Anda di halaman 1dari 37

ILMU MENAJEMEN

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 2

1.Venny Alvionita(1911130112)
2.Fitri S Khairani (1911130115)
3.Dina Lestari (1911130122)
4.Melsa Nela sari (1911130124)
5.Anisa Juliarti (1911130126)
6.Yuliananatasia .S(1911130127)
7.Herlie Rahmatin (1911130129)
8.Indra Wahyudi (1911130133)
9.Umi Danimah (1911130144)
10.Rahma Yulisa (1911130145)
11.Nur Yunisyah (1911130148)
12.Fety agita sari (1911130131)

P3.H

PRODI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
SEMESTER 1
TAHUN 2019/2020
 
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BENGKULU
1. PENGERTIAN KEPEMIMPINAN

Pengertian Kepemimpinan, Dalam bahasa Indonesia “pemimpin” sering disebut penghulu, pemuka,
pelopor, pembina, panutan, pembimbing, pengurus, penggerak, ketua, kepala, penuntun, raja, tua-tua,
dan sebagainya. Sedangkan istilah Memimpin digunakan dalam konteks hasil penggunaan peran
seseorang berkaitan dengan kemampuannya mempengaruhi orang lain dengan berbagai cara.
Istilah pemimpin, kemimpinan, dan memimpin pada mulanya berasal dari kata dasar yang
sama “pimpin”. Namun demikian ketiganya digunakan dalam konteks yang berbeda.

Pemimpin adalah suatu lakon/peran dalam sistem tertentu; karenanya seseorang dalam peran formal
belum tentu memiliki ketrampilan kepemimpinan dan belum tentu mampu memimpin. Istilah
Kepemimpinan pada dasarnya berhubungan dengan ketrampilan, kecakapan, dan tingkat pengaruh
yang dimiliki seseorang; oleh sebab itu kepemimpinan bisa dimiliki oleh orang yang bukan
“pemimpin”.

Pemimpin yang baikmerupakan seseoran manajer yang efektif yang harus memiliki kualitas dan
kemampuan pimpinan yang baik. Pemimpin yang baik juga harus dapat menyesuaikan dan
mengmbangkan diri sendiri dan mampu menguasai serta mengarahkan dan mengembangkan pengaruh
orang lain.

Arti pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya
kecakapan/ kelebihan di satu bidang sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk
bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian satu atau beberapa
tujuan.Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan – khususnya
kecakapan-kelebihan di satu bidang , sehingga dia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-
sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu untuk pencapaian satu be berapa tujuan.

Dalam suatu organisasi , kepemimpinan merupakan factor yang sangat penting dalam menentukan
percapaian tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi.

Factor-faktor penting yang terdapat dalam pengertian kepemimpinan sebagai berikut :


a.Pendayagunaan Pengaruh.
b.Hubungan Antar Manusia.
c.Proses Komunikasi.
d.Pencapaian Suatu Tujuan. 
Pimpinan yang dapat dikatakan sebagai pemimpin setidaknya memenuhi beberapa kriteria,yaitu :
1. Pengaruh : Seorang pemimpin adalah seorang yang memiliki orang-orang yang mendukungnya
yang turut membesarkan nama sang pimpinan. 
2. Kekuasaan/power : Seorang pemimpin umumnya diikuti oleh orang lain karena dia memiliki
kekuasaan/power yang membuat orang lain menghargai keberadaannya. 
3. Wewenang : Wewenang di sini dapat diartikan sebagai hak yang diberikan kepada pemimpin untuk
fnenetapkan sebuah keputusan dalam melaksanakan suatu hal/kebijakan.
4. Pengikut : Seorang pemimpin yang memiliki pengaruh, kekuasaaan/power, dan wewenang tidak
dapat dikatakan sebagai pemimpin apabila dia tidak memiliki pengikut yang berada di belakangnya
yang memberi dukungan dan mengikuti apa yang dikatakan sang pemimpin.

2. TIPOLOGI KEPEMIMPINAN
Tipologi kepemimpinan disusun dengan titik tolak interaksi personal yang ada dalam kelompok .
Tipe-tipe pemimpin dalam tipologi ini dapat dikelompokkan dalam kelompok tipe berdasarkan jenis-
jenisnya antara lain:

1.Tipe Otokratis.
Seorang pemimpin yang otokratis ialah pemimpin yang memiliki kriteria atau ciri sebagai berikut:
Menganggap organisasi sebagai pemilik pribadi, Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan
organisasi, Menganggap bawahan sebagai alat semata-mata, Tidak mau menerima kritik, saran dan
pendapat, Terlalu tergantung kepada kekuasaan formalnya, Dalam tindakan pengge-rakkannya sering
mempergunakan pendekatan yang mengandung unsur paksaan dan bersifat menghukum.

2.Tipe Militeristis
Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dari seorang pemimpin tipe militerisme
berbeda dengan seorang pemimpin organisasi militer. Seorang pemimpin yang bertipe militeristis
ialah seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat berikut : Dalam menggerakan bawahan sistem
perintah yang lebih sering dipergunakan, Dalam menggerakkan bawahan senang bergantung kepada
pangkat dan jabatannya, Senang pada formalitas yang berlebih-lebihan, Menuntut disiplin yang tinggi
dan kaku dari bawahan, Sukar menerima kritikan dari bawahannya, Menggemari upacara-upacara
untuk berbagai keadaan.

3.Tipe Paternalistis.
Seorang pemimpin yang tergolong sebagai pemimpin yang paternalistis ialah seorang yang memiliki
ciri sebagai berikut : menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa, bersikap terlalu
melindungi (overly protective), jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk
mengambil keputusan, jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil
inisiatif, jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan daya kreasi dan
fantasinya, dan sering bersikap maha tahu.

4.Tipe Karismatik.
Hingga sekarang ini para ahli belum berhasil menemukan sebab-sebab mengapa seseorang pemimpin
memiliki karisma. Umumnya diketahui bahwa pemimpin yang demikian mempunyai daya tarik yang
amat besar dan karenanya pada umumnya mempunyai pengikut yang jumlahnya sangat besar,
meskipun para pengikut itu sering pula tidak dapat menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut
pemimpin itu. Karena kurangnya pengetahuan tentang sebab musabab seseorang menjadi pemimpin
yang karismatik, maka sering hanya dikatakan bahwa pemimpin yang demikian diberkahi dengan
kekuatan gaib (supra natural powers). Kekayaan, umur, kesehatan, profil tidak dapat dipergunakan
sebagai kriteria untuk karisma. Gandhi bukanlah seorang yang kaya, Iskandar Zulkarnain bukanlah
seorang yang fisik sehat, John F Kennedy adalah seorang pemimpin yang memiliki karisma meskipun
umurnya masih muda pada waktu terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat. Mengenai profil,
Gandhi tidak dapat digolongkan sebagai orang yang ‘ganteng”.

5.Tipe Demokratis.
Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe pemimpin yang demokratislah
yang paling tepat untuk organisasi modern. Hal ini terjadi karena tipe kepemimpinan ini memiliki
karakteristik sebagai berikut : dalam proses penggerakan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat
bahwa manusia itu adalah makhluk yang termulia di dunia, selalu berusaha mensinkronisasikan
kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari pada bawahannya,
senang menerima saran, pendapat, dan bahkan kritik dari bawahannya, selalu berusaha
mengutamakan kerjasama dan teamwork dalam usaha mencapai tujuan, ikhlas memberikan kebebasan
yang seluas-luasnya kepada bawahannya untuk berbuat kesalahan yang kemudian diperbaiki agar
bawahan itu tidak lagi berbuat kesalahan yang sama, tetapi lebih berani untuk berbuat kesalahan yang
lain, selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses daripadanya, dan berusaha
mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.

C.Faktor yang memengaruhi kepemimpinan

Dalam melaksanakan tugas kepemimpinan mempengaruhi orang atau kelompok menuju tujuan
tertentu, kita pemimpin, dipengaruhi oleh beberapa factor. Factor-faktor itu berasal dari diri kita
sendiri, pandangan kita terhadap manusia, keadaan kelompok dan situasi waktu kepemimpina kita
laksanakan. Orang yang memandang kepemimpinan sebagai status dan hak untuk mendapatkan
fasilitas, uang, barang, jelas akan menunjukkan praktek kepemimpinan yang tidak sama dengan orang
yang mengartikan kepemimpinan sebagai pelayanan kesejahteraan orang yang dipimpinnya. Factor-
faktor yang berasal dari kita sendiri yang pengalaman yang kita miliki dalam bidang
kepemimpinan.mempengaruhi kepemimpinan kita adalah pengertian kita tentang kepemimpinan, nilai
atau hal yang kita kejar dalam kepemimpinan, cara kita menduduki tingkat pemimpin.

D.Implikasi manajeria kepemimpinan dalam organisasi

Sebab yang terjadi bila implikasi manajerial kepemimpinan dalam organisasi adalah akan
menciptakan kepemimpinan yang baik karna adanya proses manajemen yang direncakan, karena
induk dari sebuah perusahaan adalah pemimpin jadi bila pemimpin nya berkualitas maka perusahaan
tersebut akan menjukukan kualitasnya

3.pengertian sifat dan fungsi kepemimpinan

 1. Pengertian kepemimpinan.
Istilah pemimpin adalah terjemahan Leader/Head/Manager yang juga disebut
Manajer/Kepala/Ketua/Direktur/Presiden dan lain sebagainya, pemakaian istilah ini
tergantung kepada kebiasaan setiap organisasi,di bawah ini ada beberapa macam definisi
pemimpin.
Menurut Drs. H. Malayu S.P Hasibuan. pemimpin adalah sesorang dengan wewenang
kepemimpinanya mengarahkan bawahanya untuk mengerjakan sebagian dari pekerjaannya
dalam mencapai tujuan.

Menurut Robert Tanembaun. Pemimpin adalah mereka yang menggunakan wewenang formal
untuk mengorganisasikan, mengarahkan dan mengontrol para bawahan yang bertanggung
jawab.

2. Sifat Kepemimpinan.
 Adapun sifat yang harus dimiliki dalam kepemimpinan adalah :

• Berpandangan jauh.
• Bertindak dan bersikap bijaksana.
• Berpengetahuan luas.
• Bersikap dan bertindak adil.
• Berpendirian tuguh.
• Optimis bahwa misinya berhasil.
• Berhati ikhlas.
• Memiliki kondisi fisik yang baik...
3. Fungsi Kepemimpinan.
Agar suatu kelompok dapat dipimpin dengan baik dan efektif, seorang pemimpin paling
sedikit harus menjalankan dua fungsi, yaitu :
Fungsi Pemecahan masalah, fungsi ini berhubungan dengan tugas atau pekerjaan terhadap
masalah yang di hadapi kelompok.

Fungsi Social fungsi ini berhubungan dengan kehidupan kelompok, yaitu memberikan
dorongan kepada anggota kelompok untuk menciptakan suasana kerja bagi kelompoknya.

B. Kepemimpinin Menurut Islam


Terdapat beberapa istilah dalam Al-Qur’an yang merujuk pada pengertian pemimpin. Pertama
kata “Umara” yang sering juga disebut Ulil Amri dari Khadimul Ummah. Khadimul ummah
diartikan sebagai pelayan umat.

