Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN dan ASKEP DENGAN CVA INFARK

DI RUANG SEDAP MALAM


RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG

DI SUSUN OLEH

NAMA : CINDY ROSEVIA MARTHA


NIM : A2R18056
PRODI : S1 KEPERAWATAN 2B

DOSEN PEMBIMBING

WIWID YULIASTUTI,S.Kep.Ners.,M.Kep
LAPORAN PENDAHULUAN CVA INFARK

A. DEFINISI

CVA (Cerebro Vascular Accident) merupakan kelainan fungsi otak yang timbul
mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak yang
dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja dengan gejala-gejala berlangsung
selama 24 jam atau lebih yang menyebabakan cacat berupa kelumpuhan anggota
gerak, gangguan bicara, proses berpikir, daya ingat dan bentuk-bentuk kecacatan lain
hingga menyebabkan kematian (Muttaqin, 2008:234).   
CVA Infark adalah sindrom klinik yang awal timbulnya mendadak, progresif cepat,
berupa defisit neurologi fokal atau global yang berlangsung 24 jam terjadi karena
trombositosis dan emboli yang menyebabkan penyumbatan yang bisa terjadi di
sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai
oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan
cabang dari lengkung aorta jantung (arcus aorta) (Suzanne, 2002: 2131).

B. KLASIFIKASI

Berdasarkan patologi dan manifestasi klinis :


1.      Stroke Haemorhagi
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan
oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya
saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat.
Kesadaran pasien umumnya menurun.
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh
perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena
trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler.
(Djoenaidi Widjaja et. al, 1994).
Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
a)    Perdarahan Intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hypertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang
menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi
cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan
intraserebral yang disebabkan karena hypertensi sering dijumpai di daerah putamen,
talamus, pons dan serebelum. (Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan
Perawat Bedah Syaraf Indonesia, Siti Rohani, 2000, Juwono, 1993: 19).
b)   Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang
pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya yang
terdapat di luar parenkim otak (Juwono, 1993: 19). Pecahnya arteri dan keluarnya ke
ruang sub arachnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur
peka nyeri dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak
global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan
hemi sensorik, afasia, dll). (Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat
Bedah Syaraf Indonesia, Siti Rohani, 2000).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya
peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul
nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan
selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan
perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid
dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini
seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke
5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga
karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam
cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang subarakhnoid. Vasispasme ini
dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran)
maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia danlain-lain).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi
yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak
tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar
akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa
sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan
glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi
gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2
melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah
otak.

Tabel 1. Perbedaan perdarahan Intra Serebral (PIS) dan Perdarahan Sub Arachnoid
(PSA)
Gejala PIS PSA
Timbulnya Dalam 1 jam 1-2 menit
Nyeri Kepala Hebat Sangat hebat
Kesadaran Menurun Menurun sementara
Kejang Umum Sering fokal
Tanda rangsangan +/- +++
Meningeal.
Hemiparese ++ +/-
Gangguan saraf otak + +++
Disadur dari Laporan Praktik Klinik KMB di Ruang Syaraf RSUD Dr. Soetomo Surabaya

2.      Stroke Non Haemorhagic (CVA Infark)


Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat
setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan
namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul
edema sekunder. Kesadaran umummnya baik.

Perbedaan CVA infark dan haemoragie :


Gejala (anamnesa) Infark Perdarahan
Permulaan (awitan) Sub akut/kurang mendadak Sangat akut/mendadak
Waktu (saat “serangan”) Bangun pagi/istirahat Sedang aktifitas
Peringatan + 50% TIA -
Nyeri Kepala +/- +++
Kejang - +
Muntah - +
Kesadaran menurun Kadang sedikit +++

