Definisi
Obstruksi usus (mekanik) adalah keadaan dimana isi lumen saluran cerna tidak bisa
disalurkan ke distal atau anus karena ada sumbatan/hambatan yang disebabkan kelainan dalam
lumen usus, dinding usus atau luar usus yang menekan, atau kelainan vaskularisasi pada suatu
segmen usus yang menyebabkan nekrose segmen usus tersebut.1
Ileus Obstruktif disebut juga Ileus Mekanis (Ileus Dinamik). Suatu penyebab fisik
menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik baik sebagian maupun total. Ileus
obstruktif ini dapat akut seperti pada hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma yang
melingkari.2
Epidemiologi
Umur dan jenis kelamin
Berdasarkan hasil penelitian pada tahun 2001 hingga 2002 yang dilakukan oleh
Markogiannakis, dkk, ditemukan 60% pasien yang dirawat di Rumah Sakit Hippokratian,
Athens mengalami ileus obstruktif dengan rata-rata pasien berumur antara sekitar 16 sampai
98 tahun dengan rasio perbandingan perempuan lebih banyak daripada laki-laki (rasio
perbandingan 3:2).3 Berdasarkan hasil penelitian Imaz Akgun, dkk, (2001) di rumah sakit
Selatan Anatolia Timur, Turki ditemukan 699 pasien yang rasio perbandingan laki-laki dan
perempuan adalah 3:2 dengan kelompok umur 15-95 tahun.4 Menurut penelitian Chen Xz, dkk,
(1995-2001) di rumah sakit Cina Barat ditemukan 705 pasien dengan rasio perbandingan laki-
laki dengan perempuan 1,2:1 dan dengan rata-rata usia (median usia= 45) untuk pria dan
(median usia = 51) untuk wanita.5 Menurut penelitian Nofie Windiarto (2008) di Rumah Sakit
Bhakti Wira Tamtama Semarang diantaranya 20 penderita ileus 11 orang (55%) perempuan
dan 9 orang (45%) laki-laki dengan kelompok umur 17-15 tahun sebanyak 10 orang (50%),
26-34 tahun sebanyak 6 orang (30%), dan 35-45 tahun sebanyak 4 orang (20%).6
Klasifikasi
A. Menurut sifat sumbatannya
Menurut sifat sumbatannya, ileus obstruktif dibagi atas 2 tingkatan :9
a) Obstruksi biasa (simple obstruction) yaitu penyumbatan mekanis di dalam lumen usus
tanpa gangguan pembuluh darah, antara lain karena atresia usus dan neoplasma
b) Obstruksi strangulasi yaitu penyumbatan di dalam lumen usus disertai oklusi pembuluh
darah seperti hernia strangulasi, intususepsi, adhesi, dan volvulus.
B. Menurut letak sumbatannya
Menurut letak sumbatannya, maka ileus obstruktif dibagi menjadi 2 :10
a) Obstruksi tinggi, bila mengenai usus halus
b) Lesi intrinsik yaitu di dalam dinding usus, biasanya terjadi karena kelainan kongenital
(malrotasi), inflamasi (Chron’s disease, diverticulitis), neoplasma, traumatik, dan
intususepsi.
Etiologi
Obstruksi usus yang sering ditemukan, tergantung pada umur pasien :9
1. Pada bayi/neonatus obstruksi usus disebabkan atresia ani, atresia pada usus halus , dan
penyakit Hirschsprung.
2. Obstruksi pada anak-anak obstruksi usus sering disebabkan oleh intususepsi, penyakit
Hirschsprung dan hernia strangulasi inguinalis kongenital.
3. Pada orang dewasa, obstruksi usus sering disebabkan tumor di dalam usus,
perlengketan dinding usus, hernia strangulasi pada kanalis inguinalis, femoralis
ataupun umbilikalis dan penyakit Crohn.
4. Obstruksi pada pasien umur lanjut sering disebabkan karsinoma usus besar, divertikel,
hernia strangulasi, tinja membatu, perlengketan dinding usus dan volvulus.