Sedangkan makna kepemimpinan menurut islam adalah untuk mewujudkan fungsi khalifah di
muka bumi demi kebaikan umat Islam. Kepemimpinan Islam harus dilandasi oleh konsep
demokratis yang menerapkan prinsip-prinsip yang berhubungan dengan spesialisasi tugas
setiap unit kesatuan.

Ada tiga kekuatan yang ikut menentukan efektivitas beroprasinya pemimpin, yaitu :
1) Faktor Pribadi atau person dengan kualitas keunggulanya.
2) Factor Posisi sehubungan dengan fungsi dan tugas-tugas pemimpin.
3) Factor Situasi dan tempat yang khusus, yang memerlukan tipe pemimpin.

1. Karakter Kepemimpinan Islam.


Ada karakteristi yang membedakan seorang pemimpin dengan misleader, yaitu :
a) Pemimpin menentukan dan mengungkap misi organisasi secara jelas.
b) Pemimpin menetapkan tujuan, prioritas, dan standar.
c) Pemimpin lebih memandang kepemimpinanya tanggung jawab dari pada suatu hak
istimewa dari pada suatu hak istimewa dari suatu kegiatan.
d) Pemimpin memperoleh kepercayaan dan intergrasi.
Adapun karater kepemimpinan dalam Islam yang ideal itu dapat di kategorikan sebagai berikut;

a) Amanah.
Amanah merupakan kunci kesuksesan setiap pekerjaan, dan sangat penting dimiliki oleh seorang
pemimpin, karena ia di beri amanah untuk mengelola organisai yang cakupannya sangat luas dan
memerhatikan hak-hak orang banyak

b) Memiliki Ilmu dan Keahlian.


Maksudnya adalah menerapkan manajemen dengan mengetehui sepesialisasi bidang pekerjaanya dan
ahli dalam epesilalisasi tersebut , karena tanpa ilmu dan keahlian maka tidak akan berjalan dengan
efektif.

c) Memiiki Kekuatan dan Mampu Merealisir.


Jika seorang pemimpin tidak memiliki kekuatan, maka ia tidak sanggup untuk mengendalikan
anggotanya , dan jika pemimpi tidak memiliki potensi merealisir keputusanya maka ia tidak lebih
sebagai dekorasi .

d) Rendah Diri.
Sabagaimana pemimpin harus kuat tapi tidak keras, juga ia harus rendah diri , namun tidak lemah
untuk mendapat hati sehingga seluruh anggota mau bekerja sama dengganya.

e) Toleransi dan Sabar.


Karena keduanya adalah syarat bagi siapa saja yang memiliki kedudukan dikehidupan ini. Adapun
kedua sifat tersebut seoramg tidak akan dapat memimpin dangan efektif.

f) Benar, Adil, Jujur, dan Dapat Dipercaya


Pemimpin yang jujur dan adil merupakan pemimpin yang dikehendaki Allah, karena Allah senantiasa
menyeru untuk berlaku adil dan berbua baik.

g) Musyawarah.
Pemimin yang sukses harus mampu membangun suasana dialogis dan komunikasi yang baik antara
komponen dalam organisasi dengan jalan melakukan musyawarah sehingga seluruh komponen
mereka ikut terlibatkan.

h) Cerdik dan Memiliki Firasat.


Pemimpin harus memiliki kecerdikan dan insting yang kuat dalam merespon fenomena yang ada,
sehingga dapat melihat kesuksesan bagi organisasi tersebut.
4.Batasan kepemimpinan

1. Tugas Kepemimpinan.
Berdasarkan makna tentang kepemimpinan, maka dapat dirumuskan tugas-tugas seorang
pemimpin Adalah sebagai beriku ;

a) Mempelopori dan Bertanggung Jawab Atas Segala Kepemimpinannya.


Pengertian polopor dan rasa tanggung jawab menunjukan suatu sikap, bahwa seorang
pemimpin bertugas memimpin atas segala aktivitas dengan rasa tanggung jawab terhadap
kepemimpinannya.

b) Merencanakan Segala Kegiatan - Kegiatan .


Perencanaaan suatu kegiatan merupakan langkah menuju tersusunnya suatu program. Sorang
pemimpin harus memiliki suatu perancanaan yang matang tentang program yang akan
dilaksanakan.

c) Kondisi Program.
Seorang pemimpin harus mampu menyusun program kerja yang sesuai dengan tujuan dari
organisasi tersebut, penyusunan merupakan suatu rangkaian kegiatan yang akan dilaksanakan
sesuai waktu yang di rencanakan.

d) Evaluasi (Penilaian) Kerja


Untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari proses kepemimpinan seorang pemimpin, maka
ia harus mampu mengadakan evaluasi dari semua rangkain kegiatan yang telah dicanangkan.

e) Membuat Suatu Kerja Lanjutan.


Membuat kerja lanjutan dimaksudkan sebagai proses peningkaan program kerja yang pada
akhirnya akan mencapai mutuatau kualitas kerja termasuk anggotany

2. Gaya Kepemimpinain
Menurut Stoner ada dua gaya kepemimpinan yang biasa digunakan seorang pemimpin dalam
mempengaruhi bawahannya , yaitu ;
Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas.
Dalam gaya kepemimpinan ini, seorang pemimpin akan mengarahkan dan mengawasi
bawahanya secara ketat agar mereka bkerja sesuai harapan .
Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada para pekerja.
Gaya kepemimpinan ini berusaha mendorong dan memotivasi bawahanya untuk bekerja
dengan baik, mengikutsertakan bawahanya dalam mengambil keputusan yang mencakup
tugas – tugas bawahan.

4. Jenis Kepemimpinan.
Sepanjang yang telah dilakukan pengacuan kepada jenis kepemimpinan, diantaranya ailah ;

a. Kepemimpinan Situsional.
Dalam jenis ini kepemimpinan ini di percayakan bahwa factor yang paling utama menentukan
gaya adalah situasinya.pemimpin maupun bawahannya menyesuaikan diri dengan situasinya.

b. Kepemimpinan Prilaku Pribadi.


Prilaku pemimpin itu di beri penekanan dalam jenis kepemimpinan ini. “Personal behavior
leader” adalah orang yang luwes, menggunakan dalam setiap keadaan tindakan yang
dianggap tepat

c. Kepemimpinan Terpusat Pada Pekerjaan.


Jenis kepemimpinan ini sangat erat hubungannya dangan “situational type”, yang sudah
dibahas diatas.

d. Personal Leadership Kepemimpinan Pribadi.


Motivasi dan petunjuk diberikan dengan kotak perindividu, terdapat suatu hubungan yang erat
antara seorang pemimpin dengan anggotanya.

e. Kepemimpinan Demokrasi.
Jenis ini memberi penekanan pada partisipasi dan penggunaan pemikiran-pemikiran anggota-
angotanya. Yang karena itu harus di beri penerangaan yang baik mengenai pokok-pokok yang
dibahas.

5.TEORI KEPEMIMPINAN

Kepemimpinan adalah proses memengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepadapengikutnya
dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Cara alamiah mempelajari kepemimpinan adalah
“melakukanya dalam kerja” dengan praktik seperti pemagangan pada seorang senima ahli, pengrajin,
atau praktisi. Dalam hubungan ini sang ahli diharapkan sebagai bagian dari peranya memberikan
pengajaran/instruksi.

TEORI-TEORI KEPEMIMPINAN :
Teori kepemimpinan pada umumnya berusaha untuk memberikan penjelasan dan interpretasi
mengenai pemimpin dan kepemimpinan dengan mengemukakan beberapa segi antara lain : Latar
belakang sejarah pemimpin dan kepemimpinan Kepemimpinan muncul sejalan dengan peradaban
manusia. Pemimpin dan kepemimpinan selalu diperlukan dalam setiap masa. Sebab-sebab munculnya
pemimpin Ada beberapa sebab seseorang menjadi pemimpin, antara lain :

a.Seseorang ditakdirkan lahir untuk menjadi pemimpin. Seseorang menjadi pemimpin melalui usaha
penyiapan dan pendidikan serta didorong oleh kemauan sendiri.
b.Seseorang menjadi pemimpin bila sejak lahir ia memiliki bakat kepemimpinan kemudian
dikembangkan melalui pendidikan dan pengalaman serta sesuai dengan tuntutan lingkungan.
Untuk mengenai persyaratan kepemimpinan selalu dikaitkan dengan kekuasaan, kewibawaan,
lingkungan dan kemampuan.

1.Teori-teori dalam Kepemimpinan


a) Teori Sifat
Teori ini bertolak dari dasar pemikiran bahwa keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh sifat-
sifat, perangai atau ciri-ciri yang dimiliki pemimpin itu. Atas dasar pemikiran tersebut timbul
anggapan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin yang berhasil, sangat ditentukan oleh kemampuan
pribadi pemimpin. Dan kemampuan pribadi yang dimaksud adalah kualitas seseorang dengan
berbagai sifat, perangai atau ciri-ciri di dalamnya.
Ciri-ciri ideal yang perlu dimiliki pemimpin menurut Sondang P Siagian (1994:75-76) adalah: –
pengetahuan umum yang luas, daya ingat yang kuat, rasionalitas, obyektivitas, pragmatisme,
fleksibilitas, adaptabilitas, orientasi masa depan; – sifat inkuisitif, rasa tepat waktu, rasa kohesi yang
tinggi, naluri relevansi, keteladanan, ketegasan, keberanian, sikap yang antisipatif, kesediaan menjadi
pendengar yang baik, kapasitas integratif; – kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang, analitik,
menentukan skala prioritas, membedakan yang urgen dan yang penting, keterampilan mendidik, dan
berkomunikasi secara efektif.
Walaupun teori sifat memiliki berbagai kelemahan (antara lain : terlalu bersifat deskriptif, tidak selalu
ada relevansi antara sifat yang dianggap unggul dengan efektivitas kepemimpinan)

b) Teori Perilaku
Dasar pemikiran teori ini adalah kepemimpinan merupakan perilaku seorang individu ketika
melakukan kegiatan pengarahan suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan. Dalam hal ini, pemimpin
mempunyai deskripsi perilaku:
– Perilaku seorang pemimpin yang cenderung mementingkan bawahan memiliki ciri ramah
tamah,mau berkonsultasi, mendukung, membela, mendengarkan, menerima usul dan memikirkan
kesejahteraan bawahan serta memperlakukannya setingkat dirinya. Di samping itu terdapat pula
kecenderungan perilaku pemimpin yang lebih mementingkan tugas organisasi.
– Berorientasi kepada bawahan dan produksi perilaku pemimpin yang berorientasi kepada bawahan
ditandai oleh penekanan pada hubungan atasan-bawahan, perhatian pribadi pemimpin pada pemuasan
kebutuhan bawahan serta menerima perbedaan kepribadian, kemampuan dan perilaku bawahan.
Sedangkan perilaku pemimpin yang berorientasi pada produksi memiliki kecenderungan penekanan
pada segi teknis pekerjaan, pengutamaan penyelenggaraan dan penyelesaian tugas serta pencapaian
tujuan. Pada sisi lain, perilaku pemimpin menurut model leadership continuum pada dasarnya ada dua
yaitu berorientasi kepada pemimpin dan bawahan. Sedangkan berdasarkan model grafik
kepemimpinan, perilaku setiap pemimpin dapat diukur melalui dua dimensi yaitu perhatiannya
terhadap hasil/tugas dan terhadap bawahan/hubungan kerja. Kecenderungan perilaku pemimpin pada
hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari masalah fungsi dan gaya kepemimpinan (JAF.Stoner,
1978:442-443)

c) Teori Situasional
Keberhasilan seorang pemimpin menurut teori situasional ditentukan oleh ciri kepemimpinan dengan
perilaku tertentu yang disesuaikan dengan tuntutan situasi kepemimpinan dan situasi organisasional
yang dihadapi dengan memperhitungkan faktor waktu dan ruang. Faktor situasional yang berpengaruh
terhadap gaya kepemimpinan tertentu menurut Sondang P. Siagian (1994:129) adalah
* Jenis pekerjaan dan kompleksitas tugas;
* Bentuk dan sifat teknologi yang digunakan;
* Persepsi, sikap dan gaya kepemimpinan;
* Norma yang dianut kelompok;
* Rentang kendali;
* Ancaman dari luar organisasi;
* Tingkat stress;
* Iklim yang terdapat dalam organisasi.

