1. Gangguan autisme
Autisme adalah sindrom perilaku akibat disfungsi neurologis, dengan karakteristik
berupa gangguan pada interaksi sosial timbal balik, gangguan komunikasi verbal dan
nonverbal, miskin dalam hal aktivitas imaginatif, serta aktivitas dan minat yang sangat
terbatas.
(RI Kementrian Kesehatan. Media Ini Dicetak Dengan Menggunakan Dana DIPA T.A.
2012 Direktorat Bina Kesehatan Anak Kementerian Kesehatan R.I. Pedoman Penanganan
Kasus Rujukan Kelainan Tumbuh Kembang Balita. 2012)
Anak autis memiliki kelainan pada hampir semua struktur otak. Tetapi kelainan yang
paling konsisten adalah pada otak kecil (cerebellum). Berkurangnya sel purkinye di otak
kecil diduga dapat merangsang pertumbuhan akson, blia dan myelin sehingga terjadi
pertumbuhan otak yang abnormal, atau sebaliknya pertumbuhan akson yang abnormal
dapat menimbulkan sel purkinye mati. Otak kecil berfungsi mengontrol fungsi luhur dan
kegiatan motorik, juga sebagai sirkuit yang mengatur perhatian dan pengindraan. Jika
sirkuit ini rusak atau terganggu maka akan meng-ganggu fungsi bagian lain dari sistem
saraf pusat, seperti misalnya sistem limbik yang mengatur emosi dan perilaku. Area
tertentu di otak termasuk serebral korteks dan cerebellum yang bertanggung jawab pada
konsentrasi, pergerakan dan pengaturan mood, berkaitan dengan autis. Ketidak-
seimbangan neurotransmiter (seperti dopamin dan serotonin) pada otak juga menjadi
penyebab anak mengalami autis. gangguan yang dialami anak autis terjadi karena adanya
ketidaknormalan dalam struktur dan biokimia otak ,misalnya pertumbuhan otak yang
lebih besar 5-10% dari anak normal sampai usia 4 tahun, namun kemudian melambat, dan
akhirnya berkurang sebelum waktunya. Anak autis juga mengalami perbedaan dalam
beberapa struktur otak terutama di bagian otak yang terkait dengan fungsi eksekutif serta
kemampuan komunikasi dan sosial seperti di bagian frontal cortex, temporal cortex,
hippocampus dan amygdala. Hal ini menye-babkan anak kesulitan dalam melakukan
perencanaan, kurang fleksibel dalam berpi-kir, kesulitan dalam melakukan generali-sasi,
kesulitan untuk mengintegrasikan informasi secara lengkap menjadi sesuatu yang
bermakna, serta kesulitan dalam kemampuan intersubjektivitas (kemampuan untuk
meletakkan diri sendiri pada posisi/kondisi orang lain).
(Daulay N-. Struktur Otak dan Keberfungsiannya pada Anak dengan Gangguan Spektrum
Autis: Kajian Neuropsikologi. Bul Psikologi. 2017;25(1):11–25.)
3. Gangguan motorik
Perkembangan motorik artinya terdapat peningkatan tahapan kompleks kontrol
terhadap penggunaan otot-otot untuk mobilitas, keseimbangan dan postur yang benar
(mempertahankan kepala tegak, berguling, duduk, merangkak dan berdiri), dan
memanipulasi benda untuk berinteraksi dengan lingkungannya.Ditemukan pada sebagian
besar anak dengan gangguan motorik. Pada anak dengan faktor risiko yang dapat
diidentifikasi, penting untuk menyingkirkan gangguan genetik atau metabolik.
Beberapa penyebab gangguan motorik:
1. Periventricular Leukomalacia (Ischemic Brain Injury)
Jaringan otak bisa rusak ketika tidak memperoleh darah yang cukup. Ini disebut jejas
iskemik pada otak (Ischemic Brain Injury). Bayi prematur rentan terhadap gangguan ini.
Jejas ini biasanya simetris (mengenai kedua sisi tubuh) dan umumnya menjurus pada tipe
diplegi dari gangguan motorik (semua ekstremitas terkena, namun gangguan pada tungkai
lebih besar dibanding lengan).
2. Periventricular Hemorrhagic Infarction
Ketika ada perdarahan periventrikular atau intraventrikular (perdarahan yang
signifikan ke dalam otak), jejas dan nekrosis otak bisa terjadi. Banyak ditemukan pada
bayi prematur, tipe jejas ini umumnya berlanjut menjadi berbagai derajat hemiplegia
(mengenai hanya satu sisi, dengan tungkai lebi atau sama dipengaruhi dibanding tungkai
atas)
3. Brain malformations
Abnormalitas pada perkembangan otak bisa menjurus pada gangguan motorik. Untuk
alasan ini, pencitraan otak biasanya dikerjakan pada anak.
dengan gejala gangguan motorik.