Koma/kesadaran menurun +/- +++


Kaku kuduk - ++
Kernig - +
pupil edema - +
Perdarahan Retina - +
Bradikardia hari ke-4 sejak awal
Penyakit lain Tanda adanya Hampir selalu hypertensi,
aterosklerosis di retina, aterosklerosis, HHD
koroner, perifer. Emboli
pada ke-lainan katub,
fibrilasi, bising karotis
Pemeriksaan:
Darah pada LP - +
X foto Skedel + Kemungkinan pergeseran
glandula pineal
Angiografi Oklusi, stenosis Aneurisma. AVM. massa
intra hemisfer/ vaso-
spasme.
CT Scan Densitas berkurang Massa intrakranial
(lesi hypodensi) densitas bertambah.
(lesi hyperdensi)
Opthalmoscope Crossing phenomena Perdarahan retina atau
Silver wire art corpus vitreum
Lumbal pungsi :
·      Tekanan Normal Meningkat
·      Warna Jernih Merah
·      Eritrosit < 250/mm3 >1000/mm3
Arteriografi oklusi ada shift
EEG di tengah shift midline echo

Disadur dari Makalah Simposium Sehari “Peran Perawat dalam Kegawat Daruratan” dalam
Rangka Dirgahayu PPNI XIX di Tirta Graha Lantai V Jl. Myjen Prof. Dr. Moestopo No. 2
Surabaya (Gedung PDAM Kotamadya Surabaya yang diselenggarakan oleh Persatuan
Perawat Nasional Indonesia Dewan Pimpinan Daerah Tingkat II Kotamadya Suarabaya
Berdasarkan perjalanan penyakit atau stadiumnya:
1.      TIA (Trans Iskemik Attack)
Gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa
jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu
kurang dari 24 jam.
2.      Stroke involusi
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis terlihat
semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
3.      Stroke komplit
Gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai dengan
istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.

C. ETOLOGI

Ada beberapa penyebab CVA infark (Muttaqin, 2008: 235)


1.        Trombosis serebri
Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi
jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti disekitarnya. Trombosis
biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Terjadi karena
penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah. Trombosis serebri ini
disebabkan karena adanya:
a.    Aterosklerostis: mengerasnya/berkurangnya kelenturan dan elastisitas dinding
pembuluh darah
b.    Hiperkoagulasi: darah yang bertambah kental yang akan menyebabkan viskositas/
hematokrit meningkat sehingga dapat melambatkan aliran darah cerebral
c.    Arteritis: radang pada arteri.

2.        Emboli
Dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluhan darah otak oleh bekuan
darah, lemak, dan udara. Biasanya emboli berasal dari thrombus di jantung yang
terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri. Keadaan-keadaan yang dapat
menimbulkan emboli:
a.       Penyakit jantung reumatik
b.      Infark miokardium
c.       Fibrilasi dan keadaan aritmia : dapat membentuk gumpalan-gumpalan kecil yang
dapat menyebabkan emboli cerebri
d.      Endokarditis : menyebabkan gangguan pada endokardium

Faktor Resiko Terjadinya CVA (Brunner & Suddarth, 2000: 94-95)  :


a.       Hypertensi, faktor resiko utama
b.      Penyakit kardiovaskuler
c.       Kadar hematokrit tinggi
d.      DM (peningkatan anterogenesis)
e.       Pemakaian kontrasepsi oral
f.        Penurunan tekanan darah berlebihan dalam jangka panjang
g.       Obesitas, perokok, alkoholisme
h.      Kadar esterogen yang tinggi
i.        Usia > 35 tahun
j.        Penyalahgunaan obat
k.      Gangguan aliran darah otak sepintas
l.        Hyperkolesterolemia
m.    Infeksi
n.      Kelainan pembuluh darahh otak (karena genetik, infeksi dan ruda paksa)
o.      Lansia
p.      Penyakit paru menahun (asma bronkhial)
q.      Asam urat

Faktor resiko CVA infark (Muttaqin, 2008: 236) :


a.       Hipertensi.
b.      Penyakit kardiovaskuler-embolisme serebri berasal dari jantung: Penyakit arteri
koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, abnormalitas irama
(khususnya fibrilasi atrium), penyakit jantung kongestif.
c.       Kolesterol tinggi
d.      Obesitas
e.       Peningkatan hematokrit
f.        Diabetes Melitus
g.       Merokok
D. MANIFESTASI KLINIS

