Naim : 030906715
2 Jelaskan 2 macam bentuk penyesuaian struktur dasar
organisasi !
Organisasi adalah sekumpulan dari beberapa orang yang melakukan kegiatan tertentu untuk
mencapai tujuan bersama
Adapun terdapat beberapa macam bentuk struktur organisasi yaitu :
1. Struktur organisasi lini
2. Struktur organisasi lini dan staff
3. Struktur organisasi fungsional
4. Struktur organisasi lini dan fungsional
1. Organisasi Lini
Organisasi Garis/ Lini adalah suatu bentuk organisasi dimana pelimpahan wewenang
langsung secara vertical dan sepenuhnya dari kepemimpinan terhadap bawahannya
Bentuk lini juga disebut bentuk lurus atau bentuk jalur. Bentuk ini merupakan bentuk yang
dianggap paling tua dan digunakan secara luas pada masa perkembangan industri pertama.
Organisasi Lini ini diciptakan oleh Henry Fayol
Ciri :
1. Hubungan antara pimpinan & bawahan masih bersifat langsung melalui satu garis
wewenang
2. Selain top manajer , manajer dibawahnya hanya sebagai pelaksana
3. Jumlah karyawan sedikit
4. Sarana dan alatnya terbatas
5. Bentuk lini pada perusahaan perseorangan, pemilik perusahaan adalah sebagai top
manajer
6. Organisasi kecil
Keuntungan dari struktur organisasi ini adalah :
1. Atasan dan bawahan dihubungkan dengan satu garis komando
2. Rasa solidaritas dan spontanitas seluruh anggota organisasi besar
3. Proses decesion making berjalan cepat
4. Disiplin dan loyalitas tinggi
5. Rasa saling pengertian antar anggota tinggi
Keburukan dari struktur organisasi ini adalah :
1) Ada tendensi gaya kepernimpinan otokratis
2) Pengembangan kreatifitas karyawan terhambat
3) Tujuan top manajer sering tidak bisa dibedakan dengan tujuan organisasi
4) Karyawan tergantung pada satu orang dalam organisasi
Gambar struktur organisasi Lini :
Yang pertama, ada kejelasan peran dan tugas setiap individu yang di dalam perusahaan, dan
yang kedua terkait kepercayaan pihak luar (termasuk investor) terhadap profesionalitas
perusahaan. Oleh karena itu, membentuk organisasi yang terstruktur pada perusahaan harus
mulai dipikirkan secara cermat saat awal pendirian perusahaan. Lalu bagaimanakah
gambaran struktur organisasi dalam sebuah perusahaan startup?
Sebagai sebuah startup, saat awal pendiriannya biasanya dimulai dengan segelintir orang.
Oleh karena itu, susunan organisasi perusahaan pun dibuat sesederhana mungkin, yakni
seorang CEO (Chief Executive Officer) sebagai pucuk pimpinan, di bawahnya adalah
seorang CTO (Chief Technology Officer) sebagai pimpinan yang membidangi
pengembangan produk dan teknologi, dan anggota yang lain berperan sebagai staf. Model
organisasi ini biasanya diterapkan oleh startup yang baru berdiri dengan jumlah karyawan
kurang dari 5 orang.
Ketika perjalanan perusahaan semakin menunjukkan kemajuan, dengan jangkauan pemasaran
dan minat investor yang kian meningkat, maka struktur perusahaan startup pun akan semakin
kompleks. Saat startup telah mencapai kesuksesan di level tertinggi, maka susunan inti
organisasi yang dibentuk biasanya terdiri dari enam jabatan utama, yakni: CEO, CTO, CFO,
WP Pemasaran, CMO, dan COO. Apa saja dan bagaimanakah fungsi serta peran dari masing-
masing posisi jabatan tersebut dalam sebuah perusahaan startup?
Mengatur perusahaan
Menjadi jembatan antara karyawan dan CEO
Mengatur dan mengelola bisnis inti.
