Anda di halaman 1dari 77

Sitti Hikmaniar Husrani

111 2016 2130

Pembimbing: dr. Kartika Handayani, Sp.An


Pada bagian emergensi dan keadaan kritis, airway
manajemen untuk menjamin ventilasi dan oksigenasi yang
optimal merupakan hal terpenting.
Meskipun upaya awal harus diarahkan untuk
meningkatkan oksigenasi dan ventilasi tanpa melakukan
intubasi pasien, hal ini mungkin gagal dan pemasangan pipa
endotrakeal mungkin diperlukan.
ANATOMI
Pemahaman tentang teknik intubasi ET dan komplikasi
yang mungkin terjadi didasarkan pada pengetahuan tentang
anatomi saluran pernapasan [1]:
• Hidung
• Mulut dan rahang
• Nasofaring
• Orofaring
• Hipofaring
• Laring
• Trakea
HIDUNG

• Bagian atap : cartilagines nasi, os. Nasale, proc. Nasalis, os.


Frontalis, lamina et foramina cribosa, os. Ethmoidale, dan
os.sphenoidale.
• Bagian dasar: processus palatines os.maksillare dan lamina
horizontalis ,os.palatinum
• Dinding medial: cartilage septi nasi, lamina
perpendicularis os. Ethmoidale dan os.vomer
• Dinding lateral: os.nasale, os. Maxilla, os. Lacrimale,
labyrinthus et conchae os. Ethmoidale, concha nasalis
inferior, dan lamina pterygoideus medialis os. Sphenoidale
Cribiform plateof
ethmoidale bone
Sphenoid
Frontal Sinus
Sella
Sinus
Turcica
Superior
Choana
Turbinate

Middle Pharyngeal
Turbinate Tonsil

Inferior
Turbinate

Vestibule

Anterior
Nares
Uvula Eustachian
Hard Palate Soft Palate Tube

Gambar 1.
Anatomi hidung dari lateral
Mulut
• Bagian bawah mulut dibentuk oleh lidah, alveolar
ridge, dan mandibula.
• Palatum durum dan palatum molle berada pada
permukaan atas
• orofaring berada pada bagian posterior.

Gambar 2.
Cavum Oris
Nasofaring

• Dasar tengkorak membentuk atap nasofaring, dan palatum


molle membentuk lantainya
• Atap dan dinding posterior nasofaring mengandung jaringan
limfoid (adenoid)

Orofaring

• Palatum molle merupakan awal orofaring, yang meluas ke


inferior menuju epiglotis
• Orofaring menghubungkan bagian posterior dari rongga
mulut ke hipofaring.
Hipofaring
• Epiglotis merupakan batas superior hipofaring,
• Awal esofagus membentuk batas inferior
• Laring terletak di depan hipofaring.

Gambar 3.
Anatomi pharynx
Laring

• Laring dibatasi oleh hipofaring pada bagian superior


• Daerah inferior dibatasi trakea.
• Tiroid, krikoid, epiglotis, cuneiform, corniculate, dan
arytenoid membentuk kerangka laring.
• Dinding anterior laring dibentuk oleh kartilago epiglotis
Gambar 4.
Anatomi laring. Bagian anterior dan lateral
Gambar 5
Laring tampak dari atas (saat inspirasi)
Trakea

• Panjang trakea dewasa adalah 15 cm


• Kerangka eksternal terdiri dari serangkaian
kartilago berbentuk C
• Daerah posterior dibatasi oleh esophagus
AIRWAY MANAJEMEN PADA KEADAAN
EMERGENSI

Dalam keadaan emergensi, memastikan ventilasi dan


oksigenasi yang adekuat sangat penting. Seringnya, orang
yang tidak berpengalaman meyakini bahwa keadaan ini
memerlukan intubasi segera; Namun, upaya intubasi dapat
menghambat terjadinya napas yang adekuat. Upaya tersebut
memakan waktu, dapat menyebabkan hipoksemia dan
aritmia, dan dapat menyebabkan perdarahan dan
regurgitasi, yang membuat intubasi selanjutnya lebih sulit .
Obstruksi Jalan Napas

