Anda di halaman 1dari 20

Kelompok 2

HALAMAN DEPAN

MAKALAH
‘HABITAT DAN RELUNG‘’
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas
Mata kuliah : Ekologi Hewan
Dosen pembimbing : Abu Yajid Nukti, M.Pd

Disusun Oleh:

Emiliasi Widyasari
NIM : 1701140471
Lathifah Nor Thoybah
NIM : 1701140482
Yantiah
NIM : 1701140483

PROGRAM STUDI TADRIS BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA
TAHUN 2020 M

i
KATA PENGATAR

Segala puji bagi Allah SWT. Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
serta telah menurunkan Al-Qur’an untuk menjadi pedoman hidup manusia.
Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, kepada
keluarga, sahabat dan pengikutnya. Alhamdulillahirobbil’alamiin atas karunia
Allah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Habitat dan Relung”.

Tujuan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah ekologi
tumbuhan dan untuk menambah pengetahuan agar pembaca lebih mengetahui dan
memahami tentang lingkungan dan faktor pembatas.

Kami menyadari bahwa sepenuhnya masih ada kekurangan dalam penulisan


makalah ini sehingga makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua. Semoga Allah SWT. Selalu memberikan rahmat dan ridho-Nya kepada kita
semua. Aamiin.

Palangkaraya, Maret 2020

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN ............................................................................................... i

KATA PENGATAR ............................................................................................... ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang ......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................................... 1

C. Tujuan ....................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3

A. Klasifikasi Habitat .................................................................................... 3

B. Pembagian Sumber Daya ....................................................................... 10

C. Relung Ekologi (Nieche) ........................................................................ 13

D. Interaksi Antar Spesies Pesaing.............................................................. 14

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 16

A. Kesimpulan ............................................................................................. 16

B. Saran ....................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ekologi hewan merupakan bidang ilmu yang mempelajari hubungan
timbal balik dalam lingkungan, dialam sekitar kita dapat di temui berbagai jenis
makhluk hidup, baik dari golongan hewan, tumbuhan ataupun
mikroorganisme. Di tanah yang lembab dan gembur sering di temukan
berbagai jenis ikan,di rerumputan sering di temukan belalang,di semak belukar
sering ditemukan ular. Mengapa masing-masing hewan tersebut lebih sering di
temukan di tempat-tempat yang tertentu dan tidak sembarang tempat. Masalah
kehadiran suatu populasi hewan di suatu tempat dan penyebaran(distribusi)
spesies hewan tersebut di muka bumi ini,selalu berkaitan dengan masalah
habitat dan relung ekologinya.
Habitat secara umum menunjukkan bagaimana corak lingkungan yang
ditempati populasi hewan,sedang relung ekologinya menunjukkan dimana dan
bagaimana kedudukan populasi hewan itu relatif terhadap faktor-faktor abiotik
dan biotik lingkungannya itu.Secara sederhana habitat di artikan sebagai
tempat hidup dari makhluk hidup,atau diistilahkan juga dengan biotop. Untuk
mudahnya,habitat seringkali diibaratkan sebagai ”alamat” dari populasi
hewan,sedang relung ekologi dimisalkan sebagai “profesi” di alamat itu. Maka
dari itu, untuk lebih jauh memahami konsep tentang ekosistem, habitat, relung
dan populasi maka penulis menyusun makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian habitat?
2. Apakah klasifikasi habitat?
3. Bagaimana pembagian sumber daya?
4. Bagaimana Relung ekologi (niche)?
5. Bagaimana Interaksi antar spesies pesaing?