Dari keenam posisi jabatan yang dibentuk dalam sebuah perusahaan startup, CEO memegang
peran penting. Bahkan saat awal pendirian, seorang CEO dapat berperan untuk mengerjakan
tugas-tugas di atas. Ketika perusahaan telah berhasil menggapai kesuksesan, maka sang CEO
perlu mendapat bantuan tenaga dari orang-orang yang duduk dalam jabatan tersebut. Struktur
dan susunan organisasi di atas memang merupakan bentuk pembagian tugas yang ideal dan
banyak diterapkan oleh startup di Silicon Valley.
Namun, bukan berarti anda harus terpatok pada struktur organisasi tersebut, karena sebaiknya
disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan anda. Struktur yang ramping terkadang dapat
membuat perusahaan berjalan lebih efektif dan efisien. Jadi, semuanya dikembalikan lagi
berdasarkan kebutuhan perusahaan startup.
pengambilan keputusan pada birokrasi yang disentralisir, kepatuhan pada wewenang, serta
pembagian kerja yang sempit dalam birokrasi, harus digantikan dengan struktur organisasi
yang lebih terdesentralisasi dan pengambilan keputusan yang lebih demokratis di sekitar
kelompok yang fleksibel. Pengaruh yang didasarkan atas kekuasaan mulai diganti dengan
pengaruh yang berasal dari proses pembelajaran bersama.“
– Warren Bennis, Mati-nya Birokasi.
Bukan menjadi hal yang aneh jika sikap kritis akan menggiring pemikiran kita untuk selalu
berekplorasi, mengembangkan konsep-konsep lama agar menjadi relevan dan efisien untuk
perjuangan revolusioner hari ini. satu hal yang sangat vital untuk mendorong perjuangan
revolusioner adalah melalui sebuah wadah organisasi yang kuat.
Dewasa ini, mungkin bentuk-bentuk organisasi yang banyak kita kenali adalah organisasi
dengan tipikal hirarki fungsional atau organisasi vertikal. Di mana di dalamnya terdapat
beberapa bagian bidang kerja yang berkonsentrasi ke-atas, Organisasi vanguardis/pelopor
semacam ini dikontrol oleh minoritas dengan kekusaan mutlak yang menempati puncak
eksklusif dalam organisasi, seluruh operasional organisasi dimobilisasi atas dikte oleh elit-elit
organisasi. Seluruh anggota yang terlibat dalam bidang-bidang kerja organisasi hanya akan
bekerja sesuai dengan instruksi dari atas.
Bentuk-bentuk organisasi yang demikian tampaknya sudah sangat tidak relevan untuk
mengakomodir sikap kritis individu-individu revolusioner. Vanguardism/kepeloporan adalah
sebuah konsep organisasi yang tampaknya sudah sangat kuno yang tentu saja ketinggalan
jaman jika tidak dikritisi lebih lanjut. Keterlibatan setiap individu revolusioner di dalam
organisasi dengan model kepemimpinan yang terpusat ini hanya akan menjadi seperti
sekumpulan kelompok kerbau. Kerbau sangat patuh kepada pemimpinnya serta selalu siap
menunggu perintah dan melaksanakannya. Apabila pemimpin tidak ada, maka kerbau
anggota kelompok itu bingung dan tidak tahu berbuat apa-apa, sehingga mudah menjadi
korban pihak lain. Tentu saja kita tidak menginginkan kehidupan berorganisasi yang
demikian.
