
15. Berapa jumlah handscoon yang digunakan untuk merawat luka?
a. 2 handscoon
b. 3 handscoon
c. 1 handscoon
16. Cairan apa untuk mmbersihkan luka DM?
a. Cairan NaCl 0,9%
b. Cairan bitadin
c. Cairan clorin
17. Persiapan apa saja yang dilakuakn sebelum merawat luka?
a. Persiapan petugas, persiapan pasien, persiapan alat
b. Persiapan pasien, persiapan alat
c. Persiapan pasien
60

18. Pinset yang telah di gunakan, kemudian di rendam dengan cairan. Cairan yang
dimaksud adalah?
a. Cairan desinfektan
b. Cairan alcohol
c. Cairan bitadin
19. Apa fungsi dari pinset anatomi dalam merawat luka?
a. Untuk membuka balutan luka dan membersihkan luka
b. Untuk mengangkat jaringan nikrotik
c. Untuk st perawatan luka
20. Jika luka berwarna pink, apakah perlu dilakukan penekanan?
a. Tidak perlu
b. Perlu untuk mengeluarkan eksudat
c. Perlu untuk mengeluarkan cairan kuning

*Cara menilai kuesioner dengan ketentuan nilai kuisioner :


1. Benar nilai 1

2. Salah nilai 0

Skala ukur pengetahuan dengan 20 kuisioner sebagai berikut :

1. Pengetahuan baik (10-20)

2. Pengetahuan cukup (9-15)

3. Pengetahuan kurang (0-6)


61

Lampiran 4
62
PROPOSAL

STUDI KASUS TINGKAT PENGETAHUAN CAREGIVER TENTANG


PERAWATAN LUKA PADA PASIEN DM TIPE 2
DI PUSKESMAS WONOAYU

Oleh :
FAUZIZAH AMIMY
NIM : P27820417014

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN SIDOARJO


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN
SURABAYA
2020
PROPOSAL

STUDI KASUS TINGKAT PENGETAHUAN CAREGIVER TENTANG


PERAWATAN LUKA PADA PASIEN DM TIPE 2
DI PUSKESMAS WONOAYU

Untuk Memperoleh gelar Ahli Madya Keperawatan (Amd. Kep)


Pada Program Studi D3 Keperawatan Sidoarjo Jurusan Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Surabaya

Oleh :
FAUZIZAH AMIMY
NIM : P27820417014

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN SIDOARJO


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN
SURABAYA
2020

i
PERSETUJUAN
PROPOSAL
STUDI KASUS TINGKAT PENGETAHUAN CAREGIVER TENTANG
PERAWATAN LUKA PADA PASIEN DM TIPE 2
DI PUSKESMAS WONOAYU

Oleh :
FAUZIZAH AMIMY
NIM : P27820417014

TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL....................
Oleh:
Pembimbing

Dr. Hotmaida Siagian, SKM, M.Kes


NIP: 195911071986032002

Pembimbing Pendamping

Dony Sulystiono, S.Kep, Ns, M.Kep


NIP: 197909282005011002

Mengetahui,
Ketua Program Studi D3 Keperawatan Sidoarjo

Suprianto, S.Kep, Ns. M.Psi


NIP :197306161998031002

ii
PENGESAHAN
KARYA TULIS ILMIAH
STUDI KASUS TINGKAT PENGETAHUAN CAREGIVER TENTANG
PERAWATAN LUKA PADA PASIEN DM TIPE 2
DI PUSKESMAS WONOAYU

Oleh :
FAUZIZAH AMIMY
NIM : P27820417014

Telah Diuji

Pada Tanggal :…………………………….


TIM PENGUJI
Ketua Penguji :
Tanty Wulan Dari, S.Kep,Ns,M.Kes …………………
NIP: 19z6801141991032002
Anggota :
1. Dony Sulystiono, S.Kep, Ns, M.Kep …………………..
NIP: 197909282005011002
2. Dr. Hotmaida Siagian, SKM, M.Kes …………………..
NIP: 195608071981032001