Gangguan ventilasi sering terjadi akibat


obstruksi jalan napas atas oleh:
• lidah
• zat yang tertahan di mulut
• spasme laring

Obstruksi dapat sebagian atau seluruhnya. Hal


ini ditandai oleh stridor inspirasi dan retraksi otot
leher dan interkostal.
Jika pernapasan tidak adekuat, manuver head tilt chin lift
harus dilakukan. Pada pasien yang dicurigai cedera cervical,
manuver jaw-thrust (tanpa head tilt) dapat menyebabkan
sedikit pergeseran vertebra cervical.

Untuk melakukan manuver head-tilt:

• telapak tangan diletakkan di dahi pasien


• lakukan penekanan untuk mengekstensikan kepala
Untuk melakukan chin lift:

• beberapa jari tangan lainnya ditempatkan di area


submental dan mengangkat mandibula
• harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari
obstruksi jalan napas

Untuk melakukan jaw thrust:


• angkat pada sudut mandibula
Kedua manuver ini dapat membuka saluran
orofaringeal.
Gambar 6
Pada pasien koma, jaringan lunak oropharynx menjadi relaksasi dan dapat
menghalangi jalan nafas atas. Obstruksi dapat dikurangi dengan menempatkan ibu
jari pada rahang atas dengan jari telunjuk di bawah ramus mandibula dan
mengangkat mandibula ke depan dengan tekanan dari jari telunjuk (panah). Manuver
ini membawa jaringan lunak ke depan dan, oleh karena itu, sering mengurangi
obstruksi jalan napas.
• Jika jalan napas adekuat dan pasien tidak bernapas secara
spontan, oksigen dapat dihantarkan melalui simpel mask
dan bag valve mask.
• Sangat penting untuk memastikan masker menutupi mulut
dan hidung pasien.

Untuk melakukan prosedur ini:


• masker diletakkan awalnya pada jembatan hidung
• ditarik ke bawah ke arah mulut, menggunakan kedua
tangan
• Operator berdiri di kepala pasien dan menekan masker ke
wajah pasien dengan tangan kiri
• jempol harus berada pada masker bagian hidung, jari
telunjuk di dekat bagian mulut, jari-jari lainnya menyebar di
sisi kiri mandibula pasien sehingga menariknya sedikit ke
depan
• balon di pompa dan dilepaskan secara bergantian dengan
tangan kanan.
• Jalan napas yang baik ditunjukkan oleh naik dan turunnya
dada.
Gambar 7

Ventilasi dengan bag valve mask


Jalan Napas Tambahan

• Jika posisi kepala dan leher sudah tepat atau sekresi dan
benda asing sudah dibersihkan tetapi gagal memberikan
airway yang adekuat
• Beberapa tambahan jalan napas dapat membantu jika
tidak ada orang yang terampil dalam melakukan
intubasi.
• Oropharyngeal atau nasopharyngeal airway kadang-
kadang membantu untuk menyediakan airway yang
adekuat ketika posisi kepala yang tepat saja tidak cukup.
Gambar 8.
Posisi oropharingeal airway yang tepat

Gambar 9
Posisi nasopharingeal airway yang tepat
Indikasi Intubasi

Indikasi untuk intubasi ET dapat dibagi menjadi empat


kategori besar:
(a) obstruksi jalan napas akut
(b) sekresi paru yang berlebihan atau ketidakmampuan untuk
membersihkan sekret secara adekuat
(c) hilangnya refleks protektif
(d) kegagalan pernafasan
Tabel 1. Indikasi Dilakukannya Intubasi Endotrakea
Obstruksi Akut Jalan Napas
Trauma: mandibula dan Laring (trauma langsung/ langsung)
Inhalasi: rokok, bahan kimia, benda asing
Infeksi: epiglotitis akut, croup, abses retropharingeal
Hematom
Tumor
Kelainan kongenital: laryngeal web, supraglotic fusion
Edema laring
Spasme laring (respon anafilaktik)
Penggunaan Suction
Pasien disabilitas
Sekret
Hilangnya refleks protektiv
Trauma kepala
Overdosis obat
Trauma cerebrovascular
Kegagalan Respirasi
Hipoksemia: ARDS, hipoventilasi, Atelektasis, sekret, edema
pulmonal
Hiperkapnia: hipoventilasi, kegagalan neuromuskular, overdosis obat
Evaluasi Preintubasi