Yang kita butuhkan adalah sebuah kehidupan organisasi yang mampu mengakomodir seluruh
ide, imajinasi dan mampu belajar bersama untuk berbenah dan mendorong alteratif –
alternatif baru dalam perlawanan terhadap dominasi kapitalisme. Betapapun kuat dan
besarnya, sebuah organisasi tidak akan mampu bertahan dan berkembang, serta akan punah
apabila tidak melakukan penyesuaian diri selaras dengan perkembangan sosial, ilmu
pengetahuan, teknologi, serta lingkungan. Jika tidak, dan terus percaya pada konsep
organisasi otoritarian, maka Kematian organisasi tidak ubahnya seperti kepunahan
dinosaurus, binatang raksasa purba, yang tidak mampu melakukan adaptasi terhadap
perubahan dan perkembangan lingkungannya .
Organisasi semacam ini juga cenderung kontra-revolusioner. Salah satu faktor yang
menyebabkan kecenderungan yang demikian ini adalah Sistem Hierarki yang diterapkan
didalam pembagian bidang-bidang kerja, sistem ini yang mengakibatkan terbentuknya
hubungan kerja organisasi yang tidak komunikatif dan partisipatif antar anggota terlebih
dengan elit-elit pengurus organisasi. Sehingga seringkali terjadi kejahatan-kejahatan yang
terselubung didalam otoritas-ekslusif di puncak organisasi. Beberapa kasus penyalahgunaan
wewenang kekuasaan atas organisasi tak bisa dipungkiri kerap terjadi.
Di Kudus- Jawa tengah, buruh-buruh pabrik rokok telah sangat kritis dalam mengevaluasi
kinerja serikat buruh-nya dan secara langsung melaporkan Pengurus Unit kerja (PUK)
serikat pekerja-nya kekepolisian karena telah terbukti menyalahgunakan dana iuran rutin
bulanan buruh senilai Rp 400-an juta dari total keseluruhan uang buruh selama tiga tahun
yang disalahgunakan untuk kepentingan di luar kebutuhan pekerja. dana tersebut adalah
hasil iuran dari buruh harian dan borong setiap bulan yang dikenakan potongan upah sebesar
Rp 2.000 dari jumlah anggota sekitar 60.000 buruh. Dapat di hitung besarnya jumlah uang
yang tidak dapat dimonitor oleh para buruh anggota serikat dikarenakan tidak adanya
trasparansi keuangan oleh para pengurus serikat. Kekuasaan eklusif didalam struktur
organisasi hirarkis inilah penyebab-nya, Kontrol absolut oleh elit-elit organisasi ini yang
membuat kepentingan-kepentingan perjuangan revolusioner dapat dengan mudah
disalahgunakan dan diselewengkan untuk kepentingan pribadi atau kepentingan segelintir elit
berkuasa.
Dari fakta-fakta tersebut di atas dapat kita bayangkan bahwa latarbelakang dari aktivitas
kontra-revolusioner dalam sebuah organisasi revolusioner sangat berpotensi kejahatan
dikarenakan tidak adanya tranparansi yang mendukung segala aktivitas organisasi. Sekat-
sekat bagian kerja yang hierarkis-eksekutif dapat membuat para elit-elit organisasi dapat
bermanouver bebas tanpa diketahui para anggota yang jauh di lantai dasar struktur
organisasi. Bentuk ini melekat terus di benak para pelaku organisasi sentralis dan tak pernah
ada keinginan untuk merubahnya dikarenakan ada keuntungan tersendiri bagi para elit-elit
organisasi.
Kapitalisme telah menjangkau seluruh aspek kehidupan kita, termasuk dalam bentuk-bentuk
organisasi yang mempunyai visi revolusioner pun. Struktur organisasi tersentral adalah
contoh yang tepat untuk melihat bagaimana kapitalisme tanpa disadari hidup dan tumbuh
mempengaruhi setiap aktivitas ‘ revolusioner’ di dalam sebuah organisasi yang justru
berbalik menjadi kontra-revolusioner. Sebagai individu-individu yang percaya pada
perjuangan revolusioner yang terorganisasir tentunya kita harus terus mengevaluasi kinerja
organisasi. Sikap kritis harus dibiaskan ke segala arah, baik eksternal maupun internal
organisasi dan memberi kesempatan untuk memerdekakan ide melalu proses pembelajaran
agar dapat dikembangkan secara luas oleh semua partisipan dalam organisasi revolusioner.