Perlengketan/Adhesi 12,13
Ileus karena adhesi umumnya tidak disertai strangulasi. Adhesi adalah pita-pita
jaringan fibrosa yang sering menyebabkan obstruksi usus halus pasca bedah setelah operasi
abdomen. Risiko terjadinya adhesi menimbulkan gejala obstruksi pada anak belum diteliti
dengan baik, tetapi sering terjadi pada 2-3% penderita setelah operasi abdomen. Sebagian besar
obstruksi disertai oleh adhesi dan dapat terjadi setiap waktu setelah minggu kedua pasca bedah.
Adhesi dapat berupa perlengketan yang bentuk tunggal maupun multiple (perlengketan yang
lebih dari satu) yang setempat maupun luas.
Hernia Inkarserata 10
Bila terdapat suatu defek pada dinding rongga perut, maka akibat tekanan
intraabdominal yang meninggi, suatu alat tubuh dapat terdorong keluar melalui defek itu.
Hernia yang tidak tampak dari luar disebut “internal hernia”. Ditemukan lebih banyak “ekterna
hernia”, yaitu yang tampak dari luar seperti hernia umbilical, hernia inguinal, dan hernia
femoral. Jika liang hernia cukup besar maka isi usus dapat didorong masuk lagi dan disebut
reponibel, jika tidak dapat masuk lagi disebut inkarserata. Pada keadaan ini terjadi bendungan
pembuluh-pembuluh darah yang disebut dengan strangulasi. Akibat gangguan sirkulasi darah
akan terjadi kematian jaringan setempat yang disebut infark. Hernia yang menunjukkan
strangulasi pembuluh darah dan tanda-tanda inkarserata akan menimbulkan gejala-gejala ileus.
Invaginasi 12
Disebut juga “intussusceptio”. Biasanya pada anak, bagian oral (proksimal) usus
menerobos masuk ke dalam rongga bagian anal (distal) seperti suatu teleskop. Bagian dalam
disebut intussusceptium, sedang bagian luar yang melingkarinya intussusceptum. Mesentrium
yang mengandung pembuluh darah intussusceptium akan ikut tertarik dan pembuluh darah
akan terjepit hingga terjadi gejala-gejala ileus. Penyebab terjadinya pada anak-anak adalah
ketidakseimbangan kontraksi otot usus-usus, adanya jaringan limfoid yang berlebihan
(terutama sekitar perbatasan bagian ileo-cekal) dan antiperistaltik kolon melawan peristaltik
ileum. Pada orang dewasa disebabkan karena adanya dinding tumor yang menonjol/bertangkai
(polip) dan oleh gerakan peristaltik didorong ke bagian distal dan dalam gerakan ini dinding
usus ikut tertarik.
Volvulus 10
Volvulus di usus halus agak jarang ditemukan. Disebut pula dengan torsi dan
merupakan pemutaran usus dengan mesenterium sebagai poros. Usus melilit/memutar sampai
180-360 derajat. Volvulus dapat disebabkan oleh mesentrium yang terlalu panjang, yang
merupakan kelainan kongenital pada usus halus, pada obstisipasi yang menahun, terutama pada
sigmoid, pada hernia inkarcerata, usus dalam kantong hernia menunjukkan tanda-tanda torsi;
pada tumor dalam dinding usus atau tumor dalam mesentrium. Akibat volvulus terjadi gejala-
gejala strangulasi pembuluh darah dengan infark dan gejala-gejala ileus.
Kelainan kongenital 12
Setiap cacat bawaan pada usus berupa stenosis atau atresia dari sebagian saluran cerna
akan menyebabkan obstruksi setelah bayi mulai menyusui. Kelainan-kelainan ini disebabkan
oleh tidak sempurnanya kanalisasi saluran pencernaan dalam perkembangan embrional dan
keadaan ini dapat terjadi pada usus dimana saja. Atresi ialah buntu sama sekali dengan tanda-
tanda obstruksi total sedangkan stenosis hanya merupakan penyempitan dengan gejala-gejala
obstruksi yang tidak total.
Atresia usus 14
Gangguan pasase usus yang kongenital dapat berbentuk stenosis dan atresia, yang dapat
disebabkan oleh kegagalan rekanalisasi pada waktu janin berusia 6-7 minggu. Kelainan bawaan
ini dapat juga disebabkan oleh gangguan aliran darah lokal pada sebahagian dinding usus akibat
desakan, invaginasi, volvulus, jepitan, atau perforasi usus masa janin. Daerah usus yang
tersering mengalaminya adalah usus halus. Stenosis dapat juga terjadi karena penekanan,
misalnya oleh pankreas anulare dan dapat berupa atresia.