• Penilaian secara cepat anatomi saluran napas pasien dapat


memberikan pilihan yang tepat untuk intubasi, peralatan
yang tepat, dan tindakan pencegahan yang akan diambil
• Dalam situasi yang tidak darurat, evaluasi preintubasi
beberapa saat dapat mengurangi kemungkinan terjadinya
komplikasi dan kemungkinan berhasilnya intubasi dengan
trauma minimal sangat besar.
• Struktur anatomi saluran napas bagian atas, kepala, dan
leher harus diperiksa, dengan memperhatikan kelainan
yang mungkin menghalangi intubasi.
• Evaluasi cervical, fungsi sendi temporomandibular, dan
gigi sangatlah penting.
• Setiap kelainan yang mungkin menghambat pada rongga
oral, faring, dan laring harus diperhatikan.
Mobilitas cervical dinilai dengan:

• fleksi dan ekstensi leher (dilakukan hanya setelah


memastikan tidak ada cedera cervical)
• normalnya fleksi-ekstensi leher bervariasi 165-90 derajat,
menurun sekitar 20% pada usia 75 tahun.

Pemeriksaan rongga mulut merupakan hal yang wajib.


Gigi yang berlubang, hilang, atau patah harus diperhatikan dan
gigi palsu yang dapat dilepas harus dikeluarkan.
Mallampati et al. mengembangkan indikator klinis
berdasarkan ukuran aspek posterior lidah terhadap ukuran
faring. Pasien harus duduk, dengan kepala diekstensikan,
mengeluarkan lidah dan bersuara.

Kelas 1: pilar faucial, uvula, palatum molle, dan dinding


faring posterior terlihat dengan jelas
Kelas 2: yang terlihat hanya uvula dan palatum molle
Kelas 3: yang terlihat palatum molle dan pangkal uvula saja
Kelas 4: hanya terlihat palatum durum
Gambar 10
Klasifikasi Mallampati untuk memprediksi kesulitan intubasi. Kelas I: palatum
molle, uvula, pilar faring, seluruh tonsil terlihat jelas. Kelas II: palatum molle dan
uvula terlihat sedangkan pilar faring tidak terlihat, setengah bagian atas fossa tonsil
terlihat. Kelas III: palatum molle dan palatum durum masih dapat terlihat. Kelas IV:
pilar laring, uvula, dan palatum molle tidak terlihat, hanya palatum durum yang
terlihat.
Kesulitan dalam intubasi orotrakeal juga dapat
diprediksi jika:

(a) pasien dewasa dan tidak dapat membuka mulutnya


lebih dari 40 mm (lebar dua jari)
(b) jarak dari tiroid ke rahang bawah kurang dari tiga jari
(kurang dari atau sama dengan 7 cm)
(c) pasien memiliki langit-langit melengkung tinggi
(d) kisaran normal fleksi-ekstensi leher menurun
(kurang dari atau sama dengan 80 derajat)
ALAT-ALAT INTUBASI
Tabel 3. Alat yang Diperlukan untuk Intubasi
Suplai O2 100%
Masker
Bag Valve Mask
Peralatan suction
Stylet
Magill Forcep
Oral airway
Nasal Airway
Laryngoscope (melengkung dan lurus, berbagai ukuran)
Endotrakeal tube
Spatel lidah
Spoit untuk mengembangkan cuff
Vasokonstriksi dan anestesi lokal
Plester
Simple mask