Menurut Hudak dan Gallo dalam buku keperawatn Kritis (2000: 258-260), yaitu:

1.      Lobus Frontal
a.       Defisit Kognitif : kehilangan memori, rentang perhatian singkat, peningkatan
distraktibilitas (mudah buyar), penilaian buruk, tidak mampu menghitung, memberi
alasan atau berpikir abstrak.
b.      Defisit Motorik : hemiparese, hemiplegia, distria (kerusakan otot-otot bicara),
disfagia (kerusakan otot-otot menelan).
c.       Defisit aktivitas mental dan psikologi antara lain : labilitas emosional, kehilangan
kontrol diri dan hambatan soaial, penurunan toleransi terhadap stres, ketakutan,
permusuhan frustasi, marah, kekacuan mental dan keputusasaan, menarik diri, isolasi,
depresi.

2.      Lobus Parietal
a.    Dominan :
1. Defisit sensori antara lain defisit visual (jaras visual terpotong sebagian besar pada
hemisfer serebri), hilangnya respon terhadap sensasi superfisial (sentuhan, nyeri, tekanan,
panas dan dingin), hilangnya respon terhadap proprioresepsi (pengetahuan tentang posisi
bagian tubuh).
2. Defisit bahasa/komunikasi
·    Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-pola bicara yang dapat
dipahami)
·    Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan)
·    Afasia global (tidak mampu berkomunikasi pada setiap tingkat)
·    Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)\
·    Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam tulisan).
b.    Non Dominan
       Defisit perseptual (gangguan dalam merasakan dengan tepat dan
menginterpretasi  diri/lingkungan) antara lain:
- Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal terhadap ekstremitas yang
mengalami paralise)
- Disorientasi (waktu, tempat dan orang)
- Apraksia (kehilangan kemampuan untuk mengguanakan obyak-obyak dengan tepat)
-  Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan melalui indra)
- Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruangan
- Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau tempat
-  Disorientasi kanan kiri
3.      Lobus Occipital
Deficit lapang penglihatan penurunan ketajaman penglihatan, diplobia(penglihatan
ganda), buta.
4.      Lobus Temporal
Defisit pendengaran, gangguan keseimbangan tubuh

E. PATOFISIOLOGI

Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya
infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan
adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang 
tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lmbat atau cepat) pada
gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena
gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik sering/
cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat berasal dari flak
arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah
akan lambat atau terjadi turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam
aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan otak yang disuplai oleh
pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti disekitar area.
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu
sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah
beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan. Oleh
karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada
pembuluh darah serebral oleh  embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti
thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembukluh darah
maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh
darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan
menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi
pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan
kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler, karena perdarahan
yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih
berat dapat menyebabkan herniasi otak.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan
batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke
ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus,
talamus dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan
disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit.
Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi
oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan
mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan menurunnya tekanan
perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang
keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan
neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60
cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada
perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara
30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc
dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Misbach, 1999 cit Muttaqin 2008)

PATHWAY

Trombosis Emboli Cerebral Perdarahan

Suplai darah tidak sampai ke otak

Penyumbatan pembuluh darah (infark iskemi) (non hemoragi)

Iskemia ( kekurangan suplai darah )

Kerusakan neomuskular Nekrosis jaringan Risiko perfusi serebral tdk efektif

Nervus vagus Nervus II,III,V

Disatria Defisit/trauma neurologis

Gangguan komunikasi verbal Perbahan persepsi sensori

Penurunan kekuatan Nervus IX dan XII Kelemahan otot


dan ketahanan otot
Resiko kerusakan Gangguan mobilitas fisik
Thdp menelan
Defisit perawatan
Diri
Nyeri