Askariasis 12
Kebanyakan cacing askariasis hidup di usus halus bagian jejunum. Obstruksi usus oleh
cacing askariasis paling sering ditemukan pada anak karena hygiene kurang sehingga infestasi
cacing terjadi berulang-ulang dan usus halus pada anak-anak lebih sempit daripada usus halus
orang dewasa sedangkan ukuran cacing sama besar. Obstruksi umumnya disebabkan oleh suatu
gumpalan padat yang terdiri dari sisa makanan dan puluhan ekor cacing yang mati akibat
pemberian obat cacing.
Tumor 12
Tumor usus halus agak jarang menyebabkan obstruksi usus, kecuali jika ia
menimbulkan invaginasi. Kebanyakan tumor jinak di usus halus tidak menimbulkan gangguan
yang berarti selama hidup. Tumor usus halus dapat menimbulkan komplikasi, pendarahan, dan
obstruksi. Obstruksi dapat disebabkan oleh tumornya sendiri ataupun secara tidak langsung
oleh invaginasi.
Divertikulum meckel 13
Divertikulum meckel adalah sisa dari kantung telur embrional yang juga disebut ductus
omphalo-mesentricus yang dalam kehidupan fetal menghubungkan pusat (umbilicus) dengan
usus. Jika hubungan antara umblikus dan usus (ductus omphalo-mesentricus) tidak
menghilang, dapat terjadi fistula pada pusat yang mengeluarkan isi usus. Bila hanya sebagian
yang menghilang dan ditengah-tengah tetap, maka akan dapat terbentuk suatu kista. Bila tidak
menghilang sempurna, maka sisanya menyerupai tali yang padat, yang dapat mengakibatkan
terbelitnya usus pada tali itu (strangulasi).
Penyakit Hirschsprung 13
Penyakit Hirschsprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang paling
sering terjadi pada neonatus. Penyakit Hirschsprung terjadi akibat tidak adanya sel ganglion
pada dinding usus atau terjadinya kelainan inervasi usus, yang dimulai dari anus dan meluas
ke proksimal. Gejala-gejala klinis penyakit Hirschsprung biasanya mulai pada saat lahir dengan
terlambatnya pengeluaran tinja (mekonium). Kegagalan mengeluarkan tinja menyebabkan
dilatasi bagian proksimal usus besar dan perut menjadi kembung. Karena usus besar melebar,
tekanan di dalam lumen meningkat, mengakibatkan aliran darah menurun dan perintang
mukosa terganggu Statis memungkinkan proliferasi bakteri, sehingga dapat menyebabkan
enterokolitis (Clostridium difficile dan Staphlococcos aureus) dengan disertai sepsis dan tanda-
tanda obstruksi usus besar.
Bezoar 13,15
Patofisiologi 1,14
Perubahan patofisiologi utama pada ileus obstruktif dapat di lihat pada bagan 1. Lumen
usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas (70% dari gas yang
ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium
dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna
setiap hari, tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat.
Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama
cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang cairan ekstrasel yang
mengakibatkan syok—hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan dan
asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan penurunan absorpsi
cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Efek lokal peregangan usus adalah
iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-
toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan
bakteriemia.
Segera setelah timbulnya ileus obstruktif pada ileus obstruktif sederhana, distensi
timbul tepat di proksimal dan menyebabkan muntah refleks. Setelah mereda, peristaltik
melawan obstruksi dalam usaha mendorong isi usus melewatinya yang menyebabkan nyeri
episodik kram dengan masa relatif tanpa nyeri di antara episode. Gelombang peristaltik lebih
sering timbul setiap 3 sampai 5 menit di dalam jejunum dan setiap 10 menit di didalam ileum.
Aktivitas peristaltik mendorong udara dan cairan melalui gelung usus, yang menyebabkan
gambaran auskultasi khas terdengar dalam ileus obstruktif. Dengan berlanjutnya obstruksi,
maka aktivitas peristaltik menjadi lebih jarang dan akhirnya tidak ada. Jika ileus obstruktif
kontinu dan tidak diterapi, maka kemudian timbul muntah dan mulainya tergantung atas tingkat
obstruksi.