Stylet

Suction
OPA

Bag valve mask


Magill Forcep
Nasopharyngeal Airway

ETT

Laryngoscope

Spatel

Plester
Laryngoscop

• Laringoskop memiliki dua bagian utama yaitu gagang dan


bilah.
• Didalam gagang terdapat baterai untuk menyalakan lampu
pada bilah laringoscop.
• Cahaya lampu yang tidak baik untuk visualisasi
menunjukan posisi bilah yang tidak tepat, lampu yang
rusak/longgar atau baterai yang harus diganti.
• Berbagai bentuk dan ukuran bilah tersedia. Dua jenis yang
sering digunakan adalah bilah yang melengkung
(Macintosh) dan bilah yang lurus (Miller).
Gambar 11
Dua jenis bilah laringoscop, MacIntosh (A) and Miller (B). Bilah
Macintosh melengkung. Bilah diletakan pada valecula dan gagang
diposisikan sampai membentuk sudut 45o. Hal ini untuk memudahkan
visualisasi epiglotis. Bilah Miller lurus. Ujungnya diletakan pada
posterior epiglotis. Menggunakan laringoscop Miler sama seperti
laringoscop Macintosh.
Pipa Endotrakea

• Pemilihan pipa kecil yang tidak sesuai dapat meningkatkan


kerja pernapasan.
• Secara umum, semakin besar pasien, semakin besar ukuran
pipa ET yang harus digunakan.
• Pada umumnya orang dewasa harus diintubasi dengan pipa
ET yang memiliki diameter setidaknya 8,0 mm
CUFF PIPA ENDOTRAKEA

• Pipa endotrakea mempunyai tekanan yang rendah,


volume cuff yang tinggi untuk mengurangi komplikasi
kejadian iskemi.
• Iskemi trakea dapat terjadi jika tekanan cuff melebihi
tekanan kapiler (sekitar 32 mmHg), sehingga dapat
menyebabkan inflamasi, ulser, infeksi, dan gangguan
pada kartilago.
ANESTESI SEBELUM DILAKUKAN INTUBASI

Pasien-pasien yang memerlukan intubasi seringnya


dengan penurunan kesadaran, anestesi biasanya tidak
diperlukan. Jika anestesi harus dilakukan dengan keadaan
pasien masih responsif, sedasi atau general anestesi dapat
menyebabkan terjadinya aspirasi pulmonal atau refluks isi
lambung.
• Laringoskopi pada pasien yang tidak dianestesi secara
adekuat dapat menyebabkan takikardia dan
peningkatan tekanan darah.
• Kadang-kadang laringoskopi dan intubasi dapat
menghasilkan respons vasovagal, yang menyebabkan
bradikardia dan hipotensi.

Beberapa respon tersebut dapat kurangi dengan


memberikan anestesi lokal pada hidung, mulut, dan/atau
posterior faring sebelum dilakukan intubasi.
• Lidokain topikal (1%-4%) dengan fenilefrin (0,25%) atau
kokain (4%, dosis total 200 mg) dapat digunakan untuk
anestesi saluran hidung dan memberikan vasokonstriksi
lokal.
• Alternatif lain, lidokain 2% kental dimasukkan melalui
pipa ET atau nasopharingeal airway kecil yang dimasukkan
ke dalam hidung.
• Anestesi lidah dan faring posterior dapat dilakukan dengan
lidokain spray (4% hingga 10%) atau
• campuran dari dua krim anestesi lokal yang dioleskan pada
lidah dan saluran udara mulut .