Mengetahui,
Ketua Program Studi D3 Keperawatan Sidoarjo

Suprianto, S.Kep, Ns. M.Psi


NIP: 197306161998031002

iii
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Kehadirat Allah Swt, yang telah melimpahkan rahmat


dan hidayah-nya sehinggah peneliti dapat menyelesaikan penyususunan
karya tulis ilmiah yang berjudul “Studi Kasus Tingkat Pengetahuan
Caregiver Tentang Perawatan Luka Pada Pasien Dm Tipe 2 Di Puskesmas
Wonoayu”.
Penyususunan Proposal ini tentunya tidak dapat terselesaikan
tanpa adanya bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Bersama ini perkenankan saya
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dengan hati yang tulus
Kepada:
1. Dr. Atok Irawan, Sp.P Selaku Direktur Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Sidoarjo
2. Drg. H. Bambang Sugito, M.Kes, selaku Direktur Politeknik
Kesehatan Kementrian Kesehatan Surabaya yang telah memberikan
ijin dalam pelaksanaan sebagai salah satu tugas akhir Program Studi
D3 Keperawatan Sidoarjo Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan
Surabaya.
3. Dr. Supriyanto S.Kp M.Kes. Selaku Ketua Jurusan Keperawatan
Politeknik Kesehatan Kementrian Surabaya yang telah memberi
dorongan moril selama penyusunan Karya Tulis Ilmiah.
4. Supriyanto, S.Kep. Ns., M.Psi, Selaku Ketua Program Studi D3
Keperawatan Sidoarjo Politeknik Kesehatan Kementrian Surabaya
yang telah memberi bimbingan dan arahan sehingga peneliti dapat
menyelesaiakn tugas akhir.
5. Dr. Hotmaida Siagian. SKM, M.Kes Selaku dosen pembimbing utama
dalam penyusunan proposal, yang telah memberikan dukungan moril,
bimbingan, motivasi petunjuk dan saran terhadap penyususunan
proposal.
6. Dony Sulystiono. S.Kep, Ns.M.Kep selaku pembimbing pendamping
dalam penyusunan proposal, yang telah memberikan dukungan moril
selama Penyusunan Proposal ini.
7. Tanty Wulan Dari. S.Kep, Ns, M,Kes selaku Penguji yang telah
menguji dan memberikan masukan serta saran selama penyususunan
proposal ini
8. Seluruh Dosen dan Staf Program Studi D3 Keperawatan Kampus
Sidoarjo Politeknik Kesehatan Kementrian Surabaya yang telah
memberikan bimbingan dan ilmu selama mengerjakan penyusunan
proposal.
9. Kedua Orang Tua dan Keluarga yang selalu memberikan dorongan
moril baik berupa doa dan motivasi serta pengorbanan selama
mengerjakan penyusunan proposal.
10. Semua Teman-teman dan rekan-rekan mahasiswa angkatan 2017
Program Studi D3 Keperawatan Sidoarjo.

iv
Demikian Proposal Ini Peneliti Buat. Peneliti menyadari proposal
ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu peneliti berharap
bimbingan, kritik, serta saran yang mendukung untuk kesempurnaan
Proposal. Semoga Dapat bermanfaat bagi kami, khususnya pembaca
pada umumnya.

Sidoarjo, 15 Februari 2020

Peneliti

v
DAFTAR ISI

Daftar Halaman
Halaman Sampul Depan ................................................................................
Halaman Sampul Dalam dan Prasyarat ......................................................... i
Halaman Persetujuan ..................................................................................... ii
Halaman Pengesahan .................................................................................... iii
Halaman Kata Pengantar ................................................................................ iv
Daftar Isi......................................................................................................... vi
Daftar Tabel .................................................................................................. viii
Daftar Lampiran ............................................................................................ ix
Daftar Arti Lambang dan Singkatan .............................................................. x
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 4
1.3 Tujuan Studi Kasus ................................................................................. 4
1.3.1 Tujuan Umum ................................................................................ 4
1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................................... 4
1.4 Manfaat .................................................................................................. 4
1.4.1 Bagi Peneliti ................................................................................... 4
1.4.2 Bagi Tempat Penelitian ................................................................. 4
1.4.3 Bagi Ilmu Pengetahuan Keperawatan ............................................ 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Diabetes Mellitus ........................................................................ 6
2.1.1 Definisi DM ..................................................................................... 6
2.1.2 Klasifikasi ......................................................................................... 7
2.1.3 Etiologi ............................................................................................ 7
2.1.4 Faktor resiko DM ............................................................................ 10
2.1.5 Patofisiologi ..................................................................................... 12
2.1.6 Manifestasi Klinis ............................................................................ 13
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang .................................................................. 14
2.1.8 Penatalaksanaan ............................................................................... 16
2.1.9 Komplikasi ...................................................................................... 17
2.2 Konsep Pengetahuan ............................................................................... 20
2.2.1 Definisi Pengeahuan ......................................................................... 20
2.2.2 Tingkat Pengetahuan ........................................................................ 21
2.2.3 Sumber Pengetahuan ........................................................................ 23
2.2.4 Bentuk dan Jenis Pengetahuan ......................................................... 26
2.2.5 Metode-Metode Memperoleh Pengetahuan ..................................... 29
2.2.6 Kriteria Pengukuran Tingkat Pengetahuan....................................... 30
2.2.7 Caregiver .......................................................................................... 31
2.2.8 Karakteristik Caregiver .................................................................... 32
2.2.9 Jenis Caregiver ................................................................................. 34
2.3.10 Tugas-Tugas Caregiver ............................................................... 35
2.3.11 Pengetahuan Caregiver Tentang Perawatan Luka DM ............... 40