4. Hypoxic Ischemia Encephalopathy
Hipoksia (kekurangan oksigen) pada bayi baru lahir dulunya dipikirkan sebagai
penyebab primer cerebral palsy. Walaupun saat ini hal ini dipikirkan sebagai penyebab
minor, ini bisa menjadi faktor pada anak yang akhirnya memiliki gangguan motorik.
5. Bilirubin Encephalopahty
Bilirubin merupakan sesuatu yang secara normal diproduksi di dalam darah. Level
bilirubin yang meningkat secara abnormal pada bayi baru lahir yang sakit atau imatur bisa
memasuki area otak yang mengontrol pergerakan involunter. Ini bisa menyebabkan
gangguan pergerakan.
6. Stroke
Stroke merupakan hasil dari gangguan aliran darah ke otak. Hal ini biasanya
mengarah pada pola klasik hemiplegia dengan lengan lebih terlibat dibanding tungkai.
7. Lainnya
Ada banyak kemungkinan lain yang menyebabkan gangguan motorik. Hal ini bisa
merujuk pada berbagai variasi gangguan motorik dan kemungkinan gangguan
perkembangan lainnya. Contohnya mencakup infeksi dalam rahim, infeksi postnatal
(meningitis, sepsis), traumatic brain injury,kekerasan atau penelantaran anak, patologi
medulla spinalis (seperti spina bifida), atau dislokasi hip congenital.
(RI Kementrian Kesehatan. Media Ini Dicetak Dengan Menggunakan Dana DIPA T.A.
2012 Direktorat Bina Kesehatan Anak Kementerian Kesehatan R.I. Pedoman Penanganan
Kasus Rujukan Kelainan Tumbuh Kembang Balita. 2012)
f. Faktor Psikososial
Peristiwa psikis yang memberikan stres, gangguan pada keseimbangan keluarga, serta
faktor pencetus ansietas lain turut berperan di dalam mulainya atau berlanjutnya
GPPH. Faktor predisposisi dapat mencakup temperamen anak, faktor familial-genetik,
dan tuntutan masyarakat untuk patuh dengan cara berperilaku atau berpenampilan
dengan cara yang rutin.
(Banaschewski, T., & Rohde, L. Phenomenology. In T. C. Banaschewski, ADHD and
Hyperkinetic Disorder (pp. 3-17). New York: Oxford University Press.2010)
6. Cerebral palsy.
Merupakan suatu kelainan gerakan dan postur tubuh yang tidak progresif, yang
disebabkan oleh karena suatu kerusakan/gangguan pada sel-sel motorik pada susunan
saraf pusat yang sedang tumbuh/belum selesai pertumbuhannya. Beberapa anak dengan
cerebral palsy hemiplegia mengalami atrofi periventricular, menunjukkan adanya
ketidaknormalan pada white matter. Pada pasien dengan cerebral palsy bergejala
quadriplegia,gangguan motorikyang terjadi pada kaki bisa sama sampai lebih berat
daripada tangan.
(RI. Depkes. Pedoman pelaksanaan stimulasi, deteksi, dan intervensi tumbuh kembang
anak. 2010;)
7. Sindrom Down.
Anak dengan Sindrom Down adalah individu yang dapat dikenal dari fenotipnya dan
mempunyai kecerdasan yang terbatas, yang terjadi akibat adanya jumlah kromosom 21
yang berlebih. Lokus 21q22.3 pada proksimal lebihan kromosom 21 memberikan
tampilan fisik yang tipikal seperti retardasi mental, struktur fasial yang khas, anomali
pada ekstremitas atas, dan penyakit jantung congenital. Perkembangannya lebih lambat
dari anak yang normal.Beberapa faktor seperti kelainan jantung kongenital, hipotonia
yang berat, masalah biologis atau lingkungan lainnya dapat menyebabkan keter1ambatan
perkembangan motorik dan keterampilan untuk menolong diri sendiri.
(RI. Depkes. Pedoman pelaksanaan stimulasi, deteksi, dan intervensi tumbuh kembang
anak. 2010;)
8. Perawakan Pendek.
Short stature atau Perawakan Pendek merupakan suatu terminologi mengenai tinggi
badan yang berada di bawah persentil 3 atau -2 SD pada kurva pertumbuhan yang berlaku
pada populasi tersebut. Penyebabnya dapat karena varisasi normal,gangguan gizi,
kelainan kromosom, penyakit sistemik atau karena kelainan endokrin.