Jika anestesi topikal yang adekuat tidak dapat dicapai


atau jika pasien tidak kooperatif, anestesi umum mungkin
diperlukan untuk intubasi.
TEKHNIK INTUBASI

• Sebelum intubasi, dokter harus menilai kemungkinan


keberhasilan untuk setiap jalur intubasi, keadaan klinis,
kemungkinan intubasi yang lama, dan prospek apakah
prosedur diagnostik atau terapeutik seperti bronkoskopi
pada akhirnya diperlukan.
• Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kenyamanan
pasien juga harus dipertimbangkan.
• Pada pasien yang tidak sadar jalan napasnya harus bebas,
intubasi orotrakeal dengan visualisasi langsung pita suara
umumnya merupakan teknik yang lebih disukai.
• Pada pasien yang sadar, laringoskopi langsung dapat
dilakukan setelah anestesi yang adekuat.
• Intubasi nasotrakeal harus dihindari pada pasien
dengan koagulopati atau mereka yang mendapatkan
terapi antikoagulan.
• Pada pasien obesitas, selimut ditempatkan di bawah
kepala, bahu, dan punggung atas untuk memastikan
bahwa tragus berada sejajar suprasternal, akan
meningkatkan kemungkinan keberhasilan intubasi.
Gambar 12
A: Pasien obesitas dengan menggunakan bantal. Dengan
tragus berada dibawah suprasternal.
B: Setelah diletakan selimut dbawah punggung dan kepala,
tragus sejajar dengan suprasternal
TEKHNIK SPESIFIK DAN JALUR INTUBASI ENDOTRAKEA

Intubasi Orotrakea
Intubasi orotrakeal adalah teknik yang paling mudah
dipelajari dan paling sering digunakan untuk intubasi
darurat di ICU. Para pengajar menyatakan bahwa intubasi
orotrakeal yang sukses membutuhkan penyelarasan sumbu
oral, faring, dan laring dengan menempatkan pasien dalam
"sniffing position" di mana leher dilenturkan dan kepala
sedikit diekstensikan.
• Gagang laringoskop digenggam di tangan kiri
• Mulut pasien dibuka dengan tangan kanan menggunakan
handscoen.
• Bilah laringoskop disisipkan dari sisi kanan mulut,
didorong ke pangkal lidah, lalu digese ke arah kiri.
• Jika menggunakan bilah lurus, bilah didorong di bawah
epiglotis. Jika bilah melengkung yang digunakan, bilah
dimasukkan ke dalam vallecula.
• Setelah bilah pada posisinya, operator harus mengangkat
ke depan dalam sudut 45 derajat horizontal untuk
melihat pita suara
• Pipa ET kemudian dipegang di tangan kanan dan
disisipkan dari sudut kanan mulut sampai mencapai
glotis.
• Pipa ET dimasukan melalui pita suara sampai cuff tidak
terlihat
• Cuff kemudian dipompa dengan udara yang cukup untuk
mencegah kebocoran
A: Posisi laringoskop pada mulut.

B: Terlihat glotis.
C: Pipa endotrakea dimasukkan
ke dalam laring

Gambar 13
Intubasi videolaringoscop.
Kedalaman insersi pipa yang tepat secara klinis
dipastikan dengan:
• mengamati ekspansi simetris dari kedua dada
• auskultasi suara napas yang sama di kedua paru-paru.

Perut juga harus diauskultasi untuk memastikan


pipa tidak masuk ke esofagus.
Aturan praktis untuk penempatan tabung pada
orang dewasa dengan ukuran rata-rata adalah bahwa gigi
seri harus berada pada tanda 23 cm pada pria dan tanda 21
cm pada wanita. Atau, kedalaman yang tepat (5 cm di atas
carina)
Metode tambahan untuk mendeteksi intubasi
esofagus menggunakan balon yang menempel di ujung
proksimal tabung ET. Balon diremas. Jika tabung berada di
trakea, balon akan mengembang kembali, dan jika tabung
berada di kerongkongan, balon akan tetap kempes.
Harus diingat bahwa fleksi atau ekstensi kepala
dapat mendorong atau menarik tabung 2 sampai 5 cm.
Cara Melakukan Intubasi
INTUBASI NASOTRAKEA

Intubasi nasotrakea lebih sulit dilakukan daripada intubasi


orotrakea karena pipa tidak dapat diamati secara langsung
saat lewat di antara pita suara. Intubasi nasotrakea tidak
boleh dilakukan pada pasien dengan:
• perdarahan abnormal
• polip hiduntg
• trauma wajah
• rinorea serebrospinal
• Sinusitis
• kelainan anatomi apa pun yang akan menghambat
masuknya pipa.
Algoritma Jalan Napas Sulit