1
C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Habitat
2. Mengetahui klasifikasi habitat
3. Mengetahui pembagian sumber daya
4. Mengatahui relung ekologi (niche)
5. Mengetahui interaksi antar spesies pesaing

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Habitat
Habitat adalah suatu komunitas biotik atau serangkaian komunitas-
komunitas biotik yang ditempati oleh hewan atau populasi kehidupan. Habitat
yang sesuai menyediakan semua kelengkapan habitat bagi suatu spesies selama
musim tertentu atau sepanjang tahun. Kelengkapan habitat terdiri dari berbagai
macam jenis termasuk makanan, perlindungan, dan faktor-faktor lainnya yang
diperlukan oleh spesies hidupan liar untuk bertahan hidup dan melangsungkan
reproduksinya secara berhasil (Bailey,1984).
Habitat sebagai sumberdaya dan kondisi yang ada di suatu kawasan
yang berdampak ditempati oleh suatu species. Habitat merupakan penghubung
kehadiran spesies, populasi, atau individu (satwa atau tumbuhan) dengan
sebuah kawasan fisik dan karakteristik biologi.Habitat terdiri lebih dari sekedar
vegetasi atau struktur vegetasi yang merupakan jumlah kebutuhan sumberdaya
khusus suatu spesies.Dimanapun suatu organisme diberi sumberdaya yang
berdampak pada kemampuan untuk bertahan hidup, itulah yang disebut dengan
habitat (Morrison,2002).
Penggunaan habitat merupakan cara satwa menggunakan (atau
”mengkonsumsi” dalam suatu pandangan umum) suatu kumpulan komponen
fisik dan biologi (sumber daya) dalam suatu habitat.Penggunaan habitat
merupakan sebuah proses yang secara hierarkhi melibatkan suatu rangkaian
perilaku alami dan belajar suatu satwa dalam membuat keputusan habitat
seperti apa yang akan digunakan dalam skala lingkungan yang berbeda
(Hutto,1985)
Habitat sebagai tempat yang spesifik dimana spesies dapat hidup, baik
sementara maupun selamanya. Setiap habitat diasumsikan memiliki kesesuaian
untuk spesies tertentu. Pada habitat yang sesuai, biasanya produktivitas betina
lebih tinggi dibandingkan produktivitas betina pada habitat yang kurang sesuai.
Kesesuaian habitat merupakan fungsi dari densitas individu populasi, sehingga

3
kepadatan yang berlebihan justru akan mengurangi kesesuaian habitat.
Kesesuaian suatu habitat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: suplai
pakan, pelindung dan pemangsa (Krebs,1985).
Ketersediaan habitat menunjuk pada aksesibiltas komponen fisik dan
biologi yang dibutuhkan oleh satwa, berlawanan dengan kelimpahan
sumberdaya yang hanya menunjukkan kuantitas habitat masing-masing
organisme yang ada dalam habitat tersebut (Wiens,1984)
B. Klasifikasi Habitat
Dibawah ini merupakan macam – macam atau klasifikasi dari habitat
menurut Sukarsono (2009):

1. Daerah Habitat Padang Rumput

Padang rumput merupakan ekosistem yang terjadi di wilayah padang


rumput. Maksudnya, interaksi yang dilakukan oleh organisme- organisme
padang rumput itu dengan komponen- komponen biotik serta abiotik yang
berada di lingkungannya.

Ciri – ciri:

• Terbentang dari mulai kawasan tropis itu sampai pada kawasan


subtropis
• Secara umum memiliki curah hujanitu 25 sampai pada 50 cm per tahun

4
• Hujannya itu tidak teratur, drainase yang menyebabkan tumbuhan itu
sulit untuk mendapatkan air. Serta hanya rumput saja yang dapat
bertahan hidup.
• Daerah padang rumput yang basah, seperti halnya Amerika Utara
mempunyai tinggi rumput bisa mencapai 3 meter, seperti rumput
bluestem di India.
2. Daerah Tundra

Tundra merupakan suatu bioma tempat terhambatnya suatu


pertumbuhan pohon dengan rendahnya suhu lingkungan sekitar. Oleh sebab
itu, daerah ini disebut dengan daerah tanpa pohon. Tundra ini terdapat di
wilayah bumi sebelah utara (yakni lingkaran arktika), juga ditemukan di daerah
dekat antartika, serta terdapat juga di puncak pada pegunungan yang tinggi.