Teori kepemimpinan 1: Great Man Theory


Menurut teori kepemimpinan ini seorang pemimpin besar terlahir sebagai pemimpin yang yang
memiliki ciri-ciri yang istimewa yang mencakup: karisma, kecerdasan, kebijaksanaan dan dapat
menggunakan kekuasaan yang dimilikinya untuk membuat berbagai keputusan yang memberi dampak
besar bagi sejarah manusia. Karisma sendiri menunjukkan kepribadian seseorang yang dicirikan oleh
pesona pribadi, daya tarik, yang disertai dengan kemampuan komunikasi interpersonal dan persuasi
yang luar biasa.

Teori kepemimpinan ini sebagian besar bersandar pada pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh
Thomas Carlyle di abad 19 yang pernah menyatakan bahwa sejarah dunia tak lain adalah sejarah
hidup orang-orang besar. Menurutnya, seorang pemimpin besar akan lahir saat dibutuhkan sehingga
para pemimpin ini tidak bisa diciptakan.

Teori kepemimpinan 2: Trait Theory


Teori kepemimpinan ini merupakan perkembangan lebih lanjut dari Great Man Theory yang
mengatakan bahwa para pemimpin dilahirkan dan bukan diciptakan (leader are born and not made).
Tetapi sejalan dengan pemikiran mahzab behavioralis, pada peneliti di tahun 1950-an berkesimpulan
bahwa karakteristik pemimpin tidak seluruhnya merupakan bawaan sejak lahir, namun diperoleh
melalui pembelajaran dan pengalaman. Karena itu mereka berkesimpulan bahwa kepemimpinan yang
efektif dapat dipelajari.

Riset mereka menunjukkan bahwa ada karakteristik individu yang dimiliki oleh seorang pemimpin
sehubungan dengan kepemimpinan efektif, yaitu: Kecerdasan, Pengetahuan & keahlian, Dominasi,
Percaya diri, energi yang tinggi, Toleran terhadap stress, Integritas & kejujuran, Kematangan.

6.MASA DEPAN TEORI KEPEMIMPINAN


Konsep Kepemimpinan
1. Pengertian
Kepemimpinan berasal dari kata pimpin yang memuat dua hal pokok yaitu: pemimpin sebagai subjek
dan yang dipimpin sebagai objek. Kata pimpin mengandung pengertian mengarahkan, membina atau
mengatur, menuntun dan juga menunjukkan ataupun mempengaruhi. Pemimpin mempunyai tanggung
jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari yang dipimpin,
sehingga menjadi pemimpin itu tidak mudah dan tidak akan setiap orang mempunyai kesamaan di
dalam menjalankan ke-pemimpinannya.
Kepemimpinan hanya dapat dilaksanakan oleh seorang pemimpin. Seorang pemimpin adalah
seseorang yang mempunyai keahlian memimpin, mempunyai kemampuan mempengaruhi
pendirian/pendapat orang atau sekelompok orang tanpa menanyakan alasan-alasannya. Seorang
pemimpin adalah seseorang yang aktif membuat rencana-rencana, mengkoordinasi, melakukan
percobaan dan memimpin pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama-sama. Namun ada beberapa
pengertian kepemimpinan, antara lain:
Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi, dalam situasi tertentu dan langsung melalui proses
komunikasi untuk mencapai satu atau beberapa tujuan tertentu (Tannebaum, Weschler and Nassarik)
Kepemimpinan adalah sikap pribadi, yang memimpin pelaksanaan aktivitas untuk mencapai tujuan
yang diinginkan. (Shared Goal, Hemhiel & Coons, 1957, 7).
Kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas kelompok yang diatur untuk
mencapai tujuan bersama (Rauch & Behling, 1984, 46).
Kepemimpinan adalah kemampuan seni atau tehnik untuk membuat sebuah kelompok atau orang
mengikuti dan menaati segala keinginannya.
Kepemimpinan adalah suatu proses yang memberi arti (penuh arti kepemimpinan) pada kerjasama
dan dihasilkan dengan kemauan untuk memimpin dalam mencapai tujuan (Jacobs & Jacques, 1990,
281).

2. Latar Belakang Sejarah Kepemimpinan


Pada dasarnya suatu kepemimpinan muncul bersamaan dengan adanya peradaban manusia yaitu sejak
zaman Nabi dan nenek moyang disini terjadi perkumpulan bersama yang kemudian bekerja sama
untuk mempertahankan hidupnya dari kepunahan, sehingga perlu suatu kepemimpinan. Pada soal itu
seorang yang dijadikan pemimpin adalah orang yang paling kuat, paling cerdas dan paling pemberani.
Jadi kepemimpinan muncul karena adanya peradaban dan perkumpulan antara beberapa manusia.
3. Sebab Musabab munculnya kepemimpinan
Mengenai sebab-musabab munculnya pemimpin telah dikemukakan berbagai pandangan dan
pendapat yang mana pendapat tersebut berupa teori yang dapat dibenarkan secara ilmiah, ilmu
pengetahuan atau secara praktek. Munculnya pemimpin dikemukan dalam beberapa teori, yaitu;
Teori pertama, berpendapat bahwa seseorang akan menjadi pemimpin karena ia dilahirkan untuk
menjadi pemimpin; dengan kata lain ia mempunyai bakat dan pembawaan untuk menjadi pemimpin.
Menurut teori ini tidak setiap orang bisa menjadi pemimpin, hanya orang-orang yang mempunyai
bakat dan pembawaan saja yang bisa menjadi pemimpin. Maka munculah istilah “leaders are borned
not built”. Teori ini disebut teori genetis.
Teori kedua, mengatakan bahwa seseorang akan menjadi pemimpin kalau lingkungan, waktu atau
keadaan memungkinkan ia menjadi pemimpin. Setiap orang bisa memimpi asal diberi kesempatan dan
diberi pembinaan untuk menjadi pemimpin walaupun ia tidak mempunyai bakat atau pembawaan.
Maka munculah istilah “leaders are built not borned”. Teori ini disebut teori social.
Teori ketiga, merupakan gabungan dari teori yang pertama dan yang kedua, ialah untuk menjadi
seorang pemimpin perlu bakat dan bakat itu perlu dibina supaya berkembang. Kemungkinan untuk
mengembangkan bakat ini tergantung kepada lingkungan, waktu dan keadaan. Teori ini disebut teori
ekologis.
4. Tipe dan Gaya kepemimpinan
Pemimpin itu mempunyai sifat, kebiasaan, watak dan kepribadian sendiri yang khas. Sehingga
tingkah laku dan gayanyalah yang membedakan dirinya dengan orang lain. Gaya pasti akan selalu
mewarnai perilaku dan tipe kepemimpinannya.

Para tokoh sarjana membagi tipe kepemimpinan menjadi 8 :