1. Kaji kemungkinan dan dampak klinis dari masalah


manajemen dasar:
• Kesulitan dengan kerjasama atau persetujuan pasien
• Ventilasi mask yang sulit
• Sulitnya pemasangan airway supraglotic
• Laringoskopi yang sulit
• Intubasi yang sulit
• Akses jalan napas bedah yang sulit
2. Secara berikan oksigen tambahan selama proses
penatalaksanaan saluran napas yang sulit.
3. Pertimbangkan manfaat dan kelayakan dari pilihan
manajemen dasar:
• Intubasi sadar vs intubasi setelah induksi anestesi
umum
• Teknik non-invasif vs. teknik invasif untuk
pendekatan awal intubasi
• Laringoskopi dibantu video sebagai pendekatan awal
untuk intubasi
4. Kembangkan strategi utama dan strategi
INTUBASI DENGAN BRONKOSKOPI FLEKSIBEL

Flexible bronchoscopy adalah metode yang efektif untuk


intubasi trakea dalam kasus-kasus sulit. Ini mungkin sangat
berguna ketika anatomi saluran napas atas telah terdistorsi
oleh tumor, trauma, endokrinopati, atau anomali
kongenital. Teknik ini terkadang dapat dilakukan pada
korban kecelakaan di mana cidera cervical tidak diketahui
dan leher pasien tidak dapat dimanipulasi.
AIRWAY TAMBAHAN LAINNYA

• LMA terdiri dari pipa plastik yang menempel pada masker


dengan pelek yang dapat ditiup.
• Ketika dimasukkan dengan benar, posisinya sesuai di dalam
laring dan memungkinkan ventilasi tekanan positif pada
paru-paru.
• Meskipun aspirasi dapat terjadi di sekitar masker, LMA
dapat menyelamatkan nyawa dalam situasi ventilasi yang
tidak dapat diintubasi.
Gambar 14
LMA-Fastrach (A) mempunyai pipa konvensional kecil.
Sebuah pipa spesial endotrakea (B) (tanpa adapter (C))
dimasukan melalui LMA kedalam trakea (D) dimasukan
kedalam ETT, dan LMA dilepas
Gambar 15
A-D: Tekhnik memasukan LMA
Krikotirotomi

• Dalam situasi emergensi, ketika intubasi tidak berhasil,


krikotirotomi mungkin diperlukan.
• Metode tercepat, jarum krikotirotomi, dilakukan dengan
memasukkan kateter besar (yaitu, 14-gauge) ke saluran
napas melalui membran krikotiroid sambil aspirasi
dengan jarum suntik yang melekat pada jarum kateter.
• Ketika udara diaspirasi, jarum berada di saluran napas,
dan kateter dimasukan ke dalam trakea.
Manajemen Airway pada Pasien yang Dicurigai Trauma
Cervical

• Setiap pasien dengan trauma multipel yang


membutuhkan intubasi harus diperlakukan seolah-olah
terdapat trauma cervical.
• Dengan tidak adanya trauma maksilofasial atau
rhinorrhea serebrospinal, intubasi hidung dapat
dipertimbangkan.
• Pada pasien yang hipoksemia atau apnea, pendekatan
orotrakeal harus digunakan.
Jika diperlukan intubasi oral

• Asisten harus menjaga leher pada posisi netral dengan


memastikan stabilisasi kepala dan leher secara aksial
karena pasien diintubasi. Collar neck juga membantu
dalam immobilisasi cervical.
• Videolaringoskopi memberikan visualisasi glotis yang
lebih baik tentang dalam situasi ini.
Airway Manajemen pada Pasien yan Diintubasi