Ciri – ciri:

• Terdapat di belahan bumi bagian utara serta hanya berada pada daerah
lingkaran kutub utara saja.
• Beriklim kutub, yakni musim dingin yang panjang serta gelap, dan juga
musim panas yang juga panjang.
• Tidak ditemukan pohon yang berukuran tinggi. Hanya terdapat pohon
mirip semak belukar.
• Banyak ditemukan lumut (sphagnum serta tichens).

5
• Tumbuhan yang hidup di daerah tundra bisa atau dapat beradaptasi
dengan suhu yang rendah atau dingin serta akan tetap hidup walaupun
kondisi beku.
3. Daerah Gurun

Untuk tumbuhan yang hidup di daerah gurun itu biasanya akan


tumbuh itu dengan secara menahun. Sebab tumbuhan itu kemudian akan
menyesuaikan dengan kondisi daerah yang sulit terdapat air itu dengan
bentuk morfologi. Tumbuhan yang hidup di gurun ini biasanya
mempunyai daun kecil, tebal serta memiliki akar yang sangat panjang.

Ciri – ciri:

• Banyak ditemukan di daerah tropis serta berbatasan dengan kawasan


padang rumput.
• Mempunyai curah hujan yang sangat rendah, yakni kurang dari 25
cm per tahun.
• Penguapan sangat tinggi, sinar matahari sangat terik, serta suhu
tinggi (mencapai 40oC bahkan juga lebih pada musim panas).
• Pada malam hari, suhu dapat turun sangat rendah.

6
4. Daerah Hutan Basah

Atau Hutan hujan tropika ini merupakan suatu bioma berupa


hutan yang kondisinya itu selalu basah atau juga lembap, yang bisa atau
dapat atau bisa ditemui di wilayah sekitar khatulistiwa; yakni kurang lebih
pada lintang 0°–10° ke utara serta ke selatan garis khatulistiwa

Ciri – ciri:

• Hutan basah ini banyak di temukan pada daerah tropis.


• Banyak ditemukan segala macam jenis pohon yang berbeda antara
satu dengan yang lainnya. Hutan basah di seluruh dunia itu
mempunyai persamaan terutama itu pada ekologi serta spesies.
• Curah hujan juga sangat tinggi, yakni lebih dari 200 cm per tahun.
Tinggi pohon bisa atau dapat mencapai 20 – 40 m.
• Mendapat sinar matahari yang cukup, akan tetapi tidak cukup untuk
bisa atau dapat menembus sampai ke dasar hutan.
• Terdapat iklim mikro di sekitar permukaan tanah atau juga di bawah
kanopi.
5. Daerah Hutan Gugur

7
Hutan gugur ini pun mempunyai nama lain disebut dengan hutan
musim tropika atau juga disebut dengan hutan monsun (monsoon forest).
Hutan gugur ini adalah salah satu bioma yang berupa hutan yang terletak
di wilayah yang memiliki iklim tropis sertasubtropis.

Ciri – ciri:

• Terletak di 30o – 40o LU / LS. Seperti pada wilayah Amerika


Serikat bagian timur, Inggris serta juga sebagian Australia.
• Curah hujan itu antara 75 – 100 cm per tahun.
• Morfologi pohon itu berdaun lebar, hijau di musim dingin, namun
tetapi rontok saat musim panas dan juga tajuk yang rapat.
• Jarak satu pohon dengan pohon yang lain tidak rapat atau juga
renggang.
• Musim panas yang hangat serta musim dingin yang tidak terlalu
dingin.
• Jenis tumbuhan relatif sedikit.
• Memiliki 4 musim.

6. Daerah Hutan Taiga

Bioma taiga atau disebut dengan bioma boreal atau juga hutan taiga
dan/atau hutan konifer ini terletak di antara daerah subtropis serta kutub di
belahan bumi bagian utara. Bioma Taiga ini adalah bioma terestrial atau
daratan. Bioma taiga ini juga terletak tepat di bawah bioma tundra.