1) Tipe kharismatik
2) Tipe paternalistic
3) Tipe militeristis
4) Tipe otokratis
5) Tipe Lousser Faire
6) Tipe Populistis
7) Tipe Administratif
Tipe Demokratis
W.J. Raddin dalam artikelnya what kind of manager menentukan watak dan tipe pemimpin atau tiga
pola dasar, yaitu :
- Berorientasikan tugas ( task orientation )
- Berorientasikan hubungan kerja ( relationship orientation )
- Berorientasikan hasil yang efektif ( effectives orientation )
Berdasarkan penonjolan ketiga orientasi tersebut, dapat ditentukan 8 tipe kepemimpinan dan memiliki
sifat-sifat tersendiri, yaitu :
1) Tipe deserter ( pembelot )
2) Tipe birokrat
3) Tipe misionaris
4) Tipe developer ( pembangun )
5) Tipe otokrat
6) Benevolent autocrat ( otokrat yang bijak )
7) Tipe compromiser ( kompromis )
Tipe eksekusi.
5. Syarat-Syarat Kepemimpinan
Konsepsi mengenai persyaratan kepemimpinan selalu berkaitan dengan 3 hal antara lain :
· Kekuasaan
Ialah kekuatan, otoritas dan legalitas yang memberikan wewenang kepada pemimpin guna
mempengaruhi dan menggerakkan bawahan untuk berbuat sesuatu.
· Kewibawaan
Ialah kelebihan, keunggulan, keutamaan sehingga orang mampu “mbawani” akan mengatur orang
lain, sehingga orang tersebut patuh pada pemimpin dan tersedia melakukan perbuatan-perbuatan
tertentu.
· Kemampuan
Yaitu : segala daya, kesanggupan, kekuatan dan kecakapan atau ketrampilan teknis maupun sosial,
yang dianggap melebihidan kemampuan anggota biasa.
Stoq Dill dalam bukunya “Personal Factor Associated With Leadership” menyatakan bahwa
pemimpin itu harus memiliki beberapa kelebihan yaitu :
- Kapasitas
- Pretasi
- Tanggung jawab
- Partisipasi
- Status
Sedangkan menurut Earl Nightingale dan Whitf Schult mengemukakan bahwa seorang pemimpin
harus memiliki kemampuan dan syarat sebagai berikut :
- Kemandirian
- Besar rasa ingin tahu
- Multi – terampil atau memiliki kepandaian beraneka ragam
- Memiliki rasa humor, antusiasme tinggi, suka berkawan
- Selalu ingin mendapatkan yang sempurna
- Mudah menyesaikan diri ( beradaptasi )
- Sabar dan ulet
- Komunikatif serta pandai berbicara
- Berjiwa wiraswasta
- Sehat jasmaninya, dinamis, sanggup dan berani mengambil risiko
- Tajam firasatnya dan adil pertimbangannya
- Berpengetahuan luas dan haus akan ilmu pengetahuan
- Memiliki motivasi tinggi
- Punya imajinasi tinggi
Dari beberapa kelebihan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa seorang pemimpin itu harus
memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan anggota-anggotanya. Adab dengan kelebihan-
kelebihan tersebut dia bisa berwibawa dan dipatuhi oleh bawahannya dan yang paling lebih utama
adalah kelebihan moral dan akhlak.
 B. Teori Kepemimpinan
Kegiatan manusia secara bersama-sama selalu membutuhkan kepemimpinan. Untuk berbagai usaha
dan kegiatannya diperlukan upaya yang terencana dan sistematis dalam melatih dan mempersiapkan
pemimpin baru. Oleh karena itu, banyak studi dan penelitian dilakukan orang untuk mempelajari
masalah pemimpin dan kepemimpinan yang menghasilkan berbagai teori tentang kepemimpinan.
Teori kepemimpinan merupakan penggeneralisasian suatu seri perilaku pemimpin dan konsep-konsep
kepemimpinannya, dengan menonjolkan latar belakang historis, sebab-sebab timbulnya
kepemimpinan, persyaratan pemimpin, sifat utama pemimpin, tugas pokok dan fungsinya serta etika
profesi kepemimpinan (Kartini Kartono, 1994: 27).
Teori kepemimpinan pada umumnya berusaha untuk memberikan penjelasan dan interpretasi
mengenai pemimpin dan kepemimpinan dengan mengemukakan beberapa segi antara lain : Latar
belakang sejarah pemimpin dan kepemimpinan Kepemimpinan muncul sejalan dengan peradaban
manusia. Pemimpin dan kepemimpinan selalu diperlukan dalam setiap masa. Sebab-sebab munculnya
pemimpin Ada beberapa sebab seseorang menjadi pemimpin, antara lain:
a. Seseorang ditakdirkan lahir untuk menjadi pemimpin. Seseorang menjadi pemimpin melalui usaha
penyiapan dan pendidikan serta didorong oleh kemauan sendiri.
b. Seseorang menjadi pemimpin bila sejak lahir ia memiliki bakat kepemimpinan kemudian
dikembangkan melalui pendidikan dan pengalaman serta sesuai dengan tuntutan lingkungan.
Untuk mengenai persyaratan kepemimpinan selalu dikaitkan dengan kekuasaan, kewibawaan, dan
kemampuan.
1. Teori-teori dalam Kepemimpinan
a) Teori Sifat
Teori ini bertolak dari dasar pemikiran bahwa keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh sifat-
sifat, perangai atau ciri-ciri yang dimiliki pemimpin itu. Atas dasar pemikiran tersebut timbul
anggapan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin yang berhasil, sangat ditentukan oleh kemampuan
pribadi pemimpin. Dan kemampuan pribadi yang dimaksud adalah kualitas seseorang dengan
berbagai sifat, perangai atau ciri-ciri di dalamnya.
Ciri-ciri ideal yang perlu dimiliki pemimpin menurut Sondang P Siagian (1994:75-76) adalah: –
pengetahuan umum yang luas, daya ingat yang kuat, rasionalitas, obyektivitas, pragmatisme,
fleksibilitas, adaptabilitas, orientasi masa depan; – sifat inkuisitif, rasa tepat waktu, rasa kohesi yang
tinggi, naluri relevansi, keteladanan, ketegasan, keberanian, sikap yang antisipatif, kesediaan menjadi
pendengar yang baik, kapasitas integratif; – kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang, analitik,
menentukan skala prioritas, membedakan yang urgen dan yang penting, keterampilan mendidik, dan
berkomunikasi secara efektif.
Walaupun teori sifat memiliki berbagai kelemahan (antara lain : terlalu bersifat deskriptif, tidak selalu
ada relevansi antara sifat yang dianggap unggul dengan efektivitas kepemimpinan) dan dianggap
sebagai teori yang sudah kuno, namun apabila kita renungkan nilai-nilai moral dan akhlak yang
terkandung didalamnya mengenai berbagai rumusan sifat, ciri atau perangai pemimpin; justru sangat
diperlukan oleh kepemimpinan yang menerapkan prinsip keteladanan.
b) Teori Perilaku
Dasar pemikiran teori ini adalah kepemimpinan merupakan perilaku seorang individu ketika
melakukan kegiatan pengarahan suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan. Dalam hal ini, pemimpin
mempunyai deskripsi perilaku:
Ø Perilaku seorang pemimpin yang cenderung mementingkan bawahan memiliki ciri ramah
tamah,mau berkonsultasi, mendukung, membela, mendengarkan, menerima usul dan memikirkan
kesejahteraan bawahan serta memperlakukannya setingkat dirinya. Di samping itu terdapat pula
kecenderungan perilaku pemimpin yang lebih mementingkan tugas organisasi.
Ø Berorientasi kepada bawahan dan produksi perilaku pemimpin yang berorientasi kepada bawahan
ditandai oleh penekanan pada hubungan atasan-bawahan, perhatian pribadi pemimpin pada pemuasan
kebutuhan bawahan serta menerima perbedaan kepribadian, kemampuan dan perilaku bawahan.
Sedangkan perilaku pemimpin yang berorientasi pada produksi memiliki kecenderungan penekanan
pada segi teknis pekerjaan, pengutamaan penyelenggaraan dan penyelesaian tugas serta pencapaian
tujuan. Pada sisi lain, perilaku pemimpin menurut model leadership continuum pada dasarnya ada dua
yaitu berorientasi kepada pemimpin dan bawahan. Sedangkan berdasarkan model grafik
kepemimpinan, perilaku setiap pemimpin dapat diukur melalui dua dimensi yaitu perhatiannya
terhadap hasil/tugas dan terhadap bawahan/hubungan kerja. Kecenderungan perilaku pemimpin pada
hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari masalah fungsi dan gaya kepemimpinan (JAF.Stoner,
1978:442-443)
c) Teori Situasional
Keberhasilan seorang pemimpin menurut teori situasional ditentukan oleh ciri kepemimpinan dengan
perilaku tertentu yang disesuaikan dengan tuntutan situasi kepemimpinan dan situasi organisasional
yang dihadapi dengan memperhitungkan faktor waktu dan ruang. Faktor situasional yang berpengaruh
terhadap gaya kepemimpinan tertentu menurut Sondang P. Siagian (1994:129) adalah
* Jenis pekerjaan dan kompleksitas tugas;
* Bentuk dan sifat teknologi yang digunakan;
* Persepsi, sikap dan gaya kepemimpinan;
* Norma yang dianut kelompok;
* Rentang kendali;
* Ancaman dari luar organisasi;
* Tingkat stress;
* Iklim yang terdapat dalam organisasi.
Efektivitas kepemimpinan seseorang ditentukan oleh kemampuan “membaca” situasi yang dihadapi
dan menyesuaikan gaya kepemimpinannya agar cocok dengan dan mampu memenuhi tuntutan situasi
tersebut. Penyesuaian gaya kepemimpinan dimaksud adalah kemampuan menentukan ciri
kepemimpinan dan perilaku tertentu karena tuntutan situasi tertentu. Sehubungan dengan hal tersebut
berkembanglah model-model kepemimpinan berikut:
a. Model kontinuum Otokratik-Demokratik
Gaya dan perilaku kepemimpinan tertentu selain berhubungan dengan situasi dan kondisi yang
dihadapi, juga berkaitan dengan fungsi kepemimpinan tertentu yang harus diselenggarakan. Contoh:
dalam hal pengambilan keputusan, pemimpin bergaya otokratik akan mengambil keputusan sendiri,
ciri kepemimpinan yang menonjol ketegasan disertai perilaku yang berorientasi pada penyelesaian
tugas.Sedangkan pemimpin bergaya demokratik akan mengajak bawahannya untuk berpartisipasi. Ciri
kepemimpinan yang menonjol di sini adalah menjadi pendengar yang baik disertai perilaku
memberikan perhatian pada kepentingan dan kebutuhan bawahan.
b. Model ” Interaksi Atasan-Bawahan”
Menurut model ini, efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung pada interaksi yang terjadi antara
pemimpin dan bawahannya dan sejauhmana interaksi tersebut mempengaruhi perilaku pemimpin
yang bersangkutan. Seorang akan menjadi pemimpin yang efektif, apabila: * Hubungan atasan dan
bawahan dikategorikan baik; * Tugas yang harus dikerjakan bawahan disusun pada tingkat struktur
yang tinggi; * Posisi kewenangan pemimpin tergolong kuat.
c. Model Situasional
Model ini menekankan bahwa efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung pada pemilihan gaya
kepemimpinan yang tepat untuk menghadapi situasi tertentu dan tingkat kematangan jiwa bawahan.
Dimensi kepemimpinan yang digunakan dalam model ini adalah perilaku pemimpin yang berkaitan
dengan tugas kepemimpinannya dan hubungan atasan-bawahan. Berdasarkan dimensi tersebut, gaya
kepemimpinan yang dapat digunakan adalah * Memberitahukan;
* Menjual;
* Mengajak bawahan berperan serta;
* Melakukan pendelegasian.
d. Model ” Jalan- Tujuan ”
Seorang pemimpin yang efektif menurut model ini adalah pemimpin yang mampu menunjukkan jalan
yang dapat ditempuh bawahan. Salah satu mekanisme untuk mewujudkan hal tersebut yaitu kejelasan
tugas yang harus dilakukan bawahan dan perhatian pemimpin kepada kepentingan dan kebutuhan
bawahannya. Perilaku pemimpin berkaitan dengan hal tersebut harus merupakan faktor motivasional
bagi bawahannya.
e. Model “Pimpinan-Peran serta Bawahan” :
Perhatian utama model ini adalah perilaku pemimpin dikaitkan dengan proses pengambilan
keputusan. Perilaku pemimpin perlu disesuaikan dengan struktur tugas yang harus diselesaikan oleh
bawahannya. Salah satu syarat penting untuk paradigma tersebut adalah adanya serangkaian ketentuan
yang harus ditaati oleh bawahan dalam menentukan bentuk dan tingkat peran serta bawahan dalam
pengambilan keputusan. Bentuk dan tingkat peran serta bawahan tersebut “didiktekan” oleh situasi
yang dihadapi dan masalah yang ingin dipecahkan melalui proses pengambilan keputusan.

DINAMIKA KONFIK DALAM ORGANISASI

2.Dinamika konflik dalam organisasi

1.DEFINISI KONFLIK
Pengertian Konflik Menurut Para Ahli

Agar lebih memahami apa arti konflik, maka kita dapat merujuk pada pendapat beberapa ahli berikut
ini:

1. Taquiri dan Davis Menurut Taquiri dan Davis, pengertian konflik adalah warisan kehidupan sosial
yang terjadi dalam berbagai keadaan sebagai akibat dari bangkitnya keadaan ketidaksetujuan,
kontroversi, dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih secara terus-menerus.

2. Lewis A. Cose rMenurut Lewis A. Coser, arti konflik adalah perjuangan nilai atau tuntutan atas
status dan merupakan bagian dari masyarakat yang akan selalu ada, sehingga apabila ada masyarakat
maka akan muncul konflik.

3. Soerjono Soekanto Menurut Soerjono Soekanto, pengertian konflik adalah suatu keadaan
pertentangan antara dua pihak untuk berusaha memenuhi tujuan dengan cara menentang pihak lawan.