F. DATA PENUNJANG
Periksaan penunjang pada pasien CVA infark:
1.     Laboratorium :
a.    Pada pemeriksaan paket stroke: Viskositas darah pada apsien CVA ada
peningkatan VD > 5,1 cp, Test Agresi Trombosit (TAT), Asam Arachidonic (AA),
Platelet Activating Factor (PAF), fibrinogen (Muttaqin, 2008: 249-252)
b.    Analisis laboratorium standar mencakup urinalisis, HDL pasien CVA infark
mengalami penurunan HDL dibawah nilai normal 60 mg/dl, Laju endap darah
(LED) pada pasien CVA bertujuan mengukur kecepatan sel darah merah mengendap
dalam tabung darah LED yang tinggi menunjukkan adanya radang. Namun LED tidak
menunjukkan apakah itu radang jangka lama, misalnya artritis, panel metabolic dasar
(Natrium (135-145 nMol/L), kalium (3,6- 5,0 mMol/l), klorida,) (Prince, dkk ,
2005:1122)
2.    CT scan : pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di
ventrikel atau menyebar ke permukaan otak (Muttaqin, 2008:140).
3.    Pemeriksaan sinar X toraks: dapat mendeteksi pembesaran jantung (kardiomegali)
dan infiltrate paru yang berkaitan dengan gagal jantung kongestif
(Prince,dkk,2005:1122)
4.    Ultrasonografi (USG) karaois: evaluasi standard untuk mendeteksi gangguan
aliran  darah karotis dan kemungkinan memmperbaiki kausa  stroke (Prince,dkk ,
2005:1122).
5.    Angiografi serebrum : membantu menentukan penyebab dari stroke secara 
Spesifik seperti lesi ulseratrif, stenosis, displosia  fibraomuskular, fistula arteriovena,
vaskulitis dan   pembentukan thrombus di pembuluh besar (Prince, dkk ,2005:1122).
6.    Pemindaian dengan Positron Emission Tomography (PET):
mengidentifikasi seberapa besar suatu daerah di otak menerima dan  memetabolisme
glukosa serta luas cedera  (Prince, dkk ,2005:1122)
7.     Ekokardiogram transesofagus (TEE): mendeteksi sumber kardioembolus
potensial (Prince, dkk ,2005:1123).
8.     MRI : menggunakan gelombang magnetik  untuk memeriksa posisi dan besar /
luasnya daerah infark (Muttaqin, 2008:140).

G. KOMPLIKASI
Sebagian besar stroke terjadi akibat kombinasi faktor penyebab medis (misalnya,
peningkatan tekanan darah) dan faktor penyebab perilaku (misalnya merokok).
Penyebab penyebab ini disebut ”faktor resiko”.
Terdapat sejumlah faktor resiko yang tidak dapat diubah. Faktor resiko yang tidak
dapat dimodifikasi ini mencakup penuaan, kecenderungan genetis dan suku bangsa.
Faktor resiko medis mencakup :
·         Hipertensi
·         Tingginya kadar zat-zat berlemak seperti kolesterol dalam darah
·         Aterosklerosis (mengerasnya arteri)
·         Berbagai gangguan jantung, termasuk fibrilasi atrium (misalnya denyut jantung
tidak teratur), diabetes, dan aneurisma intrakranium yang belum pecah
·         Riwayat stroke dalam keluarga atau penanda genetis lainnya
·         Migrain
Menurut Arif Mansjoer dalam bukunya Kapita Selekta Kedokteran Edisi III, 2000,
faktor resiko stroke yaitu :
1. Tidak dapat diubah : usia, jenis kelamin pria, ras, riwayat keluarga, riwayat TIA,
penyakit jantung koroner, fibrilasi atrium, dan heterozigot dan homozigot untuk
homosistinuria
2. Dapat diubah : hipertensi, diabetes melitus, merokok, penyalahgunaan alkohol dan
obat, kontrasepsi oral, hematokrit meningkat, bruit karotis asimtomatis, hiperurisemia,
dan dislipidemia.