Bagan 1 : Patofisiologi Ileus Obstruktif1
Pemeriksaan Fisik
Pasien terlihat meringkuk, memegang perut, gelisah dan sering berganti-ganti posisi
tidur, muntah. Pada inspeksi dapat terlihat distensi abdomen dan peristaltik usus. Perkusi
abdomen akan menghasilkan suara timpani. Bila ditemukan pekak alih atau puddle sign pada
perkusi maka kemungkinan terdapat cairan bebas di abdomen yang menyiratkan adanya asites
inflamatorik atau asites akibat inflamasi. Pada palpasi, harus dicari adanya massa oleh karena
inflamasi, atau neoplasma. bila teraba massa solid maka kemungkinannya adalah abses dari
Crohn’s disease atau diverticulitis. Bila pasien merasakan rebound tenderness pada palpasi
maka hal tersebut mengindikasikan adanya komplikasi yang membutuhkan operasi segera.
Auskultasi dapat membedakan obstruksi intestinal dengan ileus paralitik, yaitu pada obstruksi
intestinal bising usus menjadi lebih keras, high pitched, dan hiperaktif, kecuali bila obstruksi
berlangsung selama beberapa hari atau telah timbul komplikasi berupa iskemia, nekrosis, atau
peritonitis.
Pemeriksaan rektal dapat dilakukan untuk mengetahui kelainan atau massa di daerah
pelvis. Pada pemeriksaan rektal, bila didapatkan feses pada sarung tangan, maka hal itu
mengindikasikan adanya impaksi feses.
Pemeriksaan penunjang
A. Pemeriksaan radiologi
B. Pemeriksaan Laboratorium17
Pemeriksaan laboratorium tidak mempunyai ciri-ciri khusus. Pada urinalisa, berat jenis
bisa meningkat dan ketonuria yang menunjukkan adanya dehidrasi dan asidosis metabolik.
Leukosit normal atau sedikit meningkat , jika sudah tinggi kemungkinan sudah terjadi
peritonitis. Kimia darah sering adanya gangguan elektrolit.
PENATALAKSANAAN17
Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang mengalami obstruksi
untuk mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu diperlukan. Menghilangkan
penyebab obstruksi adalah tujuan kedua. Kadang-kadang suatu penyumbatan sembuh dengan
sendirinya tanpa pengobatan, terutama jika disebabkan oleh perlengketan. Penderita
penyumbatan usus harus di rawat di rumah sakit.
1. Persiapan
Pipa lambung harus dipasang untuk mengurangi muntah, mencegah aspirasi dan
mengurangi distensi abdomen (dekompresi). Pasien dipuasakan, kemudian dilakukan
juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk perbaikan keadaan umum. Setelah keadaan
optimum tercapai barulah dilakukan laparatomi. Pada obstruksi parsial atau
karsinomatosis abdomen dengan pemantauan dan konservatif.
2. Operasi
Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital berfungsi
secara memuaskan. Tetapi yang paling sering dilakukan adalah pembedahan sesegera
mungkin. Tindakan bedah dilakukan bila :
Strangulasi
Obstruksi lengkap
Hernia inkarserata
Tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif (dengan pemasangan
NGT, infus, oksigen dan kateter)
3. Pasca Bedah
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan elektrolit. Kita
harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan kalori yang cukup. Perlu
diingat bahwa pasca bedah usus pasien masih dalam keadaan paralitik.
Komplikasi 9
Hilangnya cairan dan elektrolit dapat sangat berat, dan apabila tidak dilakukan terapi
penggantian cairan, maka dapat terjadi hipovolemi, insufisiensi renal dan bahkan syok.
Komplikasi yang paling berbahaya dari obstruksi intestinal akut adalah “closed-loop”
obstruction yang terjadi ketika lumen usus mengalami oklusi pada dua titik yang disebabkan
satu mekanisme misalnya hernia fasial atau pita adhesi. Pada komplikasi tersebut, aliran darah
juga terhambat. Pada kolon, walaupun aliran darah tidak terhambat oleh karena adanya
mekanisme obstruksi, namun distensi pada sekum menjadi sangat ekstrim oleh karena
diameternya yang besar, akibatnya, aliran darah intramural dapat terganggu pula dan pada
akhirnya terjadi gangrene pada dinding sekum. Setelah terjadi hambatan aliran darah maka
sebagai akibatnya terjadi invasi bakteri dan dapat pula timbul peritonitis. Sama halnya dengan
ileus paralitik, efek sistemik yang disebabkan distensi adalah elevasi diafragma dengan
ventilasi yang terhambat dan selanjutnya ateletaksis.