8
Ciri – ciri:

• Tumbuhan di dominasi oleh tumbuhan berdaun jarum atau juga konifer


serta akan selalu ada sepanjang tahun.
• Tidak mempunyai banyak spesies tanaman serta hewan.
• Musim dingin nya itu cukup panjang, sedangkan untuk musim panas
sangat singkat.
• Mempunyai 4 musim, musim panas, musim semi, musim gugur serta
musim dingin.
• Curah hujan ini mencapai 35 – 40 cm per tahun.
• \Selama musim dingin, air tanah ini akan berubah menjadi es serta es
tersebut dapat mencapai 2 meter di bawah tanah.

7. Habitat Air Tawar

Habitat air tawar ini dapat dibagi menjadi dua jenis, diantaranya
perairan mengalir (lotik) serta perairan menggenang (lentik). Perairan
mengalir ini bergerak secara terus menerus kearah tertentu, sedangkan
untuk perairan menggenang perairan yang massa airnya itu memiliki
waktu singgah hanya sementara.

Termasuk sungai, kolam, rawa serta danau. Ciri – cirinya diantaranya :

• Terdapat aliran air yanng disebabkan oleh cuaca serta iklim.


• Secara fisik dan juga biologi, yakni sebagai perantara antara habitat
darat dengan habitat air laut.

9
• Mempunyai kadar garam yang rendah.

8. Habitat Laut

Ekosistem laut bisa juga disebut sebagai ekosistem bahari ini adalah
ekosistem yang ada di perairan laut, yang terdiri dari ekosistem perairan
dalam dan ekosistem pantai pasir dangkal atau litoral, serta juga ekosistem
pasang surut

Ciri – ciri:

• Kadar garam untuk daerah tropis ini lebih tinggi apabila dibanding
dengan daerah yang jauh dari khatulistiwa.
• Terbagi menjadi fotik (yakni cukup untuk mendapat cahaya matahari)
serta afotik (yakni kurang mendapat cahaya matahari).

C. Pembagian Sumber Daya


Beberapa istilah seperti makrohabitat dan mikrohabitat penggunaannya
tergantung dan merujuk pada skala apa studi yang akan dilakukan terhadap
satwa menjadi pertanyaan. (Johnson, 1980). Dengan demikian makrohabitat
dan mikrohabitat harus ditentukan untuk masing-masing studi yang berkenaan
dengan spesies spesifik. Secara umum, macrohabitat merujuk pada ciri khas
dengan skala yang luas seperti zona asosiasi vegetasi (Block and Brennan,
1993) yang biasanya disamakan dengan level pertama seleksi habitat menurut
Johnson. Mikrohabitat biasanya menunjukkan kondisi habitat yang sesuai,
yang merupakan faktor penting pada level 2-4 dalam hierarkhi Johnson. Oleh

10
sebab itu merupakan hal yang tepat untuk menggunakan istilah mikrohabitat
dan makrohabitat dalam sebuah pandangan relatif, dan pada skala penerapan
yang ditetapkan secara eksplisit.
Batas antara mikrohabitat yang satu dengan mikrohabitat yang lain
tidaklah nyata, namun demikian mikrohabitat memegang peranan penting
dalam menentukan keanekaragaman jenis yang mempengaruhi habitat itu.
Contoh makrohabitat dan mikrohabitat : Organisme penghancur
(pembusuk) daun hanya hidup pada lingkungan sel-sel daun lapisan atas
fotosintesis, sedangkan spesies organisme penghancur lainnya hidup pada sel-
sel daun bawah pada lembar daun yang sama hingga mereka hidup bebas tidak
saling mengganggu. Lingkungan sel-sel dalam selembar daun di atas disebut
mikrohabitat sedangkan keseluruhan daun dalam lingkungan makro disebut
makrohabitat.
Habitat dalam batas tertentu sesuai dengan persyaratan makhluk hidup
yang menghuninya. Batas bawah persyaratan hidup itu disebut titik minimum
dan batas atas disebut titik maksimum. Antara dua kisaran itu terdapat titik
optimum. Ketiga titik itu yaitu titik minimum, titik maksimum dan titik
optimum disebut titik cardinal.
Apabila sifat habitat berubah sampai diluar titik minimum atau
maksimum, makhluk hidup itu akan mati atau harus pindah ke tempat lain.
Misalnya jika terjadi arus terus-menerus di pantai habitat bakau, dapat
dipastikan bakau tersebut tidak akan bertahan hidup . Apabila perubahannya
lambat, misalnya terjadi selama beberapa generasi, makhluk hidup umumnya
dapat menyesuaikan diri dengan kondisi baru di luar batas semula.Melalui
proses adaptasi itu sebenarnya telah terbentuk makhluk hidup yang mempunyai
sifat lain yang disebut varietas baru atau ras baru bahkan dapat terbentuk jenis
baru.
Berdasarkan variasi habitat menurut waktu dibagi menjadi 4 macam
(Kramadibrata,1996) yaitu :
a. Habitat yang konstan Yaitu habitat yang kondisinya terus-menerus relatif
baik atau kurang baik.