(RI. Depkes. Pedoman pelaksanaan stimulasi, deteksi, dan intervensi tumbuh kembang
anak. 2010;)
PENEGAKKAN DIAGNOSIS GANGGUAN TUMBUH KEMBANG BALITA
Ketika mengamati balita memasuki ruang pemeriksaan bersama orang tuanya, sebenarnya
kita sudah mulai ‘mendeteksi’ tumbuh kembangnya. Dengan memperhatikan penampilan
wajah, bentuk kepala, tinggi badan, proporsi tubuh, pandangan matanya, suara, cara bicara,
berjalan, perilaku, aktivitas dan interaksi dengan lingkungannya bisa didapatkan beberapa
informasi penting berkaitan dengan tumbuh kembangnya. Tetapi deteksi dini gangguan
tumbuh kembang balita sebaiknya dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisis dan
skrining perkembangan yang sistematis agar lebih obyektif.
a. Anamnesis
Keluhan utama dari orangtua berupa kekhawatiran terhadap tumbuh kembang anak dapat
mengarah kepada kecurigaan adanya gangguan tumbuh kembang, misalnya anaknya lebih
pendek dari teman sebayanya, kepala kelihatan besar, umur 6 bulan belum bisa
tengkurap, umur 8 bulan belum bisa duduk, umur 15 bulan belum bisa berdiri, 2 tahun
belum bisa bicara dan lain lain. Glascoe (1996) melaporkan bahwa kecurigaan orangtua
terhadap perkembangan anaknya (dengan membandingkan terhadap anak-anak lain)
mempunyai korelasi yang cukup tinggi dengan gangguan perkembangan tertentu
(walaupun mereka berpendidikan rendah dan belum berpengalaman mengasuh anak).
Berat badan
Berat badan dapat membantu mendeteksi gangguan pertumbuhan, yaitu dengan
menimbang berat badan secara periodik, kemudian dihubungkan menjadi sebuah garis
pada kurva berat badan. Umumnya balita normal berat badannya selalu diatas
persentil 5 kurva NCHS, namun bisa naik atau turun memotong 1-2 kurva persentil
berat badan.2 Jika kurva berat badan anak mendatar atau menurun hingga memotong
lebih dari 2 kurva persentil, disebut failure to thrive (gagal tumbuh), bisa disebabkan
oleh faktor medic (organik, penyakit) atau non medik (psikososial). Berat badan
berkaitan erat dengan masalah nutrisi (termasuk cairan, dehidrasi, retensi cairan).
Obesitas dapat dijumpai dengan retardasi mental (sindroma Prader-Willi dan
Beckwith-Wiedeman).
Kepala
Perhatikan ukuran, bentuk dan simetri kepala. Mikrosefali (lingkar kepala lebih kecil
dari persentil 3) mempunyai korelasi kuat dengan gangguan perkembangan kognitif,
sedangkan mikrosefali progresif berkaitan dengan degenerasi SSP. Makrosefali
(lingkar kepala lebih besar dari persentil 97) dapat disebabkan oleh hidrosefalus,
neurofibromatosis dan lain-lain.4,8 Bentuk kepala yang ‘aneh’ sering berkaitan
dengan sindrom dengan gangguan tumbuh kembang. Ubun-ubun besar biasanya
menutup sebelum 18 bulan (selambat-lambatnya 29 bulan). Keterlambatan menutup
dapat disebabkan oleh hipotiroidi dan peninggian tekanan intrakranial (hidresefalus,
perdarahan subdural atau pseudotumor serebri).
Skrining Perkembangan
Menurut batasan WHO, skrining adalah prosedur yang relatif cepat, sederhana dan
murah untuk populasi yang asimtomatik tetapi mempunyai risiko tinggi atau dicurigai
mempunyai masalah. Blackman (1992) menganjurkan agar bayi atau anak dengan
risiko tinggi (berdasarkan anamnesis atau pemeriksaan fisik rutin) harus dilakukan
skrining perkembangan secara periodik. Sedangkan bayi atau anak dengan risiko
rendah dimulai dengan kuesioner praskrining yang diisi atau dijawab oleh orangtua.
Bila dari kuesioner dicurigai ada gangguan tumbuh kembang dilanjutkan dengan
skrining.
c. Pemeriksaan Lanjutan
Pemeriksaan lanjutan untuk menentukan diagnosis dan etiologinya tergantung kepada
jenis gangguan tumbuh kembangnya, misalnya pemeriksaan neurologis (klinis, EEG, BERA
dan lain-lain), radiologis, mata, THT, psikiatris, psikologis, genetis (kromosom), endokrin
dan lain-lain.