Organisasi vertikal dengan pengelolaan dari atas ke bawah, harus diubah menjadi lebih
mendatar. Hirarki, yang sering kali bertele-tele pada organisasi yang vertikal, harus ditebas
dengan mengkombinasikan kerja-kerja divisi yang berhubungan. Batasan antar divisi kerja
harus dihapuskan. Dengan cara ini, organisasi bisa lebih konsentrasi pada proses inti (core
process) yaitu perjuangan revolusioner yang partisipatif. Dihapusnya batasan-batasan antar
divisi, artinya, bagian lain bisa turut ambil andil sepanjang bisa melancarkan proses
perjuangan. Setiap orang dari bagian yang berlainan bisa saling berpartisipasi, tanpa harus
melewati birokrasi yang tak perlu.
Organisasi horizontal adalah sebuah organisasi di mana setiap orang terlibat dalam
pengidentifikasian dan pemecahan berbagai masalah, memungkinkan organisasi untuk terus
menerus bereksperimen, berkembang dan meningkatkan kapabilitasnya dalam perjuangan
revolusioner. Artinya di dalam platform yang dibentuk sebagai landasan perjuangan dapat
terus direvisi dan harus selalu sesuai dengan keadaan kekinian. Partisipan harus selalu siap
belajar dan terus-menerus merevisi taktik untuk situasi yang sedang berlangsung. Organisasi
horizontal dirancang agar dapat terus-menerus memperluas kapasitas setiap orang yang
terlibat untuk menciptakan hasil yang benar-benar diinginkan, dimana pola baru dan ekspansi
pemikiran selalu dirawat dengan baik, dimana aspirasi kolektif dibebaskan, dan dimana
organisasi akan menjadi wadah untuk terus-menerus belajar melihat bersama-sama secara
menyeluruh.
Sebuah organisasi revolusioner yang kuat tidak hanya datang dari orang-orang yang setuju
satu sama lain. Kesepakatan harus diuji dengan partisipasi, ketidaksetujuan harus selalu
dilihat sebagai bagian dari proses didalam pembentukan organisasi horizontal. Kesamaan
ideologis bukan menjadi hal inti yang mampu menjamin sebuah organisasi dapat berjalan.
Organisasi adalah sintesa dari tesis dan anti-tesis. Organisasi horizontal harus mampu
menjadi fasilitator atas heterogenitas sosial. seperti didalam komunikasi radio Rx/Tx
( komunikasi dua arah), jika kita tidak berada pada gelombang frekuensi radio yang sama
maka akan sangat mustahil untuk dapat berkomunikasi dengan baik, menyelaraskan ide-ide,
dan menyusun strategi perjuangan. Sebelum itu tentu kita harus lebih teliti dalam proses
sinkronisasi frekuensi satu sama lain sebelum memulai proses komunikasi selanjutnya dan
demikian seterusnya.
Proyek revolusioner dalam meningkatkan perlawanan-perlawanan pada tatanan sosial yang
kapitalistik hari ini membutuhkan basis-basis material yang terpilih, Teori dan praktek harus
berakar pada kondisi yang konkrit, meningkatkan kesadaran melalui pendidikan praksis,
membangun jembatan komunikasi, menciptakan kepercayaan, saling menguatkan untuk
meningkatkan jumlah anggota membangun perjuangan revolusioner. Artinya pendidikan-
pendidikan keorganisasian harus disosialisasikan.
Satu permasalahan yang mungkin terjadi adalah tidaklah mudah untuk mengarahkan
kebiasaan-kebiasaan atas rantai komando, instruksi atau perintah-perintah dari atas menjadi
inisiatif dan partisipatif dalam kehidupan berorganisasi. Seringkali ketika kita menawarkan
untuk membangun sebuah organisasi, banyak orang-orang akan bertanya, siapa
pemimpinnya? Bagaimana mungkin sebuah organisasi bisa berjalan tanpa adanya pemimpin?