11
b. Habitat yang bersifat memusim Yaitu habitat yang kondisinya relatif
teratur berganti-ganti antara baik dan kurang baik.
c. Habitat yang tidak menentu Yaitu habitat yang mengalami suatu periode
dengan kondisi baik yang lamanya bervariasi diselang-selingi oleh periode
dengan kondisi kurang baik yang lamanya juga bervariasi sehingga
kondisinya tidak dapat diramal.
d. Habitat yang ephemeral Yaitu habitat yang mengalami periode dengan
kondisi baik yang berlangsung relatif singkat diikuti oleh suatu periode
dengan kondisi yang kurang baik yang berlangsungnya lama sekali. (
Kramadibrata, 1996 ).
Habitat sebagai fungsi dari ruang dapat dikenal dengan :
a. Habitat yang berkesinambungan : meliputi area dengan kondisi baik luas
sekali, melebihi daerah yang dapat dijelajahi hewan.
b. Habitat yang terputus-putus : menunjukan area yang berkodisi baik dan
tidak berselang seling serta hewan dengan mudah dapat menyebar dari
area baik yang satu ke yang lainnya.
c. Habitat yang terisolasi : area yang terbatas dan terpisah jauh dari area
lainnya sehingga hewan tidak dapat mencapainya kecuali bila didukung
factor kebetulan.
Habitat makhluk hidup dapat lebih dari satu, misalnya burung pipit,
habitat untuk mencari makannya adalah di sawah dan habitat untuk bertelur
adalah pohon-pohonan di kampung. Ikan salem yang terkenal di Eropa dan
Amerika utara, waktu dewasa mempunyai habitat di laut. Waktu akan bertelur
ikan itu berenang ke sungai sampai ke hulu. Di daerah hulu ikan bertelur. Anak
ikan untuk beberapa tahun tinggal di sungai. Kemudian pergi ke laut untuk
menjadi dewasa sampai saatnya ikan akan bertelur.
Istilah habitat dapat dipakai untuk menunjukkan tempat tumbuh
sekelompok organisme dari berbagai jenis yang membentuk suatu komunitas.
Misalnya, kita boleh mengunakan istilah habitat padang rumput, habitat hutan
mangrove, dan sebagainya. Dalam hal ini habitat sekelompok organisme
mencakup lingkungan abiotik dan lingkungan biotik.