4. Robbins

Menurut Robbins, arti konflik adalah proses sosial dalam masyarakat yang terjadi antara pihak
berbeda kepentingan untuk saling memberikan dampak negatif, artinya pihak-pihak yang berbeda
tersebut senantiasa memberikan perlawanana.

5. Alabaness Menurut Alabaness, pengertian konflik adalah keadaan masyarakat yang mengalami
kerusakan keteraturan sosial yang dimulai dari individu atau kelompok yang tidak setuju dengan
pendapat dan pihak lainnya sehingga mendorong terjadinya perubahan sikap, prilaku, dan tindakan
atas dasar ketidaksetujuannya.

Faktor Penyebab KonflikKonflik tidak terjadi begitu saja, ada banyak faktor penyebab yang

melatarbelakanginya. Adapun beberapa faktor penyebab konflik adalah sebagai berikut:

1. Perbedaan Setiap Individu

Setiap individu di dalam suatu kelompok masyarakat pasti memiliki perbedaan pandangan, pendapat,
dan cara berinteraksi. Hal ini sangat berpotensi menimbulkan terjadinya perselisihan yang kemudian
menjadi penyebab konflik.
2. Faktor Kebudayaan

Latar kebudayaan yang berbeda di suatu masyarakat dapat menimbulkan terjadinya konflik.
Kebudayaan masing-masing daerah memiliki keunikan tersendiri dan dapat membentuk kepribadian
seseorang.

Contohnya, perilaku dan cara berbicara orang Batak yang keras seringkali dianggap arogan dan suka
marah oleh orang lain yang berbeda kebudayaan, misalnya orang Sunda.

3. Faktor Kepentingan

Setiap individu maupun kelompok di dalam suatu masyarakat memiliki beragam kepentingan masing-
masing. Kepentingan tersebut bisa dalam hal ekonomi, sosial, maupun politik.

Perbedaan pandangan dan kepentingan di berbagai bidang kehidupan manusia merupakan faktor
penyebab konflik yang sangat sulit untuk dihindari.

4. Interaksi Sosial

Kurangnya keharmonisan dalam hal interaksi sosial juga dapat menimbulkan terjadinya konflik di
masyarakat. Ketidakharmonisan dalam interaksi sosial bisa disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya
sifat bawaan seseorang, kondisi ekonomi, kesenjangan sosial, kurang pendidikan, dan lain
sebagainya.

5. Perubahan Sosial

Perubahan sosial dapat terjadi secara alami karena pada dasarnya manusia memang senantiasa
mengalami perubahan. Dan perubahan sosial ini cukup sering menjadi faktor penyebab terjadinya
konflik di dalam masyarakat.

Jenis-Jenis Konflik

Ada beberapa jenis konflik yang sering terjadi di masyarakat. Mengacu pada pengertian konflik di
atas, adapun macam-macam konflik adalah sebagai berikut:

1. Konflik Individu
Konflik pribadi adalah konflik yang terjadi antara individu dengan individu atau dengan kelompok
masyarakat. Jenis konflik ini sangat sering terjadi di dalam keluarga, pertemanan, dunia kerja, dan
lainnya.

2. Konflik Rasial

Konflik rasial adalah konflik yang terjadi antara dua ras atau lebih yang berbeda. Konflik rasioal akan
terjadi ketika setiap ras merasa lebih unggul dan lebih mengutamakan kepentingan kelompoknya
sendiri di atas kepentingan bersama.

3. Konflik Agama

Konflik agama adalah konflik yang terjadi antara kelompok-kelompok yang memiliki agama dan
keyakinan berbeda. Sebagian besar masyarakat menganggap agama sebagai tuntunan dan pedoman
hidupnya yang harus diikuti secara mutlak. Sehingga apapun yang berbeda atau tidak sesuai dengan
agamanya akan dianggap masalah dan kemudian memicu terjadinya konflik.

4. Konflik Antar Kelas Sosial

Adanya pengelompokan kelas di dalam masyarakat sangat berpotensi menimbulkan terjadinya


konflik. Perebutan dan upaya mempertahankan peran dan status di dalam kelompok masyarakat
seringkali menimbulkan konflik. Misalnya kelompok kaya dan kelompok miskin/ menengah yang
saling memperebutkan kekuasaan di dalam politik.

5. Konflik PolitikKonflik politik adalah konflik yang terjadi karena adanya perbedaan pandangan di

dalam kehidupan politik. Konflik ini terjadi karena masing-masing kelompok ingin berkuasa terhadap

suatu sistem pemerintahan.

6. Konflik Sosial Konflik sosial adalah konflik yang terjadi di dalam kehidupan sosial masyarakat.

Misalnya masalah pergaulan, masalah ekonomi, komunikasi, dan lain-lain.

7. Konflik Internasional Konflik internasional adalah konflik yang terjadi antar negara-negara di

dunia, baik itu negara berkembang maupun negara maju. Konflik ini bisa terjadi karena salah satu

negara merasa dirugikan oleh negara lainnya atau karena masing-masing negara ingin memperebutkan

eksistensinya. Misalnya, perang dingin antara Rusia dan Amerika.


Pada dasarnya konflik akan menimbulkan dampak negatif bagi setiap pihak. Namun, selain
menimbulkan dampak negatif, pada kasusu tertentu ternyata konflik juga bisa memberikan dampak
posifit.

Pada dasarnya konflik akan menimbulkan dampak negatif bagi setiap pihak. Namun, selain
menimbulkan dampak negatif, pada kasusu tertentu ternyata konflik juga bisa memberikan dampak
posifit.

Sesuai dengan pengertian konflik di atas, berikut ini adalah dampak yang ditumbulkan oleh konflik:

1. Dampak Negatif

 Menimbulkan kerusakan integrasi sosial masyarakat.


 Menimbulkan trauma secara psikologis dan sosial.
 Menumbuhkan rasa dendam pada setiap pihak sehingga kehidupan masyarakat menjadi
tidak harmonis.
 Terjadi kerusakan/ kehilangan harta benda di dalam kehidupan masyarakat.

2. Dampak Positif

Konflik yang terjadi di masyarakat memang lebih banyak memberikan dampak negatif. Namun,
konflik tersebut dapat menghasilkan suatu kesepakatan yang menguntungkan semua pihak sehingga
integrasi masyarakat menjadi lebih kuat.Sesuai dengan pengertian konflik di atas, berikut ini adalah
dampak yang ditumbulkan oleh konflik

1. Dampak Negatif

 Menimbulkan kerusakan integrasi sosial masyarakat.


 Menimbulkan trauma secara psikologis dan sosial.
 Menumbuhkan rasa dendam pada setiap pihak sehingga kehidupan masyarakat menjadi
tidak harmonis.
 Terjadi kerusakan/ kehilangan harta benda di dalam kehidupan masyarakat.

2. Dampak Positif

Konflik yang terjadi di masyarakat memang lebih banyak memberikan dampak negatif. Namun,
konflik tersebut dapat menghasilkan suatu kesepakatan yang menguntungkan semua pihak sehingga
integrasi masyarakat menjadi lebih kuat.
2.Pandangan Mengenai Konflik

Konflik bisa timbul karena faktor – faktor sebagai berikut  :


1.  Persepsi : konflik ada karena persepsi berbeda dari pihak – pihak yang bersangkutan.
2.  Pertentangan  : konflik timbul karena adanya pertentangan kepentingan.
3.  Kelangkaan  : konflik terjadi karena sumber – sumber adanya tidak tak – terbatas.
4.  Blokade  : konflik didorong oleh perilaku suatu pihak yang memblokir pencapaian tujuan dari
pihak lain.
5.  Perbedaan cara  : konflik juga bisa terjadi karena perbedaan cara untuk mencapai tujuan yang
sama.
Pada hakekatnya terdapat dua pandangan utama mengenai konflik, yaitu  :
1. Pandangan tradisional  : setiap konflik akan mengganggu kerjasama untuk mencapai tujuan
organisasi. Karena itu konfllik selalu mengandung pengertian negative, jelek dan destruktif .
Tanggung jawab manajemen adalah mencegah timbulnya konflik.
2.  Pandangan interaksional  : konflik memberikan dorongan terjadinya perubahan dan pengambilan
keputusan yang lebih baik. Tanpa konflik, suatu organisasi akan statis, apatis dan tidak tanggap.
Namun , agar konflik dapat fungsional maka harus terkendali.
Teori pandangan konflik menurut T. Hani Handoko :
a. Pandangan Lama :
1. Konflik dapat dihindarkan
2. Konflik disebabkan oleh kesalahan – kesalahan manajemen dalam perancangan dan pengelolaan
organisasi atau oleh pengacau.
3.      Konflik mengggangu organisasi dan menghalangi pelaksanaan optimal.
4.      Tugas manajemen adalah menghilangkan konflik.
5.      Pelaksanaan kegiatan organisasi yang optimal membutuhkan penghapusan konflik.
b.      Pandangan Baru  :
1.      Konflik tidak dapat dihindarkan.
2.      Konflik timbul karena banyak sebab, termasuk struktur organisasi, perbedaan tujuan yang tidak
dapat dihindarkan, perbedaan dalam persepsi dan nilai – nilai pribadi dan sebagainya.
3.      Konflik dapat membantu atau menghambat pelaksanaan kegiatan organisasi dalam berbagai
derajat.
4.      Tugas manajemen adalah mengelola tingkat konflik dan penyelesaiannya.
5.      Pelaksanaan kegiatan organisasi yang optimal membutuhkan tingkat konflik yang moderet

.
3.JENIS JENIS KONFLIK

Terdapat berbagai macam jenis konflik, tergantung pada dasar yang digunakan untuk membuat
klasifikasi. Ada yang membagi konflik atas dasar fungsinya, ada pembagian atas dasar pihak-pihak
yang terlibat dalam konflik, dan sebagainya.
a. Konflik Dilihat dari Fungsi
Berdasarkan fungsinya, Robbins (1996:430) membagi konflik menjadi dua macam, yaitu: konflik
fungsional (Functional Conflict) dan konflik disfungsional (Dysfunctional Conflict). Konflik
fungsional adalah konflik yang mendukung pencapaian tujuan kelompok, dan memperbaiki kinerja
kelompok. Sedangkan konflik disfungsional adalah konflik yang merintangi pencapaian tujuan
kelompok.