H. PENATALAKSANAAN

Ada beberapa penatalaksanaan pada pasien dengan CVA infark (Muttaqin, 2008:14):


1.   Untuk mengobati keadaan akut, berusaha menstabilkan TTV dengan :
a.      Mempertahankan saluran nafas yang paten
b.      Kontrol tekanan darah
c.      Merawat kandung kemih, tidak memakai keteter
d.      Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam, latihan gerak pasif.
2.  Terapi Konservatif
a.    Vasodilator untuk meningkatkan aliran serebral
b.    Anti agregasi trombolis: aspirin untuk menghambat reaksi pelepasan
agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
c.    Anti koagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya
trombosisiatau embolisasi dari tempat lain ke sistem kardiovaskuler.
d.    Bila terjadi peningkatan TIK, hal yang dilakukan:
1)      Hiperventilasi dengan ventilator sehingga PaCO2 30-35 mmHg
2)      Osmoterapi antara lain :
-          Infus manitol 20% 100 ml atau 0,25-0,5 g/kg BB/ kali
dalam waktu 15-30 menit, 4-6 kali/hari.
-          Infus gliserol 10% 250 ml dalam waktu 1 jam, 4 kali/hari
3)      Posisi kepala head up (15-30⁰)
4)      Menghindari mengejan pada BAB
5)      Hindari batuk
6)      Meminimalkan lingkungan yang panas

I. DIAGNOSA YANG SERING MUNCUL

1. Resiko Perfusi Serebral Tidak Efektif b/d stenosis karotis


2. Gangguan Mobilitas Fisik b/d penurunan kekuatan otot
3. Defisit Perawatan Diri b/d gangguan neuromuskuler

J. INTERVENSI

1. Resiko Perfusi Serebral Tidak Efektif b/d stenosis karotis


Intervensi :
a. Observasi :
-identifikasi penyebab peningkatan TIK
-monitor tanda gejala peningkatan TIK
-monitor CVP
-monitor MAP
-monitor PAWP
-monitor ICP
-monitor CPP
-monitor gelombang ICP
-monitor cairan serebro-spinalis

b. Terapeutik :
-berikan posisi semi fowler
-hindari penggunaan PEEP
-hindari pemberian cairan IV hipotonik
-pertahankan suhu tubuh normal

c. Kolaborasi :
-kolaborasi pemberian diuretic osmosis
-kolaborasi pemberian pelunak tinja

2. Gangguan Mobilitas Fisik b/d penurunan kekuatan otot


Intervensi :
a. Observasi :
-identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
-monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi

b. Terapeutik :
-libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan
c. Kolaborasi :
-jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
-anjurkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan

3. Defisit Perawatan Diri b/d gangguan neuromuskuler


a. Observasi :
-idetifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri,berpakaian,berhias, dan
makan

b. Terapeutik
-fasilitasi untuk menerima keadaaan ketergantungan

c. Kolaborasi
-anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai kemampuan
DAFTAR PUSTAKA

PESEKA, Danang Yoga; ACHWANDI, Moch; WICAKSONO, Arif. ASUHAN


KEPERAWATAN PADA KLIEN YANG MENGALAMI CVA INFARK DENGAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI DI RSI SAKINAH MOJOKERTO. 2018.

Peseka, Danang Yoga, Moch Achwandi, and Arif Wicaksono. "ASUHAN


KEPERAWATAN PADA KLIEN YANG MENGALAMI CVA INFARK DENGAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI DI RSI SAKINAH MOJOKERTO." (2018).

Peseka, D. Y., Achwandi, M., & Wicaksono, A. (2018). ASUHAN


KEPERAWATAN PADA KLIEN YANG MENGALAMI CVA INFARK DENGAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI DI RSI SAKINAH MOJOKERTO.

PESEKA, Danang Yoga; ACHWANDI, Moch; WICAKSONO, Arif. ASUHAN


KEPERAWATAN PADA KLIEN YANG MENGALAMI CVA INFARK DENGAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI DI RSI SAKINAH MOJOKERTO. 2018.

Anda mungkin juga menyukai