Pertanyaan ini akan sering muncul dan adalah bukan hal yang mudah untuk menjelaskan
konsep organisasi horizontal karena pada dasarnya organisasi horizontal adalah sebuah
organisasi praksis-partisipatif yang tidak akan dapat dipahami mekanismenya jika tidak diuji
dan dicontohkan secara langsung. Maka itu diharapkan dalam proses pembentukannya dapat
melalui tahap-tahap familiarisasi atau pelatihan-pelatihan praksis untuk
mengimplementasikan organisasi alternatif. Ini agar setiap partisipan di dalam organisasi
dapat lebih aktif siap beroperasi didalam mekanisme non-strktural organisasi horizontal.
Perlu diingat bahwa proses familiarisasi dalam pelatihan-pelatihan praksis yang dimaksud
disini hanya sebatas inisiasi, kepemimpinan ide melalui contoh atau saran. didalam prosesnya
, setiap inisiat hanya bertugas untuk menyampaikan gagasan-gagasan, memberikan pelatihan-
pelatihan lepas dan mendistribusikan materi-materi agar dapat memunculkan karakter
gerakan yang sesuai dan lebih adaptif dengan kondisi sosial, politik dan kebudayaan dalam
basis massa yang akan diorganisir dan memproyeksikan bagaimana organisasi horizontal ini
kan beroperasi didalam. Kepemimpinan ide seorang inisiat adalah untuk mendorong proses
belajar dalam organisasi. inisiat adalah hanya seorang pelayan yang bertugas untuk melayani
kebutuhan-kebutuhan belajar, melaksanakan fungsinya dan berupaya membelajarkan setiap
orang untuk menjadi pemimpin dirinya sendiri. bukan sebagai pakar, penunjuk arah, atau
pengendali, melainkan sebagai katalis dan penyalur/pembagi informasi didalam organisasi
dan dilandaskan pada pendekatan kolegial yang kooperatif dan kolaboratif. Dengan demikian
sebuah organisasi horizontal akan terbentuk didalam kepimimpinan bersama yang
revolusioner (shared leadership) yang juga mampu menumbuhkan rasa memiliki (sense of
belonging/ownership) dan rasa bertanggung jawab (sense of rensponsibility) pada diri setiap
anggota organisasi.
Pelatihan –pelatihan yang dimaksudkan adalah dengan metode pembentukan secara langsung
berupa mikro-embrio organisasi dimana setiap orang dapat belajar dan terlibat langsung
dalam aktivitas mikro-organisasi dan memahami bagaimana horizontalitas dalam bentuk
yang paling sederhana dapat beroperasi.
Dinamika kehidupan organisasi ditentukan oleh proses dan kualitas belajar organisasi itu
sendiri. Proses pembelajaran secara langsung dengan tindakan konkrit tampaknya sangat
efisien dan sangat mudah dipahami. Mikro-embrio organisasi yang dibentuk sebagai tempat
belajar bersama bagaimana setiap orang akan beraktivitas , berimajinasi, dan menggambarkan
bahwa pengetahuan proses familiarisasi didalam organisasi horizontal dan pengoperasiannya
dapat diklasifikasikan secara sistematis kedalam berbagai tingkatan yang menunjukkan
organisasi dalam prosesnya selalu mencari proses terbaik lewat proses pembelajaran secara
langsung. Didalam prinsip kepemimpinan bersama, setiap orang akan memaksimalkan
sumber daya yang dimiliki dan mengembangkan kemampuan kepemimpinan pada diri-nya
dan bertanggung jawab membangun organisasi yang memungkinkan setiap orang
mengembangkan kemampuannya memahami kompleksitas dan visi serta membebaskan diri
dari model mental hierarkis.