Menurut Robbins, batas yang menentukan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional sering
tidak tegas (kabur). Suatu konflik mungkin fungsional bagi suatu kelompok, tetapi tidak fungsional
bagi kelompok yang lain. Begitu pula, konflik dapat fungsional pada waktu tertentu, tetapi tidak
fungsional di waktu yang lain. Kriteria yang membedakan apakah suatu konflik fungsional atau
disfungsional adalah dampak konflik tersebut terhadap kinerja kelompok, bukan pada kinerja
individu. Jika konflik tersebut dapat meningkatkan kinerja kelompok, walaupun kurang memuaskan
bagi individu, maka konflik tersebutdikatakan fungsional. Demikian sebaliknya, jika konflik tersebut
hanya memuaskan individu saja, tetapi menurunkan kinerja kelompok maka konflik tersebut
disfungsional.

b. Konflik Dilihat dari Pihak yang Terlibat di Dalamnya


Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik, Stoner dan Freeman (1989:393) membagi
konflik menjadi enam macam, yaitu:
1) Konflik dalam diri individu (conflict within the individual). Konflik ini terjadi jika seseorang harus
memilih tujuan yang saling bertentangan, atau karena tuntutan tugas yang melebihi batas
kemampuannya.
2) Konflik antar-individu (conflict among individuals). Terjadi karena perbedaan kepribadian
(personality differences) antara individu yang satu dengan individu yang lain.
3) Konflik antara individu dan kelompok (conflict among individuals and groups). Terjadi jika
individu gagal menyesuaikan diri dengan norma - norma kelompok tempat ia bekerja.
4) Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict among groups in the same
organization). Konflik ini terjadi karena masing - masing kelompok memiliki tujuan yang
berbeda dan masing-masing berupaya untuk mencapainya.
5) Konflik antar organisasi (conflict among organizations). Konflik ini terjadi jika tindakan yang
dilakukan oleh organisasi menimbulkan dampak negatif bagi organisasi lainnya. Misalnya, dalam
perebutan sumberdaya yang sama.
6) Konflik antar individu dalam organisasi yang berbeda (conflict among individuals in different
organizations). Konflik ini terjadi sebagai akibat sikap atau perilaku dari anggota suatu organisasi
yang berdampak negatif bagi anggota organisasi yang lain. Misalnya, seorang manajer public
relations yang menyatakan keberatan atas pemberitaan yang dilansir seorang jurnalis.

c. Konflik Dilihat dari Posisi Seseorang dalam Struktur Organisasi


Winardi (1992:174) membagi konflik menjadi empat macam, dilihat dari posisi seseorang dalam
struktur organisasi. Keempat jenis konflik tersebut adalah sebagai berikut:
1) Konflik vertikal, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan yang memiliki kedudukan yang tidak
sama dalam organisasi. Misalnya, antara atasan dan bawahan.
2) Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjandi antara mereka yang memiliki kedudukan yang sama
atau setingkat dalam organisasi. Misalnya, konflik antar karyawan, atau antar departemen yang
setingkat.
3) Konflik garis-staf, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan lini yang biasanya memegang posisi
komando, dengan pejabat staf yang biasanya berfungsi sebagai penasehat dalam organisasi.
4) Konflik peran, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mengemban lebih dari satu peran yang
saling bertentangan. Di samping klasifikasi tersebut di atas, ada juga klasifikasi lain, misalnya
yang dikemukakan oleh Schermerhorn, et al. (1982), yang membagi konflik atas: substantive
conflict, emotional conflict, constructive conflict, dan destructive conflict.

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TIMBULNYA KONFLIK


Menurut Robbins (1996), konflik muncul karena ada kondisi yang melatar - belakanginya (antecedent
conditions). Kondisi tersebut, yang disebut juga sebagai sumber terjadinya konflik, terdiri dari tiga
ketegori, yaitu: komunikasi, struktur, dan variabel pribadi.

Komunikasi. Komunikasi yang buruk, dalam arti komunikasi yang menimbulkan kesalah - pahaman
antara pihak-pihak yang terlibat, dapat menjadi sumber konflik. Suatu hasil penelitian menunjukkan
bahwa kesulitan semantik, pertukaran informasi yang tidak cukup, dan gangguan dalam saluran
komunikasi merupakan penghalang terhadap komunikasi dan menjadi kondisi anteseden untuk
terciptanya konflik.
Struktur. Istilah struktur dalam konteks ini digunakan dalam artian yang mencakup: ukuran
(kelompok), derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota kelompok, kejelasan jurisdiksi
(wilayah kerja), kecocokan antara tujuan anggota dengan tujuan kelompok, gaya kepemimpinan,
sistem imbalan, dan derajat ketergantungan antara kelompok. Penelitian menunjukkan bahwa ukuran
kelompok dan derajat spesialisasi merupakan variabel yang mendorong terjadinya konflik. Makin
besar kelompok, dan makin terspesialisasi kegiatannya, maka semakin besar pula kemungkinan 
terjadinya konflik.

Variabel Pribadi. Sumber konflik lainnya yang potensial adalah faktor pribadi, yang meliputi: sistem
nilai yang dimiliki tiap-tiap individu, karakteristik kepribadian yang menyebabkan individu memiliki
keunikan (idiosyncrasies) dan berbeda dengan individu yang lain. Kenyataan menunjukkan bahwa
tipe kepribadian tertentu, misalnya, individu yang sangat otoriter, dogmatik, dan menghargai rendah
orang lain, merupakan sumber konflik yang potensial. Jika salah satu dari kondisi tersebut terjadi
dalam kelompok, dan para karyawan menyadari akan hal tersebut, maka muncullah persepsi bahwa di
dalam kelompok terjadi konflik. Keadaan ini disebut dengan konflik yang dipersepsikan (perceived
conflict). Kemudian jika individu terlibat secara emosional, dan mereka merasa cemas, tegang,
frustrasi, atau muncul sikap bermusuhan, maka konflik berubah menjadi konflik yang dirasakan (felt
conflict). Selanjutnya, konflik yang telah disadari dan dirasakan keberadaannya itu akan berubah
menjadi konflik yang nyata, jika pihak-pihak yang terlibat mewujudkannya dalam bentuk perilaku.
Misalnya, serangan secara verbal, ancaman terhadap pihak lain, serangan fisik, huru-hara,
pemogokan, dan sebagainya.

4.METODE PENGELOLAAN KONFLIK

Metode Stimulasi Konflik

Metode stimulasi konflik digunakan untuk menimbulkan rangsangan karyawan karena karyawan pasif
yang disebabkan oleh situasi dimana konflik terlalu rendah. Rintangan semacam ini harus diatasi oleh
manajer untuk merangsang konflik yang produktif.

Metode stimulasi konflik meliputi

1) pemasukan atau  penempatan orang luar ke dalam kelompok

2) penyusunan kembali organisasi,

3) penawaran bonus, pembayaran intensif dan penghargaan untuk mendorong persiapan,

4) pemilihan manajer-manajer yang tepat dan


5) perlakuan yang berbeda dengan kebiasaan.

METODE PENGURANGAN KONFLIK

Biasanya para manajer lebih mementingkan upaya mengurangi konflik dari pada upaya menstimulasi
konflik-konflik. Metode pengurangan konflik mengurangi antagonisme yang timbul karena konflik.
Jadi, metode-metode tersebut manajer konflik dengan jalan “mendinginkan situasi yang panas”.
Tetapi, mereka sama sekali tidak mempersoalkan kausa yang menyebabkan timbulnya konflik orisinal
tersebut.

Ingat contoh eksperimen yang dilakukan oleh sherief dan kawan-kawannya,  yang suatu konflik pada
kamp anak-anak muda tersebut menjadi makin intensip dan disruptif, menerapkan eksperimen-
eksperimen berupa penerapan mereka aneka macam cara untuk mengembalikan harmoni antara
kelompok-kelompok yang ada.

Pertama-tama mereka mencoba menerapkan tiga macam metode yang ternyata tidak efektif sama
sekali.

1. Mereka menyediakan informasi kepada masing-masing kelompok tentang kelompok lain.


Akan tetapi tersebut demikian bertentangan dengan impresi negatif yang telah muncul dalam pikiran-
pikiran anak-anak muda tersebut, sehingga mereka menolaknya

2. Mereka memperbanyak kontak-kontak yang menyenangkan antara kelompok-kelompok yang


ada, dengan  jalan menyuruh mereka makan bersama dan menonton film, tetapi ternyata friksi
semakin meningkat, sewaktu kelompok-kelompok yang bersaing mendesak-desak anggota lain dari
bangku-bangku duduk, dan mereka saling mengejek.

3. Mereka meminta agar para pemimpin kelompok mengadakan perundingan dan memberikan
informasi positif tentang masing-masing kelompok yang ada. Tetapi ternyata bahwa para pemimpin
tersebut merasa bahwa mereka akan kehilangan muka apabila mereka mencoba menyelesaikan
perbedaan-perbedaan antara kelompok-kelompok yang ada.

Akhirnya ternyata bahwa dua buah metode yang diterapkan memberikan hasil yang diharapkan.
Pada pendekatan pertama yang bersifat efektif, para periset mensubtitusi tujuan-tujuan luhur
(superior) yang diterima oleh kelompok-kelompok yang ada sebagai pengganti tujuan-tujuan
kompetitif yang menyebabkan mereka terpisah satu sama lain. Sebagai contoh dikatakan kepada anak-
anak muda tersebut bahwa kamp tersebut tidak mampu menyewa project film dari luar, karena
kekurangan dana. Spontan kedua kelompok berpatungan dalam hal pengumpulan uang untuk tujuan
tersebut dan ternyata bahwa upaya bersama mereka berhasil meredakan tingkat konflik yang terjadi.
Metode efektif kedua adalah mempersatukan kelompok-kelompok yang ada dengan jalan
mengadakan menghadapkan mereka dengan sebuah bahaya yang mengancam mereka semua atau
‘musuh’  bersama yang dihadapi oleh mereka.

Kelompok-kelompok secara terpisah, tidak mampu menarik truk yang mengangkut mereka ketempat
reparasi, tetapi, dengan bekerja sama hal itu dapat dilaksanakan dengan baiknya. Tindakan kerjasama
dan sikap persahabatan antara anggota-anggota kelompok yang ada.

Metode ini mengurangi permusuhan (antagonis) yang ditimbulkan oleh konflik dengan mengelola
tingkat konflik melalui pendinginan suasana akan tetapi tidak berurusan dengan masalah yang pada
awalnya menimbulkan konflik itu.

Metode pertama adalah mengganti tujuan yang menimbulkan persaingan dengan tujuan yang lebih
bisa diterima kedua kelompok metode kedua mempersatukan kelompok tersebut untuk menghadapi
ancaman atau musuh yang sama.

METODE PENYELESAIAN KONFLIK

Metode ini dapat terjadi melalui cara-cara 1) kekerasan (forcing) yang bersifat penekanan otokratik;
2)  penenangan (smolling) yaitu cara yang lebih diplomatis; 3)  penghindaran (avoidance) dimana
manajer menghindari untuk mengambil posisi yang tegas; 4) penentuan melalui suara terbanyak
(majority rule) mencoba untuk menyelesaikan konflik antar kelompok prosedur yang adil.

Keberadaan teori konflik muncul setelah fungsionalisme, namun sesungguhnya teori konflik 
sebenarnya sama saja dengan suatu sikap kritis terhadap Marxisme Ortodox. Seperti Ralp Dahrendorf,
yang membicarakan tentang konflik antara kelompok-kelompok terkoordinasi (imperality coordinated
association), dan bukan analisis perjuangan kelas, lalu tentang elit dominan, daripada pengaturan
kelas, dan manajemen pekerja dari pada modal dan buruh.