vi
2.3 Konsep Perawatan Luka Diabetik ............................................................ 40
2.3.1 Definisi Pengetahuan Luka Diabetes ............................................... 40
2.3.2 Proses Terjadinya Luka Diabetes Mellitus ...................................... 41
2.3.3 Cara Merawat Luka Diabettes Mellitus ........................................... 42
2.3.4 Nilai Kesembuhan Luka .................................................................. 46

BAB 3 METODE PENELITIAN


3.1 Rancangan Studi Kasus ........................................................................... 49
3.2 Subjek Studi Kasus ................................................................................. 49
3.3 Fokus Studi ............................................................................................ 50
3.4 Definisi Operasional................................................................................. 50
3.5 Lokasi dan Waktu ................................................................................... 51
3.6 Teknik dan Instrumen Pengumpulan ...................................................... 51
3.7 Prosedur Pengumpulan Data ................................................................... 52
3.8 Penyajian dan Analisis Data..................................................................... 52
3.9 Etika Studi Kasus ..................................................................................... 53

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 55


LAMPIRAN .................................................................................................. 56

vii
DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman


Tabel 3.1 Definisi operasional ....................................................................... 50

viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
Lampiran 1 Surat Permohonan Menjadi Responden ..................................... 56
Lampiran 2 Surat Persetujuan Bersedian Menjadi Responden ...................... 57
Lampiran 3 Kuesioner …………………………………………………….. . 58
Lampiran 4 Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah ..................................... 60

ix
DAFTAR LAMBANG, SINGKATAN DAN ISTILAH

1. Lambang Poltekkes Kemenkes Surabaya

a. Berbentuk Persegi Lima Dengan Warna Biru Melambangkan

Semangat Dapat Mengikuti Perkembangan Di Dunia Pendidikan

Sesuai Dengan Tuntutan Jaman

b. Lambang Tugu Warna Kuning: Tugu Pahlawan Kota Surabaya

Cemerlang

c. Lambang Palang Hijau: Lambang Kesehatan

d. Lambang Buku: Proses Pembelajaran

e. Warna Biru Latar Belakang: Warna Teknik (Politeknik)

2. Simbol

β : Beta

% : Persentase

x : Dikali

= : Sama dengan

. : Titik

, : Koma

() : Kurung kurawal

: : Titik dua

; : Titik koma

“” : Tanda petik

/ : Garis miring

< : Kurang dari

> : Lebih dari

x
& : Dan

3. Singkatan

CDA : Canadian Diabetes Association

WHO : World Health Organisation

Riskesdes : Riset Kesehatan Dasar

IDF : International Deabetes Federation

PERKENI : Perkumpulan Endokrinologi Indonesia

GDM : Gestational Diabetes Mellitus

ADA : American Diabetes Association

KEMENKES : Kementrian Kesehatan

AHA : American Heart Association

DNA : Deoxyribo Nucleic Acid

BB : Berat Badan

OHO : Obat Hiperglikemik Oral

KAD : Ketoasidosis Diabetik

HHNK : Koma Hiperglikemia Hiperosmoler Nonketotik

SMI : Silent Myocardial Infarction

APD : Alat Pelindung Diri

SOP : Standart Operasional Prosedur

NaCl : Natrium Chlorida

BWAT : Bates-Jensen Wound Assessment Tool

NIDDM : Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus

BMI : Body Mass Index

SMBG : Self-Monitiring Blood Glucose

xi
IMT : Index Masa Tubuh

4. Istilah

Angiopathy : Penyempitan pembuluh darah pada penderita diabetes.

CO2 : Karbondioksida

DM : Diabetes Mellitus

Hipoglikemia : (kekurangan glukosa dalam darah) timbul sebagai

komplikasi diabetes yang disebabkan karena pengobatan

yang kurang tepat.

HDL : Kadar gula darah baik

Neuropati : Kelainan urat syaraf akibat diabetes mellitus karena

kadar gula dalam darah yang tinggi

Obesitas : Kadar asam lemak bebas yang tinggi dalam darah

O2 : Oksigen

Primary Intention Healing : Penyembuhan luka primer

xii
R

RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah

Secondary Intention Healing: Penyembuhan luka sekunder

Tertiary Intention Healing : Penyembuhan luka tertiar

WHO : World Health Organisation

xiii

Anda mungkin juga menyukai