Mengamankan Pipa

Memposiskan pipa ditempat yang tepat sangat penting untuk


tiga alasan:
(a) untuk mencegah ekstubasi yang tidak disengaja
(b) untuk mencegah terdorongnya pipa ke salah satu
bronkus utama
(c) untuk meminimalkan kerusakan pada saluran napas
bagian atas, laring, dan trakea yang disebabkan oleh
gerakan pasien.
Manajemen Cuff

Pemeliharaan tekanan intracuff antara 17 dan 23


mmHg. Perlunya penambahan udara secara terus menerus
ke manset untuk mempertahankan segelnya terhadap
dinding trakea menunjukkan bahwa:
(a) manset atau pipa memiliki lubang di dalamnya
(b) katup pipa rusak atau retak
(c) posisi pipa salah, dan letak cuff di antara pita suara.
Posisi pipa harus dinilai kembali.
Suction Pipa

• Suction rutin tidak boleh dilakukan pada pasien yang


sekresinya tidak bermasalah.
• Suction dapat menimbulkan berbagai komplikasi,
termasuk hipoksemia, peningkatan tekanan
intrakranial, dan aritmia ventrikel yang serius.
• Preoksigenasi dapat mengurangi kejadian aritmia.
Penggantian Pipa

• Terkadang, pipa ET mungkin perlu diganti karena


kebocoran udara, obstruksi, atau masalah lain.
• Sebelum mencoba mengganti pipa ET, harus dinilai
seberapa sulit hal tersebut.
• Berikan anestesi topikal yang tepat atau sedasi IV dan
setelah relaksasi otot,
• laringoskopi langsung dapat dilakukan untuk
memastikan apakah akan ada kesulitan dalam
memvisualisasikan pita suara.
• Pipa yang rusak dilepaskan di bawah visualisasi
langsung dan reintubasi dilakukan menggunakan pipa
baru.
• Jika tali tidak dapat dilihat pada laringoskopi langsung,
pipa dapat diganti melalui kateter saat pertukaran udara
napas yang memungkinkan insuflasi oksigen melalui
tabung oksigen standar atau bag valve mask.
KOMPLIKASI DARI INTUBASI ENDOTRACHEAL

Tabel 3. Komplikasi Intubasi Endotrake


Komplikasi selama intubasi
Trauma tulang belakang
Tertundanya resusitasi jantung paru
Aspiras
Kerusakan gigi
Abrasi korneal
Perforasi atau laserasi laring, faring, trakea
Dislokasi kartilago aritenoidea
Masuknya pipa kedalam tengkorak
Epistaksis
Gangguan cardiovaskular: kontraksi
prematur ventrikel, VT, Bradiaritmia,
Hipotensi, Hipertensi, hipoxemia
Komplikasi selama pipa terpasang
Obstruksi atau mengkerutnya pipa
Masuknya pipa ke dalam bronkus
Trauma mekanik saluran napas atas
Gangguan ventilasi mekanik
Komplikasi sementara dan jangka panjang
Suara serak
Ulser bibir, mulut, faring, atau pita suara
Lidah mati rasa (kompresi n. Hipoglossus
Laringitis
Paralisis pita suara (unilateral, bilateral)
Udem laring
Ulser laring
Granuloma laring
Sinekia pita suara
Stenosis trakea
EKSTUBASI

Keputusan untuk ekstubasi pasien didasarkan pada:


(a) respons klinis yang menguntungkan terhadap perawatan
ventilasi mekanis
(b) pemulihan kesadaran setelah anestesi
(c) resolusi awal yang cukup indikasi untuk intubasi.
Teknik Ekstubasi

• Pasien berbaring dengan kepala ditinggikan 45 derajat


• Faring posterior harus disuction secara menyeluruh.
• Cuff dikempeskan, tekanan positif digunakan untuk
menghilangkan benda asing yang menumpuk di atas
cuff saat pipa ditarik
• Berikan oksigen tambahan.
Dalam situasi di mana terjadi kesulitan
postextubation, peralatan untuk reintubasi harus
disiapkan. Selain itu, pemberian steroid preextubation
akan mengurangi risiko terjadinya stridor.

Anda mungkin juga menyukai