Dahendorf menolak utopia teori fungsionalisme yang lebih menekankan konsensus dalam sistem
sosial secara berlebihan. Wajah masyarakat menurutnya tidak selalu dalam kondisi terintegrasi,
harmonis, dan saling memenuhi, tetapi ada wajah lain yang memperlihatkan konflik dan perubahan.
Baginya, pelembagaan melibatkan dunia kelompok-kelompok terkoordinasi (imperatively coordinated
association), dimana, istilah-istilah dari kriteria tidak khusus, mewakili peran-peran organisasi yang
dapat dibedakan. Organisasi ini dikarakteri oleh hubungan kekuasaan (power), dengan beberapa
kelompok peranan mempunyai kekuasaan  memaksakan dari yang lainnya.

Saat kekuasaan merupakan tekanan (coersive) satu sama lain, kekuasaan dalam hubungan kelompok-
kelompok terkoordinasi ini memeliharanya menjadi legitimate dan oleh sebab itu dapat dilihat sebagai
hubungan ‘authority” dimana, beberapa posisi mempunyai hak normatif  untuk menentukan atau
memperlakukan  yang lain, sehingga tatanan sosial menurut Dahrendorf, dipelihara oleh proses
penciptaan hubungan-hubungan wewenang dalam bermacam-macam tipe kelompok terkoordinasi
yang ada hingga seluruh lapisan sistem sosial. Kekuasaan dan wewenang adalah sumber langka yang
membuat kelompok-kelompok saling bersaing.

Revolusi dan konflik antara kelompok-kelompok itu adalah redistribusi kekuasaan atau wewenang,
kemudian menjadikan konflik itu sebagai sumber dari perubahan dalam sistem sosial. Selanjutnya
kelompok peran baru memegang kunci kekuasaan dan wewenang dan yang lainnya dalam posisi di
bawahnya yang diatur. Redistribusi kekuasaan dan wewenang merupakan pelembagaan dari
kelompok peranan baru yang mengatur (ruling roles) versus peranan yang diatur (ruled roles), dimana
dalam kondisi khusus kontes perebutan wewenang akan kembali muncul dengan inisiatif kelompok
kepentingan yang ada, dan dengan situasi kondisi yang bisa berbeda. sehingga kenyataan sosial
merupakan siklus tak berakhir dari adanya konflik wewenang dalam  bermacam-macam tipe
kelompok terkoordinasi dari sistem sosial.

Konflik sosial dalam teori ini berasal dari upaya merebut dan mempertahankan wewenang dan
kekuasaan antara kelompok-kelompok sosial yang ada di  dalamnya. Hanya dalam bentuk wewenang
dan kekuasaan

3.JENIS –JENIS KONFLIK


Terdapat berbagai macam jenis konflik, tergantung pada dasar yang digunakan untuk membuat
klasifikasi. Ada yang membagi konflik atas dasar fungsinya, ada pembagian atas dasar pihak-pihak
yang terlibat dalam konflik, dan sebagainya.
a. Konflik Dilihat dari Fungsi
Berdasarkan fungsinya, Robbins (1996:430) membagi konflik menjadi dua macam, yaitu: konflik
fungsional (Functional Conflict) dan konflik disfungsional (Dysfunctional Conflict). Konflik
fungsional adalah konflik yang mendukung pencapaian tujuan kelompok, dan memperbaiki kinerja
kelompok. Sedangkan konflik disfungsional adalah konflik yang merintangi pencapaian tujuan
kelompok.

Menurut Robbins, batas yang menentukan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional sering
tidak tegas (kabur). Suatu konflik mungkin fungsional bagi suatu kelompok, tetapi tidak fungsional
bagi kelompok yang lain. Begitu pula, konflik dapat fungsional pada waktu tertentu, tetapi tidak
fungsional di waktu yang lain. Kriteria yang membedakan apakah suatu konflik fungsional atau
disfungsional adalah dampak konflik tersebut terhadap kinerja kelompok, bukan pada kinerja
individu. Jika konflik tersebut dapat meningkatkan kinerja kelompok, walaupun kurang memuaskan
bagi individu, maka konflik tersebutdikatakan fungsional. Demikian sebaliknya, jika konflik tersebut
hanya memuaskan individu saja, tetapi menurunkan kinerja kelompok maka konflik tersebut
disfungsional.

b. Konflik Dilihat dari Pihak yang Terlibat di Dalamnya


Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik, Stoner dan Freeman (1989:393) membagi
konflik menjadi enam macam, yaitu:
1) Konflik dalam diri individu (conflict within the individual). Konflik ini terjadi jika seseorang harus
memilih tujuan yang saling bertentangan, atau karena tuntutan tugas yang melebihi batas
kemampuannya.
2) Konflik antar-individu (conflict among individuals). Terjadi karena perbedaan kepribadian
(personality differences) antara individu yang satu dengan individu yang lain.
3) Konflik antara individu dan kelompok (conflict among individuals and groups). Terjadi jika
individu gagal menyesuaikan diri dengan norma - norma kelompok tempat ia bekerja.
4) Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict among groups in the same
organization). Konflik ini terjadi karena masing - masing kelompok memiliki tujuan yang
berbeda dan masing-masing berupaya untuk mencapainya.
5) Konflik antar organisasi (conflict among organizations). Konflik ini terjadi jika tindakan yang
dilakukan oleh organisasi menimbulkan dampak negatif bagi organisasi lainnya. Misalnya, dalam
perebutan sumberdaya yang sama.
6) Konflik antar individu dalam organisasi yang berbeda (conflict among individuals in different
organizations). Konflik ini terjadi sebagai akibat sikap atau perilaku dari anggota suatu organisasi
yang berdampak negatif bagi anggota organisasi yang lain. Misalnya, seorang manajer public
relations yang menyatakan keberatan atas pemberitaan yang dilansir seorang jurnalis.

c. Konflik Dilihat dari Posisi Seseorang dalam Struktur Organisasi


Winardi (1992:174) membagi konflik menjadi empat macam, dilihat dari posisi seseorang dalam
struktur organisasi. Keempat jenis konflik tersebut adalah sebagai berikut:
1) Konflik vertikal, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan yang memiliki kedudukan yang tidak
sama dalam organisasi. Misalnya, antara atasan dan bawahan.
2) Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjandi antara mereka yang memiliki kedudukan yang sama
atau setingkat dalam organisasi. Misalnya, konflik antar karyawan, atau antar departemen yang
setingkat.
3) Konflik garis-staf, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan lini yang biasanya memegang posisi
komando, dengan pejabat staf yang biasanya berfungsi sebagai penasehat dalam organisasi.
4) Konflik peran, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mengemban lebih dari satu peran yang
saling bertentangan. Di samping klasifikasi tersebut di atas, ada juga klasifikasi lain, misalnya
yang dikemukakan oleh Schermerhorn, et al. (1982), yang membagi konflik atas: substantive
conflict, emotional conflict, constructive conflict, dan destructive conflict.

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TIMBULNYA KONFLIK


Menurut Robbins (1996), konflik muncul karena ada kondisi yang melatar - belakanginya (antecedent
conditions). Kondisi tersebut, yang disebut juga sebagai sumber terjadinya konflik, terdiri dari tiga
ketegori, yaitu: komunikasi, struktur, dan variabel pribadi.

Komunikasi. Komunikasi yang buruk, dalam arti komunikasi yang menimbulkan kesalah - pahaman
antara pihak-pihak yang terlibat, dapat menjadi sumber konflik. Suatu hasil penelitian menunjukkan
bahwa kesulitan semantik, pertukaran informasi yang tidak cukup, dan gangguan dalam saluran
komunikasi merupakan penghalang terhadap komunikasi dan menjadi kondisi anteseden untuk
terciptanya konflik.
. Kenyataan menunjukkan bahwa tipe kepribadian tertentu, misalnya, individu yang sangat otoriter,
dogmatik, dan menghargai rendah orang lain, merupakan sumber konflik yang potensial. Jika salah
satu dari kondisi tersebut terjadi dalam kelompok, dan para karyawan menyadari akan hal tersebut,
maka muncullah persepsi bahwa di dalam kelompok terjadi konflik. Keadaan ini disebut dengan
konflik yang dipersepsikan (perceived conflict). Kemudian jika individu terlibat secara emosional, dan
mereka merasa cemas, tegang, frustrasi, atau muncul sikap bermusuhan, maka konflik berubah
menjadi konflik yang dirasakan (felt conflict). Selanjutnya, konflik yang telah disadari dan dirasakan
keberadaannya itu akan berubah menjadi konflik yang nyata, jika pihak-pihak yang terlibat
mewujudkannya dalam bentuk perilaku. Misalnya, serangan secara verbal, ancaman terhadap pihak
lain, serangan fisik, huru-hara, pemogokan, dan sebagainya.

5.KONFLIK STRUKTUAL

Definisi Konflik Kerja

Konflik biasanya timbul dalam organisasi sebagai hasil adanya masalah – masalah
komunikasi, hubungan pribadi, atau struktur organisasi.

Konflik adalah segala macam interaksi pertentangan atau antagonistik antara dua atau lebih
pihak.
Konflik organisasi ( organizational conflict ) adalah ketidak sesuaian antara dua atau lebih
anggota – anggota atau kelompok – kelompok organisasi yang timbul karena adanya
kenyataan bahwa mereka harus membagi sumber daya – sumber daya yang terbatas atau
kegiatan – kegiatan kerja dan atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan
status, tujuan, nilai atau persepsi.
Konflik adalah suatu pertentangan yang terjadi antara apa yang diharapkan oleh seseorang
terhadap dirinya, orang lain, organisasi dengan kenyataan apa yang diharapkannya.

Penyebab – penyebab konflik antara lain :

1. Komunikasi : salah pengertian yang berkenaan dengan kalimat, bahasa yang sulit
dimengerti, atau informasi yang mendua dan tidak lengkap, serta gaya individu manajer yang
tidak konsisten.
2. Struktur : pertarungan kekuasaaan antar departemen dengan kepentingan–kepentingan atau
sistem penilaian yang bertentangan, persaingan untuk memperebutkan sumber daya–sumber
daya yang terbatas, atau saling ketergantungan dua atau lebih kelompok– kelompok kegiatan
kerja untuk mencapai tujuan mereka.
3. Pribadi : ketidaksesuaian tujuan atau nilai–nilai sosial pribadi karyawan dengan perilaku
yang diperankan pada jabatan mereka, dan perbedaan dalam nilai – nilai persepsi.

Dalam kehidupan organisasi, pendapat tentang konflik dapat dilihat dari 3 sudut pandang,
yaitu :

1. Pandangan tradisional, berpendapat bahwa konflik merupakan sesuatu yang di inginkan


dan berbahaya bagi kehidupan organisasi.
2. Pandangan perilaku, berpendapat konflik merupakan suatu kejadian atau peristiwa yang
biasa terjadi dalam kehidupan organisasi, yang biasa bermanfaat ( konflik fungsional ) dan
bisa pula merugikan organisasi ( konflik disfungsional ).
3. Pandangan Interaksi, berpendapat bahwa konflik merupakan suatu peristiwa yang tidak
dapat terhindarkan dan sangat diperlukan bagi pemimpin organisasi.