12
D. Relung Ekologi (Nieche)
Relung ekologi merupakan gabungan khusus antara faktor fisik
(mikrohabitat) dan kaitan biotik (peranan) yang diperlukan oleh suatu jenis
untuk aktivitas hidup dan eksistensi yang berkesinambungan dalam komunitas
(Soetjipto, 1992).
Relung ekologi adalah suatu populasi atau spesies hewan adalah status
fungsional hewan itu dalam habitat yang ditempatinya berkaitan dengan
adaptasi-adaptasi fisiologis, struktural atau morfologi, dan pola perilaku hewan
itu. Atau relung ekologi merupakan posisi atau status suatu organisme dalam
suatu komunitas dan ekosistem tertentu yang merupakan akibat adaptasi
struktural, tanggap fisiologis serta perilaku spesifik organisme itu. Jadi relung
suatu organisme bukan hanya ditentukan oleh tempat organisme itu hidup,
tetapi juga oleh berbagai fungsi yang dimilikinya. Dapat dikatakan, bahwa
secara biologis, relung adalah profesi atau cara hidup organisme dalam
lingkungan hidupnya (Kandeigh,1980).
Relung ekologi dikatakan sebagai terminologi yang lebih inklusif, yang
tidak hanya meliputi ruangan atau tempat yang ditinggali organisme, tetapi
juga peranannya dalam komunitas, misalnya kedudukan pada jenjang
makanan. Relung ekologi suatu organisme tidak hanya tergantung di mana
organisme tadi hidup, tetapi juga pada apa yang dilakukan organisme,
bagaimana organisme mengubah energi, bertingkah laku, bereaksi, mengubah
lingkungan fisik maupun biologi dan bagaimana organisme dihambat oleh
spesies lain (Heddy dan Kurniati,1996).
Relung ekologi dikatakan sebagai jumlah dari semua interaksi antara
suatu organisme dengan lingkungan biotik dan abiotiknya. Relung ekologi
memiliki dua defenisi yaitu relung dasar dan relung nyata. Relung dasar
didefinisikan sebagai sekelompok kondisi-kondisi fisik yang memungkinkan
populasi masih dapat hidup, tanpa kehadiran pesaing. Relung dasar tidak dapat
dengan mudah ditentukan karena dalam suatu komunitas persaingan
merupakan proses yang dinamis dan kondisi fisik lingkungan yang beragam
mempengaruhi kehidupan suatu organisme. Relung nyata didefinisikan sebagai

13
kondisi-kondisi fisik yang ditempati oleh organisme-organisme tertentu secara
bersamaan sehingga terjadi kompetisi. Keterbatasan suatu organisme pada
suatu relung tergantung pada adaptasinya terhadap kondisi lingkungan tersebut
(Hutchinson,1957).

E. Interaksi Antar Spesies Pesaing


Dimensi-dimensi pada niche pokok menentukan kondisi-kondisi yang
menyebabkan organisme-organisme dapat berinteraksi tetapi tidak
menentukan bentuk, kekuatan atau arah interaksi. Dua faktor utama yang
menetukan bentuk interaksi dalam populasi adalah kebutuhan fisiologis tiap-
tiap individu dan ukuran relatifnya. Empat tipe pokok dari interaksi diantara
populasi sudah diketahui yaitu: kompetisi, predasi, parasitisme dan simbiosis.
Agar terjadi interaksi antar organisme yang meliputi kompetisi, predasi,
parasitisme dan simbiosis harusnya ada tumpang tindih dalam niche. Pada
kasus simbion, satu atau semua partisipan mengubah lingkungan dengan cara
membuat kondisi dalam kisaran kritis dari kisaran-kisaran kritis partisipan
yang lain. Untuk kompetitor, predator dan mangsanya harus mempunyai
kecocokan dengan parameter niche agar terjadi interaksi antar organisme,
sedikitnya selama waktu interaksi.
Menurut Odum (1993) tidak ada dua spesies yang adaptasinya identik
sama antara satu dengan yang lainnya, dan spesies yang memperlihatkan
adaptasi yang lebih baik dan lebih agresif akan memenangkan persaingan.
Spesies yang menang dalam persaingan akan dapat memanfaatkan sumber
dayanya secara optimal sehingga mampu mempertahankan eksistensinya
dengan baik. Spesies yang kalah dalam persaingan bila tidak berhasil
mendapatkan tempat lain yang menyediakan sumber daya yang diperlukannya
dapat mengalami kepunahan local. Berjenis makhluk hidup dapat
hidup bersama dalam satu habitat . Akan tetapi apabila dua jenis makhluk
hidup mempunyai relung yang sama, akan terjadi persaingan. Makin besar
tumpang tindih relung kedua jenis makhluk hidup, makin intensif
persaingannya. Dalam keadaan itu masing-masing jenis akan mempertinggi
efisiensi cara hidup atau profesinya.Masing-masing akan menjadi lebih