Diagnosis banding 13
Pada ileus paralitik nyeri yang timbul lebih ringan tetapi konstan dan difus, dan terjadi
distensi abdomen. Ileus paralitik, bising usus tidak terdengar dan tidak terjadi ketegangan
dinding perut. Bila ileus disebabkan oleh proses inflamasi akut, akan ada tanda dan gejala dari
penyebab primer tersebut. Gastroenteritis akut, apendisitis akut, dan pankreatitis akut juga
dapat menyerupai obstruksi usus sederhana.
Prognosis 13
Mortalitas ileus obstruktif ini dipengaruhi banyak faktor seperti umur, etiologi, tempat
dan lamanya obstruksi. Jika umur penderita sangat muda ataupun tua maka toleransinya
terhadap penyakit maupun tindakan operatif yang dilakukan sangat rendah sehingga
meningkatkan mortalitas. Pada obstruksi kolon mortalitasnya lebih tinggi dibandingkan
obstruksi usus halus.
Daftar pustaka
1. Sylvia, A., dan Wilson, L., 1994. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
2. Pierce, A., dan Neil, R., 2006. At Glance Ilmu Bedah. Edisi Ketiga. Penerbit Erlangga,
Jakarta
3. Markogiannakis, dkk., Acute Mechanical Bowel Obstruction: clinical presentation,
Etiology, Management and Outcome. World Journal of Gastroenterology.
http://www.wjgnet.com.
4. Imaz Akgun, dkk., 2001. Causes and Effective Factors on Mortality of Intestinal
Obstruction in the South East Anatolia.
http://journals.tubitak.gov.tr/medical/issues/sag-02-32-2/sag-32-2-11-0012-5.pdf.
5. Chen Xz, dkk., 2001. Etiological factors and mortality of acute intestinal obstruction:a
review of 705 cases.
http://www.jcimjournal.com/en/FullText2.aspx?articleID=167219772008101010.
6. Nofie, Windiarto., 2008. Differences of Recovery time of Intestinal Peristaltic on
Surgical Patients with General Anesthesia Taken with Early Ambulation of Active and
Passive ROM in Wira Bhakti Tamtama Hospital Semarang
7. Narendra, dkk.,2002. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta : Sagung Seto.
8. Karam Hamzal.,2012. Karakteristik Ibu yang Memberikan ASI Eksklusif pada Bayi di
Puskesmas Benu-Benua Kecamatan Kendari Barat Periode Januari – Mei Tahun 2011.
http://karamhamzal.blogspot.com/2012/02/karakteristik-ibu-yang- memberikan-
asi.html
9. Pasanbu, Nelly. 2012. Karakteristik Penderita Ileus Obstruktif yang Dirawat Inap di
RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2007-2010. Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Sumatera Utara.
10. Jacob, A, H., 2010. Intestinal Obstruction. http//www.edu/ency/article/000260pirv
.htm
11. Summers RW. Approach to the patient with ileus and obstruction. In: Yamada T,
Owyang C, Powell DW. Textbook of Gastroenterology vol I 4th edition. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins; 2003. Pg: 829-842
12. Syamsuhidajad, R., dan Wim De Jong., 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Penerbit Buku
Kedokteran, Jakarta
13. Behrman., dkk., 2000. Ilmu Kesehatan Anak.Edisi 15. Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta
14. Sabiston., 1992. Buku Ajar Ilmu Bedah Bagian Pertama. Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta
15. Alessandra Quercioli, dkk., 2009. Intestinal Radiation-Induced Stricture Favours Small
Bowel Obstruction by Phytobezoar: Report of a Case.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2705773/.
16. Bielefeldt K, Bauer AJ. Approach to the patient with ileus and obstruction . In: Yamada
T, Alpers DH, Kalloa AN et. al. Principles of clinical gastroenterology. Singapore:
Wiley- Blackwell; 2008. Pg: 287- 300
17. Indrayani, MN. 2012. Diagnosis dan Tatalaksana Ileus Obstruktif. Fakultas
Kedokteran Udayana : Denpasar.