Berdasarkan ketiga pandangan tentang konflik tersebut, pihak pemimpin organisasi perlu
menganalisis dengan nyata konflik yang terjadi di organisasi, apakah konflik itu fungsional
atau disfungsional dan bagaimana manajemen konflik agar berpengaruh positif bagi kemajuan
organisasi.
Menurut Stephen P. Robbins tentang perbedaan pandangan tradisional dan pandangan baru
( pandangan interaksionis ) tentang konflik dalam dilihat pada tabel 2.1 berikut ini :
Perbedaan pandangan lama dan baru tentang konflik
Pandangan Lama :
1. Konflik dapat dihindarkan
2. Konflik disebabkan oleh kesalahan – kesalahan manajemen dalam perancangan dan
pengelolaan organisasi atau oleh pengacau.
3. Konflik menggangu organisasi dan menghalangi pelaksanaan optimal.
4. Tugas manajemen adalah menghilangkan konfllik.
5. Pelaksanaan kegiatan organisasi yang optimal membutuhkan penghapusan konflik.

Pandangan Baru :
1. Konflik tidak dapat dihindarkan
2. Konflik timbul karena banyak sebab, termasuk struktur organisasi, perbedaan tujuan yang
tidak dapat dihindarkan, perbedaan dalam persepsi dan nilai – nilai pribadi dan sebagainya.
3. Konflik dapat membantu atau menghambat pelaksanaan kegiatan organisasi dalam
berbagai derajat.
4. Tugas manajemen adalah mengelola tingkat konflik dan penyelesaiannya.
5. Pelaksanaan kegiatan organisasi yang optimal membutuhkan tingkat konflik yang moderat.

Segi fungsional konflik antara lain :


1. Manajer menemukan cara penggunaan dana yang lebih baik.
2. Lebih mempersatukan para anggota organisasi.
3. Manajer mungkin menemukan cara perbaikan prestasi organisasi.
4. Mendatangkan kehidupan baru di dalam hal tujuan serta nilai organisasi.
5. Penggantian manajer yang lebih cakap, bersemangat dan bergagasan baru.
.

Jenis – Jenis Konflik :

Ada lima jenis konflik dalam kehidupan organisasi :


1. Konflik dalam diri individu, yang terjadi bila seorang individu menghadapi ketidak pastian
tentang pekerjaan yang dia harapkan untuk melaksanakannya. Bila berbagai permintaan
pekerjaan saling bertentangan, atau bila individu diharapkan untuk melakukan lebih dari
kemampuannya.
2. Konflik antar individu dalam organisasi yang sama, dimana hal ini sering diakibatkan oleh
perbedaan–perbedaan kepribadian.Konflik ini berasal dari adanya konflik antar peranan
( seperti antara manajer dan bawahan )
3. Konflik antar individu dan kelompok, yang berhubungan dengan cara individu menanggapi
tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerja mereka. Sebagai contoh,
seorang individu mungkin dihukum atau diasingkan oleh kelompok kerjanya karena
melanggar norma – norma kelompok.
4. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama, karena terjadi pertentangan
kepentingan antar kelompok.
5. Konflik antar organisasi, yang timbul sebagai akibat bentuk persaingan ekonomi dalam
sistem perekonomian suatu negara. Konflik ini telah mengarahkan timbulnya pengembangan
produk baru, teknologi, dan jasa, harga–harga lebih rendah, dan penggunaan sumber daya
lebih efisien.

Penyebab Terjadinya Konflik Kerja :


Penyebab terjadinya konflik dalam organisasi, antara lain :

1. Koordinasi kerja yang tidak dilakukan.


2. Ketergantungan dalam pelaksanaan tugas.
3. Tugas yang tidak jelas ( tidak ada deskripsi jabatan )
4. Perbedaan dalam otorisasi pekerjaan.
5. Perbedaan dalam memahami tujuan organisasi.
6. Perbedaan persepsi.
7. Sistem kompetensi insentif ( reward )
8. Strategi pemotivasian tidak tepat.

6. Konflik Lini dan Staf

Bentuk umum konflik organisasi yang sering terjadi adalah konflik antara anggota – anggota
lini dan staf . Perbedaan pandangan para anggota lini dan staf yang dapat menimbulkan
konflik di antara mereka, walaupun perbedaan–perbedaan tersebuta juga dapat meningkatkan
efektifitas pelaksanaan tugas–tugas mereka :

1. Pandangan Lini

Para anggota lini sering memandang para anggota staf dalam hal :

1. Staf melangkahi wewenangnya, karena manajer garis merupakan pemegang tanggung


jawab atas hasil akhir, mereka cenderung menolak rorongan staf dan wewenangnya.
2. Staf tidak memberi nasehat yang bermanfaat, para anggota staf sering tidak terlibat dalam
kegiatan operasional harian yang di hadapi oleh para anggota lini, sehingga saran–sarannya
sering tidak terap.
3. Staf menumpang keberhasilan lini, para anggota staf sering lebih dekat dengan manajer
puncak dibanding orang–orang lini, sehingga dapat mengambil keuntungan atas posisi
mereka.
4. Staf memiliki pandangan sempit, sehingga mempunyai pandangan terbatas dan kurang
dapat merumuskan sarannya atas kebutuhan dan tujuan organisasi keseluruhan.

2. Pandangan Staf

Para anggota staf mempunyai keluhan–keluhan yang berlawanan tentang para anggota lini :

1. Lini kurang memanfaatkan staf. Manajer lini menolak bantuan staf ahli, karena mereka
ingin mempertahankan wewenangnya atas bawahan atau karena mereka tidak berani secara
terbuka mengakui bahwa mereka membutuhkan bantuan. Sebagai akibatnya staf hanya
diminta bantuannya bila situasi benar–benar sudah kritis.
2. Lini menolak gagasan – gagasan baru, anggota staf biasanya yang pertama berkepentingan
dengan menggunakan inovasi dalam bidang keahlian mereka. Manajer garis mungkin
menolak perubahan–perubahan tersebut.
3. Lini memberi wewenang terlalu kecil kepada staf. Anggota staf sering merasa bahwa
mereka mempunyai penyelesaian masalah–masalah yang paling baik dalam spesialisasinya.
Oleh sebab itu mereka kecewa bila saran – sarannya tidak didukung dan di implementasikan
oleh manajer lini.

Beberapa faktor dapat menimbulkan berbagai konflik diantara departemen dan orang – orang
lini dan staf. Faktor–faktor tersebut meliputi :

1. Perbedaan umur dan pendidikan, orang – orang staf biasanya lebih muda dan lebih
berpendidikan daripada orang–orang staf sehingga menimbulkan “generation gap “.
2. Perbedaan tugas, dimana orang ini lebih teknis dan generalis, sedang staf spesialis. Hal ini
dapat menimbulkan kejadian–kejadian sebagai berikut : (1). Karena staf sangat spesialis,
mungkin menggunakan istilah–istilah dan bahasa yang tidak dipahami orang lini. (2).Orang
lini mungkin merasa bahwa staf spesialis tidak sepenuhnya mengerti masalah–masalah lini
dan mengganggap mereka tidak dapat diteraplan atau dikerjakan.
3. Perbedaan sikap, ini tercermin pada : (1). Orang staf cenderung memperluas wewenangnya
dan cenderung memberikan perintah–perintah kepada orang lini untuk membuktikan
eksistensinya. (2). Orang staf cenderung merasa yang paling berjasa untuk gagasan–gagasan
yang diimplementasikan oleh lini, sebaliknya orang lini mungkin tidak menghargai peranan
staf dalam membantu pemecahan masalah – masalahnya. (3).Orang staf selalu merasa
dibawah perintah orang lini, dilain pihak orang lini selalu curiga bahwa orang staf ingin
memperluas kekuasaannya.
4. Perbedaan posisi. Manajemen puncak mungkin tidak mengkomunikasikan secara jelas
luasnya wewenang staf dalam hubungannya dengan lini. Padahal organisasi departemen staf
ditempatnya relatif pada posisi tinggi dekat menajemen puncak. Depertemen lini dengan
tingkatan lebih rendah cenderung tidak suka dengan hal tersebut.

Untuk menghapuskan konflik–konflik tersebut, manajemen punsak harus secara jelas


menyampaikan delegasi departemen–departemen staf. Lebih dari itu, supaya efektif,
departemen–departemen staf harus menyadari bahwa pekerjaan mereka adalah “to sell, not to
tell“ artinya “menjual“ kepada departemen–departemen lini gagasan–gagasan mereka, bukan
“memberitahu” mereka bagaimana menjalankan fungsi.

Bagaimanapun juga staf spesialis perlu ditambahkan dalam organisasi untuk membantu kerja
lini agar lebih efektif. Disamping itu dunia bisnis modern berkembang semakin kompleks,
dan semua manajer tidak akan menguasai semua kecakapan, pengetahuan maupun
ketrampilan. Kegiatan–kegiatan tertentu mungkin tidak efisien bila dikerjakan oleh orang lini,
dan sebagainya.
Penanggulangan Konflik Lini dan Staf
Para penulis manajemen telah menyarankan berbagai cara dengan mana aspek–aspek peran-
salah konflik lini dan staf dapat dikurangi :
1. Tanggung jawab lini dan staf harus ditegaskan.
Secara umum, para anggota lini bertanggung jawab atas keputusan–keputusan operasional
organisasi, atau dengan kata lain, mereka harus bisa menerima, mengubah, atau menolak
saran–saran ahli. Dilain pihak, para anggota staf harus bebas untuk memberikan saran bila
mereka merasa hal itu diperlukan tidak hanya bila anggota lini memintanya.

2. Mengintegrasikan kegiatan–kegiatan lini dan staf.


Saran–saran staf akan lebih realistik bila berkonsultasi terlebih dahulu dengan anggota lini
dalam proses penyusunan saran – saran mereka. Konsultasi staf – lini ini juga akan membuat
para anggota lini bersedia mengimplementasikan gagasan–gagasan staf.

3. Mengajarkan lini untuk menggunakan staf


Manajer lini akan lebih efektif memanfaatkan keahlian staf bila mereka mengetahui kegunaan
staf spesialis bagi mereka di perusahaan.
4. Mendapatkan pertanggung-jawaban staf atas hasil –hasil
Para anggota lini akan lebih bersedia melaksanakan saran–saran staf bila para anggota staf
ikut bertanggung jawab atas kegagalan yang terjadi. Pertanggungjawaban ini juga akan
membuat para anggota staf lebih berhati–hati dalam menyusun saran–saran mereka.

Cara Mengatasi Konflik Kerja

Manajemen konflik dapat dilakukan dengan cara antara lain :

1. Pemecahan masalah ( Problem Solving )


2. Tujuan tingkat tinggi ( Lipsordinate Goal )
3. Perluasan sumber ( Ekspansion of Resources )
4. Menghindari konflik ( avoidance )
5. Melicinkan konflik ( Smoothing )
6. Perintah dari wewenang (Authoritative Commands )
7. Mengubah variabel manusia ( Altering the Human Variabel )
8. Mengubah variabel struktural (Altering the Structural Variables)
9. Mengidentifikasikan musuh bersama ( Identifying a Common Ene

Anda mungkin juga menyukai