14
spesialis, yaitu relungnya menyempit. Jadi efek persaingan antar jenis adalah
menyempitnya relung jenis makhluk hidup yang bersaing, sehingga terjadi
spesialisasi. Akan tetapi bila populasi semakin meningkat, maka persaingan
antar individu di dalam jenis tersebut akan terjadi pula. Dalam persaingan ini
individu yang lemah akan terdesak ke bagian niche yang marginal. Sebagai
efeknya ialah melebarnya relung, dan jenis tersebut akan menjadi lebih
generalis. Ini berarti jenis tersebut semakin lemah atau kuat. Makin spesialis
suatu jenis semakin rentan makhluk tersebut.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Habitat adalah suatu komunitas biotik atau serangkaian komunitas-
komunitas biotik yang ditempati oleh hewan atau populasi kehidupan.
2. Klasifikasi habitat diantaranya adalah:
a. Daerah Habitat Padang Rumput
b. Daerah Tundra
c. Daerah Gurun
d. Daerah Hutan Basah
e. Daerah Hutan Gugur
f. Daerah Hutan Taiga
g. Habitat Air Tawar
h. Habitat Laut
3. Pembagian sumber daya terbagi menjadi mikrohabitat dan
makrohabitat
4. Relung ekologi adalah suatu populasi atau spesies hewan adalah status
fungsional hewan itu dalam habitat yang ditempatinya berkaitan
dengan adaptasi-adaptasi fisiologis, struktural atau morfologi, dan pola
perilaku hewan itu.
5. Empat tipe pokok dari interaksi diantara populasi yang sudah diketahui
yaitu: kompetisi, predasi, parasitisme dan simbiosis
B. Saran
Dalam penyelesaian makalah ini kelompok kami merasakan masih ada
kekurangan dan ketidak sempurnaan, oleh karena itu kami mohon kritik dan
saran yang membangun agar kelompok kami dapat lebih mengerti dalam
makalah-makalah selanjutnya nanti.

16
DAFTAR PUSTAKA

Darmawan,Agus. 2005. Ekologi Hewan. Malang : Universitas Negeri Malang.


Heddy, S. S., & Kurniati. 1996. Prinsip-Prinsip Dasar Ekologi Suatu Bahasan
Tentang Kaidah Ekologi dan Penerapannya. Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Hutchinson, G.E.1957.A Treatise on Limnology, Wiley, New York.
Hutto, R.L. 1985. Habitat selection by nonbreeding migratory land bird. Pages
455-456 in Habitat Selection in Bird (M.L. Cody, ed). Academic Press,New
York.
Kendeigh, S.C.1980. Ecology with Special Reference to Animal and Man.
Departement of Zoological Univercity of Illinoist at Urbana-Champaign. New
Delhi: Pretince-Hall of India Private Limited.
Kramadibrata, H. 1996. Ekologi Hewan. Bandung : Institut Teknologi Bandung
Press.
Kramadibrata, H..1996. Ekologi Hewan. Bandung : Institut Teknologi Bandung
Press.
Morrison, M.L. 2002. Wildlife restoration: technique for habitat analysis and
animal monitoring. Island Press:Washington.
Odum, Eugene P. 1971. Fundamentals of Ecology.Saunders College Publishing.
Soetjipto. 1992. Plant Resources of South-East Asia 3 : Dye and Tannin Producing
Plants. Prosea, Bogor
Sukarsono.2009. Pengantar Ekologi Hewan. Malang : Universitas Muhammadiyah
Malang Press
Wiens, J. A. 1972. 1984. The place of long-term studies in ornithology. Auk
101:202- 203.
Wirakusumah, Sambas. 2003. Dasar-Dasar Ekologi. Jakarta. Penerbit UI Press.

17

Anda mungkin juga menyukai